Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

ACUTE CORONARY SYNDROM

Oleh:

Hasna Mahyuni

712021086

Pembimbing:
dr. Amrizal, Sp. PD., KKV

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:
ACUTE CORONARY SYNDROM
Disusun Oleh:
Hasna Mahyuni, S.Ked
712021086

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Juni 2023


Dosen Pembimbing

dr. Edi Saputra, Sp. PD., FINASIM., MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Acute
Kidney Injury” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada :
1. dr. Edi Saputra, Sp. PD., FINASIM., MARS selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah memberikan masukan,
arahan, serta bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat di harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1. Ginjal.........................................................................................................3
2.1.1 Anatomi Ginjal...................................................................................3
2.1.2 Fisiologi Ginjal..................................................................................6
2.2. Acute Kidney Injury..................................................................................9
2.2.1 Definisi................................................................................................9
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................12
2.2.3 Etiologi.............................................................................................13
2.2.4 Patofisiologi.....................................................................................15
2.2.6 Diagnosis..........................................................................................22
2.2.7 Tatalaksana......................................................................................26
2.2.8 Komplikasi.......................................................................................30
2.2.9 Prognosis ....................................... Error! Bookmark not
defined.1 BAB III. PENUTUP..........................................................................332
3.1. Kesimpulan............................................................................................332
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk
membuang sampah metabolism dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang
kemudian dikeluarkan dari tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai
pengatur volume dan komposisi kimia darah. Dengan mengekskresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal ini karena sesuatu hal gagal
menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian.1,2
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau
azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah
cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang
menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.3
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan salah satu sindrom dalam
bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan
insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit
didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan
bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat.
Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas
kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis
.Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga
20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka
kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%.4,5
AKI telah menarik perhatian dengan adanya pengakuan bahwa perubahan
kecil dalam fungsi ginjal mungkin memiliki efek yang serius dalam diagnosa
akhir. Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan staging AKI dengan emergensi

1
biomarker menginformasikan tentang mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi
mekanisme AKI berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan morbiditas
pada pasien rawat inap masih belum jelas. Perkembangan deteksi dini dan
manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi universal dan
spektrum staging. Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah menjadi staging
severeinjury.6
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang
mendasari sangatlah penting pada pasien dengan AKI. AKI merupakan penyakit
life threatening disease, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien
dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan
sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada
retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di
daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap tulang belakang setinggi T-
12 sampai L-3. Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa sekitar 150 g (2
ons) dan dimensi ratarata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau
seukuran sabun besar. Permukaan lateral berbentuk cembung. Permukaan
medial berbentuk cekung dan memiliki celah vertikal yang disebut hilus
renal yang mengarah ke ruang internal di dalam ginjal yang disebut sinus
ginjal. Saluran ureter, pembuluh darah ginjal, limfatik, dan saraf semuanya
bergabung dengan masing-masing ginjal di hilum dan menempati sinus. Di
atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal (atau suprarenal), merupakan
kelenjar endokrin yang secara fungsional tidak terkait dengan ginjal.7

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal.14

3
Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang
mengelilinginya:7
1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat fibrosa
padat yang menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur
sekitarnya.
2. Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi ginjal
dan bantalannya terhadap pukulan.
3. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah infeksi
di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal.

Gambar 2.2 Penampang Ginjal (Ren).8

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat


terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap
nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari
beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida
ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian
disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.9,10
Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap nefron terdiri
dari glomerulus, kapsula Bowman, tubulus contortus proksimalis, loop
henle, tubulus contortus distalis. Bagian luar ginjal disebut korteks dan

4
bagian dalam disebut medulla, serta bagian paling dalam disebut pelvis.
Dibagian medulla ada bentukan piramida sebagai saluran pengumpul
(tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari nefron korteks menuju
pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada bentukan Hilus. Hilus
merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis, dan tempat keluarnya
pelvis renalis. Ginjal Mempunyai pembungkus dari dalam ke luar yaitu
capsula renalis, perirenal fat dan paling luar adalah fascia renalis.8,9
Vaskularisasi Ginjal
Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik
adalah vena renalis yang merupakan cabang vena kava inferior. 13 Sistem
arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai
anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga apabila
terdapat kerusakan salah satu cabang arteri, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.11
Ginjal dicabangkan arteri dari aorta abdominalis kira-kira tingkat
lumbalis II. Ketika arteri renalis memasuki hilus, arteri bercabang menjadi
arteri yang membentang antara bentuk piramida interlobaris berikutnya dan
membentuk arteriol arteri interlobularis arkuata disusun paralel dalam
korteks. Interlobularis arteri kemudian dibentuk pada arteriola aferen
glomerular.12
Glomeruli yang bersatu untuk membentuk arteriol aferen dan
kemudian bercabang untuk membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan peritubular kapiler disebut. Darah mengalir
melalui sistem portal akan disalurkan ke dalam kain berikutnya
interlobularis vena ke vena, arkuarta vena, interlobaris vena, dan pada
akhirnya vena ginjal untuk mencapai vena kava inferior. Ginjal yang
disahkan oleh sekitar 1200 ml darah permenit yang setara 20-25% volume
keluaran jantung (5000 ml / menit) lebih dari 90% dari darah ke dalam
korteks itu keginjal sementara sisanya mengalir ke medula. Sifat khusus
aliran darah ginjal aliran darah melalui ginjal otoregulasi aferen arteiol
kapasitas intrinsik yang dapat mengubah hambatan dalam menanggapi

5
perubahan dalam tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.12
Nervus Ginjal
Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus renalis dan tersebar
sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis. Serabut aferen yang berjalan
melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis melalui Nervus Torakalis
X, XI, dan XII.12 Ginjal mendapat persarafan dari saraf renalis (vasomotor),
fungsi saraf untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke ginjal, saraf yang
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke dalam ginjal.12

Gambar 2.3 Struktur pada Ginjal.8

2.1.2 Fisiologi Ginjal

Gambar 2.4 Struktur Fisiologi Ginjal Umum.7

6
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan
zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi
plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut
dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat
terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin.8
Ginjal memiliki fungsi yaitu:9
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat
berperan dalam peraturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan
Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain
ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan
konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan
asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon. Dalam pembentukan
urin terdapat tiga proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus,
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.13

Gambar 2.5 Struktur Nefron.13

7
Filtrasi Glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein
tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam
keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses
ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam
pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml filtrat glomerulus terbentuk secara
kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180
liter setiap harinya. Dengan memepertimbangkan bahwa volume rerata
plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa
ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika
semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin
dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena
tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh
panjangnya, sehigga bahan-bahan dapat diperlukan antara cairan di dalam
tubulus dan darah dalam kapiler peritubulus.13
Reabsorbsi Tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.
Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang
direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler
peritubular ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi.
Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter direabsorbsi.
Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan
sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektif direabsorbsi, sementara bahan – bahan yang perlu dihemat
oleh tubuh secara selektf direabsorbsi, seentara bahan – bahan yang tidak
dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.13
Sekresi Tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif
bahanbahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini
merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari

8
darah sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya
sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi
ke dalam kapsul bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke
dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk
mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi
sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler
peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang suda ada di tubulus
sebagai hasil filtrasi.13
Ekskresi Urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam
urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga
proses pertama di atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau
disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke
pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.
Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau
tidak difiltrasi sama sekali, masuk ke darah vena dari kapiler peritubulus
dan karenanya dipertahankan di dalam tubuh dan tidak dieksresikan di urin,
meskipun mengalir melewati ginjal.13

2.2. Acute Kidney Injury


2.2.1 Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam
hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme
nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute
Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan
intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah
failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi
gangguan ginjal.14

9
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut
(AKI) harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi
dalam cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk
komorbiditas, 3) penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-
langkah terapi yang tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah
memburuknya fungsional atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal
pasien dengan AKI klasik termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan
penyebab pasca-renal.
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak
fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI
saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood
urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin
dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari
ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi :
 Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L
dalam waktu 48 jam atau
 Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai
referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam
waktu satu minggu atau
 Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria
RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr
serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan
beratnya penurunan fungsi ginjal.

dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti


terlihat dalam tabel 1. 1,15

10
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi
2007

Peningkatan Penurunan
Kategori LFG Kriteria UO
SCr
Risk >1,5 kali nilai dasar > 25% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar > 50% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar > 75% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL
>24 jam atau
dengan kenaikan
akut > 0,5 mg/dL Anuria ≥12
jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
bulan

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN

Tahap Peningkatan SCr Kriteria UO

1 >1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam

peningkatan >0,3 mg/dL

2 >2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam

3 >3,0 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥24

>4 mg/dL dengan kenaikan akut jam atau

Anuria ≥12 jam


inisiasi terapi pengganti ginjal

11
Gambar 2.1. Kriteria RIFLE

Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga


memberikan evaluasi yang lebih akurat. Kemudian untuk penentuan derajat
AKI juga harus akurat karena dengan peningkatan derajat, maka risiko
meninggal dan TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka
panjang setelah terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit kardiovaskuler
atau CKD dan kematian. Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus
diklasifikasikan berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO
memberikan hasil derajat yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam
derajat yang lebih tinggi.,1,15

2.2.2 Epidemiologi Acute Kidney Injury

AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care


admission patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit
perawatan intensif (ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara
berkembang, terutama pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare,
penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti
gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak
1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden

12
ini bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. 16
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara
0,5- 0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
hingga 36- 67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU)
dan 5-6% Pasien ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (
TPG atau Replacement Renal Therapy (RRT)).16
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang
digunakan dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang
luas dari laporan insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka
mortalitasnya (19-83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui AKI
terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal
RIFLE yaitu 12% kelas R, 27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality
rate untuk pasien dengan maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut
8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu
5.5%.8 Namun hasil penelitian Ostermann (2007) menunjukkan Hospital
mortality rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut-
turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan F.16

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko AKI


Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
(2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab
AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.17
Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat
membantu untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di
rumah sakit, dimana bisa dilakukan penilaian faktor resiko terlebih dahulu
sebelum adanya paparan seperti operasi atau adiministrasi agen yang
berpotensi nefrotoksik.17

13
Tabel 4. Klasifikasi etiologi

Tabel 3. Faktor resiko AKI : Paparan dan susceptibilitas pada AKI


nonspesifik menurut KDGIO 2012
Paparan susceptibilitas
Sepsis Dehidrasi dan deplesi cairan
Penyakit kritis Usia lanjut
Syok sirkulasi Perempuan
Luka bakar Blackrace
Trauma CKD
Operasi jantung Penyakit kronik (jantung, paru dan
(terutama dengan CPB) liver )
Operasi major Diabetes melitus
nonkardiak
Obat nefrotoksik Kanker
Agen radiokontras Anemia

Akhirnya, sangat penting untuk menyaring pasien yang mengalami


paparan untuk mencegah AKI, bahkan disarankan untuk selalu menilai

14
resiko AKI sebagai bagian dari evaluasi awal admisi emergensi disertai
pemeriksaan biokimia.Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan
resiko tinggi hingga resiko pasien hilang. Faktor resiko AKI data dilihat
pada tabel 3. 15

2.2.4 Patofisiologi

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron


terdiri dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul.
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut
otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah 14:
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama
disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi
penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor
kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I
(ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan
darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi
oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-
II dan ET-1.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi

15
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. 15
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat
terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi,
hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat
bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan
resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah
penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24
jam setelah ditutupnya arteri renalis. 15

Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering


menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan
vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler terjadi 1 :
1. peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor
dan gangguan otoregulasi.
2. terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel

16
endotel vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang
bearasal dari endotelial NO-sintase.
3. peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Gambar 3. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal. 12

Pada kelainan tubular terjadi 1 :


1. Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain
sitosolik phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan
menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan
mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang
selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di
tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa.
Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan
tubuloglomeruler.
2. Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases

17
dan metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan
menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel.
3. obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas
bersama debris seluler akan membentuk substrat yang menyumbat
tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb diproduksi
Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus
dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer
yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium
yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel
polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel
yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik, mikrofili dan
matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-
silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4. kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari
cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang
akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal
dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,
oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal
terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter
bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi. 1
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin- E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat

18
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai
oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis
ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24
jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. 2

Gambar. 4 Batu pada ginjal


Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter

1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70


mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. 18

19
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga
dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung.
Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan
yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh
darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan
nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal
ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis. 18

2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)

Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa


penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus
penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :

1. Pembuluh darah besar ginjal


2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal
terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut.
Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan
vaskuler terjadi:
 peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi
vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
 terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan
ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide
yang berasal dari endotelial NO-sintase.

20
 peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional
yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang
lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian
major dari kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan
pembuluh darah.18

Sepsis-associated AKI

Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara


berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak
terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi
kolaps hemodinamik yang memerlukan vasopressor. Sementara itu,
diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada sepsis
dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada urin.

Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena terjadi


vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat peningkatan regulasi sitokin
yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi
arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi renal pada
sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem renin-
angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa memicu
kerusakan endothelial yang menghasilkan thrombosis microvascular,
aktivasi reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat
merusak sel tubular renal.18

21
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal
dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,
oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/
keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. 18

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh
aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke
normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah
50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase
ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. 18

2.2.5 Diagnosis
1. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan
tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada
PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini
antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak

22
sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada
PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada
neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan
diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan
penentuankomplikasi. 16

2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-
renal, renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal
akut diperiksa:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari


penyebabnya seperti misalnya operasi kardiovaskular, angiografi,
riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran
kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

2. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia


dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.

Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang


fungsi ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi
glomerulus. Pada pasien rawat selalu diperiksa asupan dan
keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan adanya
kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada GGA berat dengan
berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang
sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi
kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang
berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan
kompensasi factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya. 11,12

3. Assessment pasien dengan AKI

4. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal ginjal dinilai dengan


memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum
kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena tergantung
dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh

23
ginjal

5. Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator


yang spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum
perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian, volume
urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya
hampir selalu disertai oliguria (<400ml/hari), walaupun kadang tidak
dijumpai oliguria. GGA renal dan post-renal dapat ditandai baik oleh
anuria maupun poliuria.

6. Petanda biologis (biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah


mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai
dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis
diperlukan untuk secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis
ini adalah zat-zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak,
seperti interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-B-glucosamidase,
alanine aminopeptidase, kidney injury molecule 1. Dalam satu
penelitian pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-
associated lipocain (NGAL) terbukti dapat dideteksi 2 jam setelah
pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin. 16

Tabel 5. Evaluasi pada pasien dengan AKI

Prosedur Informasi yang dicari


Anamnesis dan pemeriksaan fisis Tanda-tanda untuk penyebab
AKI Indikasi beratnya gangguan
metabolic Perkiraan status volume
(hidrasi)

Mikroskopik urin Petanda inflamasi


glomerulus atau tubulus
Infeksi saluran kemih atau
uropati Kristal

Pemeriksaan biokima darah Mengukur pengurangan LFG


Dan gangguan metabolic yang
diakibatkannya

24
Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gagal ginjal pre-
renal dan renal

Darah perifer lengkap Menentukan ada tidaknya


anemia, leukositosis dan
kekurangan trombosit akibat
pemakaian

USG ginjal Menentukan ukuran ginjal,


Ada tidaknya obstruksi, tekstur
parenkim ginjal yang abnormal

CT scan abdomen Mengetahui struktur abnormal


dari ginjal dan traktus urinarius

Pemindaian radionuklir Mengetahui perfusi


ginjal yang abnormal

Pielogram Evaluasi perbaikan dari


obstruksi traktus urinarius

Biopsi ginjal Menentukan berdasarkan


pemeriksaan patologi penyakit
ginjal

3. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal.
Pada AKI prerenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung
cast hialin yang transparan. AKI postrenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain
pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel

25
tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented
18
“muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial.

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma)


dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI. Kelainan analisis urin dapat dilihat
pada tabel 4. 15
Tabel 6. Kelainan Analisis Urin
Indeks diagnosis AKI prerenal AKI renal
Urinalisis Silinder hialin Abnormal
Gravitasi spesifik >1,020 1,010
Osmolalitas urin (mmol/kgH.0) >500 300
Kadar natrium urin (mmol/L) >10 (>20) >20 (>40)
Fraksi ekskresi Na (%) <1 >1
Fraksi ekskresi urea (%) <35 >35
Rasio Cr urin dan Cr plasma >40 <20
Rasio urea urin/urea plasma >8 <3

2.2.6 Tatalaksana

Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi

kelainan utama hemodinamik, dan AKI postrenal dengan menghilangkan


obstruksi. Sampai saat ini, tidak ada terapi khusus untuk mendirikan AKI
intrinsik renal karena iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini
harus fokus pada penghapusan hemodinamik kelainan penyebab atau toksin,
menghindari gejala tambahan, dan pencegahan dan pengobatan komplikasi.
Pengobatan khusus dari penyebab lain dari AKI renal tergantung pada
patologi yang mendasari. 19
AKI Prarenal

Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat


hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.
Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red

26
cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk
ringan sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar,
pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi
dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya,
saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada
pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih
atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam
kasus yang parah. Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran
volume dan isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status
asam-basa harus dimonitor dengan hati- hati. Gagal jantung mungkin
memerlukan manajemen yang agresif dengan inotropik positif, preload dan
afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti
pompa balon intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin
diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien yang
penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit. 19
AKI intrinsic renal

AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut atau
vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau
plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol
agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi
cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan
penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma
mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor ACE. 19

AKI postrenal
Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau
kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral
atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan
sementara sedangkan lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati
secara definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati awalnya oleh

27
kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang menghalangi
seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla)
atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya, karsinoma).
Kebanyakan pasien mengalami diuresis yang tepat selama beberapa hari
setelah relief obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom
garam-wasting sementara yang mungkin memerlukan pemberian natrium
intravena untuk menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab
AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap
prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan
adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI
adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik,
koreksi obstruksi pascarenal, dan meng- hindari penggunaan zat
nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan
secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal
perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup
berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan
dan elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi
secara ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta
elektrolit urin dan serum. 19
Terapi Nutrisi

Tabel 4. Klasifikasi Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI

Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis Obat infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai Sering
kebutuhan

28
Rute pemberian Oral Enteral +/- Enteral +/-
Nutrisi parenteral parenteral
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
Energy kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari
Sumber energy Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
Protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral
nutrisi Glukosa 50- Glukosa 50-
70% 70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien

Adapun kriteria untuk memulai terapi pengganti ginal pada pasien


kritis dengan gangguan ginal akut adalah :
 Oliguria : produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam
 Anuria : produksi urin < 50 ml dalam 12 jam
 Hiperkalemia : Kadar potassium > 6.5 mmol/L
 Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7.0
 Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati / miopati uremikum
 Pericarditis uremikum
 Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L
atau <120 mmol/L
 Hipertermia
 Keracunan obat

29
2.2.7 Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis


metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada
keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan
edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi
karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan
kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi,
atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini
berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik.
Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam
nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia
sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. 19
Komplikasi sistemik seperti 19 :
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka

2.2.8 Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat
gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek

30
prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%),
dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan
sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan
terapi dini perlu ditekankan. 17

2.2.9 Pencegahan

Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status


hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan
dan mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat
mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi
ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik tidak terbukti efektif
17
mencegah terjadinya AKI.

31
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan
post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat
mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat
penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume
pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter
untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin
serum, kalsium, fosfor, dan asam urat.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Markum, MHS. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2014.
2. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure:
definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. The Journal of
Clinical Investigation 2004;114. Diunduh dari:
http://www.jci.org/articles/view/22353.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson
JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition.
USA : McGraw-Hill, 2004.
4. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the
ICU. Kidney International 2010; 53; 7-10.
5. Stein, Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. Panduan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2001
6. Kim DM, Kang DW, Kim JO, Chung JH, Kim HL, Park CY, Lim SC.
Acute Renal Failure due to Acute Tubular Necrosis caused by Direct
Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin. Microbiol 2007; 1128.
Diunduh dari: http://jcm.asm.org/content/46/4/1548.short.
7. Marieb EN & Hoehn K. 2015. Human Anatomy & Physiology. Edisi
Kesepuluh. Boston: Pearson Education, Inc.
8. Drake R, Vogl W & Mitchell A. 2014. Gray’s Basic Anatomy. 1st ed.
Singapore : Elsevier Churcill Livingstone. p. 2.
9. Tortora GJ & Derrickson B. 2015. Principles of Anatomy &
Physiology. 14th ed. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
10. Moore K, Dalley A, Agur A, Moore M, et al. 2013. Anatomi
Berorientasi Klinis. 5th ed. Jakarta: Erlangga. p:1-7.
11. Purnomo BB. 2016. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke-3. Malang: Sagung
Seto.

33
12. Snell, Richard S.2014. Anatomi Klinis Berdsarkan Sistem. Jakarta :
EGC.
13. Sherwood L. 2014. Human Physiology From Cell To Systems. Edisi
Kesembilan. Kanada : Cengage Learning. pp: 211 – 224.
14. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements 2012. Vol.2. 19-36
15. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5
: Acute Kidney Injury. 2015. Vol. 1. 57-66
16. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the
fall of mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of
two databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol.
2016;17:923-5.
17. Lutfullah A, Kazim G, Zeki TH, Cetin C, Ibrahim G, Tulin G,
Suleyman T.. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases
related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med
2015; 2(3): 110-113 Diunduh dari:
https://tspace.library.utoronto.ca/handle/1807/5882?mode=full&submit
_simple=Show+full+item+record
18. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
19. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG,
et al. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve
outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31

34

Anda mungkin juga menyukai