Oleh :
Melenia Rhoma Dona YS, S.Ked
712021060
Pembimbing Klinik:
dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG
REFERAT
Judul:
Inkontinensia Urine Pada Post Partum
Oleh:
Melenia Rhoma Dona YS, S.Ked
712021060
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Inkontinensia Urine Pada Post Partum” sebagai syarat mengikuti
kepaniteraan klinik senior (KKS) di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI. Salawat beriring salam selalu tercurah
kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan,
arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat ini.
2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan.............................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi..........................................................
2.2 Inkontinensia Urin Pada Post Partum................................... 4
2.2.1 Definisi .................................................................... 4
2.2.2 Epidemiologi ........................................................... 5
2.2.3 Etiologi..................................................................... 6
2.2.4 Faktor risko............................................................... 6
2.2.5 Manifestasi klinis...................................................... 7
2.2.6 Klasifikasi................................................................. 8
2.2.7 Patofisiologi.............................................................. 9
2.2.8 Pemeriksaan penunjang............................................ 9
2.2.9 Diagnosis ................................................................. 11
2.2.10 Diagnosis Banding ................................................... 12
2.2.11 Tatalaksana .............................................................. 12
2.2.12 Komplikasi................................................................ 13
2.2.13 Prognosis.................................................................. 14
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas kandung kemih dan uretra.
Keduanya harus bekeja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam
menyimpan dan mengeluarkan urine. Kandung kemih merupakan organ berongga
yang terdiri dari mukosa, otot polos detrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara
kandung kemih dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri dari otot
polos. Sfingter interna selalu tertutup pada saat fase pengisian dan penyimpanan,
terbuka pada saat isi kandung kemih penuh dan saat miksi. Uretra pria dan wanita
dibedakan berdasarkan ukuran panjangnya, pada wanita panjang uretra kurang
lebih 4 cm dan pada pria kurang lebih 20 cm.6
Di sebelah distal dari uretra terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri
atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingter ini membuka pada saat miksi
sesuai dengan perintah dari korteks serebri .6
4
2.2.2 Epidemiologi
Data World Health Organization (2016) menunjukkan bahwa 200
juta penduduk mengalami inkontinensia urine. Terdapat 13 juta penduduk
Amerika Serikat menderita inkontinensia urine dan 85% diantaranya adalah
perempuan.2 Kasus inkontinensia urine di Indonesia sangat signifikan.
Tahun 2016, diperkirakan 5,8% dari jumlah penduduk mengalami
inkontinensia urine. Sebanyak 62 Ibu post partum mengalami inkontinensia
urine, dan tahun 2018 terdapat 55 Ibu mengalami inkontinensia urine
dengan riwayat persalinan normal atau pervaginam. Hampir 50% wanita
yang pernah melahirkan akan menderita prolaps organ genitourinaria dan
40% disertai inkontinensia urin. Diantara kondisi ini inkontinensia urine
stress merupakan salah satu yang paling tinggi prevalensinya.9
Diketahui bahwa persalinan normal dapat menyebabkan perubahan
neurologis pada dasar panggul yang menimbulkan efek langsung pada
konduksi nervus pudendus, kekuatan kontraksi jalan lahir dan tekanan
velositas penutupan uretra. Hal ini menyebabkan menetapnya angka kejadian
inkontinensia urine stress. Tiga bulan setelah persalinan pertama inkontinensia
urin stress frekuensinya dua kali lebih besar pada persalinan pervaginam
dibandingkan persalinan seksio sesaria.11
2.2.3 Etiologi
6
dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa. Setelah retensi teratasi dan
plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun sehingga
menyebabkan hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dengan diuresis pasca partum. Diuresis pada ibu dengan disfungsi dasar
panggul akan memudahkan terjadinya inkontinensia urin pada ibu post
partum.2
2.2.6 Klasifikasi
Menurut Cameron (2013), inkontinensia urin dapat dibedakan menjadi lima,
yaitu14:
a. Inkontinensia urge
Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini
bereaksi secara berlebihan.
b. Inkontinensia stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak terkontrol
keluar akibat peningkatan tekanan intra abdomen, melemahnya otot dasar
panggul, operasi dan penurunan estrogen.
c. Inkontinensia overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah
terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot
detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai pada
gangguan saraf akibat dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang
belakang, dan saluran kemih yang tersumbut.
d. Inkontinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti
demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak
ada.
e. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif
sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demensia berat, gangguan neurologi, gangguan mobilitas
dan psikologi.
9
2.2.7 Patofisiologi
Inkontinensia urin disebabkan oleh gangguan fungsi penyimpanan
dan fungsi pengosongan traktus urinarius bagian bawah. Beberapa orang
mengalami gangguan pada sfingter uretra dan kandung kemih. Hal ini terjadi
pada saat partus pervaginam dimana overaktifitas dari jumlah detrusor yang
sama dapat menjadi simptomatis dengan desakan inkontinensia. Adanya
trauma saat melahirkan dapat merusak otot dasar panggul, dimana hal ini
dapat mengganggu mekanisme kontinensia dimana uretra secara anatomis
juga didukung oleh otot-otot dasar panggul. Inkontinensia urin stress 95%
disebabkan oleh persalinan pervaginam. Inkontinensia urin stress muncul
ketika tekanan intrabdomen meningkat tiba-tiba dan tekanan kandung kemih
lebih besar dari tekanan uretral. Kenaikan tekanan ini dapat disebabkan
perubahan anatomi atau karena faktor neuromuskuler sfingter. Kerusakan
otot langsung menyebabkan berkurangnya kesanggupan untuk menahan
besarnya tekanan pada bladder neck sewaktu terjadi stres fisik. Kerusakan
vaskular akibat tekanan yang besar dari kepala janin dapat berpengaruh
terhadap otot dan saraf. Keadaan ini dapat terdeteksi pada saat batuk,
tertawa, bersin, dan gerakan-gerakan lainnya yang meningkatkan tekanan
intra-abdominal. Selanjutnya tekanan pada kandung kemih meningkat
disertai keluarnya urin pada penderita.15 Stres inkontinensia urin dibagi
dalam 3 stadium:15
1. Stadium I (ringan) : aktifitas tidak terganggu
2. Stadium II (sedang) : aktifitas mulai terganggu, sering pakai pembalut urin
keluar kalau batuk atau bersin.
3. Stadium III (berat) : aktifitas terganggu, selalu memakai pembalut kalau
berjalan atau berdiri urin keluar.
2.2.9 Diagnosis
Hal yang penting dalam menilai Ibu post partum dengan inkontinensia
Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan volume kandung kemih.
Volume residual menguatkan diagnosis inkontinensia. Spesimen urine
dikirim ke laboratorium. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan
IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti
fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik). Test tambahan yang
diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu tes pad. Penderita minum 500 ml
air selama 15 menit untuk mengisi kandung kemih. Setelah ½ jam, penderita
melakukan latihan selama 45 menit dengan cara : berdiri dari duduk (10
kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil benda dari
lantai (5 kali), dan mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test
positif bila berat Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat
menunjukan adanya inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung
kemih yang tidak stabil.8
a. Vaginitis
2.2.11 Tatalaksana
Penatalaksanaan inkontinensia urine dapat dilakukan dengan
latihan otot dasar panggul yaitu terapi non operatif yang paling populer,
selain itu juga dipakai obat-obatan, dan pemakaian alat mekanis.13
13
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis.
Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu
penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra
misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan
urethrovesikal kedalam daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan
berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intra abdominal,
perubahan posisi dan pengisian kandug kemih. Pada inkompeten sfingter
uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra
proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot
lurik uretra dan periuretra. Pada kandung kemih neurogrik, ini telah
2. Obat-obatan11
Tampon yaitu alat yang dapat digunakan pada inkontinensia stres terutama
bila kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan.
Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.
2.2.12 Komplikasi
2.2.13 Prognosis
Pengobatan tekanan urin pada inkontinesia urin tidak begitu
efektif, pengobatan yang efektif adalah dengan latihan otot (latihan kegel)
dan tindakan bedah. Perbaikan dengan terapi alfa agonis hanya sebesar
17%-74%, tetapi perbaikan dengan latihan kegel bisa mencapai 87%-88%.10
15
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
14. Gao, et al. 2021. Risk factors of postpartum stress urinary incontinence in
primiparas. Journal Medicine.