Oleh:
Hafiza Noka Mulita
NIM 71 2019 092
Pembimbing:
dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan
laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyaki Saraf Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S., selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identifikasi
Nama : Tn.B
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl. Lasyar Bedulh H Siabu
Agama : Islam
1.2 Anamnesa
Pasien dibawa ke RSUD Palembang Bari karena mengeluh kelemahan
sesisi tubuh kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 2 jam SMRS, penderita mengalami kelemahan sesisi tubuh
kanan saat sedang beraktivitas yang terjadi secara tiba-tiba. Penderita tidak
mengalami penurunan kesadaran. Saat serangan penderita ada nyeri kepala
hebat yang disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai
gangguan rasa pada sisi yang lemah. Penderita dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita dapat mengerti isi
pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan menggunakan tangan
kanan. Saat bicara mulut penderita mengot dan terdapat pelo saat berbicara.
Saat serangan penderita tidak disertai dada berdebar-debar, sesak tidak
ada. Penderita tidak mengeluh adanya sakit kepala belakang yang timbul
pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang, riwayat diabetes melitus tidak ada,
riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat kolesterol tidak ada, riwayat
penyakit jantung tidak ada. Penderita memiliki riwayat hipertensi.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya. Riwayat keluarga yang
memiliki keluhan serupa juga tidak ada.
1
2
1.3 Pemeriksaan
Status Praesens
Kesadaran : GCS (E4V5M6)
Gizi : Belum diperiksa
Suhu Badan : 37° C
Nadi : 88 x/m reguler
Pernapasan : 24 x/m
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
NPRS :7
Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
3
Campus visi
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Negatif Negatif
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif
D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Sensorik
Tida ada kelainan
8
F. GAMBAR
Lipatan nasolabialis
(-)
Sudut mulut kanan Gerakan :
tertinggal kurang
Lidah deviasi ke Kekuatan : 1
kanan Refleks
fisiologis:
Hiperrefleks
Hiperrefleks
Gerakan :
kurang
Kekuatan : 1
Refleks
fisiologis:
Hiperrefleks
Keterangan: Hemiparase Dextra Tipe Spastik dan Parese Nervus VII &
Nervus XII Dextra Tipe Sentral
9
I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada
J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa
K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
L. Skor Siriraj
Konstanta - 12
(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90) - (3 x 0) – 12 = 1
Interpretasi : Stroke Hemoragik
1.5 Diagnosa
Diagnosa Klinik : Hemiparase dextra tipe spastik +
Parase nervus VII & nervus XII dextra
tipe sentral + GRM positif
Diagnosa Topik : Ruang subarachnoid
Diagnosa Etiologi : Cerebro vaskular disease hemorragic et causa
Perdarahan subarachnoid
12
1.6 Tatalaksana
Non Farmakologi
Bed rest dengan elevasi kepala 30
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt 20 x/menit
Inj. asam tranexamat 3x1 g (IV) selama 72 jam
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Citicolin 2x500 mg (IV)
Amlodipine 1x10 mg
Candesartan 1x16 mgrr
Omeprazole 1x20 mg
Nimodipin 4x60 mg tab
Neurodex 1x1 tab
1.7 Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Otak dan Pembuluh Darah
Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam
cavitas cranii. Otak dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah
melalui foramen magnum1. Menurut American Heart Association
(AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak adalah organ manusia
yang kompleks yang dimana area dari otak mempunyai fungsi khusus.
Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua
kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir,
berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis,
berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari
otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya
pun dapat terganggu.2
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam
pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis,
thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan
serebelum. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningens) yaitu duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi
oleh tulang tengkorak.3
13
14
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit,
yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri.
Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan
otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya
sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.4,5
superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk
mengecap, melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis,
glandula submandibula dan glandula lingualis.
Sebenarnya N.fasialis ini hanya terdiri dari serabut
motorik saja. Namun pada perjalanannya ke tepi, nervus
intermedius bergabung dengan nervus ini. Nervus intermedius
tersebut tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula
salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap
dari 2/3 bagian depan lidah.
Inti serabut motorik nervus fasialis terletak di bagian
ventrolateral tegmentum pontis. Akarnya menuju ke
dorsomedial, kemudian melingkari inti nervus abdusens dan
setelah itu membelok ke ventrolateral kembali untuk
meninggalkan permukaan lateral pons. Di tempat itu, N.fasialis
berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus intermedius,
dan ketiganya masuk kedalam liang os petrosum melalui meatus
akustikus internus.3
Gejala dan manifestasi klinik yang berhubungan dengan lokasi
lesi:
i Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan
terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau
tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
ii Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah
dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian
depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya
daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus
intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan
19
2.2 Stroke
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
yang terjadi akut, berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada
intervensi bedah atau meninggal) berasal dari gangguan aliran darah
otak.9
Menurut WHO 2005, stroke adalah suatu disfungsi neurologis
akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara
cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.10
Stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologi mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
suplai arteri otak.5
Stroke juga digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis
atau hemiparalisis akibat lesi vaskular yang bisa bangkit dalam
beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang
menjadi kausanya. Stroke ialah gangguan peredaran darah pada
daerah otak tertentu.11
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
22
oklusi.8 Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia
sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah
di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarakhnoid.13
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim
Cerebrovascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan
Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).14
Faktor risiko kejadian sroke iskemik dibagi menjadi faktor yang tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti umur, jenis
kelamin, ras, genetik, dan riwayat TIA (Transient Ischemic Attack),
dan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) seperti
hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia), perilaku
merokok, obesitas, penyakit jantung, konsumsi alkohol berlebihan,
aterosklerosis, penyalahgunaan obat, dan gangguan pernapasan saat
tidur.19
A. Non modifiable risk factors
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui
merupakan pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak
dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.16
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada
penyakit stroke. Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun,
risiko stroke meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens
stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.16
24
TA : tanda ateroma
Interpretasi :
≤ -1 : menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
≥ 1 : menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
2.3.2 Epidemiologi
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya
sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika
32
2.3.3 Mekanisme
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20%
dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.34
Tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan
tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah
merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan
medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai
jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat
pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak.34
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam
sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara
keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans
anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio
cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah
di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior. 35
33
Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah
diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi
lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding.
37
2.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid
adalah identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa
diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravascular lain.
Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap
central venous pressure dan atau pulmonary artery pressure, seperti
juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk
mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus
dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic
dan pasien harus istirahat total.32
1. Pedoman Tatalaksana38
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan
petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30° dalam
ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila
perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat
kelainan-kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan
harus lebih intensif :
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol
pasien di ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebihan karena akan
menyulitkan penilaian status neurologi.
40
2.3.7 Komplikasi
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling
sering pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme
dapat berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme
akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama,
yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.36
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan
43
2.3.8 Prognosis
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan
40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat
mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada
komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada
intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari
pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan
pertama.36
Tabel 2.3 Sistem Ogilvy dan Carter32
Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess >III
1 Skor skala Fisher >2
1 Ukuran aneurisma >10mm
1 Usia pasien >50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥25mm)
BAB III
ANALISA AKSUS
yang terletak pada lobus prefrontal, sedangkan area Wernicke merupakan pusat
sensorik dari bicara pada lobus temporalis.
Penderita mengeluh mulut mengot dan bicara pelo. Mulut mengot dan
bicara pelo menunjukkan terdapat lesi pada nervus fasialis (N. VII) dan lesi pada
nervus hypoglossus (N. XII).
Penderita memiliki riwayat hipertensi. Penyakit hipertensi, merupakan
faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark cerebral dan perdarahan
intrakranial. Faktor risiko kejadian sroke iskemik dibagi menjadi faktor yang tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti umur, jenis kelamin, ras,
genetik, dan riwayat TIA (Transient Ischemic Attack), dan faktor yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors) seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi
(hiperkolesterolemia), perilaku merokok, obesitas, penyakit jantung, konsumsi
alkohol berlebihan, aterosklerosis, penyalahgunaan obat, dan gangguan
19
pernapasan saat tidur. Dari faktor risiko diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor risiko yang dapat diubah pada pasien ini adalah riwayat hipertensi yang
faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark cerebral dan perdarahan
intrakranial. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh
darah serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi
tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau
berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah
sistemik. Bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada
dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan
kemungkinan perdarahan pada otak. Pada hipertensi kronis dapat terjadi
mikroaneurisma dengan diameter 1 mm (terutama terjadi pada arteri
lentikulostriata). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, sewaktu orang marah atau
mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi yang kronis merupakan salah satu
penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari pembuluh darah.21
Faktor risiko tak dapat diubah pada pasien adalah jenis kelamin pria dan
usia yang sudah tua (45 tahun). Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke.
Dimana usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.
47
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali
pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.16
Pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal juga didapatkan gejala
rangsang meningeal positif. Gejala rangsang meningeal positif dikarenakan
radang pada meningen atau adanya darah pada rongga subarachnoid.
Kemungkinan penyebab stroke pada pasien karena adanya perdarahan
subarachnoid.41
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium : hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polistemia, selain itu juga pemeriksaan laju endap
darah untuk mendeteksi terjadi giant cell arteritis atau vaskulitis lainnya,
selanjutnya glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia atau hiperglikemia,
kemudian lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke. EKG dan Foto Thorax
dilakukan untuk melihat apakah terdapat kelainan pada jantung.
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT-Scan Kepala untuk melihat
letak dari perdarahan. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama
karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat.32 CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.37
Pungsi lumbal dilakukan jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif.
Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan
atau xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang
dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah
warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama
oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.32
Pemeriksaan Angiografi untuk mengonfirmasi adanya aneurisma pada kasus
PSA. Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena
48
non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap
seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki
aneurisma multiple.32
Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya. Prognosis
pada kasus ini lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang. Sekitar 10%
penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat
membaik sejak awitan.36
49
53
28. National Clinical Guideline for diagnosis and Initial for Management of
Acute Stroke and Transient Ischemic Attack. Royal College of Physicians,
London, 2008.
29. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta:
FKUI. 2007, 1926-1928.
30. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.
31. Yahya RC. Stroke Hemragik - Defenisi, Penyebaba & Pengobatan Stroke
Perdarahan Otak. Jevuska. 2014.
32. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39.
33. Student Med. Stroke.2011.
34. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM).
Mayfield Clinic. 2013.
35. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39.
36. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage.
Netter's Neurology2014. p. 526-37.
37. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.
38. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
Access on : September 29, 2012.
39. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
40. Becske T. Subarachnoid Hemorrhage Treatment & Management. Medscape
Reference Drugs, Disease & Procedures. 2014.
41. Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.
42. Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
55
43. Bereczki, D.,Liu, M., Prado, G. F., Fekete,I. 2000. Conchane Report :
ASystemic Review of Mannitol Therapy for Acute Ischemic Strokeand
Cerebral ParenchymalHemorrhage. Stroke. 31: 2719-2722 .
44. Jauch EC, Saver JL, Adams HP, et al.Guidelines for the early management
of patients with acute ischemic stroke: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke 2013;44:870-947
45. Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM, Bushnell CD , et
al. Primary prevention of ischemic stroke: a guideline from the American
Heart Association/American Stroke Association Stroke Council:
cosponsored by the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease
Interdisciplinary Working Group; Cardiovascular Nursing Council; Clinical
Cardiology Council; Nutrition, Physical Activity, and Metabolism Council;
and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working
Group. Circulation. 2006; 113(24):873-923.