Oleh:
Melenia Rhoma Dona YS, S. Ked
(712021060)
Pembimbing:
dr. Yesi Astri, Sp. N, M.Kes
LAPORAN KASUS
Judul:
Oleh:
Melenia Rhoma Dona YS, S. Ked
(712021060)
Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemiparese Dextra Tipe Spastik + Paresis N.III Sinistra Tipe Central +
Paresis N.VII Sinistra Tipe Central+ Paresis N.XII Dextra Tipe Central E.C
CVD (Subaracnoid Hemoragic) + Hipertensi Stage II” sebagai syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Yesi Astri Sp.N, M.Kes selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus
ini
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material
dan moral
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny.S
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun V Kemang, Kecamatan Sungai Menang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rumah Sakit : 8 Januari 2023
No. RM : 64-27-08
1.2 ANAMNESA
KU : Nyeri kepala sejak 1 hari SMRS.
RPS : Ny S, Perempuan berusia 29 tahun dibawa ke RS Muhammadiyah
Palembang karena mengeluh nyeri kepala sejak 1 hari SMRS. Pasien mengalami
nyeri kepala hebat, nyeri kepala yang dirasakan seperti diikat diseluruh bagian
kepala, nyeri kepala yang dirasakan semakin memberat pada pagi hari dan
berkurang pada malam hari, keluhan menjalar kebagian leher. Leher pasien terasa
kaku. Pasien merasa mual tanpa disertai muntah dan lemas diseluruh tubuh.
Pasien juga mengaku adanya kelemahan pada sisi kanan tubuh.
Pasien mengatakan mata sebelah kiri pasien tidak dapat dibuka sejak 1 hari
SMRS. Sebelum di bawa ke rumah sakit ± 7 jam yang lalu pasien mengalami
penurunan kesadaran. Saat pasien sampai dirumah sakit pasien dalam keadaan
sadar, namun pasien sering tiba-tiba bicara meracau. Keluhan bicara meracau
dialami selama ± 18 jam saat di RS. Pasien mengeluh sering kesemutan pada
bagian ujung-ujung jari tangan dan ujung-ujung jari kaki, kesemutan yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga kebagian telapak tangan dan
kaki. Kesemutan yang dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah disangkal. pasien
dapat mengungkapkan isi pikirannya dengan bicara dan masih dapat mengerti isi
pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara
1
mulut penderita mengot ke kiri dan tidak pelo.
Penyakit ini diderita untuk kedua kalinya. Sebelumnya pasien pernah
dibawa ke poli penyakit saraf untuk berobat karena terjadi penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki sejak kurang lebih
1 tahun yang lalu dan yang kedua sekarang. Pasien rutin kontrol dan minum obat
ke poli saraf selama 1 tahun tetapi 2 bulan terakhir pasien berhenti minum obat
dan kontrol karena merasa keluhan yang dirasakan tidak mengalami perbaikan.
Riwayat darah tinggi ada sejak 11 tahun yang lalu, namun tidak terkontrol.
Riwayat keluargayang memiliki penyakit darah tinggi ada (Ibu penderita).
1.3 PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran : E4M5V6 (Composmentis)
Suhu Badan : 36,70C
Nadi : 88 x/m reguler
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Hepar
: Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-), CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif
Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Kontak adekuat
Kontak Psikis : Ada
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiohepali
2
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
Campus visi
4
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
5
8. N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada tahanan
9. N. Hypoglossus Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada
6
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 4 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiperefleks Normal
- APR Hiperefleks Normal
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Eutrofik
Sensorik
Tidak dilakukan pemeriksaa
7
Tidak dapat membuka mata
kiri (ptosis) .levator
palpebra sinistra), (m. rectus
medial),(m.rectus superior),
E. GAMBAR (m.oblikus inferior, Kaku
kuduk (+)
Keterangan: Hemiparese dextra tipe spastik+ paresis N.III sinistra central+ paresis N.VII sinistra
tipe central + paresis N.XII dextra tipe central
8
G. KESEIMBANGAN
Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia: Belum dapat dinilai
Keseimbangan
Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri
- Jari-jari : Belum dapat dinilai
- Jari hidung : Belum dapat dinilai
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
- Dysdiadochokinesia : Belum dapat dinilai
- Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
- Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
H. GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus: Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic: Tidak ada
I. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa
9
J. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
K. SKOR SIRIRAJ
Konstanta - 12
10
Algoritma Gadjah Mada
Pada pemeriksaan tidak ada penurunan kesadaran, ada nyeri kepala, dan reflex
Babinski (-)
Interpretasi : Perdarahan intraserebral
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan Kepala (7 Januari 2023)
11
Pada pemeriksaan CT Scan Kepala didapatkan :
- Tampak lesi hipodens kecil pada kapsula genu
- Tampak lesi hiperdens densitas perdarahan pada cisterna perimesencephalic
dan basalis
- Tampak kalsifikasi fisiologis pada plex. Choroideus kanan kiri dan glandula
pineal
- Differensiasi substansia alba dan substansiagrisera tampak normal
- Sulkus kortisal dan fissura sylvii tampak normal
- Ventrikel lateral kanan-kiri, III dan IV tampak normal
- Tak tampak midline shifting
- Batang otak dan cerebellum baik
Kesan :
- Infark lakunar pada genu capsula interna kiri
- Subarachnoid haemorrhage pada cisterna perimesenchepalic dan basalis
12
- Soft tissue baik
Kesan :
- Cor kesan membesar (infirasi kurang dalam)
Interpretasi:
• Irama Sinus
• HR : 84x/menit
• Normal
• Gelombang P normal : tinggi <1mm, lebar <0,12 sec
• PR interval normal: 3 kotak kecil
• Durasi QRS normal: 0,04 detik
• Morfologi QRS normal
• Deviasi segmen ST: (-)
• Morfologi gelombang T: normal
• Morfologi gelombang U: normal
Kesan :
Sinus Rhytm
Pemeriksaan Laboratorium
Pada tanggal 7 Januari 2023 pukul 15.10 WIB.
• Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 13,7 g/dl 12-16
Hematokrit 37,4 % 37.0- 47.0
Trombosis 380.000 uL 150-440
13
Lekosit 16,4 (H) uL 4,2-11,0
Hitung Jenis
Eosinofil 0,0 (L) % 1-3
Basofil 0,1 % 0-1
Neutrofil 87,5 (H) % 40-60
Limfosit 9,4 (L) % 20-50
Monosit 3,0 (H) % 2-8
Ratio N/L 9,3 (H) <3.13
LED 1 Jam 20 Mm/jam <20
KIMIA
Glukosa Darah 96 mg/dL 70-140
Sewaktu
Trigliserida 36 mg/dL <160
Kolesterol Total 177 mg/dL <200
HDL Kolesterol 60 mg/dL 45-100
LDL Kolesterol 110 (H) mg/dL <100
Direk
Ureum 20 mg/dL 10-50
LDL Kolesterol 109.80 mg/dL <130
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,60-1,50
1.4 Diagnosis
Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra tipe spastik + Ptosis N.III sinistra dan
paresis nervus N.VII sinistra dan N. XII dextra tipe central,
Kaku kuduk (+)parese nervus VII sinistra tipe central
Diagnosa Topik : Lesi di subaracnoid
Diagnosa Etiologi : Vaskular (subaracnoid hemoragic)
Diagnosis Tambahan: Hipertensi
14
1.5 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
- Diet rendah garam
2. Farmakologi
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
2.1.1 Anatomi Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Secara garis besar,
sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf
disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya.
Otak merupakan pusat pengatur segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Beberapa karateristik khas otak orang dewasa yaitu
mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi
darah sebanyak 20% dari cardiac output serta membutuhkan kalori sebesar 400
Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan
energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen
dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak
yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti.
Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme
menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan.2
Pengelompokan otak adalah sebagai berikut.2
a. Batang otak
Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu mesensefalon, pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon terdiri dari beberapa bagian yaitu basis,
tegmentum, dan tektum. Pada bagian inferiornya terdapat pons yang
membentuk tonjolan pada permukaan anterior batang otak. Pons melekat
pada serebelum oleh tiga pedunkulus serebri. Bagian-bagiannya adalah
basis dan tegmentum. Sedangkan medula oblongata adalah struktur yang
menghubungkan otak dengan medula spinalis.3 Batang otak merupakan
tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat
16
vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan
batuk.2
18
Sedangkan talamus adalah masa abu-abu berbentuk oval yang terdapat
pada tiap-tiap hemisfer otak dan masing-masing memiliki lima
kelompok inti yaitu kelompok inti anterior, median (midline), medial,
lateral, dan posterior. Pada bagian bawah dan depan talamus, terdapat
hipotalamus yang merupakan lantai dan dinding bawah dari ventrikel.
Beratnya sekitar 4 gram atau 0,3% dari berat otak.
a) Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian otak yang paling terlibat dalam
pengaturan langsung lingkungan internal yang terletak di bawah
talamus. Hipotalamus memiliki fungsi sebagai berikut.2
1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus,
pengeluaran urine dan asupan makanan.
2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin.
3. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
4. Berperan dalam siklus tidur-bangun.
5. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior dan
posterior.
b) Talamus
Talamus berperan penting dalam kontrol motorik dengan secara
positif memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai di
korteks. Talamus memiliki fungsi sebagai berikut.2
a. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps.
b. Kesadaran kasar terhadap sensasi.
c. Berperan dalam kesadaran.
d. Berperan dalam kontol motorik.
d. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia. Dipisahkan dua bagian
oleh fissure longitudinal menjadi hemisfer serebrum kiri dan kanan.
Keduanya saling berhubungan melalui korpus kalosum, suatu pita tebal yang
diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron yang menghubungkan
kedua hemisfer. Korpus kolosum adalah “information superhighway” tubuh.2
19
e. Nucleus basal
Nukleus basal atau ganglia basal terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan
putamen), globus palidus (eksterna dan interna), substansia nigra dan
nukleus sub-thalamik. Nukleus pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari
basal ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan dengan basal
ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus kaudatus, putamendan globus
palidus. Striatum dibentuk oleh nukleus kaudatus dan putamen. Nukleus
lentiformis dibentuk oleh putamen dan kedua segmen dari globus palidius.
Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas disini hanya
meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak
diantara nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah
tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi
ini akan menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun
gangguan motorik lain.3
Nukleus basal memiliki fungsi sebagai berikut.2
(1) Inhibisi tonus otot.
(2) Koordinasi gerakan lambat menetap.
(3) Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat.
f. Korteks serebrum
Korteks serebrum merupakan lapisan permukaan hemisfer yang disusun
oleh substansia grisea. Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri telah
diketahui memiliki fungsi spesifik. Korteks serebri dibagi menjadi 47 area
berdasarkan struktur selular. 1 Bagian-bagian dari korteks serebri yaitu: 2
(1) Lobus frontalis Area 4 (area motorik primer) sebagian besar girus
presentralis dan bagian anterior lobus paracentralis) area 6 bagian
sirkuit traktus piramidalis (area premotorik) mengatur gerakan motorik
dan premotorik, area 8 mengatur gerakan mata dan perubahan pupil; dan
area 9, 10, 11, 12 (area asosiasi frontalis). Lobus frontalis terletak di
depan serebrum, bagian belakang dibatasi oleh sulkus sentralis rolandi.2
(2) Lobus Perietalis Area 3, 1, 2 adalah area sensorik primer (area
postsentral) meliputi girus sentralis dan meluas kearah anterior sampai
mencapai dasar sulkus sentralis dan area 5, 7 (area asosiasi
somatosensorik) meliputi sebagian permukaan medial hemisfer serebri.2
(3) Lobus Oksipitalis Area 17 (korteks visual primer) permukaan medial
20
lobus oksipitalis sepanjang bibir superior dan inferior sulkus kalkanius;
area 18, 19 (area asosiasi visual) sejajar dengan area 17 meluas sampai
meliputi permukaan lateral lobus oksipitalis.2
(4) Lobus Temporalis Area 41 (korteks auditori primer) meliputi girus
temporalis superior meluas sampai ke permukaan lateral girus
temporalis; area 42 (area asosiasi 27 auditorik) korteks area sedikit
meluas sampai pada permukaan girus temporalis superior; dan area 38,
40, 20, 21, 22 (area asosiasi) permukaan lateral dibagi menjadi girus
temporalis superior, girus temporalis media dan girus temporalis inferior.
Pada bagian basal terdapat girusfusiformis.2
(5) Area broka (area bicara motoris) terletak di atas sulkuslateralis, mengatur
gerakan berbicara.2
(6) Area visualis terdapat pada polus posterior dan aspek medial hemisfer
serebri di daerah sulkus kalkaneus, merupakan daerah menerima visual.
Gangguan dalamingatan untuk peristiwa yang belum lama.2Insula reili
yaitu bagian serebrum yang membentuk dasar fisura silvi yang terdapat
di antara lobus frontalis, lobus parietalis dan lobus oksipitalis. Bagian
otak ini ditutupioleh girus temporalis dan girus frontalis inferior.2
(7) Girus singuli yaitu bagian medial hemisfer terletak di atas korpus
kolosum.2
(8) Korteks serebrum memiliki fungsi yaitu persepsi sensorik, kontrol
gerakan sadar. bahasa dan sifat kepribadian dan proses mental canggih,
misalnya berpikir, mengingat, mengambil keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.2
• Sistem limbik
Rhinensefalon merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan alo-
korteks yang melingkar sekeliling hilus hemisfer serebri serta berbagai
struktur lain yang lebih dalam yaitu amiglada, hipokampus, dan nuklei
septal. Rinensefalon berperan dalam fungsi penghidu, perilaku makan
dan bersama dengan hipotalamus berfungsi dalam perilaku seksual,
emosi takut, marah dan motivasi. 4
21
Vaskularisasi otak
24
Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi merupakan garis komunikasi antara sistem saraf pusat dan
tubuh berupa saraf kranial dan saraf spinalis. Sistem saraf tepi tersusun dari
semua saraf yang membawa pesan dari dan ke sistem saraf pusat. Sistem saraf
tepi berdasarkan divisinya dibagi menjadi dua yang terdiri dari:1
• Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tapi yang dimulai dari reseptor
pada kulit atau otot (effector) ke dalam plaksus, radiks dan seterusnya
kesusunan saraf pusat. Divisi ini bersifat ascendens.
• Divisi motorik (efferent) yaitu divisi yang menghubungkan impuls dari
sistem saraf pusat ke otot dankelenjar (effector) untuk menjawab impuls
yang diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar. Divisi
ini bersifat descendens.
Berdasarkan fungsinya, sistem saraf tepi terbagi menjadi dua yaitu sistem
saraf otonom dan sistem saraf somatik.7
1. Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom bekerja involunter, bertujuan untuk mengatur organ
internal tubuh (jantung, saluran cerna, saluran nafas, hepar, sistem sekresi
dan pembuluh darah). Pusat kontrol saraf otonom terletak di hipotalamus,
batang otak dan medulla spinalis. Contoh aktivitas tubuh yang diatur oleh
saraf otonom adalah refleksi peritoneal, denyut jantung, gerak usus,
defeksi, miksi, tekanan darah dan ereksi. Sistem saraf otonom dibagi
menjadi dua, yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis
a. Sistem saraf simpatis
Sistem saraf simpatis dan sistem parasimpatis bergantung pada
neurotransmiter yang dilepaskan oleh sistem otonom. Sistem simpatis
akan terpacu bila tubuh stress. Stimulasi simpatis dihantarkan melalui
serabut saraf yang keluar dari medulla spinalis dan sistem saraf perifer
ke organ target. Neurotransmiter yang disekresi untuk memacu sistem
simpatis adalah epinefrin atau adrenalin dan noreprinefrin atau
noreadrenalin.
b. Sistem saraf parasimpatis
Sistem parasimpatis Disebut juga sistem saraf kraniosakra. Sistem
parasimpatis akan terpacu bila tubuh dalam keadaan istirahat atau
25
recovery (pemulihan). Stimulasi parasimpatis dihantarkan oleh serabut
saraf kranial (nervi kraniales) III, V, VII dan X langsung menuju organ
target.pada beberapa organ, stimulus dihantarkan melalui medulla
spinalis tingkat sakralis. Neurotransmiter yang disekresi untuk memacu
sistem parasimpatis adalah asetilkolin
26
- Saraf glossopharyngealis (Nervus IX)
Saraf ini menginervasi 1/3 bagian belakang lidah,faring dan
mengontrol proses menelan.
- Saraf Vagus (Nervus X)
Saraf ini mengontrol fungsi otonom organ dalamdan variasi
komponen motorik.
- Saraf Accessorius (Nervus XI)
Saraf ini menginervasi otot trapezius dan otot
sternocleidomastoideus.
- Saraf Hipoglossus (Nervus XII)
Saraf ini berfungsi untuk menggerakkan lidah.
b. Saraf spinal memiliki 31 pasang saraf yang berawal dari korda melalui
radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf ini merupakan
gabungan dari saraf sensorik dan motorik yang membawa informasi ke
korda melalui neuron aferen ke eferen. Susunan saraf tepi terdiri dari
susunan motoric dan sensorik. Terdiri dari 3 bagian yaitu radiks
spinalis, pleksus dan saraf tepi.
c. Susunan saraf tepi motorik, terdapat 31 pasang saraf spinalis, yakni
terdiri dari 8 saraf cervicalis, 12 saraf thoracalis, 5 saraf lumbalis, 5
saraf sacralis, dan 1 saraf koksigeal. Kemudian terdapat dua sistem
pleksus dalam tubuh manusia yaitu pleksus brachialis dan pleksus
lumbosacralis. Satu saraf perifer dan satu saraf spinalis dapat melayani
beberapa otot. Satu otot tertentu dapat memperoleh peran dari beberapa
sarafspinalis yang berbeda.
d. Susunan saraf tepi sensorik, seluruh modalitas rasa dari reseptor kulit
dikirim kepusat melalui saraf perifer, saraf spinalis, pleksus, radiks
posterior dan kemudian akan membentuk ganglion dorsalis yang berada
pada foramen intervetebralis, selanjutnya akan menuju ke medula
spinalis untuk diteruskan ke otak. Susunan saraf tepisensoris terdapat
di sepanjang jalur sensoris antara reseptor pada kulit hingga sampai
pada gangliondorsalis. Ganglion dorsalis merupakan neuron sensoris
yang tidak berada dalam medula spinalis seperti neuron motorik.
Beberapa saraf tepi sensoris akan mendapatkan inervasi dari beberapa
saraf spinalis.
27
Upper Motor Neuran (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN)
mengontrol penyesuaian
postur tubuh normal
Traktus Dari korteks motoric ke Terlibat dalam
kortikobular Beberapa nucleus di
kontrol otot-otot
pons dan medulla
oblongata wajah dan rahang,
gerakan menelan dan
lidah
Traktus Dari colliculus superior Terlibat dalam
Colliculospinal ke neuron motoric penyesuaian posisi
(saluran Bawah kepala yang
tekstopinal) involunter sebagai
28
respon terhadap
informasi visual.
Traktus Dari inti merah ke Terlibat dalam
Rubrospinal Neuron motoric penyesuaian posisi
kebawah lengan yang
involunter dalam
menanggapi
informasi
keseimbangan,
penyesuaian posisi
lengan yang
involunter dalam
Menanggapi
Informasi
keseimbangan,
dukungan tubuh
Traktus Dari inti vestibular, di Bertanggung jawab
vestibulospinal mana memproses untuk menyesuaikan
rangsangan dari kanal postur tubuh untuk
Traktus Semicircular dari Menjaga
rekitulospinal formasi retikuler keseimbangan
Traktus Formasi retikuler Mengatur aktivitas
rekitulospinal motorik tak sadar dan
membantu
keseimbangan
2.1.3 Epidemiologi
Berdasarkan data World Stroke Organization (2019), terdapat sekitar 13,7 juta
orang di dunia yang terkena serangan stroke baru setiap tahunnya, 60% dari serangan
stroke terdapat pada orang dibawah 70 tahun. Setiap tahunnya sekitar 5,5 juta orang
meninggal karena stroke. Pada tahun 2016, prevalensi stroke terbanyak ada pada
stroke iskemik, dimana terdapat 9,5 juta kasus stroke iskemik dan 4,1 juta kasus stroke
hemoragik. Pada tahun 2018, di Amerika satu dari 6 kematian akibat penyakit
kardiovaskular diakibatkan karena stroke. Setiap tahunnya, lebih dari 795.000 orang
di Amerika terkena serangan stroke. Sekitar 87% dari serangan stroke yang dialami
adalah stroke iskemik.12 Secara nasional, pervalensi stroke di Indonesia tahun 2018
diperikirakan sebanyak 2.120.362 orang. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia
dan beberapa menderita kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.12
1. Perdarahan subarachnoid
31
perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena
(malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat
muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala
berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang kemudian dapat melemah dan pecah. 13
2. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkaPen arteri kecil dan menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah sangat tinggi dan perdarahan
sementara. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan
arteri dan dapat menyebabkan perdarahan. Penyebab umum yang kurang termasuk
kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah
(vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang
terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan
resiko kematian dari perdarahan intraserebral.13
2.1.6 Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : 15
- Hipertensi
- Merokok saat ini
- Konsumsi alkohol berlebihan
- Penurunan kolesterol lipoprotein densitas rendah, trigliserida rendah
- Antikoagulasi
- Gunakan agen antiplatelet
- Obat simpatomimetik (Kokain, heroin, amfetamin, PPA dan efedrin)
2.1.7 Patofisiologi
Selama perdaraan intraserebral, terjadi akumulasi darah yang cepat dalam
parenkim otak yang menyebabkan gangguan anatomi normal dan peningkatan tekanan
lokal. Tergantung pada dinamika ekspansi hematoma (pertumbuhan), kerusakan
primer terjadi dalam waktu beberapa menit hingga jam setelah onset pendarahan.
Kerusakan sekunder sebagian besar disebabkan karena adanya darah dalam parenkim
dan juga tergantung pada volume hematoma, usia dan valume ventricular. Hal ini dapat
terjadi melalui jalur sitotoksisitas darah, hipermetabolisme, eksitotoksisitas, depresi
serta stress oksidatif dan peradangan. Pada akhirnya pathogenesis ini menyebabkan
gangguan irreversibl komponen unit neurovascular dan diikuti oleh gangguan pada
blood brain barrier dan edema otak memetikan dengan kematian sel otak besar.
Sementara mediator inflamasi yang dihasilkan secara lokal untuk merespon kematian
otak atau cedera otak memiliki kapasitas untuk menambah kerusakan yang disebabkan
oleh cedera sekunder, keterlibatan sel-sel inflamasi (mikroglia/makrofag) sangat
penting untuk menghilangkan pecahan sel dari hematoma yang merupakan sumber
peradangan dengan 71% kematian pada 15 hari dan 93% kematian pada 30 hari.
Sebagianbesar kematian dini stroke hemorage (hingga 50% pada 30 hari) disebabkan
oleh peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi
dan kematian.11
2.1.8 Gejala Klinis
33
Stroke hemoragik - Terjadi tiba-tiba
subarachnoid - Sakit kepala yang hebat
- Terdapat kekakuan pada leher
- Kehilangan kesadaran
- Papiloedema
- Penurunan fungsi saraf
34
2.1.9 Diagnosis
A. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipungejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia,
atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnyamuncul secara bersamaan.18
Diagnosis Algoritma Gadjah Mada18
35
5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio intermitten
Konstanta - 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor >1 = Perdarahan
>1 ≤= -1 = Infark
B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan
femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.18
C. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy
biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan
dahinya.18
Skor Deskripsi
D. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat iniseperti anemia. Pemeriksaan kimia
darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti stroke
(hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita
pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapitrombolitik dan antikoagulan.Biomarker jantung juga penting karena
eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil
yang buruk dari stroke.18
E. Gambaran Radiologi
- CT scan kepala
Pencitraan otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus
didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis
adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan
intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI
otak merupakan pilihan yang dapat digunakan CT non kontras otak dapat
digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan
ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non
kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih
dari 1 cm. 17
- MRI
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
37
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan 17
2.1.10 Penatalaksanaan17
Penatalaksanaan Umum
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandungkemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
2. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500- 2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik.
3. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
4. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat- obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik
≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan
infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfabeta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan
500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
5. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,maksimal
38
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
6. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas(<320mmol); sebagao
alternative, dapat diberikan larutan hipetronik (NaCl 3%) atau furosemide.
Penatalaksanaan Khusus
Terapi Khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VPshunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arterivena (arteriovenous malformation, AVM).
Rehabilitasi
Tatalaksana dini di unit stroke dapat menyelamatkan hidup. Lingkungan sangat
penting untuk mengontrol variabel-variable penting yang dapat mempengaruhi
keadaan pasien, seperti hidrasi, temperatur, dan glukosa darah, dan tatalaksana lain
yang yang sesuai untuk kesulitan menelan dan untuk mencegah tromboemboli vena.
Fisioterapi yang bersinambung, terapi okupasional dan terapi wicara, serta keterlibatan
petugas sosial dapat membantu pasien meraih kemandirian dalam aktivitas dan
fungsinya seharihari. Pencegahan serangan berulang tujuannya untuk mencegah
terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain
mengobati dan menghindari faktor risiko stroke: pengobatan hipertensi, mengobati
diabetes mellitus, menghindari rokok, obesitas, stress, dan berolahraga teratur.
2.1.11 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan
39
dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab
paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24jam pertama.
Kejang setelah stroke dapat muncul. Stroke penyebab utama dari disabilitas
permanen.17 Selain itu komplikasi stroke yang sering terjadi pada pasien yaitu : 19
1. Hydrocephalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah
beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan
seperti biasanya . Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan
dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit
kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
2. Vasospasme
Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasme dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
4. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
6. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya
paparan terhadap sinar matahari.
40
7. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akutdan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
9. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand
syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
2.1.12 Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitasyang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali
lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi. 19 Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan
intraserebri(PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor
Glasgow Coma Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor
GCS dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan
sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada
pasien dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior,usia
lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS 60 mL dan skor GCS ≤ 8
memiliki tingkat mortalitas sebesar 56 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat
kematian 19% pada PIS dengan volume. Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari
serangan stroke hemoragik perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar
10% penderita perdarahan subarachnoid meninggal sebelum tiba diRS dan 40%
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat
mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang
adalah sekitar 5 tahun.
41
2.2 Hipertensi
2.2.1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.20
2.2.2 Klasifikasi
1. Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan sebagai benigna dan
maligna. Hipertensi benigna bersifat progresif lambat, sedangkan hipertensi
maligna adalah suatu keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang bertambah
berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan berat pada berbagai
organ. Organ sasaran utama keadaan ini adalah jantung, otak, ginjal, mata.
Hipertensi maligna bisa diartikan sebagai hipertensi berat dengan tekanan
diastolik lebih tinggi dari 120 mmHg. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti genetik, sistem renin angiotensinaldostreron, dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko yaitu obesitas, alkoholik, merokok. Dan sebagainya.21
b. Hipertensi Non Esensial (Sekunder)
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain atau
kelainan organik yang jelas diketahui. Jenis Hipertensi sekunder sering sekali
dapat diobati. Apapun penyebabnya tekanan arteri naik karena terjadi
peningkatan curah jantung, peningkatan resistensi pembuluh sistemik atau
keduanya. Peningkatan curah jantung sering sekali di sertai penambahan volume
darah dan aktivasi neurohumonal di jantung. Hipertensi sekunder sudah
diketahui penyebabnya seperti disebabkan oleh penyakit ginjal (parenkim
ginjal), renovaskular, endoktrin (gangguan aldosteronisme primer), kehamilan
(preeklampsia), sleep apnea, dan obat-obatan.21
2. Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
Berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 8) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi:22
42
Tabel 2.5 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 8
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi grade I 140-159 90-99
Hipertensi grade II ≥ 160 ≥ 100
2.2.7. Komplikasi
Apabila hipertensi tidak ditangani secara adekuat. Maka akan menimbulkan
beberapa komplikasi, yaitu:
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin
mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan
dengan kondisi arteri yang mengeras.
45
b. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi
pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan
otak yang berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat smbatan dari
gumpalan darah yang macet di pembuluh darah yang sudah menyempit.
c. Penyakit jantung kongestif
Penyakit jantung kongestif (Congestif Heart Failure) adalah kondisi dimana
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini
terjadi karena kerusakan otot jantung dan sistem konduksi jantung.
d. Kerusakan Ginjal
Hipertensi dapat meyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menunjuk ginjal.
Yang berfungsi sebagai penyaring kotoroan tubuh. Dengan adanya gangguan
tersebut, ginjal menyaring darah lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke
darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga
mengakibatkan mata menjadi kabur dan kebutaan.24
46
BAB III
ANALISA KASUS
47
terganggu5. Risiko mengalami stroke akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Kelemahan pada sisi kanan sendiri merupakan gambaran dari defisit
neurologis motorik atau gangguan fokal. Sisi kanan menunjukkan bahwa area
otak yang mengalami masalah adalah sisi yang berlawanan atau kontralateral
yang mana pada kasus ini yang mengalami gangguan adalah pada hemisfer kiri
serebri.2
Penderita mengalami kelemahan satu sisi tubuh kanan disertai kehilangan
kesadaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kemungkinan stroke pada kasus ini
disebabkan oleh sroke hemoragik. Stroke hemoragik disebabkan oleh pendarahan
ke otak oleh pecahnya pembuluh darah. Stroke hemoragik dapat dibagi lagi
menjadi perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH).
ICH berdarah ke parenkim otak.
Pada saat serangan ada sakit kepala dan mual. Kedua gejala ini merupakan
gejala klinis dari peningkatan TIK akibat adanya perdarahan otak karena stroke
hemoragik6. Pada pasien ditemukan adanya gejala peningkatan sehingga dapat
menyingkirkan kemungkinan penyebab keluhan adalah stroke iskemik. Pada
pasien ini kemungkinan penyebab stroke adalah stroke hemoragik
Tidak adanya kejang dan tidak terdapat gangguan rasa pada sisi yang lemah,
tanpa disertai rasa baal, mengarahkan pada letak lesi kemungkinan tidak terdapat
di korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di korteks serebri biasanya
terdapat kejang dan terdapat defisit neurologis pada sisi yang lemah.12
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan secara
tulisan dan isyarat. Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami afasia
motorik, pada afasia motorik kemampuan untuk mengungkapkan isi pikiran
terganggu, namun bahasa internalnya masih untuh dengan kata lain pasien masi
dapat mengerti isi pikiran orang lain, pada afasia motorik kemampuan untuk
menulis kata-kata masih tidak terganggu, hal ini menyingkirkan letak lesi yang
menyebabkan afasia motoric terletak disekitar broca.23 Mengot dan tidak bicara
pelo. Mulut mengot menunjukkan terdapat lesi pada nervus fasialis (N. VII) dan
bicara tidak pelo menunjukkan tidak ada lesi pada nervus hypoglossus (N. XII).
Penderita memiliki riwayat hipertensi. Dengan TD 170/110 dimana
menurut JNC VIII pasien dikategorikan sebagai penderita hipertensi grade II
hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
48
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/
perdarahan otak. Hipertensi dapat memicu terjadinya aterosklerosis. Hal ini
disebabkan hipertensi memicu proses timbulnya plak aterosklerosis di arteri
serebral dan arteriol yang dikarenakan tekanan darah tinggi sehingga
menyebabkan oklusi arteri dan cedera iskemik dan hipertensi merupakan faktor
risiko yang bisa dikendalikan.6
Keluhan seperti ini sudah pernah dialami pasien untuk kedua kalinya.
Prognosis pada kasus ini lebih buruk jika dibandingkan stroke yang baru terjadi
pertama kali. Stroke berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih
buruk daripada stroke pertama.
Pada pemeriksaan fisik didapati hipertonus dan hiperefleks. Hipertonus
merupakan gambaran adanya kerusakan pada kapsula interna. Kerusakan pada
sirkulasi posterior mengakibatkan terjadinya kelemahan pada satu atau keempat
anggota gerak, peningkatan reflek tendon, ataksia, tanda babinsky bilateral,
disfagia, disartria, koma, gangguan daya ingat, gangguan penglihatan dan muka
baal.10
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium: hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polistemia, selain itu juga pemeriksaan laju
endap darah untuk mendeteksi terjadi giant cell arteritis selanjutnya gula darah
untuk melihat DM, hipoglikemia atau hiperglikemia, kemudian lipid serum,
pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan
etiologi.20
Selain itu pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT Scan Kepala untuk
melihat apakah ada lesi hipodens pada daerah capsula interna. Pemeriksaan CT
scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu
menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika
dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1
minggu setelah serangan.17 kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin16
Pada hasil CT Scan didapatkan bahwa adanya subarachnoid haemorrhage
pada cisterna perimesenchepalic dan basalis. CT Scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
49
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. Non contrast computed
tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan
untuk evaluasi pasien dengan stroke akut jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses), Pada stroke karena infark, gambaran CT- scannya
secara umum adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.14 16
Pada PSA skor Hunt and Hess digunakan untuk menentukan derajat
keparahan pasien. Pasien ini skor Hunt and Hess 2 dengan prognosis cukup baik
sehingga perlu dilakukan tatalaksana yang tepat agar pasien hasil luaran pasien
baik.
Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama Ada kelemahan lengan dan tungkai
berat) sama berat
Gejala deficit sensorik pada sisi yang Tidak ada gejala sensorik pada
lemah sisi yang lemah
50
Lesi di Subkorteks hemisferium Temuan gejala pada penderita
Cerebri
*
Lesi di kapsula Interna hemisferium Temuan gejala pada penderita
Cerebri
Kelemahan lengan dan tungkai sama berat Ada kelemahan lengan dan tungkai
yang sama berat
51
Emboli Cerebri Gejala pada Pasien
istirahat
Kesimpulan :
- Pasien memiliki
Riwayathipertensi
Kesimpulan :
Diagnosis Tambahan
52
Hipertensi Derajat I 140-150 90-99
54
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini telah dilaporkan seorang perempuan, 29 tahun dengan diagnosis
Hemiparese dextra tipe spastik + paresis N.III sinistra tipe central + paresis N.VII
sinistra tipe central+ paresis N.XII dextra tipe central E.C CVD (subaracnoid
hemoragic) + hipertensi grade II.
55
DAFTAR PUSTAKA
14. Ropper, A. H., Brown, R. H. 2015. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebro Vascular. Edisi 8. New York:
McGraw
15. Unnithan dkk. 2022. Hemorrhagic Stroke. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing. Jan-. Availablefrom:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/.
16. Khaku AS dkk. 2022. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430927/.
17. Nasissi, D. 2020. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
18. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC. hal. 359-98.
56
19. Junaidi, I., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Edisi 1. Yogyakarta: ANDI.
20. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. 2007. Ringkasan eksekutif penanggulangan
hipertensi. Jakarta.
21. Kusmana D. 2009. Hipertensi: Definisi, prevalensi, farmakoterapi dan latihan fisik.
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Cermin Dunia Kedokteran.
161-7.
22. Yonata A dan Satria A. 2016. Hipertensi sebagai faktor pencetus terjadinya stroke.
Majority. 5(3).
23. Kemenkes RI. 2019. Infodatin hipertensi si pembunuh senyap. Kemenkes RI:1-6.
24. Tirtasari, S., dan Kodim, N. 2019. Prevalensi dan karakteristik hipertensi pada usia
dewasa muda di Indonesia. Tarumanegara Medical Journal. 1(2):395- 402.
57