Anda di halaman 1dari 26

Referat

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh :

Yolanda Fitriani, S. Ked


NIM: 71 2021 037

Pembimbing :

dr. Adhi Permana, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


2023
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

Chronic Kidney Disease

Oleh:

Yolanda Fitriani, S. Ked

NIM: 71 2021 037

Telah dilaksanakan pada bulan April 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RS
Muhammadiyah Palembang

Palembang, April 2023


Pembimbing

dr. Adhi Permana, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Chronic
Kidney Disease” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Adhi Permana, Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat ini.
2. Rekan sejawat, serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah keilmuan
bagi semua

Palembang, April 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ......................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ....................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN .................................... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ..................................... Error! Bookmark not defined.
1.2. Maksud dan Tujuan .............................. Error! Bookmark not defined.
1.3. Manfaat ................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Definisi ................................................................................................ 3
2.2. Epidemiologi ........................................................................................ 3
2.3. Etiologi dan Faktor Risiko .................... Error! Bookmark not defined.
2.4. Patofisiologi ......................................................................................... 6
2.5. Klasifikasi ............................................................................................ 9
2.6. Manifestasi Klinis ................................. Error! Bookmark not defined.
2.7. Pemeriksaan Penunjang ........................ Error! Bookmark not defined.
2.8. Diagnosis .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.9. Tatalaksana ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.10. Komplikasi ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.11. Prognosis ............................................................................................ 18
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai


dengan kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama
lebih dari 3 bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan
fungsi ginjal dapat menimbulkan gejala pada pasien PGK.¹
Menurut laporan Indonesian Renal Registry (2015), Jumlah pasien baru
terus meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2007 terdapat 4.977
pasien, tahun 2008 meningkat menjadi 5.392 pasien, tahun 2009 meningkat
menjadi 8.193 pasien, tahun 2010 meningkat menjadi 9.649 pasien, tahun 2011
meningkat menjadi 15.353 pasien, tahun 2012 meningkat menjadi 19.621
pasien, tahun 2013 terdapat penurunan menjadi 15.128 pasien, tahun 2014
meningkat kembali menjadi 17.193 pasien, tahun 2015 meningkat menjadi
21.050 pasien. World Health Organization memperkirakan di Indonesia akan
terjadi peningkatan pasien PGK pada tahun 1995-2025 sebesar 41,4% dan
menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan
terdapat 70.000 pasien penyakit ginjal di Indonesia, angka ini akan terus
meningkat sekitar 10% setiap tahunnya.²
Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun 1995-2025
diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal 41,4% di
Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien GGK menurut World Health
Organizatin (WHO) adalah 84,5% dengan prevalensi pada pasien dialysis
kronis menjadi 100% dan 73% pada pasien pradialisis.¹

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan pembuatan referat ini adalah:

1. Diharapkan bagi semua sarjana kedokteran dapat memahami mengenai


Chronic Kidney Disease.

2. Diharapkan bagi semua sarjana kedokteran dapat memiliki pola berpikir kritis
1
setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik mengenai
Chronic Kidney Disease.

3. Diharapkan bagi semua sarjana kedokteran agar dapat mengaplikasikan


pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) mengenai Chronic Kidney Disease.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi institusi, diharapkan referat ini dapat menambah bahan referensi
dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu penyakit dalam mengenai
Chronic Kidney Disease.
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan referat selanjutnya.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi semua sarjana kedokteran, diharapkan referat ini dapat
membantu dalam mendiagnosis dan memberikan terapi Chronic
Kidney Disease.
2. Bagi penulis selanjutnya diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan referat selanjutnya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu kelainan pada struktur


atau fungsi ginjal, yang berlangsung > 3 bulan, yang berdampak pada
kesehatan. CKD diklasifikasikan berdasarkan penyebab, Kategori GFR (G1-
G5) dan kategori albuminuria (A1-A3).³ Chronic Kidney Disease (CKD)
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan.⁵
CKD adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.⁶
2.2 Epidemiologi

Pada tahun 2015, hasil Global Burden of Disease, menyebutkan bahwa


PGK merupakan penyebab kematian terbanyak ke-12, sekitar 1,1 juta orang
meninggal akibat PGK di seluruh dunia. Mortalitas PGK meningkat sekitar
31,7% dalam 10 tahun terakhir, menjadikan PGK salah satu penyebab kematian
yang mengalami peningkatan tercepat, selain diabetes dan demensia². Pada
studi yang sama, kematian akibat PGK berada pada peringkat 17, meningkat
18,4% dari tahun 2005. Hal ini berlawanan dengan penyakit tidak menular
lainnya seperti penyakit kardiovaskular dan penyakit paru obstruktif kronis, di
mana mortalitas yang disebabkannya yaitu menurun sekitar 10,2% dan 3,0%.⁷
Sedangkan, di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking
dua pebiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung1. Hasil
Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis
sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-
negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena
Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK
sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut
dan akhir.⁸

3
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur
35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-
laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi
pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan
wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi
dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti
Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Di Sumatera
Selatan, prevalensi penyakit gagal ginjal kronis adalah 0,1%.⁸
Data IRR dari 249 renal unit yang melaporm tercatat 30.544 pasien aktif
menjalani dialisis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien dengan gagal
ginjal kronik. Sedangkan menurut penyebabnya, yang terbanyak adalah akibat
penyakit ginjal hipertensi dan nefropati diabetika. Secara global, penyebab
PGK adalah diabetes mellitus. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2000,
penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir
menjadi hipertensi berdasarkan data IRR. Namun, belum dapat dipastikan
apakah memang hipertensi merupakan penyebab PGK atau hipertensi akibat
penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien
hemodialisis yang sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap
akhir.⁹

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit multifaktorial. Penyebab
penyakit ginjal kronik bervariasi antara satu negara dengan negara yang
lainnya. Penyebab penyakit ginjal kronik yang paling sering di negara maju
seperti Amerika Serikat adalah diabetik nefropati, sedangkan penyebab
penyakit ginjal kronik di negara berkembang adalah glomerulonefritis kronik
dan nefritis intertisial¹⁷. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit ginjal kronik seperti hipertensi, diabetes melitus,
pertambahan usia, ada riwayat keluarga penyakit ginjal kronik, obesitas,
penyakit kardiovaskular, berat lahir rendah, penyakit autoimun seperti lupus
eritematosus sistemik, keracunan obat, infeksi sistemik, infeksi saluran kemih,
batu saluran kemih dan penyakit ginjal bawaan.¹⁰

Faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik, antara lain:


4
a) Pertambahan usia akan mempengaruhi anatomi, fisiologi dan sitologi
pada ginjal. Setelah usia 30 tahun, ginjal akan mengalami atrofi dan
ketebalan kortek ginjal akan berkurang sekitar 20% setiap dekade.
Perubahan lain yang akan terjadi seiring dengan bertambahnya usia
berupa penebalan membran basal glomerulus, ekspansi mesangium
glomerular dan terjadinya deposit protein matriks ekstraselular
sehingga menyebabkan glomerulosklerosis.¹¹

b) Berdasarkan Indonesian Society of Nephrology (InaSN) tahun 2000,


diabetes dan hipertensi merupakan penyebab kedua dan ketiga gagal
ginjal kronik di Indonesia setelah glomerulonephritis.¹²

c) Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan


resistensi arteriol aferen dan terjadi penyempitan arteriol eferen akibat
perubahan struktur mikrovaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan
iskemik glomerular dan mengaktivasi respon inflamasi. Hasilnya, akan
terjadi pelepasan mediator inflamasi, endotelin dan aktivasi
angiostensin II intrarenal. Kondisi ini akan menyebabkan terjadi
apoptosis, meningkatkan produksi matriks dan deposit pada
mikrovaskuler glomerulus dan terjadilah sklerosis glomerulus atau
nefrosklerosis.¹³

d) Keadaan hiperglikemia yang lama akan berakibat buruk pada ginjal dan
dapat menyebabkan terjadinya fibrosis dan inflamasi pada glomerulus
dan tubulus. Kondisi ini menyebabkan percepatan kerusakan fungsi
ginjal.

e) Riwayat batu saluran kemih akan menyababkan obstruksi yang


diakibatkan oleh batu saluran kemih tersebut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intratubular yang diikuti oleh vasokonstriksi
pembuluh darah hingga mengakibatkan iskemik pada ginjal. Iskemik
pada waktu yang lama dapat menyebabkan glomeruloskerosis, atrofi
tubulus dan fibrosis intertisial. Obstruksi komplit pada ginjal selama 24
jam akan mengakibatkan kehilangan fungsi nefron secara permanen
sebanyak 15%.¹⁴

f) Infeksi saluran kemih merupakan salah satu faktor risiko terjadinya


penyakit ginjal kronik. Terjadinya infeksi saluran kemih disertai
5
dengan refluk vesiko ureter akan memperbesar terbentuknya skar di
ginjal yang akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ginjal.¹⁵

g) Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang


menyerang banyak organ salah satunya adalah ginjal. Enam puluh
persen pasien LES akan mengalami kerusakan ginjal.¹⁶

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi
berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron sentrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang
aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor b (TGF-b). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulus interstisial.¹⁷

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti, nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala

6
dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna, juga akan terjadi gangguan
keseim bangan air seperti hipo dan hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah membutuhkan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.¹⁷
Terdapat 3 patogenesis yang terjadi pada PGK diantaranya adalah: 18
a. Toksik Azotemia (metabolit toksik)
Toksik Azotemia adalah substansi normal, pada penurunan LFG menyebabkan
retensi zat tersebut (Ureum, Metilguanidin, Guanindinosuccinic acid). Retensi
zat-zat tersebut menyebabkan beberapa keluhan diantaranya: haus, poliuria,
mual, anoreksia, stomatitis, kolitis ulserasi mukosa duodenum dan gaster,
perdarahan, kejang-kejang otot, parese saraf motorik, hipertrigliseridemia.
b. Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik
Kelainan metabolisme:
- Metabolisme Karbohidrat
Terjadi pseudo diabetes melitus, menurut beberapa penelitian gangguan
metabolisme ini terjadi akibat adanya antagonis insulin perifer, kelainan
insulin basal, dan sekresi insulin yang lambat terhadap beban glukosa.
- Metabolisme Lemak
Hiprertrigliserida terjadi diduga akibat dari kenaikan sintesis Triglyserida-
rich lipoprotein dalam hepar.
- Metabolisme Protein
Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama akan
menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen. Sebaliknya pada pasien
PGK pembatasan jumlah protein tidak akan menyebabkan keseimbangan
negatif dari nitrogen.
- Metabolisme Asam urat

7
Hiperurikemia pada pasien PGK tidak mempunyai hubungan dengan derajat
penurunan faal ginjal, namun digunakan sebagai indikator penentuan
diagnosis dini dari PGK.
- Metabolisme Elektrolit
Metabolisme Na
Peningkatan ekskresi Na yang diduga akibat adanya atrial natriuretic factor
(ANF) yang menghambat reabsorbsi ion Na pada tubulus ginjal. Normalnya
Na diekskresikan sebesar 20-40 mEq/hari, pada keadaan salt-wasting, Na
diekskresikan mencapai 100-200 mEq/hari. Mekanisme salt-wasting,
memiliki hubungan dengan beberapa faktor diantaranya beban urea
redistribusi aliran darah intrarenal, hormon/faktor natriuresis, dan muntah-
muntah.
Bila kehilangan Na disertai penurunan volume cairan ekstraselular (VCES),
akan diikuti dengan penurunan filtrasi glomerulus, sehingga faal ginjal akan
lebih buruk lagi. Keadaan ini terjadi pada acute on chronic renal failure.
Bila kehilangan Na ini tidak disertai dengan kehilangan air (VCES normal),
makan akan terjadi kondisi hiponatremia. Pada sebagian pasien PGK,
terutama yang berhubungan dengan glomerulopati sering ekskresi Na
menurun, terjadi retensi Na dan air yang akan menyebakan terjadinya
odema. Jadi memahami metabolisme Na pada pasien PGK sangat penting
terutama untuk pemberian garam Na dalam menu diet.
- Metabolisme air
Gangguan kemampuan filtrasi pada pasien PGK tidak selalu berhubungan
dengan penyakit dari collecting duct atau loop of Henle, lebih sering akibat
beban urea dari nefron-nefron yang masih utuh. Pada beberapa pasien PGK
dengan jumlah nefron makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga
akan berkurang sehingga dengan mudah terjadi kelebihan cairan (water
overload). Keadaan water overload baik renal maupun ekstra renal dapat
menyebabkan hiponatremia. Defisit air disertai natrium (dehidrasi) lebih
sering menyebabkan penurunan faal ginjal yang terbalikan pada pasien-
pasien gagal ginjal sehingga terjadi oliguria, keadaan demikian dinamakan
acute on chronic on failure. Penurunan kemampuan untuk keseimbangan
cairan ini akan mengakibatkan sering kencing pada malam hari (nokturia).
Bila nokturia ini tidak diimbangi dengan pemberian air dapat menyebabkan

8
dehidrasi pada malam hari. Keadaan dehidrasi ini akan memperburuk LFG.
Keluhan mual dan muntah makin berat pada pagi hari seperti muntah sedang
hamil muda (morning sickness).
- Metabolism kalsium
Pada pasien PGK sering ditemukan hipokalsemia, disebabkan penurunan
absorbsi Ca melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia.
- Kesimbangan asam basa
Pada PGK terjadi gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan
asidosis sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Patogenesis
asidosis metabolic pada PGK:
1) Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron.
2) Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan
absorbsi melalui usus berkurang.
3) Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting).
- Fosfat
Hiperfosfatemia yang terjadi pada PGK memegang peranan penting pada
hipokalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan
penyebaran kalsifikasi pada organ-organ lain (metastatic calcification).
- Magnesium
Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan akan
gejala, kecuali magnesium yang terkandung dalam laksantif dan antasida
akan menekan SSP.

2.5 Klasifikasi
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai
laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.³

Klasifikasi PGK dibuat atas dasar CGA yaitu berdasarkan penyebab, kategori
LFG, dan kategori albuminuria. Perhitungan LFG dengan rumus Cockroft-
Gault untuk orang dewasa, yaitu:³

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

9
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
𝑥 (0,85 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎)
72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚

Kategori LFG LFG ml/mnt/1,73 Arti


m2
G1 ≥ 90 Normal atau tinggi
G2 60-89 Sedikit menurun
G3a 45-59 Sedikit-sedang menurun
G3b 30-44 Sedang-berat menurun
G4 15-29 Berat menurun
G5 <15 Gagal ginjal
Tabel 1. Kategori LFG

Penyakit Contoh
Penyakit glomerular Diabetes, pemyakit autoimun sistemik,
infeksi sistemik, obat-obatan, neoplasia
Penyakit tubulointerstisial Infeksi sistemik, autoimun, sarcoidosis,
obat-obatan, toksin lingkungan, neoplasia
Aterosklerosis, hipertensi, iskemia, emboli
Penyakit vascular kolesterol, vaskulitis sistemik,
mikroangiopati trombosis, sklerosis
sistemik
Penyakit kistik dan Penyakit ginjal polikistik, Alport
kongenital syndrome, penyakit Fabry
Tabel 2. Kategori Etiologi

Kategori AER ACR Arti


mg/mmol mg/g
A1 <30 <3 <30 Normal-sedikit
meningkat
A2 30- 3-30 30-300 Sedang meningkat
300

10
A3 >300 >30 >300 Berat meningkat
Tabel 3. Katergori Albuminuria

Penyebab Kategori Kategori Kriteria PGK Keterangan


LFG albuminuria
Penyakit G5 A3 Penurunan
ginjal LFG,
diabetik albuminuria
Sklerosis G2 A3 Albuminuria Penyebab
fokal tersering
idiopatik sindrom nefrotik
pada anak-anak
Penerima G2 A1 Riwayat Prognosis baik
transplantasi transplantasi setelah
ginjal ginjal transplantasi
ginjal
Penyakit G2 A1 Gambaran Penyebab
ginjal radiologi tersering
polikistik penyakit yang
disebablan oleh
mutasi single
gene
Refleks G1 A1 Abnormalitas Kondisi
vesicoureteral radiologi tersering pada
anak-anak
Asidosis G1 A1 Abnormalitas Gangguan
tubulus distal elektrolit genetik yang
renal jarang
Penyakit G4 A2 Penurunan LFG Biasanya
ginjal dan disebabkan oleh
hipertensi albuminuria hipertensi kronis
tidak terkontrol,
dengan pasien

11
yang memiliki
predisposisi
Tabel 4. Stadium PGK berdasarkan kategori penyebab, LFG, dan albuminuria

2.6 Manifestasi Klinis


Pada penyakit ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain
yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasi kardiovaskuler, pada penyakit ginjal
kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, edema pulmoner (akibat
cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik).¹’³

Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah
dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang. ¹’³
Keluhan gejala klinis yang timbul pada CKD hampir mengenai seluruh
sistem, yaitu:1,3

Sistem Organ Manifestasi Klinis


Umum Lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan
debilitas, edema
Kulit Pucat, rapuh, gatal, bruising
Kepala dan leher Fetor uremia
Mata Fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan Hipertensi, sindroma overload, payah jantung,
vaskuler pericarditis uremik, tamponade
Respirasi Efusi pleura, nafas Kussmaul, pleuritis uremik
Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis
uremik, perdarahan saluran cerna
Ginjal Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria

12
Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenorrhea,
infertilitas, genikomasti
Syaraf Letargi, malaise, anoreksia, drowsiness, tremor,
mioklonus, asteriksis, kejang, penurunan kesadaran,
koma
Tulang Kalsifikasi jaringan lunak
Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi
Darah Anemia, kecenderungan berdarah karena penurunan
fungsi trombosit, defisiensi imun akibat penurunan
fungsi imunologis dan fagositosis
Endokrin Intoleransi glukosa, resistensi insulin,
hiperlipidemia, penurunan kadar testosteron dan
estrogen
Farmasi Penurunan ekskresi lewat ginjal

Tabel 5. Gejala klinis PGK

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Chronic Kidney

Disease (CKD), antara lain (Monika, 2019):

a. Hematologi

1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl

2) Hematokrit: Biasanya menurun

3) Eritrosit

4) Leukosit

5) Trombosit

b. LFT (Liver Fungsi Test)

c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)

1) AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2)

terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk

mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil akhir.

13
2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai

dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan

hemolysis.

d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)

1) BUN/ Kreatinin :

Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal 0,5-1,5 mg/dL; 45-
132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L; urine: 40-220 mEq/L/24
jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/Lm [unit SI]) meningkat.

e. Urine rutin

1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria

3) Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri,

partikel, koloid dan fosfat.

4) Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

5) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan
ginjal berat.

f. EKG

EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam


basa.

g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,


pengangkatan tumor selektif.

h. USG abdominal

i. CT scan abdominal

j. Renogram

RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun


Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

14
2.8 Diagnosis
Pendekatan diagnosis Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit ginjal kronis
(PGK) mempunyai sasaran sebagai berikut:17
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Menentukan prognosis

Kriteria penyakit ginjal kronik, adalah sebagai berikut:


a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
maupun fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi:
kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urine, atau kelainan dalam tes pencitraan
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

Pertanda kerusakan ginjal


Albuminuria (AER (albumin excretion rate) ≥30mg/24jam;
ACR (albumin to creatinine ratio) ≥30mg/g [≥3mg/mmol])
Kelainan urine sedimen
Kelainan elektrolit dikarenakan kelainan tubular
Kelainan dari sudut histologi
Kelainan struktural yang terdeteksi dari pemeriksaan
penunjang
Riwayat transplantasi ginjal
Penurunan LFG: Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/mnt/1,73 m2 (LFG kategori G3a-G5)
Tabel 6. Pertanda kerusakan ginjal

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang rutin dan khusus. 1,17
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

15
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (kelainan subyektif dan obyektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinis luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal, identifikasi etiologi, dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
- Pemeriksaan faal ginjal (RFT)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum, dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal.
- Etiologi Penyakit ginjal kronik
Analisis urine rutin, mikrobiologi urine, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan faal ginjal, hemopoesis, elektrolit, endokrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal.
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
- Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
- Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).

2.9 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor
yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
Penatalaksanaan konservatif, meliputi:17
- Pengaturan diet, cairan dan garam

16
- Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
- Mengendalikan hipertensi
- Penanggulangan asidosis
- Pengobatan neuropati
- Deteksi dan mengatasi komplikasi
Penatalaksanaan terapi pengganti ginjal diantaranya dialisis (hemodialisis,
peritoneal dialisis) dan transplantasi ginjal. Selain itu tujuan penatalaksanaannya adalah
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah komplikasi yaitu sebagai
berikut:3,17
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya terdapat insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Semua obat antihipertensi mampu menurunkan tekanan kapiler intraglomerular bila
tekanan darah turun mencapai tekanan optimal yang dapat memberikan preservasi ginjal.
Obat golongan penghambat sistem renin angiotensin aldosteron (ACE-inhibitor, ARB)
mempunyai nilai lebih dalam mencegah progresi PGK karena mempunyai efek
renoprotektor. Beberapa penelitian memerlukan lebih dari satu macam obat untuk
mencapai tekanan darah optimal.
Tujuan terapi hipertensi pada PGK antara lain:

17
- Mempertahankan atau preserve fungsi ginjal dengan cara mempertahankan
LFG dan mengurangi ekskresi protein.
- Menurunkan tekanan darah secara agresif
- Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada PGK.
Terapi hipertensi pada PGK non diabetik dan PGK diabetik, level turunnya
tekanan darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan
prognosis progresifitas dan komplikasi CVD pada PGK.
a. Hipertensi PGK non diabetic
Tekanan darah dianjurkan mencapai < 140/90 mmHg dan pemeriksaan urine
dimana nilai rasio total protein/kreatinin > 200 mg/g dengan atau tanpa
hipertensi dianjurkan diterapi dengan ACE-I atau ARB.
b. Hipertensi PGK dengan diabetes
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, PGK diabetes stage 1-4: ARB atau
ACE-I, bila diperlukan dikombinasi dengan diuretika.

Gambar 1. Target tekanan darah dan terapi farmakologi dan


non-farmakologi

6. Transplantasi Ginjal

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien PGK, maka seluruh


faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

18
2.11. Komplikasi
Anemia pada CKD merupakan faktor risiko independen untuk
kematian. Telah terbukti meningkatkan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri,
kebutuhan oksigen perifer dan memburuknya hasil jantung.¹

2.12. Prognosis
Ada banyak pasien dengan gagal ginjal yang tidak akan menanggapi
erythropoiein dan ini penting karena merupakan prediktor penting dari kejadian
jantung yang merugikan. Dua faktor yang menyebabkan tidak responsif
termasuk kekurangan zat besi dan peradangan. Tingkat CRP yang tinggi
memprediksi resistensi terhadap erythropoietin pada pasien dialisis. Untuk
meningkatkan daya respons terhadap eritropoietin, suplemen zat besi
dianjurkan.¹⁴

19
BAB III

KESIMPULAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu kelainan pada struktur
atau fungsi ginjal, yang berlangsung > 3 bulan, yang berdampak pada kesehatan.
CKD diklasifikasikan berdasarkan penyebab, Kategori GFR (G1-G5) dan kategori
albuminuria (A1-A3). Pada penyakit ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi
oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasi kardiovaskuler, pada
penyakit ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, edema
pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik). Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup
rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di
kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit
ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup
anoreksia, mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup
perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot, dan
kejang.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. KDIGO, 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Managementof Chronic Kidney Disease, Official Jounal of the International
Society of Nephrology, Vol. 3: Issue 1.

2. Khan, Y. H., T. H. Malhi., A. Sarrif., A. H. Khan., and N. Tanveer. 2018.


Prevalence of Chronic Kidney Disease in Asia: A Systematic Review of
Population-Based Studies. Journal of the College of Physicians and Surgeons
Pakistan 28(12): 960-966.)

3. KDIGO, 2017. KDIGO 2017 Clinical Practice Guideline Update for the
Diagnosis, Evaluation, Prevention, and Treatment of Chronic Kidney, Official
Journal of the International Society of Nephrology, Vol. 7: Issue 1.

4. Mulyana R, Setiati S, Martini RD, Hrimurti K, Dwimartutie N. The Effect of


Ophiocephalus stratius Extract on the Level of IGF-1 and Albumin in Elderly
Patients with Hypoalbuminemia. Acta Med Indones – Indones J Intern Med.
2017;49(4):324-329.

5. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). KDIGO 2012 Clinical


Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. Kidney inter., Suppl. 2013;3:5-62

6. Wang H, Naghavi M, Allen C., et al. GBD 2015 Mortality and Causes of Death
Collaborators. Globalm Regional, and National Life Expectancy, All-cause
Mortality, and Cause-specific Mortality for 249 Causes of Death, 1980-2015:
a Systematic Analysis for the Global Burden of Disease Study 2015. Lancet
2016; 388: 1459-544. Doi: 10.1016/S0140-6736(16)31012-1.

7. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


2013. RISKESDAS 2013. Jakarta.

8. Kemenkes RI. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. Doi:ISSN 2442-7659.

9. Suwitra, Ketut. 2014. “Penyakit Ginjal Kronik” dalam Sudoyo, A., W., et al
(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 6. Jakarta: FKUI

10. Hsieh, M. and D.A. Power. 2009. “Abnormal Renal Function and Electrolyte
Disturbance in Older People”. Journal of Pharmacy Practice and Research

21
Vol. 39(3). Hal. 230-234.

11. Prodjosujadi.W. 2006. Incidence, Prevalence, Treatment and Cost of End-


Stage Renal Disease in Indonesia.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16774003 diakses pada 2 April 2023).

12. Firmansyah, M.A. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Nefrosklerosis


Hipertensif. CDK Vol. 40(2). Hal.107-111.

13. Rule, A.D.,et al. 2011. “Chronic Kidney Disease in Kidney Stone Formers”.
Clin J Am SocNephrolVol. 6. Hal. 2069-2075.

14. Sukandar, Enday. “Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa”. Dalam Sudoyo,
Aru W, et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing,
Jakarta, Indonesia 2009 hal: 1008.

15. Rasic, S.,et al. 2010. “Long-Term Outcome of Patients with Lupus Nephritis:
a Single Center Experience”. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences
Vol.10. Hal : 63-67.

16. Eroschenko, Victor P. 2015. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi


Fungsional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

17. Suwitra, K. 2014. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Aru W Sudoyo, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Ed 6. Jakarta:Interna Publishing.

18. Shaikh, H. 2020. Anemia of Chronic Renal Disease.


https://emedicine.medscape.com/article/1389854-overview. Diakses pada
tanggal 30 April 2021.

19. WHO. 1968. Nutritional anaemias : report of a WHO scientific group [meeting
held in Geneva from 13 to 17 March 1967].
https://apps.who.int/iris/handle/10665/40707. Diakses pada tanggal 2 April
2023.

22

Anda mungkin juga menyukai