Anda di halaman 1dari 17

Referat

RHINOSINUSITIS AKUT

Oleh:
Melenia Rhoma Dona YS, S.Ked
712021060

Pembimbing:
dr.Taufik Hidayat, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul :
RHINOSINUSITIS AKUT

Oleh :
Melenia Rhoma Dona YS, S.Ked

712021060

Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepanitraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit THT-KL Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang

Palembang, April 2023


Pembimbing

dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Rhinosinusitis Akut”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher di Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian Referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:
1. dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa yang
tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung ............................................................... 3
2.2. Definisi .................................................................................................... 4
2.3. Epidemiologi............................................................................................5
2.4. Etiologi .................................................................................................... 5
2.5. Klasifikasi................................................................................................6
2.6. Patofisiologi.............................................................................................6
2.7. Manifestasi Klinis....................................................................................7
2.8. Diagnosis..................................................................................................8
2.9. Penatalaksanaan ...................................................................................... 10
2.10 Komplikasi..............................................................................................11
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rhinosinusitis merupakan masalah kesehatan global yang signifikan
ditandai adanya peradangan simtomatis pada sinus paranasal dan cavum
nasi yang berakibat dalam kesehatan yang besar, penurunan kualitas hidup,
produktivitas kerja, serta daya konsentrasi bekerja dan belajar masyarakat.
Rhinosinusitis akut adalah suatu penyakit peradangan mukosa hidung dan
sinus paranasal, merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan
terus meningkat prevalensinya, dengan dua gejala mayor atau 1 gejala
mayor disertai gejala minor. Salah satunya berupa sumbatan atau obstruksi
atau nasal discharge dan disertai nyeri pada wajah dan/atau berkurangnya
sensitivitas pembau berlangsung < 4 minggu. Rhinosinusitis dibagi
menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Rinosinusitis akut apabila inflamasi
kurang dari 4 minggu sedangkan rinosinusitis kronik apabila inflamasi
dialami minimal selama 12 minggu.
Rinosinusitis akut biasanya konsekuensi dari virus flu biasa.
Penderita rhinosinusitis akut di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 1
miliar kasus setiap tahunnya yang mempengaruhi 30% dari penduduk.
Kejadian rhinosinusitis akut tahun 2002 sampai 2008 berdasarkan usia 0-4
tahun yaitu 2/1000 setiap tahunya, usia 5-14 tahun yaitu 7/1000 tahun 2002
dan menurun pada tahun 2008 menjadi 4/1000, usia 12-17 tahun yaitu
18/1000 pertahun di setiap tahun. Sebagian besar pasien mengalami
rhinosinusitis maksilaris sekitar 84,3% yang diikuti oleh rhinosinusitis
frontal sekitar 40% dari pasien dan sekitar 4,4% pasien menderita
rhinosinusitis sfenoidalis.
Diagnosis rhinosinusitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan referat ini sebagai berikut:
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami tentang rhinosinusitis akut.
2. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang
didapatkan mengenai rhinosinusitis akut selama menjalani kepanitraan
klinik dan seterusnya.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penulisan referat ini dapat mencadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu
telinga hidung tenggorokan terutama mengenai rhinosinusitis akut.
1.3.2. Manfaat Praktis
Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepanitraan klinik senior
dan diterapkan dikemudian hari dalam praktik klinik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan suatu ruang berisi udara yang terletak
di dalam tulang tengkorak dan tulang wajah, berpusat di rongga hidung
yang memiliki berbagai fungsi dan dilapisi dengan mukosa pernapasan.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Sinus paranasal memiliki
beberapa fungsi yang telah ditemukakan dengan beberapa teori, yaitu
sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu
keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan
tekanan udara dan membantu produksi mukus untuk membersihkan
rongga hidung. Semua sinus mempunyai muara atau ostium ke dalam
rongga hidung dan empat pasang sinus berpasangan itu adalah sinus
maksilaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung yang berkembang pada fetus di usia 3-4 bulan, kecuali
sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid ada pada
saat bayi lahir, tetapi sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior
pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.1

Gambar 2.1. Sinus Paranasal1


a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus yang terbesar, letaknya lebih rendah


dari mata yaitu di tulang rahang atas dan sinus pertama yang
berkembang. Sinus maksila berbentuk piramid dengan dasarnya
menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus
zigomatikus os maksila. Pertumbuhannya terdiri dari dua fase, di
mana fase pertama terjadi selama tahun 0-3 dan yang kedua selama
tahun 6-12.1

b. Sinus Frontal

Sinus frontal terletak di os frontal berbentuk corong dengan


ostiumnya terletak di bagian paling bergantung dari rongga. Sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai
ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adalah
2,8 cm tingginya, lebamya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm.1

c. Sinus Etmoid

Sinus etmoid terletak di antara konka media dan dinding medial


orbita, berongga-rongga dan sinus yang paling bervariasi. Ukurannya
dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm
di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.13 Pertumbuhan
meningkat pada usia 6 tahun dan berlanjut sampai akhir masa remaja.1

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid berasal dari tulang sphenoid di tengah kepala dan


dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid, mencapai
ukuran penuh pada akhir masa remaja 10,13 Ukuran tingginya 2 cm,
dalamnya 2,3 cm, lebarnya 1,7 cm dan volume yang bervariasi dari 5
sampai 7,5 ml.1

2.2. Definisi
Rhinosinusitis merupakan masalah kesehatan global yang signifikan
ditandai adanya peradangan simtomatis pada sinus paranasal dan cavum
nasi yang berakibat dalam kesehatan yang besar, penurunan kualitas hidup,
produktivitas kerja, serta daya konsentrasi bekerja dan belajar masyarakat.
Rhinosinusitis akut adalah suatu penyakit peradangan mukosa hidung dan
sinus paranasal, merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan
terus meningkat prevalensinya, dengan dengan dua gejala mayor atau 1
gejala mayor disertai gejala minor, salah satunya berupa sumbatan atau
obstruksi atau nasal discharge dan disertai nyeri pada wajah dan/atau
berkurangnya sensitivitas pembau berlangsung < 4 minggu.

2.3. Epidemiologi
Rinosinusitis akut biasanya konsekuensi dari virus flu biasa.
Penderita rhinosinusitis akut di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 1
miliar kasus setiap tahunnya yang mempengaruhi 30% dari penduduk.
Kejadian rhinosinusitis akut tahun 2002 sampai 2008 berdasarkan usia 0-4
tahun yaitu 2/1000 setiap tahunya, usia 5-14 tahun yaitu 7/1000 tahun 2002
dan menurun pada tahun 2008 menjadi 4/1000, usia 12-17 tahun yaitu
18/1000 pertahun di setiap tahun. Sebagian besar pasien mengalami
rhinosinusitis maksilaris sekitar 84,3% yang diikuti oleh rhinosinusitis
frontal sekitar 40% dari pasien dan sekitar 4,4% pasien menderita
rhinosinusitis sfenoidalis.2

2.4. Etiologi
Rhinosinusitis akut dapat disebabkan oleh bakteri, yang paling sering
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, sedangkan virus yang paling umum pada rinosinusitis akut
adalah rhinovirus, adenovirus, virus influenza, dan virus parainfluenza.
nfeksi virus Infeksi virus adalah penyebab paling umum dari rinosinusitis.
Infeksi jamur juga dapat menyebabkan rinosinusitis akut. Spesies yang
umum termasuk Mucor, Rhizopus, Rhizomucor, dan Aspergillus.
Rhinosinusitis akibat alergi terjadi umumnya akibat infeksi jamur
(fungal).3
2.5. Klasifikasi

Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery


(AAO-HNS), rhinosinusitis di klasifikasikan menjadi 3, yaitu:4

Tabel 2.1 Klasifikasi Rhinosinusitis


Klasifikasi Durasi
Akut 4 minggu
Sub Akut 4-12 minggu
Akut Rekuren 4 atau lebih episode berulang
Kronik 12 minggu

2.6. Patofisiologi

Secara dasarnya, patofisiologi rhinosinusitis terjadi karena 3 faktor, yaitu:6

1. Penyumbatan drainase sinus

Penyumbatan pada ostia sinus menghambat drainase mukus. Ostia ini


dapat terjadi penyumbatan akibat dari pembengkakan atau penyebab
lokal seperti trauma atau rhinitis dan bisa dikarenakan proses inflamasi
yang disebabkan beberapa masalah sistemik seperti kelainan imun.
Penyakit sistemik yang menurunkan aktivitas klirens mukosiliar adalah
seperti cystic fibrosis, alergi saluran nafas dan primary ciliary
dyskinesia (Kartegener syndrome). Pasien dengan imunodefisiensi juga
mempunyai resiko tinggi terjadinya sinusitis akut. Penyumbatan
mekanikal seperti adanya polip hidung, benda asing, deviasi septum
atau tumor juga dapat menyumbat ostia. Variasi anatomi yang
mempersempit kompleks ostiomeatal seperti deviasi septum,
paradoxical middle turbinates dan Haller cells menyebabkan mukosa di
daerah ini menjadi sensitif dan inflamasi menyebabkan penyumbatan.

2. Kegagalan fungsi siliar

Drainase di sinus tidak dipengaruhi gravitasi tapi pergerakan


mukosiliar. Koordinasi metachronous sel epitel kolumnar bersilia
menggerakkan isi sinus ke ostia sinus. Adanya kerusakan pada silia
akan mengakibatkan akumulasi cairan di sinus. Fungsi siliar yang
kurang dapat disebabkan oleh kehilangan sel epitel yang bersilia akibat
daripada aliran udara yang tinggi, virus, bakteri, atau toksin silia
lingkungan, mediator peradangan, parut, persentuhan antara 2
permukaan mukosa dan kartegener syndrome.

3. Perubahan kualitas dan kuantiti mukus

Mukus yang melapisi sinus paranasal mengandungi imunoglobulin


mukoglikoprotein dan sel radang. Mukus ini terdiri daripada dua lapisan
yaitu lapisan serosa dalam dan lapisan serosa luar yang lebih kental.
Keseimbangan mukus ini penting dalam menghasilkan klirens
mukosiliar yang sempurna. Jika komposisi mukus ini berubah, misalnya
mukus yang dihasilkan terlalu kental seperti pada kasus cystic fibrosis,
mengakibatkan transportasi sekresi ke arah ostia akan perlahan sehingga
terjadi retensi yang menyebabkan lapisan mukus ini semakin kental.
Akhirnya, terjadilah retensi akumulasi mukus yang sangat tebal dan
kental ada suatu periode tertentu yang mengarah ke arah penyumbatan
ostia dan berkembangnya sinusitis. Namun pada kondisi sekresi mukus
yang berkurang atau kelembapan pada sinus berkurang, di mana
kelenjar mukus atau sel goblet tidak dapat mengkompensasi untuk
menghasilkan sekresi, dapat menyebabkan mukus semakin kental dan
lapisan serosa dalam akan menjadi sangat tipis sehingga lapisan serosa
luar dapat kontak dengan silia yang mengakibatkan terganggunya fungsi
silia. Produksi mukus yang berlebihan dapat merusak sistem klirens
mukosiliar yang akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus.

2.7. Manifestasi Klinis


Keluhan utama rhinosinusitis akut adalah nyeri atau nyeri tekan pada
wajah, hidung tersumbat, serta ingus purulen yang bisa berwarna hijau
atau kekuningan dan seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip) yang
menyebabakan sesak dan batuk pada anak. Dapat juga disertai gejala
sistemik seperi demam dan lesu, dan gejala lainnya seperti sakit kepala,
nafas berbau, hipoosmia/anosmia. Pada rhinosinusitis maksila dapat
disertai nyeri alih ke gigi dan telinga, rhinosinusitis ethmoid menyebabkan
nyeri disekitar atau diantara kedua mata dan pada sisi hidung,
rhinosinusitis sphenoid dapat menyebabkan nyeri dibelakang mata, vertex,
oksipital dan daerah mastoid; sinusitis frontal menyebabkan nyeri di dahi
atau seluruh kepala.1

Menurut Task Force yang dibentuk oleh the American Academy of


Otolaryngologic Allergy (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS),
gejala klinis rhinosinusitis pada dewasa dapat digolongkan berdasarkan
gejala mayor dan minor, yaitu:7

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Rhinosinusitis7


Gejala & Tanda
Mayor Minor
Sumbatan atau obstruksi atau nasal
Demam
discharge
Sekret hidung purulen Halitosis
Sakit kepala
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Berkurangnya sensitivitas pembau

2.8. Diagnosis
Kriteria rinosinusitis akut berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada
tabel 2.3.8

Tabel 2.3. Kriteria Rhinosinusitis Akut Menurut International Conference on


Sinus Disease8
Kriteria Rhinosinusitis Akut
Dewasa Anak
Lama gejala & Tanda < 12 minggu < 12 minggu
Jumlah episode serangan akut, < 4 kali / tahun < 6 kali / tahun
masing-masing berlangsung
minimal 10 hari
Reversibilitas mukosa Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan
medikamentosa

1. Anamnesis
Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan
keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada rinosinusitis akut.
Keluhan ini dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri
atau rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang
hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri
telinga dan serangan mengi (wheezing) yang meningkat pada penderita
asma. Diagnosis rhinosinusitis ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor:7

Tabel 2.4 Gejala dan Tanda Rhinosinusitis7


Gejala & Tanda
Mayor Minor
Sumbatan atau obstruksi atau nasal
Demam
discharge
Sekret hidung purulen Halitosis
Sakit kepala
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Berkurangnya sensitivitas pembau

2. Pemeriksaan Fisik9,10
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat adanya hiperemi dan daerah
sembab sekitar hidung dan orbita. Gejala nyeri tekan di daerah sinus
terutama sinus frontal dan maksila kadang dapat ditemukan, akan tetapi
nyeri tekan di sinus tidak selalu identik dengan sinusitis. Pemeriksaan
yang penting adalah rinoskopi. Pada rinoskopi anterior merupakan
pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis, yaitu sekret
purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior
tampak adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).

Gambar 2.2 Cara Melakukan Rinoskopi Anterior


Dapat juga dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan
untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini
dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung.
3. Pemeriksaan Penunjang9,10
Kultur aspirasi endoskopi dengan jumlah bakteri lebih besar atau
sama dengan 10 CFU/mL dianggap sebagai gold standard. Jika dicurigai
adanya komplikasi atau diagnosis alternatif, atau jika pasien mengalami
infeksi akut yang berulang, maka pencitraan CT sinus harus dilakukan
untuk menilai tulang, jaringan lunak, gigi, atau kelainan anatomis lainnya
atau adanya sinusitis kronis. CT Sinus dapat menunjukkan kadar cairan
udara, kekeruhan, dan peradangan. Mukosa sinus yang menebal lebih
dari 5 mm merupakan indikasi peradangan.

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rhinosinusitis tergantung dari jenis, derajat serta
lama penyakit masing-masing penderita. Tujuan terapi yaitu mempercepat
penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah perubahan menjadi
kronik. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada
rhinosinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.1
1. Dekongestan.
Obat dekongestan yang digunakan pada umumnya adalah perangsang
reseptor α-adrenergik, yang dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh kapiler mukosa rongga hidung sehingga mengurangi udem dan
menghilangkan sumbatan hidung serta mengembalikan patensi ostia
sinus. Dekongestan dapat diberikan dalam bentuk topikal maupun
sistemik (oral). Dekongestan topikal dapat diberikan dalam bentuk tetes
maupun semprot hidung. Penggunaan dibatasi tidak lebih dari 5 hari
karena pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya rinitis
medikamentosa. Pemberian dekongestan sistemik harus hati-hati dan
sebaiknya tidak digunakan pada Penderita dengan kelainan
kardiovaskular,hipertiroid atau hipertropi prostat.1,8
2. Antibiotik.
Lini pertama antibiotik pada rhinosinusitis akut adalah amoksisilin (first
line drugs), karena obat ini efektif terhadap Streptococcus pneumoniae
dan Haemophilus influenzae yang merupakan dua kuman terbanyak
ditemukan sebagai penyebab rhinosinusitis akut. Di Amerika kuman
gram negatif penghasil enzim beta-laktamase sudah banyak ditemukan
sehingga antibiotik pilihan beralih pada kombinasi amoksisilin dan
klavulanat. Antibiotik harus diberikan 10-14 hari agar dapat dicapai hasil
pengobatan yang maksimal. Meningkatnya kuman yang resisten terhadap
berbagai antibiotik menjadi perhatian serius para ahli sehingga berbagai
uji coba antibiotik baru dilakukan untuk mencari alternatif pilihan
antibiotik. Pilihan antibiotik lainnya bisa digunakan seperti golongan
kuinolon, sefiksim, sefdinir, sefprozil dan sefuroksim dengan efektifitas
klinik yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Pilihan lain
adalah golongan makrolid baru yang mempunyai potensi antibakterial
yang tinggi seperti klaritromisin,roksitromisin serta azitromisin terutama
untum penderita yangsensitif terhadap golongan betalaktam.1,8

2.10. Komplikasi
1. Abses subperiosteal merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis
baik akut ataupun kronis. Abses subperiosteal pada dinding anterior
sinus frontal yang terjadi akibat osteomielitis tulang frontal dan
merupakan komplikasi rinosinusitis kronik yang sering terjadi.8,11
2. Komplikasi orbita umumnya terjadi akibat perluasan infeksi
rinosinusitis akut pada anak dan pada orang dewasa dapat disebabkan
oleh rinosinusitis akut ataupun kronik adanya infeksi pada sinus juga
dapat menimbulkan komplikasi pada jaringan disekitar sinus. Pada
rinosinusitis frontalis didapatkan pembengkakan pada kelopak mata
atas, pada rinosinusitis maksilaris pada kelopak mata bawah serta, pada
ethmoidalis pembengkakan didapatkan pada kedua kelopak mata baik
atas maupun bawah.8,11
BAB III
KESIMPULAN

1. Rhinosinusitis akut adalah suatu penyakit peradangan mukosa hidung dan


sinus paranasal, merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan terus
meningkat prevalensinya, dengan dengan dua gejala mayor atau 1 gejala
mayor disertai gejala minor, salah satunya berupa sumbatan atau obstruksi
atau nasal discharge dan disertai nyeri pada wajah dan/atau berkurangnya
sensitivitas pembau berlangsung < 4 minggu.
2. Rhinosinusitis akut dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan Infeksi jamur.
3. Manifestasi klinis rhinosinusitis akut dibagi berdasarkan gejala mayor
(sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa
tertekan pada wajah, gangguan penciuman) dan gejala minor (demam,
halitosis).
4. Penegakkan diagnosis rhinosinusitis akut berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
5. Penatalaksanaan rhinosinusitis akut adalah dengan pemberian anntibiotik dan
dekongestan untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bist Soetjipto D, Mangunkusumo D, Wardani R. Hidung. 2017. Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi ketujuh.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Rosenfeld M R et al. 2008. Clinical practice guideline: Adult sinusitis.
American Academy Otolaryngology – Head and Neck Surgery.137(3).
3. McClay E John. 2012. Allergic Fungal Sinusitis [serial on the internet].
Medscape: Available from: emedicine.medscape.com/article/834401-
overview#showal.
4. Sudoyo W A, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Rinosinusitis
Alergi. Jilid 1. Edisi V. Jakarta: InternaPublising.
5. Tewfik L Ted. 2013. Medical Treatment for Acute Sinusitis [serial on the
internet]. Medscape: Available from:
emedicine.medscape.com/article/861646-overview#showall
6. Brook I. 2013. Acute Sinusitis [serial on the internet]. Medscape: Available
from: emedicine.medscape.com/article/232670-overview
7. Metson BR dan Mardon S. 2006. Buku Panduan The Harvard Medical
School Menyembuhkan Sinusitis: Sinusitis dan Kualitas Hidup. Jakarta: PT
Bhuana.
8. Lalwani KA. 2007. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology –
Head & Neck Surgery: Acute& Chronic Sinusitis. New York: The McGraw–
Hill.
9. Adam. 2013. Encyclopedia M, Atlanta. Sinusitis [serial on the internet].
PubMed Health: Available
from.www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001670/?report=printable.
10. Ramanan V R.2013. Sinusitis Imaging [serial on the internet]. Medscape:
Available from: emedicine.medscape.com/article/384649-overview#showal
11. Lalwani KA. 2012. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology –
Head & Neck Surgery. Edisi ke-3: Acute & Chronic Sinusitis. New York:
The McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai