Oleh:
Hasna Mahyuni
712021086
Pembimbing:
dr. Amrizal, Sp. PD., KKV
REFERAT
Judul:
ACUTE CORONARY SYNDROM
Disusun Oleh:
Hasna Mahyuni, S.Ked
712021086
Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Acute
Kidney Injury” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada :
1. dr. Edi Saputra, Sp. PD., FINASIM., MARS selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah memberikan masukan,
arahan, serta bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat di harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1. Ginjal.........................................................................................................3
2.1.1 Anatomi Ginjal...................................................................................3
2.1.2 Fisiologi Ginjal..................................................................................6
2.2. Acute Kidney Injury..................................................................................9
2.2.1 Definisi................................................................................................9
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................12
2.2.3 Etiologi.............................................................................................13
2.2.4 Patofisiologi.....................................................................................15
2.2.6 Diagnosis..........................................................................................22
2.2.7 Tatalaksana......................................................................................26
2.2.8 Komplikasi.......................................................................................30
2.2.9 Prognosis ....................................... Error! Bookmark not
defined.1 BAB III. PENUTUP..........................................................................332
3.1. Kesimpulan............................................................................................332
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
biomarker menginformasikan tentang mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi
mekanisme AKI berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan morbiditas
pada pasien rawat inap masih belum jelas. Perkembangan deteksi dini dan
manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi universal dan
spektrum staging. Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah menjadi staging
severeinjury.6
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang
mendasari sangatlah penting pada pasien dengan AKI. AKI merupakan penyakit
life threatening disease, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien
dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan
sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada
retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di
daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap tulang belakang setinggi T-
12 sampai L-3. Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa sekitar 150 g (2
ons) dan dimensi ratarata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau
seukuran sabun besar. Permukaan lateral berbentuk cembung. Permukaan
medial berbentuk cekung dan memiliki celah vertikal yang disebut hilus
renal yang mengarah ke ruang internal di dalam ginjal yang disebut sinus
ginjal. Saluran ureter, pembuluh darah ginjal, limfatik, dan saraf semuanya
bergabung dengan masing-masing ginjal di hilum dan menempati sinus. Di
atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal (atau suprarenal), merupakan
kelenjar endokrin yang secara fungsional tidak terkait dengan ginjal.7
3
Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang
mengelilinginya:7
1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat fibrosa
padat yang menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur
sekitarnya.
2. Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi ginjal
dan bantalannya terhadap pukulan.
3. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah infeksi
di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal.
4
bagian dalam disebut medulla, serta bagian paling dalam disebut pelvis.
Dibagian medulla ada bentukan piramida sebagai saluran pengumpul
(tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari nefron korteks menuju
pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada bentukan Hilus. Hilus
merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis, dan tempat keluarnya
pelvis renalis. Ginjal Mempunyai pembungkus dari dalam ke luar yaitu
capsula renalis, perirenal fat dan paling luar adalah fascia renalis.8,9
Vaskularisasi Ginjal
Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik
adalah vena renalis yang merupakan cabang vena kava inferior. 13 Sistem
arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai
anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga apabila
terdapat kerusakan salah satu cabang arteri, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.11
Ginjal dicabangkan arteri dari aorta abdominalis kira-kira tingkat
lumbalis II. Ketika arteri renalis memasuki hilus, arteri bercabang menjadi
arteri yang membentang antara bentuk piramida interlobaris berikutnya dan
membentuk arteriol arteri interlobularis arkuata disusun paralel dalam
korteks. Interlobularis arteri kemudian dibentuk pada arteriola aferen
glomerular.12
Glomeruli yang bersatu untuk membentuk arteriol aferen dan
kemudian bercabang untuk membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan peritubular kapiler disebut. Darah mengalir
melalui sistem portal akan disalurkan ke dalam kain berikutnya
interlobularis vena ke vena, arkuarta vena, interlobaris vena, dan pada
akhirnya vena ginjal untuk mencapai vena kava inferior. Ginjal yang
disahkan oleh sekitar 1200 ml darah permenit yang setara 20-25% volume
keluaran jantung (5000 ml / menit) lebih dari 90% dari darah ke dalam
korteks itu keginjal sementara sisanya mengalir ke medula. Sifat khusus
aliran darah ginjal aliran darah melalui ginjal otoregulasi aferen arteiol
kapasitas intrinsik yang dapat mengubah hambatan dalam menanggapi
5
perubahan dalam tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.12
Nervus Ginjal
Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus renalis dan tersebar
sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis. Serabut aferen yang berjalan
melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis melalui Nervus Torakalis
X, XI, dan XII.12 Ginjal mendapat persarafan dari saraf renalis (vasomotor),
fungsi saraf untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke ginjal, saraf yang
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke dalam ginjal.12
6
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan
zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi
plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut
dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat
terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin.8
Ginjal memiliki fungsi yaitu:9
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat
berperan dalam peraturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan
Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain
ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan
konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan
asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon. Dalam pembentukan
urin terdapat tiga proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus,
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.13
7
Filtrasi Glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein
tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam
keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses
ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam
pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml filtrat glomerulus terbentuk secara
kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180
liter setiap harinya. Dengan memepertimbangkan bahwa volume rerata
plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa
ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika
semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin
dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena
tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh
panjangnya, sehigga bahan-bahan dapat diperlukan antara cairan di dalam
tubulus dan darah dalam kapiler peritubulus.13
Reabsorbsi Tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.
Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang
direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler
peritubular ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi.
Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter direabsorbsi.
Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan
sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektif direabsorbsi, sementara bahan – bahan yang perlu dihemat
oleh tubuh secara selektf direabsorbsi, seentara bahan – bahan yang tidak
dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.13
Sekresi Tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif
bahanbahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini
merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari
8
darah sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya
sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi
ke dalam kapsul bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke
dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk
mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi
sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler
peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang suda ada di tubulus
sebagai hasil filtrasi.13
Ekskresi Urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam
urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga
proses pertama di atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau
disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke
pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.
Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau
tidak difiltrasi sama sekali, masuk ke darah vena dari kapiler peritubulus
dan karenanya dipertahankan di dalam tubuh dan tidak dieksresikan di urin,
meskipun mengalir melewati ginjal.13
9
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut
(AKI) harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi
dalam cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk
komorbiditas, 3) penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-
langkah terapi yang tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah
memburuknya fungsional atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal
pasien dengan AKI klasik termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan
penyebab pasca-renal.
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak
fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI
saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood
urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin
dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari
ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi :
Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L
dalam waktu 48 jam atau
Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai
referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam
waktu satu minggu atau
Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria
RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr
serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan
beratnya penurunan fungsi ginjal.
10
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi
2007
Peningkatan Penurunan
Kategori LFG Kriteria UO
SCr
Risk >1,5 kali nilai dasar > 25% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar > 50% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar > 75% nilai <0,5
dasar mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL
>24 jam atau
dengan kenaikan
akut > 0,5 mg/dL Anuria ≥12
jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
bulan
11
Gambar 2.1. Kriteria RIFLE
12
ini bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. 16
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara
0,5- 0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
hingga 36- 67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU)
dan 5-6% Pasien ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (
TPG atau Replacement Renal Therapy (RRT)).16
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang
digunakan dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang
luas dari laporan insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka
mortalitasnya (19-83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui AKI
terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal
RIFLE yaitu 12% kelas R, 27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality
rate untuk pasien dengan maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut
8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu
5.5%.8 Namun hasil penelitian Ostermann (2007) menunjukkan Hospital
mortality rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut-
turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan F.16
13
Tabel 4. Klasifikasi etiologi
14
resiko AKI sebagai bagian dari evaluasi awal admisi emergensi disertai
pemeriksaan biokimia.Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan
resiko tinggi hingga resiko pasien hilang. Faktor resiko AKI data dilihat
pada tabel 3. 15
2.2.4 Patofisiologi
15
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. 15
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat
terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi,
hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat
bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan
resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah
penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24
jam setelah ditutupnya arteri renalis. 15
16
endotel vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang
bearasal dari endotelial NO-sintase.
3. peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
17
dan metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan
menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel.
3. obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas
bersama debris seluler akan membentuk substrat yang menyumbat
tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb diproduksi
Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus
dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer
yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium
yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel
polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel
yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik, mikrofili dan
matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-
silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4. kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari
cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang
akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal
dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,
oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal
terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter
bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi. 1
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin- E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
18
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai
oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis
ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24
jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. 2
19
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga
dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung.
Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan
yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh
darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan
nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal
ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis. 18
20
peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional
yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang
lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian
major dari kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan
pembuluh darah.18
Sepsis-associated AKI
21
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal
dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,
oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,
batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/
keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. 18
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh
aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke
normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah
50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase
ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. 18
2.2.5 Diagnosis
1. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan
tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada
PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini
antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak
22
sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada
PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada
neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan
diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan
penentuankomplikasi. 16
2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-
renal, renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal
akut diperiksa:
23
ginjal
24
Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gagal ginjal pre-
renal dan renal
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal.
Pada AKI prerenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung
cast hialin yang transparan. AKI postrenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain
pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel
25
tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented
18
“muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial.
2.2.6 Tatalaksana
26
cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk
ringan sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar,
pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi
dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya,
saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada
pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih
atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam
kasus yang parah. Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran
volume dan isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status
asam-basa harus dimonitor dengan hati- hati. Gagal jantung mungkin
memerlukan manajemen yang agresif dengan inotropik positif, preload dan
afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti
pompa balon intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin
diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien yang
penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit. 19
AKI intrinsic renal
AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut atau
vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau
plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol
agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi
cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan
penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma
mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor ACE. 19
AKI postrenal
Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau
kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral
atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan
sementara sedangkan lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati
secara definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati awalnya oleh
27
kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang menghalangi
seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla)
atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya, karsinoma).
Kebanyakan pasien mengalami diuresis yang tepat selama beberapa hari
setelah relief obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom
garam-wasting sementara yang mungkin memerlukan pemberian natrium
intravena untuk menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab
AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap
prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan
adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI
adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik,
koreksi obstruksi pascarenal, dan meng- hindari penggunaan zat
nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan
secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal
perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup
berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan
dan elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi
secara ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta
elektrolit urin dan serum. 19
Terapi Nutrisi
Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis Obat infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai Sering
kebutuhan
28
Rute pemberian Oral Enteral +/- Enteral +/-
Nutrisi parenteral parenteral
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
Energy kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari
Sumber energy Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
Protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral
nutrisi Glukosa 50- Glukosa 50-
70% 70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien
29
2.2.7 Komplikasi
2.2.8 Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat
gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek
30
prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%),
dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan
sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan
terapi dini perlu ditekankan. 17
2.2.9 Pencegahan
31
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan
post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat
mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat
penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume
pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter
untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin
serum, kalsium, fosfor, dan asam urat.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
12. Snell, Richard S.2014. Anatomi Klinis Berdsarkan Sistem. Jakarta :
EGC.
13. Sherwood L. 2014. Human Physiology From Cell To Systems. Edisi
Kesembilan. Kanada : Cengage Learning. pp: 211 – 224.
14. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements 2012. Vol.2. 19-36
15. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5
: Acute Kidney Injury. 2015. Vol. 1. 57-66
16. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the
fall of mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of
two databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol.
2016;17:923-5.
17. Lutfullah A, Kazim G, Zeki TH, Cetin C, Ibrahim G, Tulin G,
Suleyman T.. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases
related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med
2015; 2(3): 110-113 Diunduh dari:
https://tspace.library.utoronto.ca/handle/1807/5882?mode=full&submit
_simple=Show+full+item+record
18. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis
dan Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
19. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG,
et al. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve
outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31
34