Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUGAS PENGENALAN PROFESI BLOK XIII

IDENTIFIKASI HASIL SPIROMETRI PADA


ATLET DI BERBAGAI CABANG OLAHRAGA
KELOMPOK 10

Tutor Pembimbing : dr. Raden Ayu Tanzila, M.Kes

Nama Anggota :

Yolanda Fitriani (702018012)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita sampaikankan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmat-Nya dalam penyusunan laporan kegiatan Tugas Pengenalan
Profesi blok XII yang bertemakan “Identifikasi hasil Spirometri pada Atlet di berbagai
cabang Olahraga”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kegiatan TPP ini dapat
terselesaikan berkat pengarahan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan oleh
berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Raden Ayu Tanzila, M.Kes selaku pembimbing tugas pengenalan profesi.
Dalam penyusunan laporan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi blok XII ini
penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan baik
dalam segi materi maupun dalam penyusunan kata-kata, hal ini disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu penulis
memohon maaf, saran dan kritik bagi seluruh pembaca dalam upaya perbaikan laporan
ini.

Palembang,9 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat ......................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka..................................................................................4
2.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Paru.......................................................4
2.1.1 Anatomi Paru...........................................................................................4
2.1.2 Fisiologi Paru...........................................................................................9
2.1.3 Histologi Paru..........................................................................................15
2.2 Tes Faal Paru..............................................................................................17
2.3 Pemeriksaan Spirometri..............................................................................18
2.3.1 Definisi Spirometri..................................................................................18
2.3.2 Tujuan Pemeriksaan Spirometri..............................................................20
2.3.3 Cara melakukan Pengukuran Spirometri.................................................20
2.3.3.1 Manuver vital capacity (VC)................................................................21
2.3.3.2 Manuver forced vital capacity (FVC)...................................................22
2.3.3.3 Manuver maximal voluntary ventilation (MVV).................................23
2.3.4 Cara melakukan Pengukuran Kapasitas Paru menggunakan Spirometer 24
2.3.5 Jenis - Jenis Spirometri............................................................................25
2.3.6 Cara Pemeriksaan Spirometri..................................................................26
2.3.6.1 Prosedur Pemeriksaan Spirometri.........................................................28
2.3.6.2 Prosedur Pemeriksaan ..........................................................................29
2.3.7 Indikasi dan Kontraindikasi Spirometri ..................................................30
2.3.7.1 Indikasi Spirometri ..............................................................................30
2.3.7.2 Kontraindikasi Spirometri ...................................................................32
2.3.8 Interpretasi Hasil Pemeriksaan................................................................32
2.4 Olahraga......................................................................................................33

ii
2.4.1 Definisi Olahraga.....................................................................................33
2.4.2 Jenis - Jenis Olahraga..............................................................................35
2.4.3 Manfaat Latihan Olahraga Aerobik.........................................................35
2.4.3.1 Manfaat Latihan Olahraga Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik..........38
2.5 Kapasitas Vital Paru pada Atlet di berbagai cabang Olahraga...................39
2.5.1 Definisi Kapasitas Vital Paru...................................................................40
2.5.2 Kapasitas Vital Paru pada Atlet Renang..................................................41
2.5.3 Kapasitas Vital Paru pada Atlet Lari.......................................................43
2.5.4 Tes Kapasitas Vital Paru..........................................................................44
2.6 Hasil............................................................................................................46
BAB III PENUTUP..........................................................................................50
3.1 Kesimpulan.................................................................................................50
3.2 Saran...........................................................................................................51
Daftar Pustaka...................................................................................................53

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resprasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
CO 2(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Salah satu organ
pada sistem pernapasan yang berperan dalam proses tersebut adalah paru-paru.

Paru-paru adalah organ yang sangat vital bagi manusia, Sistem pernafasan
adalah kumpulan beberapa organ pernafasan yang terdiri dari organ pertukaran gas
(paru-paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi ini terdiri dari
dinding dada, otot-otot pernafasan, dan medula oblongata sebagai pusat pernafasan
di otak yang mengendalikan pernafasan. Bernafas adalah suatu proses memasukkan
dan mengeluarkan udara dari paru-paru yang dilakukan oleh organ dalam sistem
pernafasan (Ganong, 2010).

Fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti fisik, usia, jenis


kelamin, tinggi dan berat badan, serta ras. Pengembangan paru-paru dan elastisitas
dada dengan fungsi neuromuskuler terkoordinasi, pemeliharaan bernapas dengan
bantuan kekuatan toraks dan abdominalis memainkan peranan penting dalam
sebagian besar fungsi pulmonal (Guyton, 2008).

Olahraga akan menyebabkan daya tahan dan kekuatan otot pernafasan


meningkat sehingga kemampuan mengembang paru-paru bertambah. Selain itu,
olahragaakan mengakibatkanpeningkatan kemampuan otot pernafasan untuk
mengatasi resistensi aliran udara pernafasan. Hal ini mengakibatkan peningkatan
volume udara. Sistem pernafasan akan menurun diketahui dari kapasitas vital, yaitu
setelah menginjak usia 40 tahun. Kapasitas vital yang paling tinggi didapatkan pada
usia 20-30 tahun. Kemudian setelah menginjak usia 60 tahun makin
berkurang.Penurunan fungsi pernafasan tersebut akan terus terjadi kecuali kita
melakukan halhaluntuk menjaga agar fungsi pernafasan tersebut tetap dalam
kondisi yang baik, diantaranya dengan melakukan olahraga aerobik seperti basket,
sepakbola, voli, renang, dayung, lari jarak jauh dan tenis yang menuntut asupan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 1


oksigen yang cukup banyak, sehingga apabila dilakukan secara teratur, sistematik
dan berkesinambungan akan dapat meningkatkan kemampuan fisik secara nyata,
khususnya fungsi pernafasan (Madina, 2007).

Bagi seorang atlet, memiliki kapasitas vital paru yang baik sangatlah penting,
karena dengan itu mereka dapat memiliki daya tahan yang stabil pada saat
bertanding. Contohnya seorang atlet sepakbola harus memiliki daya tahan otot
(muscle endurance) maupun daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance)
yang baik dimana daya tahan adalah keadaan dimana tubuh mampu untuk bekerja
dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jadi untuk dapat memiliki daya tahan tubuh
yang baik seorang atlet harus memiliki kapasitas vital paru yang baik agar kegiatan
olahraganya dapat optimal (Syahda, 2014). Oleh karena itu, saya Yolanda Fitriani
(702018012) kelompok TPP 10 akan melakukan identifikasi hasil spirometri pada
berbagai cabang olahraga.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi dari sistem pernapasan?


2. Bagaimana cara melakukan pengukuran spirometri?
3. Bagaimana cara mengintrepretasi dan identifikasi hasil spirometri?
4. Apa perbedaan hasil spirometri pada atlit di berbagai cabang olahraga?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pelaksanaan TPP ini adalah mengidentifikasi hasil Spirometri


pada atlet di berbagai cabang olahraga.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pelaksanaan TPP ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari sistem pernapasan


2. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran spirometri

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 2


3. Untuk mengetahui cara mengintrepretasi dan identifikasi hasil spirometri
4. Untuk mengetahui perbedaan hasil spirometri pada atlet di berbagai cabang
olahraga

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat bagi Penulis

1. Menambah ilmu tentang anatomi fisiologi sistem pernapasan.


2. Menambah pengalaman dalam observasi hasil Spirometri.

3. Melatih penulis untuk bisa menyusun dan memperluas wawasan mengenai


TPP (Tugas Pengenalan Profesi) tentang identifikasi hasil Spirometri pada
atlet di berbagai cabang olahraga.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Paru


2.1.1 Anatomi Paru
Sistem respiasi manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem respirasi
atas dansistem respirasi bawah, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem respirasi atas yang terdiri dari bagian luar rongga dada yaitu
hidung, rongga hidung, faring, laring, dan trakea atas.

2. Sistem respirasi bawah yang terdiri dari bagian dalam rongga dada
yaitu trakea bawah dan paru-paru, termasuk pembuluh bronkial dan
alveoli. Embran pleura dan otot respirasi yang membentuk diafragma
dan otot intercostae juga merupakan bagian dari sistem respirasi.

Gambar 1. Sistem Respirasi

a) Hidung

Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cavum


nasi dibagi oleh septum nasi menjadi dua bagian, kanan dan kiri.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 4


Gambar 2. Hidung

 Hidung luar, mempunyai dua lubang berbentuk tonjolan disebut


nares yang dipisahkan oleh septum nasi. Bagian lateral, ala nasi
berbentuk bulatdan dapat digerakan. Rangka hidung luar
dibentuk oleh os nasale, processus frontalis maxilaris, dan pars
nasalis ossis frontalis. Dibawah rangka hidung dibentuk oleh
lempeng-lempeng tulang rawan hialin.

a. Suplai darah hidung luar: kulit hidung luar mendapatkan


darah dari cabang-cabang arteri opthalmica dan arteri
maxilaris. Kulit ala nasi dan bagian bawah septum
mendapatkan darah dari cabang-cabang arteri facialis.

b. Suplai saraf sensoris: N. infratrochlearis dan rami nasales


extenae nervus opthalmicus dan ramus infraorbitalis nervus
maxillaris.

 Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke apertura


nasalis posterior atau choanae di belakang, di mana hidung
bermuara ke nasophariyx. Cavum nasi dibagi menjadi dua
bagian kanan dan kiri oleh septum nasi, septum nasi sendiri
dibentuk oleh cartilago septi nasi, lamina verticalis osis
ethmoidalis dan vomer.

a. Pendarahan cavum nasi berasal dari cabang-cabangarteri


maxillaris dan arteri sphenopalatina

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 5


b. Persarafan melalui Nervus olfactorius

b) Pharinx

Pharinx terletak di belakang cavum nasi, cavum oris dan


larynx dan dibagi menjadi bagian-bagian nasopharynx,
oropharynx dan laryngopharynx. Pharynx berbentuk seperti
corong dengan bagian atasnya yang lebar, terletak di bawah
cranium dan bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai
oesophagus setinggi vertebralis cervicalis keenam.

Pharynx dibagi dalam tiga bagian, yaitu :

1) Nasopharynxterletak di atas palatum molle dan di belakang


rongga hidung. Persarafan nasopharynx melalui nervus
maxillaries.

2) Oropharynx terletak dibelakang cavum oris. Dasar dibentuk


oleh sepertiga posterior lidah dan celah diantara lidah dan
epiglotis. Persarafan melalui nervus glossopharyngeus.

3) Laryngopharynxterletak dibelakang aditus laryngis.


Persarafan melalui ramus laryngeus internus dari nervus
vagus.

Gambar 3.Pharynx

Vaskularisasi Pharynx

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 6


Pharynx mendapatkan darah dari arteria pharyngica
ascendens, cabang-cabang tonsilar arteria fascialis, cabang-
cabang arteri maxillaris dan arteria lingualis. (Snell, 2012)

c) Larynx

Laring adalah organ yang berperan sebagai sphincter


pelindung pada pintu masuk jalan napas dan berperan dalam
membentuk suara. Larynx terletak dibawah lidah dan os hyoid,
di antara pembuluh-pembuluh besar leher, dan terletak setinggi
vertebrae cervicalis keempat, kelima, dan keenam. Keatas laryn
terbuka ke laryngopharynx, ke bawah larynx berlanjut sebagai
trachea. Di depan larynx di tutupi oleh ikatan otot-otot
infrahyoid dan di lateral oleh glandula thyroidea. Kerangka
larynx dibentuk oleh beberapa kartilago yang dihubungan oleh
membrana dan ligamentum dan digerakkan oleh otot. Larynx
dilapisi membran mukosa(Snell, 2012).

Gambar 4.Larynx

d) Trachea
Trachea adalah sebuah tabung cartilaginosa dan
membranosa yang dapat bergerak. Dimulai sebagai lanjutan
laryx dari pinggir bawah cartilago cricoidea setinggi corpus
vertebrae cervicalis VI. Berjalan turun ke bawah berakhir pada

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 7


carina dengan cara membelah menjadi broncus principalis dexter
dan sinister. Pada orang dewasa panjang trachea sekitar 11.25
cm dan diameter 2.5 cm (Snell, 2012).

Gambar 5. Trakea dan Bronkus

e) Bronchus dan Bronchiolus

Trachea bercabang dua di belakang arcus aortae menjadi


broncus principalis dexter dan sinister. Broncus terus menerus
bercabang dua sehingga akhirnya membentuk jutaan bronchiolus
terminalis yang berakhir di dalam satu atau lebih bronchiolus
respiratorius. Setiap bronchiolus respiratorius terbagi menjadi 2
sampai 11 ductus alveolaris yang masuk ke dalam saccus
alveolaris. Alveoli timbul dari dinding saccus sebagai
diverticula(Snell, 2012).

f) Alveolus

Menurut (Boediman dan Wirjodiardjo, 2015), bronkiolus


berakhir pada suatu struktur yang menyerupai kantung, yang
dikenal dengan nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan
epitel dan matriks ekstraseluler yang dikelilingi oleh pembuluh
darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 8


tipe 1 yang membentuk struktur dinding alveolus dan sel tipe 2
yang menghasilkan surfaktan. Alveolus memiliki kecenderungan
untuk kolaps karena ukurannya yang kecil, bentuknya yang
sferikal dan adanya tegangan permukaan. Namun hal tersebut
dapat dicegah dengan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan
nama surfaktan dan pori-pori pada dindingnya. Alveolus
berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding hanya 0,1 µm.
Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung
pada gradien konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari
300 juta alveolus.Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah
pembuluh darah (Boediman dan Wirjodiardjo, 2015).

Gambar 6. Alveolus

2.1.2 Fisiologi Paru


Fisiologi Sistem Respirasi

Istilah faal mempunyai arti kerja atau fungsi. Faal paru berarti kerja
atau fungsi paru dan uji faal paru mempunyai arti menguji apakah fungsi
paru seseorang berada dalam keadaan normal atau abnormal. Pada
kehidupan suatu individu, paru mulai berfungsi saat individu lahir, yaitu
saat tangis pertama yang menunjukkan adanya proses mekanika inspirasi
pertama disusul dengan ekspirasi pertama. Begitulah seterusnya proses

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 9


pernapasan itu terdiri atas inspirasi dan ekspirasi berlangsung dimulai
sejak lahir sampai napas berhenti pada akhir hayat seseorang individu
(Tao L, 2013).

Sistem respirasi secara fundamental merupakan sarana untuk


menghirup udara, memfasilitasi pertukaran gas dalam udara dengan suatu
cairan (darah) dan akhirnya mengembuskan keluar udara dengan
komposisi yang berbeda. Sebagaimana dijelaskan lewat hukum gas ideal
dan hokum Boyle, udara dan gas yang menjadi komponennya ditandai
oleh kuantitas, volume dan tekanannya. Demikian pula fisiologi
pernapasan dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian perubahan yang
digerakkan oleh tekanan dalam volume gas di dalam paru-paru.
Rangkaian perubahan ini memungkinkan regulasi O2, CO2, dan pH di
dalam darah (Bakhtiar and Amran, 2019).

Fungsi paru atau fungsi sistem pernapasan yang utama adalah


melaksanakan pertukaran gas antara O2 dan CO2 di membran respirasi
(pada pernapasan eksterna) dan pada pernapasan interna meliputi
pengangkutan O2 dan CO2 dalam peredaran darah serta utilisasi O2 di
jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme CO2 untuk dibuang
keluar tubuh oleh membran respirasi (Bakhtiar and Amran, 2019).

Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah peristiwa masuk dan keluarnya udara
kedalam paru (inspirasi dan ekspirasi). Difusi adalah perpindahan oksigen
(O2) dari alveoli ke dalam darah dan diikat oleh Hemoglobin (Hb)
menjadi senyawa Oksi-Hb dan karbondioksida (CO2) lepas dari ikatan
karbamino keluar dari darah ke alveoli. Dan perfusi adalah distribusi
Oksi-Hb dalam darah ke jaringan seluruh tubuh dan CO2 dari jaringan ke
alveoli paru. Fungsi yang lain dari sistem pernapasan adalah: fungsi
fonasi (bicara), pertahanan tubuh oleh paru dan saluran napas, fungsi
keseimbangan asam–basa dan keseimbangan air.

Pada sistem pernapasan juga terdapat ruang rugi atau dead space.
Ruang rugi yang dimaksud adalah bagian dari saluran pernapasan yang

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 10


tidak melakukan pertukaran udara dengan darah. Ruang rugi terdiri atas
(Bakhtiar and Amran, 2019) :

1. Ruang rugi anatomik.

Ruang rugi anatomik adalah volume udara dalam jalan napas


yang menghantarkan udara pernapasan, tetapi tidak turut serta dalam
pertukaran gas (yaitu setiap bagian jalan napas mulai dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli paru). Normalnya ruang
rugi anatomik ini 150 ml dan tidak boleh berubah dalam berbagai
kondisi pernapasan.

2. Ruang rugi alveoli

Ruang rugi alveoli adalah bagian zona respiratorik yang tidak


melakukan pertukaran gas dengan darah karena keadaan tertentu seperti
alveoli yang kolaps atau tertutup mukus.

3. Ruang rugi fisiologik

Ruang rugi fisiologik atau total dead space adalah volume total
udara inspirasi yang tidak turut serta dalam pertukaran gas. Terdiri dari
ruang rugi anatomik dan ruang rugi alveoli.

Volume dan Kapasitas Statik Pernapasan

Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi


ventilasi sistem respirasi. Dengan mengetahui besarnya volume dan
kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun
ada tidaknya kelainan ventilasi pada seseorang. Dengan menggunakan
alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru statik.

Volume dan kapasitas paru dalam keadaan statis terdiri dari


(Bakhtiar and Amran, 2019) :

 Volume tidal. (TV)

Volume tidal adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru
pada keadaan istirahat atau pernapasan biasa. (0,5 L)

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 11


 Volume cadangan inspirasi/Inspiratory Reserve Volume (IRV)

Volume cadangan inspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat


dihirup ke dalam paru secara maksimal setelah inspirasi biasa. (3,3 L)

 Volume cadangan ekspirasi/Expiratory Reserve Volume (ERV)

Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat


dihembuskan keluar dari paru setelah ekspirasi biasa. (1L)

 Volume residu/Residual Volume (RV)

Volume residu adalah jumlah udara yang masih tertinggal di dalam


paru setelah ekspirasi maksimal. Volume residu ini mengakibatkan
paru akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Udara sisa ini
berperan sebagai udara cadangan serta mencegah terjadinya
perubahan kondisi udara alveoli secara ekstrem. Apabila telah
diketahui niai FRC maka RV diperoleh dengan persamaan: RV =
FRC - ERV. (1,2 L)

 Kapasitas inspirasi/Inspiratory Capacity (IC)

Kapasitas inspirasi adalah jumlah udara yang bisa dihirup maksimal.


Gabungan TV + IRV. (3,8 L)

 Kapasitas residu fungsional/Functional Residual Capacity (FRC)

Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara yang terdapat dalam


paru pada akhir ekspirasi biasa, yaitu gabungan ERV + RV. (2,2 L)

 Kapasitas vital/Vital Capacity (VC)

Kapasitas vital adalah jumlah udara yang bisa dikeluarkan maksimal


setelah inspirasi maksimal, yaitu gabungan IRV + TV + ERV. (4,8 L)

 Kapasitas vital paksa/Forced Vital Capacity (FVC)

Kapasitas vital paksa sama dengan kapasitas vital tetapi dilakukan


secara cepat dan paksa dengan ekspirasi dalam dan kuat.

 Kapasitas paru total/Total Lung Capacity (TLC)

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 12


Kapasitas paru total adalah jumlah udara total yang ada di dalam paru
pada akhir inspirasi maksimal, yakni gabungan IRV + TV + FRC. (6
L)

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih


tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja
mekanik otot-otot.Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi
sebagai penembus.Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot
yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot
seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga
(Snell,2012).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru.Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang.Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Snell,2012)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya
kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.Tekanan parsial
oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149
mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa
udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic
saluran udara dan dengan uap air.Perbedaan tekanan karbondioksida
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 13


karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.Karbondioksida ini
kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Snell, 2012).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan
oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira
0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini
menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan
waktu difusi.Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat
menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak
lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,
tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Pearce,2005).
Paru-paru mempunyaipertahanan khusus dalam mengatasi
berbagai kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam
mempertahankan tubuh.Sebagaimana mekanisme tubuh pada
umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral.
Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru
dibagi atas (Pearce,2005):
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan:
a. Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b. Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru.
c. Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan
tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus
akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam
mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas
permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh
iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari:
a. Lisozim, dimana dapat melisis bakteri.
b. Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 14


c. Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai
kemampuan dalam membunuh virus.
d. IgA yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan IgA akan memudahkan
terjadinya infeksi paru yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan
mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang
mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk
proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam
alveoli adalah:
1. Gerakan mukosiliar.
2. Faktor humoral lokal.
3. Reaksi sel.
4. Virulensi dari kuman yang masuk.
5. Reaksi imunologis yang terjadi.
6. Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan
paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan
sitostatik.

2.1.3 Histologi Paru


1. Bronkiolus Intrapulmonal
Bronkus intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa
lempeng tulang rawan yang letaknya berdekatan. Epitelnya adalah epitel
bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet. Sel goblet adalah sel
penghasil lendir, berbentuk mirip piala. Sisa dindingnya terdiri dari
lamina propria tipis, selapis tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar
bronkial, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia (Eroschenko,
2013).
2. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan segmen saluran konduksi yang terdapat di
dalam lobulus paru. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan maupun
kelenjar dalam mukosanya tetapi rongganya masih mempunyai silia dan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 15


di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Selain
silia, bronkiolus juga menghasilkan mukus yang berfungsi sebagai
pembersih udara. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia
dengan sel goblet (kadang-kadang). Mukosanya berlipat dan otot polos
yang mengelilingi lumennya relatif banyak (Eroschenko, 2013).
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis merupakan bagian konduksi saluran napas
terkecil yang menampakkan mukosa berombak dengan epitel silindris
bersilia dan sudah tidak dijumpai lagi sel goblet. Lamina propria tipis,
selapis otot polos yang berkembang baik, dan masih ada adventisia. Pada
bronkiolus terminalis terdapat sel kuboid tanpa silia, yang disebut sel
clara. Fungsi sel ini adalah mensekresi surfaktan (Eroschenko, 2013).
4. Bronkiolus Respiratorius
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih
bronkiolus respiratorius yang berfungsi sebagai peralihan antara bagian
konduksi dan bagian respirasi dari sistem pernapasan. Bronkiolus
respiratorius langsung berhubungan dengan duktus alveolaris dan alveoli.
Epitel pada bronkiolus ini adalah selapis silindris rendah atau
kuboid dan dapat bersilia di bagian proksimal. Sedikit jaringan ikat
menunjang lapisan otot polos, serat elastin lamina propria, dan pembuluh
darah yang menyertainya. Setiap alveolus terdapat pada dinding bronkus
respiratorius berupa kantung-kantung kecil. Jumlah alveoli makin
bertambah ke arah distal. Epitel dan otot polos pada bronkiolus
respiratorius distal tampak sebagai daerah terputus-putus dan kecil di
muara alveoli (Eroschenko, 2013).
5. Duktus Alveolaris
Bagian terminal setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi
beberapa duktus alveolaris. Dinding duktus alveolaris biasanya dibentuk
oleh sederetan alveoli yang saling bersebelahan (Eroschenko, 2013).
6. Alveolus
Jumlah alveolus (Gambar.1) mencapai 300 juta buah. Dengan
adanya alveolus, luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan
mencapai100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh. Dinding
alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 16


gas. Alveoli dilapisi selapis sel alveolar gepeng dan sangat tipis (sel
alveolar tipe I). Sel ini letaknya rapat pada endotel pelapis kapiler dan
membentuk sawar udara-darah untuk respirasi. Sel alveolar tipe I
merupakan lapisan tipis yang menyebar menutupi lebih dari 90 % daerah
permukaan paru. Selain itu, alveoli juga mengandung sel alveolar besar
(sel alveolar tipe II). Sel ini menghasilkan produk kaya fosfolipid, yang
disebut surfaktan. Surfaktan menutupi permukaan sel alveolar,
membasahinya, dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Makrofag
alveolar terdapat di dalam jaringan ikat septa interalveolar dan di dalam
alveoli. Di dalam septa interalveolar juga terdapat banyak kapiler darah,
arteri dan vena pulmonalis, duktus limfatik, dan saraf (Eroschenko, 2013).

Gambar 1. Struktur Alveolus pada Paru-Paru (Campbell et al, 1999)

2.2 Tes Faal Paru


Uji faal paru bertujuan mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu
dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan
berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu misalnya untuk: menegakkan
diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi hasil
rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan
mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, mengalami bedah
-reduksi volume paru pada penderita penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 17


akan mengalami anestesi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit
paru atau jantung dan keperluan lainnya (Bakhtiar and Amran, 2019).

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah. Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru
seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi
ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya
fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan
penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan
spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan
udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Herman, 2014).

Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan dengan pemeriksaan spirometri


sederhana ataupun beberapa alat canggih lainnya seperti bodypletyismography
yang merupakan alat yang dapat mengukur volume paru lebih komplit dibanding
dengan spirometer konvensional. Walaupun alat pemeriksaan faal paru semakin
canggih, namun the man behind the gun tetap merupakan faktor utama untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang benar dengan melaksanakan manuver
pemeriksaan yang diisyaratkan (Global Initiative for Asthma (GINA), 2012).

2.3 Pemeriksaan Spirometri


2.3.1 Definisi Spirometri
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaaan untuk mengetahui
apakah fungsi paru dalam keadaan normal atau tidak normal. Pemeriksaan
faal paru dikerjakan berdasarkan indikasi tertentu. Penurunan fungsi paru
yang terjadi secara mendadak dapat menimbulkan gagal napas dan dapat
mendatangkan kematian kepada penderita (Bakhtiar and Tantri, 2019).
Pengujian faal paru untuk mengukur fungsi kapasitas paru.
Pengujian faal paru menggunakan alat yang disebut spirometri. Pengujian
dengan spirometri penting untuk mendeteksi beberapa kelainan yang
berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan
metode untuk screening penyakit paru. Selain itu, spirometri juga
digunakan untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 18


berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran
lingkungan dan asap rokok (Herman D. 2016).

Pemeriksaan spirometri tidak hanya digunakan untuk menentukan


diagnosis tetapi juga untuk menilai beratnya obstruksi, restriksi, dan efek
dari pengobatan. Ada beberapa penderita yang tidak menunjukkan adanya
keluhan namun pada pemeriksaan spirometri menunjukkan adanya
obstruksi atau restriksi. Hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan awal
terjadinya gangguan fungsi paru yang mungkin dapat terjadi sehingga kita
dapat menentukan tindakan pencegahan secepatnya (Herman D. 2016).

Pemeriksaan spirometri adalah pemeriksaan untuk mengukur


volume paru statik dan dinamik seseorang dengan alat spirometer.
Spirometri sederhana biasanya memberikan informasi yang cukup.
Sejumlah spirometer elektronik yang murah dapat mengukur dengan
tepat parameter-parameter tertentu seperti kapasitas vital, volume
ekspirasi paksa dalam detik pertama (FEV1) dan peak expiratory flow.

Spirometer tidak dapat membuat diagnosis spesifik namun dapat


menentukan adanya gangguan obstruktif dan restriktif serta dapat
memberi perkiraan derajat kelainan (Amin M. 2013).

Pemeriksaan spirometri dapat menilai faal paru statik dan faal paru
dinamik. Faal paru statik yaitu volume udara pada keadaan statis yang
tidak terkait dengan dimesi waktu, terdiri atas: Pemeriksaan spirometri
dapat menilai faal paru statik dan faal paru dinamik. Faal paru statik yaitu
volume udara pada keadaan statis yang tidak terkait dengan dimesi waktu,
terdiri atas: Tidal volume (TV), Inspiratory reserve volume/volume
cadangan inspirasi (IRV/VCI), Expiratory reserve volume/ volume
cadangan ekspirasi (ERV/VCE), Residual volume (RV), Inspiratory
capacity/ kapasitas inspirasi (IC/KI), Functional residual capacity/
kapasitas residu fungsional (FRC/KRF), Vital capacity/ kapasitas vital
(VC/KV), Forced vital kapasity/ kapasitas vital paksa (FVC/KVP), Total
lung capacity/ kapasitas paru total (TLC/KPT). Sedangkan faal paru
dinamik terdiri atas: Forced expiratory volume (FEVT), Forced
expiratory flow200 1200 /FEF 200-1200, Forced expiratory flow25%-

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 19


75%/ FEF25%-75%, Peak expiratory flow rate/PEFR, Maksimal
voluntary ventilation/ MVV/ MBC (Bakhtiar and Tantri, 2019).

Dalam tinjauan kepustakaan ini akan membahas tentang faal paru


dinamis.

2.3.2 Tujuan Pemeriksaan Spirometri


Tujuan pemeriksaan (Amin, 2013) :

1) Menilai status faal paru yaitu menentukan apakah seseorang


mempunyai faal paru normal, hiperinflasi, obstruksi, restriksi atau
bentuk campuran,

2) Menilai manfaat pengobatan yaitu menentukan apakah suatu


pengobatan memberikan perubahan terhadap nilai faal paru;

3) Evaluasi penyakit yaitu menilai laju perkembangan penyakit terdapat


perbaikan atau perubahan terhadap nilai faal paru;

4) Menentukan prognosis yaitu meramalkan kondisi penderita


selanjutnya dengan melihat nilai faal paru yang ada

5) Menentukan toleransi tindakan bedah:

a) Menentukan apakah seseorang mempunyai risiko ringan, sedang


atau berat pada tindakan bedah

b) Menentukan apakah dapat dilakukan tindakan reseksi paru.

2.3.3 Cara melakukan Pengukuran Spirometri


Pengukuran spirometri merupakan pengukuran yang sederhana,
tetapi memerlukan ketelitian prosedural yang baik. Beberapa hal yang
harus dihindari sebelum pemeriksaan fungsi paru adalah merokok
minimal 1 jam sebelum pemeriksaan, minum alkohol minimal 4 jam
sebelum pemeriksaan, aktivitas olahraga berat 4 jam sebelum
pemeriksaan, menggunakan pakaian ketat sehingga membatasi pergerakan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 20


rongga dada dan abdomen serta makan dalam jumlah nesar 2 jam sebelum
pemeriksaan (Harahap F, 2012).

Pengukuran spirometri menggunakan MIR Spirolab II dan


didapatkan nilai kapasitas vital paru dan kapasitas vital paru
prediksidalam satuan liter.Subjek melakukan inspirasi dan ekspirasi
maksimal sesuai prosedur pengukuran spirometri untuk memperoleh nilai
kapasitas vital paru. Percobaan dilakukan tiga kali berturut-turut dengan
jeda waktu pengukuran masing-masing 1 menit, kemudian diambil nilai
yang terbesar (Miller MR, 2005). Nilai kapasitas vital paru kemudian
dipersentasekan dengan kapasitas vital paru prediksi sehingga diperoleh
nilai kapasitas vital paru persen prediksi (%Pred) yang digunakan sebagai
variabel dependen.

Metode pengukuran dengan alat spirometer disebut spirometri.


Hasil pengukuran dapat berbentuk angka atau nilai yang dilukiskan dalam
bentuk kurva atau grafik, disebut spirogram. Untuk diagnostik klinis ada
tiga macam grafik yang sering digunakan yaitu spirogram vital capacity
(VC), forced expiratory vital capacity (FVC), dan maximal voluntary
ventilation (MVV) dan setiap pengukuran tersebut memerlukan maneuver
yang berbeda-beda (Nur DH, Enny P, 2019).

2.3.3.1 Manuver vital capacity (VC)

Tujuan manuver ini adalah mengukur volume dan kapasitas


paru, terdiri dari beberapa manuver yang harus dilakukan berurutan dan
berkesinambungan, mulaidari manuver tidal volume (TV), expiratory
reserve volume (ERV), inspiratory reserve volume (IRV), dan vital
capacity (VC). Pemeriksaan dimulai dengan inspirasi dan ekspirasi
senatural mungkin dengan irama napas yang teratur dan kedalaman
napas yang sama, dilanjutkan dengan mengambil napas sedalam
dalamnya, kemudian diminta untuk membuang napas selama mungkin
dan diakhiri dengan pernapasan normal kembali. Gambar 2.1

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 21


menunjukkan bagian-bagian utama volume paru dalam bentuk grafik
volume-waktu (Couriel JM, 2004) (Said M, 2008 ).

Gambar 2.1. Grafik volume-waktu menggambarkan bagian utama volume


Paru (Couriel JM, 2004) (Said M, 2008 ).

2.3.3.2 Manuver forced vital capacity (FVC)

Manuver FVC merupakan manuver yang sering dilakukan di


klinik baik untuk diagnostik maupun uji provokasi. Cara ini relatif lebih
mudah sehingga sering dipakai untuk penelitian epidemiologi pada anak.
Manuver ini berguna terutama untuk mengukur deras aliran udara
ekspirasi dan panjangnya waktu ekspirasi. Gerakan pokok manuver ini
adalah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya (inspirasi maksimal)
kemudian melakukan ekspirasi dengan cepat dan sekuat tenaga sampai
udara terasa habis semua (Couriel JM, 2004) (Said M, 2008 ).

Langkah-langkah manuver FVC:

1. Objek yang diperiksa duduk atau berdiri

2. Kenakan penjepit hidung

3. Masukkan sensor dengan mouth piece ke dalam mulut

4. Lakukan inspirasi sedalam-dalamnya

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 22


5. Setelah inspirasi maksimal segera lakukan ekspirasi secepat-
cepatnya, sekuat-kuatnya dan usahakan meniup sepanjang-
panjangnya. Manuver FVC dilakukan sebanyak tiga kali untuk
memilih satu hasil terbaik. Jika telah tiga kali dilakukan tetapi belum
didapat peniupan optimal, dapat dilakukan sampai delapan kali
(Couriel JM, 2004) (Said M, 2008 ).

Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel


menarik, dengan pengukuran terbaik FVC, FEV1 dan aliran ekspirasi lain
dibandingkan dengan nilai prediksi yang sesuai. Secara konvensional,
grafik dibuat dengan memetakan volume (liter) terhadap waktu (detik),
namun grafik aliran udara (liter/detik) terhadap volume ternyata lebih
informatif (Gambar 2.2.a dan 2.2.b). Bentuk karakteristik kurva volume-
aliran akan memberikan informasi dengan cepat apakah kelainan paru
obstruktif atau restriktif bersifat ringan, sedang atau berat (Couriel JM,
2004) (Said M, 2008 ).

Gambar 2.2. Kurva volume-waktu (a) dan kurva aliran-volume (b) normal

(Couriel JM, 2004) (Said M, 2008 ).

2.3.3.3 Manuver maximal voluntary ventilation (MVV)

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 23


Tujuan manuver ini adalah mengukur volume ventilasi sebagai
volume kumulatif tertinggi (maksimal) yang dapat dicapai dengan
melakukan pernapasan secepat-cepatnya dan sedalam-dalamnya selama
12 detik. Inti manuver MVV yaitu melakukan inspirasi dan ekspirasi
secara paksa dalam jangka waktu tertentu untuk melihat adanya kelainan
otot pernapasan, ada tidaknya trapped air karena terjadinya fenomena
ventil pada setiap ekspirasi. Bagi anak-anak, manuver ini cukup
melelahkan sehingga perlu waktu istirahat beberapa menit untuk
mengulang pemeriksaan (Couriel JM, 2004).

2.3.4 Cara melakukan Pengukuran Kapasitas Paru menggunakan


Spirometer

Besarnya kapasitas vital paru seseorang dapat diketahui dengan


melakukan suatu tes pengukuran. Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk menilai keadaan fungsi paru adalah melakukan pemeriksaan
kapasitas vital paru yaitu dengan menggunakan alat yang dinamakan
spirometer.

Menurut Pierce dan Johns (2008: 4), “Conventionally, a


spirometer is a device used to measure timed expired and inspired
volumes, and from these we can calculate how effectively and how
quickly the lungs can be emptied and filled.”

(Pierce dan Johns (2008: 14) menambahkan, pengukuran


spirometer dapat mendeteksi kelainan pernapasan dan membantu untuk
membedakan berbagai proses penyakit yang mengakibatkan penurunan
fungsi paru. Pengukuran spirometer yang paling berguna adalah untuk
mengukur kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional, volume
residu, dan kapasitas vital. Ada dua macam spirometer, yaitu spirometer
udara (spirometer riester) dan spirometer air (spirometer hutchinson).

Kapasitas paru diukur dengan menggunakan alat spirometri


merek BTL-08 yang dirancang untuk mengukur perubahan volume dan
hanya dapat mengukur volume paru dengan pertukaran gas yang ada
diatmosfer. Cara penggunaannya adalah bernapas dengan maksimal

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 24


kemudian tempelkan mulut pada mouthpiece spirometer kemudian
dihembuskan sekuat mungkin sampai udara habis. Tutup hidung dengan
penjepit untuk memastikan tidak ada udara yang keluar dari hidung.
Pengukuran tersebut dilakukan 3 kali untuk memastikan pembacaan
dan keakuratan hasil. Sebelum mengambil hasil pengukuran,
mahasiswa diberi kesempatan untuk belajar bernapas sesuai dengan
prosedur pengukuran spirometri tanpa alat, lalu selanjutnya
menggunakan spirometry hingga responden dapat melakukannya sesuai
dengan prosedur (Obesitas et al., 2019).

Pengukuran kapasitas paru dilakukan dengan menggunakan


BTL 08-spirometri. Kapasitas paru dikatakan baik jika memiliki hasil
diatas 3.381 L bagi laki-laki dan 2.657 L bagi perempuan. Kapasitas
paru dikatakan kurang bila memiliki nilai kurang atau sama dengan
3.381 bagi laki-laki dan kurang sama dengan 2.657 L bagi perempuan.

2.3.5 Jenis - Jenis Spirometri


Ada banyak jenis spirometer dengan biaya bervariasi mulai 100–
3,000 Euro / 50–2,000 USD.

 Bellow atau spirometer segel bergulir Bellow atau spirometer


segel bergulir berukuran besar dan tidak terlalu portabel, dan
digunakan terutama di laboratorium berukuran besar dan tidak terlalu
portabel, dan digunakan terutama di laboratorium fungsi paru-paru.
Mereka membutuhkan kalibrasi teratur dengan jarum suntik 3 liter
dan sangat akurat (Rahman and Siddiqui, 2017).

 Spirometer desktop elektronik Spirometer desktop elektronik


kompak, portabel, dan biasanya cepat dan mudah digunakan. Mereka
memiliki tampilan visual waktu nyata kompak, portabel, dan
biasanya cepat dan mudah digunakan. Mereka memiliki tampilan
visual waktu nyata dan cetakan kertas atau komputer. Beberapa
memerlukan kalibrasi dengan jarum suntik 3 liter; yang lain dapat
diperiksa keakuratannya dengan jarum suntik tetapi memerlukan
perubahan apa pun untuk dilakukan oleh pabrikan. Umumnya mereka

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 25


membutuhkan sedikit perhatian selain membersihkan. Mereka
mempertahankan akurasi selama bertahun-tahun dan ideal untuk
perawatan primer (Rahman and Siddiqui, 2017).

 Spirometer genggam kecil dan murah memberikan catatan pukulan


yang numerik tetapi tidak cetakan. Mungkin perlu untuk mencari
nilai yang diprediksi dalam tabel, tetapi beberapa memasukkan ini
dalam perangkat lunak bawaan mereka. Model terbaru
memungkinkan pra-pemrograman detail pasien sehingga spirometer
juga memberikan nilai prediksi persen. Ini bagus untuk penyaringan
sederhana dan akurat untuk diagnosis jika bentuk desktop yang lebih
mahal tidak praktis atau terlalu mahal (Rahman and Siddiqui, 2017).

Banyak spirometer menyediakan dua bentuk jejak. Salah satunya


adalah alur standar volume yang dihembuskan terhadap waktu. Yang
lainnya adalah plot aliran (L / dt) pada sumbu vertikal versus volume yang
kedaluwarsa (L) pada sumbu horizontal. Ini adalah jejak aliran-volume
dan paling membantu dalam mendiagnosis obstruksi jalan napas. Di
beberapa negara catatan cetak spirometri sangat penting untuk mengklaim
penggantian asuransi / praktisi. Jenis spirometer yang akan digunakan
mungkin perlu dipertimbangkan mengingat hal ini, karena beberapa
secara otomatis menghasilkan cetakan, yang lain dapat menyimpan data
yang akan dicetak kemudian dari PC, dan yang lain tidak memiliki
kapasitas pencetakan sama sekali (Rahman and Siddiqui, 2017).

2.3.6 Cara Pemeriksaan Spirometri


Sebelum pemeriksaan, yang terlebih dahulu dilakukan adalah: (1)
Mempersiapkan alat yang dipakai secara benar, termasuk kalibrasi alat-
alat, masa atau waktu yang diperlukan untuk pengaliran gas telah
dilakukan sesuai petunjuk yang diberikan; (2) Ukur tinggi badan, berat
badan dan usia serta jenis kelamin, suku bangsa karena dat ini akan
dimasukkan dalam pendataan komputer pada alat spirometer untuk
memperoleh nilai prediksi. Bila penderita dalam keadaan berbaring tinggi
badan ditentukan dengan mengukur panjang kedua lengan yang

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 26


direntangkan kesamping. (3) Penderita diberi petunjuk dan cara
melakukan manuver pemeriksaan sampai penderita melaksanakan
peragaan dengan benar. (Bakhtiar and Amran, 2019)

Berikut beberapa contoh alat yang dapat digunakan dalam


pemeriksaan spirometri:

Volum measuring spirometer.


(Global Initiative for Asthma (GINA), 2012)

Flow measuring spirometer


(Global Initiative for Asthma (GINA), 2012)

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 27


Autospirometer
(Global Initiative for Asthma (GINA), 2012)

Small hand-held spirometer


(Global Initiative for Asthma (GINA), 2012)
2.3.6.1 Prosedur Pemeriksaan Spirometri
Sebelum dilakukan pemeriksaan spirometri diperlukan beberapa
persiapan, antara lain: persiapan alat, persiapan penderita, ruang dan
fasilitas.
1. Persiapan alat
a. Alat harus dikalibrasi minimal 1 kali seminggu. Penyimpangan
tidakbolehmelebihi 1½ % dari kalibrator.
b. Mouth piece sekali pakai atau penggunaan berulang 1 buah.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 28


c. Sediakan wadah berisi savlon yang telah diencerkan dengan air
untuk merendam mouth piece yang digunakan berulang.
(Bakhtiar and Tantri, 2019).
2. Persiapan penderita
Penderita harus mengerti tujuan dan cara pemeriksaan. Sebelum
dilakukan pemeriksaan, operator harus memberikan petunjuk yang
tepat dan benar serta memberikan contoh cara melakukan
pemeriksaan spirometri. Selama pemeriksaan penderita harus merasa
nyaman. Syarat sebelum melakukan pemeriksaan spirometri antara
lain: harus bebas dari rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan,
tidak boleh makan terlalu kenyang sebelum pemeriksaan, tidak boleh
berpakaian ketat, penggunaan bronkodilator terakhir minimal 8 jam
sebelum pemeriksaan untuk aksi singkat dan 24 jam untuk aksi
panjang(Bakhtiar and Tantri, 2019).
3. Ruang dan fasilitas
Ruangan yang digunakan harus mempunyai sistem ventilasi yang
baik. Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh < 17° C atau > 40°
C. Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit
infeksi saluran napas dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu
harus dilakukan tindakan antiseptik pada alat(Bakhtiar and Tantri,
2019).
2.3.6.2 Prosedur pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan spirometri juga merupakan faktor penting yang lain
disamping alatnya sendiri seperti yang sudah diuraikan sebelumnya
1. Informasi data-data demografi subyek yang akan diperiksa (untuk
seterusnya akan disebut sebagai subyek saja). Informasi ini meliputi:
nama, nomor, umur (dalam tahun), tinggi badan (tanpa alas kaki
dalam inci atau cm), berat badan (dalam pon atau kg) dan suku
bangsa.
2. Persiapan subyek, menerangkan kepada subyek tentang cara
bekerjanya alat, beberapa perintah yang harus dilaksanakan,
menegaskan bahwa pemeriksaan tidak menyakitkan dan pemeriksaan
dilakukan dengan berdiri.
3. Demonstrasi kepada subyek
Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 29
Agar pemeriksaan dapat dikerjakan dengan baik dan benar,
pemeriksa memberi contoh terlebih dahulu.
4. Pemimpin yang baik
Beri aba-aba yang jelas dan keras agar subyek dapat melaksanakan
dengan baik.
5. Perhatikan subyek, selama pemeriksaan
a. Apakah penjepit hidung terpasang dengan baik?
b. Apakah tidak ada kebocoran di mulut?
c. Apakah subyek telah melakukan inhalasi maksimum?
d. Setelah selesai satu manuver perhatikan grafik yang tergambar.
6. Mengenal manuver yang tak diterima (unacceptable)
Ada 3 manuver yang dianggap gagal yaitu: 1). Terlambat waktu
memulai manuver; 2) Batuk; 3) Mengakhiri sebelum saatnya selesai.
Paling sedikit diperlukan 3 manuver yang baik
7. Menentukan ”reproducible”
Setelah ada 3 grafik yang ”acceptable”, kemudian ditentukan 2 yang
”reproducible”. Ciri-cirinya menurut rekomendasi ATS adalah
(Enright PL):
a. 2 FVC yang terbesar perbedaannya kurang dari 5%
b. 2 FEV1 yang terbesar perbedaannya kurang dari 5%
c. 2 PEFR perbedaannya kurang dari 5%
(Bakhtiar and Tantri, 2019).

2.3.7 Indikasi dan Kontraindikasi Spirometri


2.3.7.1 Indikasi Spirometri
Sebelum melakukan spirometri, perlu diketahui mengenai indikasi dan
kontra indikasi spirometri.

Ada beberapa indikasi dilakukan spirometri, antara lain (Bakhtiar and


Tantri, 2019):

1. Menilai status faal paru yaitu menentukan apakah seseorang


mempunyai faal paru normal, hiperinflasi, obstruksi, restriksi atau
bentuk campuran.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 30


2. Menilai manfaat pengobatan yaitu menentukan apakah suatu
pengobatan memberikan perubahan terhadap nilai faal paru

3. Evaluasi penyakit yaitu menilai laju perkembangan penyakit


terdapat perbaikan atau perubahan nilai faal paru.

4. Menentukan prognosis yaitu meramalkan kondisi penderita


selanjutnya dengan melihat nilai faal paru yang ada.

5. Menentukan toleransi tindakan bedah

6. Menentukan apakah seseorang mempunyai risiko ringan, sedang


atau berat pada tindakan bedah.

7. Menentukan apakah dapat dilakukan tindakan reseksi paru

(Bakhtiar and Tantri, 2019).

Adapun menurut (Djaharuddin, 2017) Indikasi Pemeriksaan Spirometri


:
a. Diagnostik
1. Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis,
penurunan suara napas, perlambatan udara ekspirasi,
overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
2. Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal,
hiperkapnia, hipoksemia, polisitemia)
3. Menilai pengaruh penyakit sistemik terhadap fungsi paru
4. Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita
penyakit paru (perokok, usia >40 tahun, pekerja yang terpajan
substansi tertentu)
5. Pemeriksaan rutin (risiko pra-operasi, menilai prognosis,
menilai status kesehatan)
b. Monitoring
1. Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, steroid)
2. Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru,
interstisial lung disease/ILD), gagal jantung kronik, penyakit
neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 31


3. Menilai efek samping obat terhadap fungsi paru
c. Evaluasi Kecacatan
Mengetahui kecacatan atau ketidakmampuan (misal untuk
kepentingan rehabilitasi, asuransi, alasan hukum dan militer)
d. Kesehatan Masyarakat
Skrining gangguan fungsi paru pada populasi tertentu
(Djaharuddin, 2017).

2.3.7.2 Kontraindikasi Spirometri


Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut
dan relatif. Kontraindikasi absolut meliputi: Peningkatan tekanan
intrakranial, space occupying lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan
lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi relatif antara
lain: Batuk darah, hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya,
pneumotoraks, status kardiovaskuler tidak stabil, angina pektoris tidak
stabil, infark miokard baru atau emoli paru,aneurisma selebri, hernia
skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis, Hernia Nucleous
Pulposus(HNP) tergantung derajat keparahan,dan lain-lain (Djaharuddin,
2017).

2.3.8 Interpretasi Hasil Pemeriksaan


Sebelum melakukan interprestasi hasil pemeriksaan terdapat beberapa
standar yang harus dipenuhi. American Thoracic Society (ATS)
mendefinisikan bahwa hasil spirometri yang baik adalah suatu usaha
ekspirasi yang menunjukkan (1) gangguan minimal pada saat awal ekspirasi
paksa, (2) tidak ada batuk pada detik pertama ekshalasi paksa, dan (3)
memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a) peningkatan kurva linier
yang halus dari volumetime ke fase plateau dengan durasi sedikitnya 1
detik; (b) jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran plateau
ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/forced expiratory time (FET) dari 15 detik;
atau (c) ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan
ekshalasi paksa berdasarkan alasan medis(Mccarthy K. 2013).
Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan
FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa
Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 32
tipe spirometri dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data
pasien). Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari
pemerikssan spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan Spirometri
nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan
persentase nilai prediksi (Mccarthy K. 2013).

Faal Paru Normal (Djaharuddin, 2017) :


- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%
Gangguan Faal Paru Restriksi :
- VC atau FVC <80% dari nilai prediksi
- Restriksi ringan jika VC atau FVC 60% - 80%
- Restriksi sedang jika VC atau FVC 30% - 59%
- Restriksi berat jika VC atau FVC <30%
Gangguan Faal Paru Obstruksi :
- FEV1 <80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC <70%
- Obstruksi ringan jika rasio FEV1/FVC 60% - 80%
- Obstruksi sedang jika rasio FEV1/FVC 30% - 59%
- Obstruksi berat jika rasio FEV1/FVC <30%

2.4 Olahraga
2.4.1 Definisi Olahraga
Olahraga adalah aktivitas gerak manusia menurut teknik tertentu,
dalam pelaksanaannya terdapat unsur bermain, ada rasa senang, dilakukan
pada waktu luang, dan kepuasan tersendiri. Manusia sendiri adalah
mahkluk hidup yang aktivitasnya sangat tinggi. Rutinitas yang sangat
tinggi tersebut harus ditunjang dengan kondisi psikologis dan fisik tubuh
yang seimbang. Keseimbangan kondisi fisik dan psikologis tersebut dapat
dicapai dengan usaha manusia melalui aktivitas olahraga dan rekreasi
yang bertujuan mengurangi tegangan-tegangan pada pikiran (refreshing
dan relaksasi)(Ekrima. H, 2011).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 33


Olahraga pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik
dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Olahraga memperlakukan seseorang sebagai sebuah kesatuan utuh,
mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
terpisah kualitas fisik dan mentalnya (Ekrima. H, 2011).

Pada kenyataannya, olahraga merupakan suatu bidang kajian yang


luas sekali. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih
khusus lagi, olahraga berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia,
yang terhubung dengan perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan
jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah
pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang
menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti olahraga
yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia(Ekrima. H,
2011).

Olahraga adalah pendidikan jasmani yang terdapat dalam


permainan dalam rangka memperoleh rekreasi, kemenangan dan prestasi
yang tinggi. Perdefinisi, olahraga diartikan dengan berbagai ungkapan dan
kalimat. Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas,
bahwa olahraga memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan
manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental
dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang
cukup dalam. Karena hasil-hasil kependidikan dari olahraga tidak hanya
terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisinya
tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita
harus melihat istilah pengertian olahraga pada bidang yang lebih luas dan
lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga
tubuh. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, olahraga
diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat
pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula
terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno yaitu,
Men sana in corporesano (Ekrima. H, 2011).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 34


2.4.2 Jenis-Jenis Olahraga
Olahraga dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok. Olahraga
tersebut bila dilihat dari tujuan pelakunya dapat diklasifikasikan dalam
beberapa kategori, yaitu :

1. Olahraga Prestasi

Olahraga yang dilakukan secara terfokus dengan tujuan


memperoleh prestasi. Hal tersebut dapat diketahui melalui suatu
pertandingan, turnamen atau kejuaraan.

2. Olahraga Rekreasi

Olahraga rekreasi pada dasarnya dilakukan untuk mengisi waktu


luang. Tujuan utama olahraga rekreasi adalah untuk beristirahat
(refresing dan relaksasi) dan memungkinkan terjadinya kontak sosial.
Olahraga ini mengenal pertandingan dengan menggunakan aturan
permainan resmi yang bersifat mengikat (wajib), namun terkadang tidak
ketat. Para ahli memandang bahwa rekreasi adalah aktivitas untuk
mengisi waktu senggang. Akan tetapi, rekreasi dapat pula memenuhi
salah satu definisi “penggunaan berharga dari waktu luang.” Dalam
pandangan itu, aktivitas diseleksi oleh individu sebagai fungsi
memperbaharui ulang kondisi fisik dan jiwa, sehingga tidak berarti
hanya membuang-buang waktu atau membunuh waktu. Rekreasi adalah
aktivitas yang menyehatkan pada aspek fisik, mental dan sosial. Jay B.
Nash menggambarkan bahwa rekreasi adalah pelengkap dari kerja, dan
karenanya merupakan kebutuhan semua orang (Ekrima. H, 2011).

2.4.3 Manfaat Latihan Olahraga Aerobik


Latihan olahraga aerobik merupakan aktivitas yang bergantung
terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran
sumber energi, sehingga bergantung pula terhadap kerja optimal dari
organ-organ tubuh, seperti: jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 35


mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat
berjalan dengan sempurna(Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Metabolisme energi pada latihan olahraga aerobik berjalan melalui


pembakaran simpanan lemak, karbohidrat, dan sebagian kecil (kurang dari
lima persen) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat didalam
tubuh untuk menghasilkan adenosine trifosfat. Proses metabolism ketiga
sumber energi ini berjalan dengan kehadiran oksigen yang diperoleh
melalui proses pernapasan(Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Lemak dimetabolisme harus menggunakan oksigen dan proses ini


juga membutuhkan karbohidrat agar proses pembakarannya menjadi
sempurna sedangkan karbohidrat dapat dimetabolisme tanpa kehadiran
oksigen dengan proses glikolisis(Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Langkah awal dari metabolism energy lemak adalah melalui


proses pemecahan simpanan lemak yang terdapat didalam tubuh
(trigliserida). Trigliserida didalam tubuh ini tersimpan didalam jaringan
adipose (adipose tissue) dan didalam sel-sel otot (intramuscular
triglycerides). Melalui proses lipolysis, trigliserida yang tersimpan
dikonversi menjadi asam lemak dan gliserol. Pada proses ini, untuk setiap
satu molekul trigliserida terbentuk tiga molekul adam lemak dan satu
molekul gliserol. Kedua molekul yang dihasilkan melalui proses ini akan
mengalami jalur metabolism yang berbeda didalam tubuh. Gliserol yang
terbentuk masuk ke dalam siklus metabolisme untuk diubah menjadi
glukosa atau asam piruvat sedangkan asam lemak yang terbentuk dipecah
menjadi unit-unit kecil melalui proses B-oksidasi untuk menghasilkan
energi didalam mitokondria sel. Proses B-oksidasi berjalan dengan
kehadiran oksigen dan membutuhkan karbohidrat untuk menyempurnakan
pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak yang pada
umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari kurang lebih enam
belas atom karbon dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari dua
atom karbon. Tiap unit dua atom karbon yang terbentuk ini mengikat
kepada satu molekul KoA untuk membentuk asetil KoA. Kemudian
molekul asetil KoA yang terbentuk masuk ke dalam siklus asam sitrat dan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 36


diproses untuk menghasilkan energi sama seperti molekul astil KoA yang
dihasilkan melalui proses metabolisme energy dari glukosa atau
glikogen(Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Latihan olahraga aerobik merupakan aktivitas olahraga dengan


intensitas rendah hingga sedang yang dilakukan secara terusmenerus,
seperti: jalan kaki, lari, bersepeda dan jogging sedangkan latihan olahraga
anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang
membutuhkan energi secara cepat dalam waktu singkat, namun tidak
dapat dilakukan secara terus-menerus dengan durasi lama(Palar, Wongkar
and Ticoalu, 2015).

Latihan olahraga anaerobik membutuhkan interval istirahat agar


adenosin trifosfat dapat diregenerasi, sehingga dapat melanjutkan kegiatan
kembali. Energi yang digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas
yang membutuhkan energi secara cepat ini diperoleh melalui glikolisis
glukosa secara anaerobik, serta melalui hidrolisis fosfokreatin. Proses
metabolisme energi secara anaerobik dapat berjalan tanpa kehadiran
oksigen. Glikolisis merupakan salah satu bentuk dari metabolisme energi
yang dapat berjalan secara anaerobik. Inti dari proses glikolisis yang
terjadi didalam sel sitoplasma adalah mengubah molekul glukosa menjadi
asam piruvat, proses ini disertai juga dengan pembentukan adenosin
trifosfat. Jumlah adenosin trifosfat yang dihasilkan oleh proses glikolisis
ini akan berbeda, bergantung pada asal molekul glukosa. Jika molekul
glukosa berasal dari dalam darah, maka dua buah adenosin trifosfat yang
dihasilkan sebanyak tiga buah. Molekul asam piruvat yang terbentuk dari
proses glikolisis dapat mengalami proses metabolisme lanjut secara
aerobik maupun anaerobik, bergantung pada ketersediaan oksigen
didalam tubuh. Pada saat latihan olahraga dengan intensitas rendah,
dimana ketersediaan oksigen didalam tubuh cukup besar, molekul asam
piruvat yang terbentuk ini diubah menjadi karbon dioksida dan air
didalam mitokndria sel. Jika ketersediaan oksigen terbatas didalam tubuh
atau pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat seperti saat
melakukan lari cepat jarak pendek, maka asam piruvat tersebut akan
terkonversi menjadi asam laktat (Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 37


2.4.3.1 Manfaat Latihan Olahraga Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik

Latihan aerobik adalah semua aktivitas yang menggunakan


kelompok otot-otot besar yang dapat dipertahankan secara terus
menerus sehingga meningkatkan kemampuan fisik dan pernapasan
seperti berjalan, jogging, lari jarak jauh ,menari, zumba, berenang dan
bersepeda (Chaitra B, 2012) (Hovsepian V, 2013) (Jayanti Y,
Rumampuk JF. 2013).

Manfaat bagi jantung ialah jantuntg bertambah besar, sehingga


daya tampung lebih besar dan denyut nadi (stroke volume) menjadi
kuat. Hal ini terjadi karena saat latihan terjadi peningkatan tuntutan
oksigen di otot aktif menjadi meningkat, lebih banyak nutrisi
digunakan, dan proses metabolisme dipercepatkan, serta menghasilkan
sisa metabolisme. Terjadi respon, seperti peningkatan kontraktilitas
miokard, peningkatan curah jantung yang juga berdampak pada tekanan
darah sistolik meningkat, peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada
otot-otot dalam keadaan istirahat, ginjal, hati, limpa, dan daerahdaerah
planknikus ke otot-otot kerja. Setelah latihan secara teratur, terjadi
penurunan denyut nadi saat istirahat. Efisiensi kerja dari tiap denyut
jantung (stroke volume), sehingga terjadi penurunan frekuensi denyut
jantung yang ditandai dengan penurunan denyut nadi saat istirahat
(Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Manfaat bagi pembuluh darah, pembuluh darah bertambah


elastis karena berkurangnya timbunan lemak akibat cadangan lemak
lebih banyak dibakar. Efek positif pada keadaan tersebut membuat
kadar LDL atau Low Density Lipoprotein akan menurun, kadar HDL
atau High Density Lipoprotein meningkat, sehingga berat badan relatif
proporsional. Elastisitas pembuluh darah bertambah, karena adanya
penambahan kontraktilitas otot di dinding pembuluh darah. Manfaat
untuk paru, elastisitas paru bertambah, sehingga kemampuan paru-paru
untuk berkembang kempis menjadi bertambah. Selain itu, jumlah
alveoli yang aktif bertambah (Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 38


Simpulan

Latihan olahraga aerobik ialah aktivitas olahraga secara


sistematis dengan peningkatan beban secara bertahap dan terus menerus
yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan
menggunakan oksigen, dan membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan
kelelahan. Dengan latihan olahraga aerobik teratur, aliran darah
menjadi lancar dan mempercepat pembuangan zat-zat sisa metabolism
sehingga pemulihan berlangsung dengan cepat, dan seseorang tidak
akan mengalami kelelahan setelah melaksanakan tugas, serta masih
dapat melakukan aktivitas lainnya (Palar, Wongkar and Ticoalu, 2015).

2.5 Kapasitas Vital Paru pada Atlet di berbagai cabang Olahraga

Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan


olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga
menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang
lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada
orang yang tidak pernah berolahraga. Kapasitas paru-paru merupakan peristiwa
dalam siklus paruparu yang menyatukan dua volume atau lebih. Jenis kapasitas
paru-paru ada empat yaitu kapasitas inspirasi, kapasitas fungsional, kapasitas vital
dan kapasitas total paru. Kapasitas vital paru merupakan jumlah udara maksimal
yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah mengisi sampai batas maksimum
(inspirasi maksimal) (Tanzila et al., 2019).

Dari beberapa penelitian didapatkan fungsi paru pada setiap cabang


olahraga berbeda-beda sesuai dengan jenis latihan fisik dan frekuansi latihan yang
dilakukan. Penelitian Tanzila (2018) juga mendapatkan perbedaan bermakna Vital
Capacity (VC) dan Forced Vital Capacity (FVC) antara atlet renang dan voli di
Sekolah Olahraga Nasional Sriwijaya Palembang karena pada olahraga renang
dilakukan latihan di bawah air dan menahan napas dalam waktu yang lama
sehingga otot pernapasan dan diafragma akan mengembang dengan tekanan air
yang tinggi yang menyebabkan penguatan fungsional otot, peningkatan elastisitas
dinding dada dan peningkatan daya tahan (Tanzila et al., 2019).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 39


Bagi seorang atlet, memiliki kapasitas vital paru yang baik sangatlah
penting, karena dengan itu mereka dapat memiliki daya tahan yang stabil pada saat
bertanding. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi seorang atlet antara lain
daya tahan, kekuatan, frekuensi latihan, kebugaran serta daya ledak. Dengan
frekuensi latihan yang baik, maka fungsi paru akan semakin maksimal dan
diharapkan prestasi atlet akan semakin meningkat. Penelitian Prasetyo E (2017)
menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi gerakan kaki dan prestasi
renang gaya crawl 50 meter (Tanzila et al., 2019).

2.5.1 Definisi Kapasitas Vital Paru

Kapasitas vital paru merupakan jumlah oksigen yang dapat


dimasukan kedalam tubuh atau paru seseorang secara maksimal. Jumlah
oksigen yang dapat dimasukan ke dalam paru ditentukan oleh kemampuan
kembang kempisnya sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem
pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak. Dada
mengembang selama inspirasi, saat dinding dada bergerak keatas dan
keluar dari pleura parietalis yang melekat dengan baik pada dinding dada,
pleura tersebut juga ikut terangkat. Pleura viseralis mengikuti pleura
parietalis dan volume interior torak terangkat. Paru paru mengembang
untuk mengisi ruang tersebut dan udara dihisap ke dalam bronkhiolus
(Gold, Linde and Cudney, 2012).

Kapasitas vital paru merupakan suatu status kondisi fisiologis


yang berkaitan dengan kemampuan pengolahan udara pernapasan.
Sebagaimana yang dikemukan oleh Pearce dalam Ad’dien (2011) bahwa :
Kapasitas vital paru diartikan sebagai besarnya volume udara yang
diperoleh tubuh dari atmosfir pada saat sedang berinspirasi (menarik
napas) serta dibandingkan dengan sejumlah udara yang dikeluarkan pada
saat ekspirasi (mengeluarkan napas). Dengan demikian maka dapat
dikatakan bahwa kapasitas vital paru erat kaitannya dengan kualitas paru-
paru. Umumnya telah mengetahui peranan penting dari paru-paru dan
dengan sendirinya pula kita menghendaki paru-paru sesehat mungkin.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan kapasitas vital paru maka
memerlukan suatu latihan tertentu (Gold, Linde and Cudney, 2012).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 40


Dengan adanya kapasitas vital paru yang baik maka individu dapat
melakukan fungsi ventilasi pernafasan dengan baik agar membuat
keadaan dan kebugaran fisik yang baik, namun apabila tidak memiliki
kapasitas vital paru yang baik maka dapat mengganggu sistem pernafasan
bahkan dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas secara intermiten
akibat dinding thoraks dan otot pernafasan yang tidak bekerja dengan baik
(Gold, Linde and Cudney, 2012).

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru


dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan


inspirasi. Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang
dapat dihirup seseorang mulai ekspirasi normal dan mengembangkan
paru sampai jumlah maksimum.

2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan


inspirasi + volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan besarnya udara
yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal.

3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume


tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, merupakan
jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah
mengisi paru secara maksimal dan mengeluarkannya
sebanyakbanyaknya.

4. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.


Besarnya ± 5800 ml, adalah volume maksimal dimana paru
dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (Gold, Linde
and Cudney, 2012).

2.5.2 Kapasitas Vital Paru pada Atlet Renang

Berbagai aktivitas olahraga yang dilakukan manusia bertujuan


untuk meningkatkan kualitas fisik sumber daya manusia, terutama apabila
dilakukan secara benar dan teratur. Latihan olahraga merupakan suatu

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 41


aktivitas aerobik, yang terutama bermanfaat untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran
darah, otot-otot, dan sendi-sendi. Olahraga untuk orang normal dapat
meningkatkan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal. Pada saat
berolahraga terjadi kerjasama berbagai otot tubuh yang di tandai dengan
perubahan kekuatan otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketang kasan,
koordinasi gerakan dan daya tahan (endurance) sistim kardio-respirasi
(Situmorang, Lintong and Supit, 2014).

Renang adalah olahraga yang kompetitif dan kegiatan rekreasi


yang terdiri dari berbagai gerakan yang mendorong tubuh melalui air.
Renang juga merupakan salah satu olahraga aerobik yang paling berdaya
guna karena melibatkan seluruh otot utama tubuh dan sebagai hasilnya
memberikan hasil keseluruhan yang lebih dibanding dengan olahraga-
olahraga lain. Kapasitas pernafasan meningkat dua kali lipat pada saat
berolahraga maksimal dibanding saat istirahat. Respon tubuh terhadap
olahraga merupakan hasil dari respon koordinasi sistem organ, termasuk
jantung, paru, pembuluh darah perifer, otot yang olahraga dan sistem
endokrine (Situmorang, Lintong and Supit, 2014).

Aktivitas olahraga yang dilakukan seseorang, organ yang paling


berperan adalah jantung dan paru-paru, dimana jantung akan berdetak
cepat dengan frekuensi pernafasan meningkat disertai kerja cepat oleh
paru-paru. Kemampuan paru-paru untuk menampung oksigen sebanyak-
banyaknya dan digunakan secara tepat dalam jangka waktu yang lama
sangat dibutuhkan untuk seorang atlet renang, karena paru-paru sebagai
alat pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dan
bahan bakar untuk menghasilkan energi (Julianti and Nisa, 2013).

Fungsi paru dilakukan pada atlet dan non-atlet, parameter


kapasitas vital vital (FVC), volume ekspirasi paksa dalam satu detik
(FEV1), FEV1 / FVC, dan puncak aliran ekspirasi (PEF) dicatat
menggunakan spirometri. Ini diulangi 3-4 kali sebelum upaya untuk
merekam dilakukan.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 42


Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa ada peningkatan
yang signifikan dalam parameter fungsi paru pada perenang bila
dibandingkan dengan yang bukan perenang (Vaithiyanadane et al., 2012).

(Vaithiyanadane et al., 2012) menemukan bahwa perenang gaya


bebas menunjukkan VC, FVC, FEV, dan MVV yang lebih besar dari pada
bukan perenang. Ini dapat di jelaskan berdasarkan fungsi yang lebih baik
dari kekuatan otot pernapasan, peningkatan mobilitas toraks dan
keseimbangan antara paru-paru dan elastisitas dada yang mungkin
diperoleh para perenang dari pelatihan para perenang (Vaithiyanadane et
al., 2012)

Perenang yang baik cenderung berada di atas rata-rata untuk


kapasitas paru-paru. Pelatihan selama masa remaja meningkatkan
kapasitas vital dan kapasitas total paru-paru karena perkembangan dada
yang luas dan belalai yang panjang dan peningkatan kapasitas vital ini
membantu perenang mempertahankan daya apung mereka
(Vaithiyanadane et al., 2012)

Diafragma dan otot-otot aksesori merespons latihan fisik dengan


cara yang sama seperti otot lainnya, dan telah disarankan bahwa hipertrofi
otot pernapasan dapat menjelaskan nilai-nilai FVC dan FEV1 yang lebih
tinggi, karena ini tergantung, sebagian, pada kekuatan otot yang tersedia
(Vaithiyanadane et al., 2012).

Perenang juga mencapai volume paru yang lebih besar dan


fungsional yang lebih tinggi kapasitas sistem kardiorespirasi
dibandingkan dengan atlet lainnya (Lazovic-Popovic et al., 2016).

2.5.3 Kapasitas Vital Paru pada Atlet Lari

Dalam meningkatkan prestasi dan kemampuan seorang atlet, maka


salah satu kuncinya adalah melakukan latihan secara rutin. Cabang
olahraga yang perlu ditingkatkan salah satunya adalah renang dan lari
cepat. Dalam melakukan renang dan lari cepat dibutuhkan koordinasi

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 43


gerakan lengan dan tungkai untuk memungkinkan seseorang tersebut
dapat bergerak maju. Pada olahraga renang dan lari cepat selain kordinasi
anggota gerak, juga dibutuhkan kecepatan yang maksimal untuk
mendapatkan hasil yang baik (Julianti and Nisa, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Permaesih dari Universitas


Airlangga pada tahun 2002 menyatakan bahwa untuk melatih keselarasan
melakukan latihan dalam meningkatkan prestasi olahraga yang perlu
diperhatikan adalah kapasitas difusi paru. Karena umumnya seorang atlet
yang melakukan olahraga secara rutin maka kapasitas vital paru nya lebih
baik dari pada seorang atlet yang tidak melakukan latihannya secara rutin.
Hal ini dikarenakan suatu latihan akan memungkinkan meningkatnya
pemakaian oksigen permenit hingga mencapai suatu angka maksimal.
Sehingga masalah ini dapat terjadi akibat perubahan fungsi kardiorespirasi
yang menjadi salah satu faktor keunggulan seorang atlet (Julianti and
Nisa, 2013).

Tabel 3. Parameter Tes Fungsi Paru Lari

Parameter Runners Mean ± SD


FVC (L) 2,70 ± 0,40
FEV1 (L) 2,49 ± 0,56
FEV1/FVC 98,24 ± 4,71
PEFR (L) 8,35 ± 0,88
MVV 140.64 ± 20.77
(Akhade and Muniyappanavar, 2014)

2.5.4 Tes Kapasitas Vital Paru

Fungsi paru dapat diukur nilainya menggunakan alat spirometer.


The Buffalo Health Study menyimpulkan bahwa fungsi paru dapat
digunakan untuk menilai angka kelangsungan hidup dan status kesehatan
seorang atlet. Beberapa fungsi paru dapat digunakan untuk pemeriksaan
secara klinis, antara lain: vital capacity (VC), forced vital capacity (FVC)
dan forced expiratory volume in one second (FEV1). Vital capacity atau
kapasitas vital paru merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan pada
saat ekspirasi setelah inspirasi maksimal (Mubarok, Kumaidah and
Supatmo, 2015).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 44


Kapasitas vital paru memiliki korelasi positif dengan kemampuan
fisik seorang atlet. Semakin besar nilai vital capacity, semakin besar
kemampuan sistem pernapasan dalam mensuplai oksigen untuk
melakukan aktivitas olahraga. Forced vital capacity (FVC) atau kapasitas
vital ekspirasi paksa adalah udara maksimal yang dikeluarkan ketika
ekspirasi secara kuat, cepat dan sempurna setelah inspirasi maksimal.
Volume udara yang diekspirasi paksa selama satu detik pertama biasa
disebut FEV1. Dalam pengukuran fungsi paru, FEV1 sangat penting
dalam mendeteksi perubahan paru secara mudah dan efektif dalam
keadaan klinis, sementara FVC dapat menilai kemampuan compliance
paru dan dinding dada (Mubarok, Kumaidah and Supatmo, 2015).

Tes kapasitas vital paru menggunakan Spirometer Hutchinson dengan


tujuan mengukur kemampuan kapasitas vital paru.

a. Alat dan Perlengkapan

Dalam tes ini peneliti menggunakan alat sebagai berikut :


Spirometer Hutchinson, Thermometer, Alcohol 70%, Tissue, Blangko
dan alat tulis, Petugas. Seorang pengawas alat yang bertugas
mengawasi benar tidaknya penggunaan alat dan seorang pencatat
yang bertugas mencatat nilai yang diperoleh

b. Pelaksanaan Tes Kapasitas Vital Paru

Pengawas alat mengatur Spirometer Hutchinson dengan


menempatkan tabung putar berskala pada tempat yang datar, dan
pemasangan termometer, pasang pengunci untuk menahan gerak
tabung, kemudian diisi air bersih sampai ketinggian batas lekukan
dalam tabung, pengisian air dilakukan setengah jam sebelum
spirometer digunakan agar dalam keadaan stabil (Rahayu and
Budianto, 2016).

Cara pengukuran pertama yang dilakukan adalah


membersihkan corong hembusan dengan alkohol, lepas dan buka
pengunci saat tabung dihembuskan agar tabung bergerak, tutup kran
pembuang udara, kemudian testee berdiri di depan meja melakukan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 45


inspirasi maksimal kemudian dihembuskan kedalam tabung secara
maksimal, dan petugas baca pengukur pada skala. Penilaian setiap
peserta tes diberi kesempatan sebanyak dua kali dan diambil yang
terbaik (Rahayu and Budianto, 2016).

Setelah mendapat data, selanjutnya data diolah dan dianalisis


menggunakan uji korelasi Pearson serta disajikan dalam bentuk tabel
dan dinarasikan (Tanzila et al., 2019).

2.6 Hasil
Dari hasil penelitian mengenai nilai kapasitas vital paru, didapatkan
kapasitas vital paru subjek penelitian atlet renang laki-laki antara 2,91 liter
sampai 3,98 liter dengan rerata kapasitas vital sebesar 3,40 liter dan standar
deviasinya sebesar 0,36 liter. Kapasitas vital paru subjek penelitian atlet lari
cepat laki-laki antara 1,39 liter sampai 3,85 liter dengan rerata kapasitas
vital sebesar 2,62 liter dan standar deviasinya sebesar 0,70 liter. Dari hasil
penelitian, didapatkan rerata kapasitas vital paru atlet renang lebih besar
daripada lari cepat. Perbedaan rerata kapasitas vital paru atlet renang dan
lari cepat sebesar 0,78 liter (Julianti and Nisa, 2013).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Subjek Penelitian

Atlet N Kapasitas Vital Paru (liter) Rerata Standar


(liter) Deviasi
Renang 15 2,91–3,98 3,40 0,36

Lari Cepat 15 1,39–3,85 2,62 0,70

(Julianti and Nisa, 2013).

Tabel 5. Hasil uji T tidak berpasangan

Atlet N Rerata ± S.d Perbedaan rerata (IK95%) Nilai p

Renang 15 3,40 ± 0.36 0,78 (0,38 – 0, 028) 0,001

Lari Cepat 15 2,62 ± 0.70 0,93 (0,355 – 1,20) 0,001

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 46


(Julianti and Nisa, 2013).

Berdasarkan Uji T tidak berpasangan, pada kotak Levene’s test


(nama uji hipotesis untuk menguji varians ) untuk nilai kapasitas vital paru
diperoleh nilai sig = 0,028. Karena nilai p<0,05, maka varians data sama.
Dengan nilai yang sama, selanjutnya untuk melihat hasil uji T memakai
hasil pada kolom ke-5 baris kedua (equal variances not assumed ).
Diperoleh angka significancy sebesar 0,001, dengan perbedaan rerata
sebesar 0,782. Selain itu dengan nilai IK (Interval Kepercayaan) 95%, maka
perbandingan rerata kapasitas vital paru pada atlet renang dan lari cepat
adalah antara 0,35533 sampai 1,2087 (Julianti and Nisa, 2013).

Perbedaan sistem kardiorespirasi pada seorang atlet tergantung pada


jenis olahraga yang dilakukannya. Semakin sering seseorang melakukan
olahraga secara rutin dan terprogram maka semakin baik pula adaptasi tubuh
terhadap jenis olahraga yang dilakukan (Supriyanto, 2004). Pada penelitian
kali ini didapatkan bahwa nilai kapasitas vital paru pada atlet renang pria
lebih besar dari lari cepat, sedangkan nilai tekanan arteri rata-rata pada atlet
lari cepat pria lebih besar dari renang.

Hal tersebut sesuai dengan beberapa teori sebelumnya yang


menyatakan bahwa pada seseorang yang melakukan latihan renang
umumnya memiliki ketahan respirasi yang lebih baik dikarenakan tahanan
yang terdapat pada air membuat perenang membutuhkan cadangan oksigen
lebih banyak untuk mampu bertahan di dalam air (Tamyiz, 2008). Seseorang
yang melakukan olahraga air akan mengeluarkan energi yang lebih banyak
untuk mampu melawan air tersebut, sementara tubuh perenang
membutuhkan asupan oksigen yang lebih besar, akibatnya sistem
kardiorespirasi bekerja untuk mengambil oksigen yang sangat diperlukan
dalam proses pembakaran. Renang akan melatih kerja paru dan
meningkatkan kemampuan paru untuk mengambil oksigen yang banyak.
Dengan terpenuhinya oksigen maka proses pembakaran dalam tubuh

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 47


menjadi baik sehingga energi yang diperlukan dapat terpenuhi. Oleh karena
itu umumnya seseorang yang melakukan aktivitas renang secara rutin
memiliki nilai kapasitas vital paru yang lebih besar (Cordain, 2006).

Terjadi perbedaan rerata kapasitas vital paru pada berbagai cabang


olahraga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, diantaranya
penelitian di Turki yang mengukur parameter fungsi respirasi pada atlet
yang menyimpulkan perbedaan cabang olahraga mempengaruhi kapasitas
respirasi atlet (Atan Tulin, 2012).

Para atlet olahraga renang dan selam memiliki elastisitas paru-paru


dan dinding dada yang sangat baik. Hal ini karena sifat dasar latihan yang
dilakukan berbeda dengan atlet yang bermain olahraga darat. Selama
berenang tekanan air akan meningkatkan beban pada dinding dada, sehingga
terjadi peningkatan daya tahan saluran napas. Pembatasan ventilasi yang
terjadi sesaat dalam setiap siklus pernafasan menyebabkan hipoksia
intermiten, yang memicu peningkatan laju pernafasan. Secara keseluruhan,
atlet yang berolahraga berbasis air cenderung memiliki otot pernapasan
fungsional yang baik sebagai akibat mekanisme fisiologis melawan tekanan
air (Mitchell, H. 2004). Renang termasuk ke dalam olahraga dinamik tinggi–
statik sedang (Madina, 2007). Hasil penelitian tentang perbandingan fungsi
paru pada atlet renang dan lari dari 30 atlet yang melakukan renang pada
jarak 3 kilometer/hari didapati Tidal Volume (TV), forced Vital Capacity
(FVC), Forced expiratory volume in one second (FEV1) lebih tinggi pada
perenang dibanding pelari karena perenang melakukan latihan yang melatih
otot paru termasuk diafragma karena peningkatan tekanan air berhubungan
dengan elastisitas paru dan otot pernapasan (Sable. 2012). Hasil penelitian
lain mengatakan posisi tubuh horizontal ketika berenang juga mempunyai
peran untuk meluruskan saluran pernapasan sehingga dapat menghasilkan
lebih sedikit resistensi saluran pernapasan dibandingkan dengan olahraga
lain (Bernard, 2010) (Suryatna E, 2001).

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 48


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah disusun maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Anatomi sistem pernafasan terdiri dua yaitu sistem respirasi atas yang terdiri
dari bagian luar rongga dada yaitu hidung, rongga hidung, faring, laring, dan
trakea atas dan sistem respirasi bawah yang terdiri dari bagian dalam rongga

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 49


dada yaitu trakea bawah dan paru-paru, termasuk pembuluh bronkial dan
alveoli. Embran pleura dan otot respirasi yang membentuk diafragma dan otot
intercostae juga merupakan bagian dari sistem respirasi. Sistem respirasi secara
fundamental merupakan sarana untuk menghirup udara, memfasilitasi
pertukaran gas dalam udara dengan suatu cairan (darah) dan akhirnya
mengembuskan keluar udara dengan komposisi yang berbeda. Sebagaimana
dijelaskan lewat hukum gas ideal dan hokum Boyle, udara dan gas yang menjadi
komponennya ditandai oleh kuantitas, volume dan tekanannya. Demikian pula
fisiologi pernapasan dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian perubahan yang
digerakkan oleh tekanan dalam volume gas di dalam paru-paru. Rangkaian
perubahan ini memungkinkan regulasi O2, CO2, dan pH di dalam darah. Fungsi
paru atau fungsi sistem pernapasan yang utama adalah melaksanakan pertukaran
gas antara O2 dan CO2 di membran respirasi (pada pernapasan eksterna) dan
pada pernapasan interna meliputi pengangkutan O2 dan CO2 dalam peredaran
darah serta utilisasi O2 di jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme
CO2 untuk dibuang keluar tubuh oleh membran respirasi. Proses respirasi dibagi
atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
2. Pengukuran spirometri menggunakan MIR Spirolab II dan didapatkan nilai
kapasitas vital paru dan kapasitas vital paru prediksidalam satuan liter. Subjek
melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal sesuai prosedur pengukuran
spirometri untuk memperoleh nilai kapasitas vital paru. Percobaan dilakukan
tiga kali berturut-turut dengan jeda waktu pengukuran masing-masing 1 menit,
kemudian diambil nilai yang terbesar. Sebelum pemeriksaan, yang terlebih
dahulu dilakukan adalah: (1) Mempersiapkan alat yang dipakai secara benar,
termasuk kalibrasi alat-alat, masa atau waktu yang diperlukan untuk pengaliran
gas telah dilakukan sesuai petunjuk yang diberikan; (2) Ukur tinggi badan, berat
badan dan usia serta jenis kelamin, suku bangsa karena dat ini akan dimasukkan
dalam pendataan komputer pada alat spirometer untuk memperoleh nilai
prediksi. Bila penderita dalam keadaan berbaring tinggi badan ditentukan
dengan mengukur panjang kedua lengan yang direntangkan kesamping. (3)
Penderita diberi petunjuk dan cara melakukan manuver pemeriksaan sampai
penderita melaksanakan peragaan dengan benar.
3. 3.American Thoracic Society (ATS) mendefinisikan bahwa hasil spirometri
yang baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan (1) gangguan

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 50


minimal pada saat awal ekspirasi paksa, (2) tidak ada batuk pada detik pertama
ekshalasi paksa, dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a)
peningkatan kurva linier yang halus dari volumetime ke fase plateau dengan
durasi sedikitnya 1 detik; (b) jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan
gambaran plateau ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/forced expiratory time (FET)
dari 15 detik; atau (c) ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak
melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan alasan medis. Setelah standar
terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC pasien berdasarkan
jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat
menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3
hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang
selanjutnya dibandingkan dengan Spirometri nilai normal yang sudah ditentukan
sebelumnya untuk mendapatkan persentase nilai prediksi
4. Dari hasil penelitian mengenai nilai kapasitas vital paru, didapatkan kapasitas
vital paru subjek penelitian atlet renang laki-laki antara 2,91 liter sampai 3,98
liter dengan rerata kapasitas vital sebesar 3,40 liter dan standar deviasinya
sebesar 0,36 liter. Kapasitas vital paru subjek penelitian atlet lari cepat laki-laki
antara 1,39 liter sampai 3,85 liter dengan rerata kapasitas vital sebesar 2,62 liter
dan standar deviasinya sebesar 0,70 liter. Dari hasil penelitian, didapatkan rerata
kapasitas vital paru atlet renang lebih besar daripada lari cepat. Perbedaan rerata
kapasitas vital paru atlet renang dan lari cepat sebesar 0,78 liter (Julianti and
Nisa, 2013).

3.2 Saran
Mahasiswa sebaiknya mengetahui semua hal yang berkaitan dengan hasil
Spirometri pada Atlet di berbagai cabang Olahraga baik itu definisi, tujuan, cara
pemeriksaan, kapasitas paru. Hal ini sangat penting untuk diketahui mengingat
kasus hasil spirometri pada atlet diberbagai caban olahraga sangat banyak. Sehingga
kita sebagai mahasiswa kedokteran diharapkan mampu menyampaikannya kepada
masyarakat luas

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 51


DAFTAR PUSTAKA

Akhade, V. and Muniyappanavar, N. S. (2014) ‘The effect of running training on


pulmonary function tests’, National Journal of Physiology, Pharmacy and
Pharmacology, 4(2), pp. 168–170. doi: 10.5455/njppp.2014.4.151220131.

Amin, Muh.Prof. Pemeriksaan dan Interpretasi Faal Paru. PKB Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi, Surabaya. 2013.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 52


Atan Tulin, Pelin Akyol Mcmet Cebi. 2012. Comparison of Respiratory Functions of
athletes engaged in different sport branches. Turkish Jurnal of Sport and Exercise;
14(3): 76-81

Bakhtiar, A. and Amran, W. S. (2019) ‘Faal Paru Statis’, Jurnal Respirasi, 2(3), p. 91.
doi: 10.20473/jr.v2-i.3.2016.91-98.

Bakhtiar, A. and Tantri, R. I. E. (2019) ‘Faal Paru Dinamis’, Jurnal Respirasi, 3(3), p.
89. doi: 10.20473/jr.v3-i.3.2017.89-96.

Bandar Lampung’, Medical journal of Lampung University, Vol 2, No, pp. 113–118.
Available at: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/47.

Bernard, A. 2010. A sthma and swimming: weighing the benefits and the risks. Journal
Vol 86 No 171. New York : de Pediatria

Boediman I, Wirjodiardjo M. Anatomi Sistem Respiratori dalam Buku Ajar Respirologi


Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015.

Chaitra B, Narhare P, Puranik N, Maitri V. 2012. Moderate Intensity Aerobics Training


Improves Pulmonary Function Young Indian Men. Biomedical Research.

Cordain, L. 2006. Lung Volumes and Maximal Respiratory Pressures in Collegiate


Swimmers and Runners. Journal of Exercise Sport, Vol. 32, No. 1, 2006: 34-42.

Couriel JM, Child F. Applied physiology: lung function testing in children. Curr
Paediatr. 2004;14:444-51.

Djaharuddin, I. (2017) ‘Ketrampilan Klinis Uji Faal Paru (Spirometri)’, Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin, pp. 1–6.

Ekrima. H, A. (2011) ‘Sport Center di Yogyakarta’, Sport Center di Yogyakarta, pp.


13–33.

Eroschenko, Victor P.. 2013. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional
(Edisi ke-11).Jakarta : EGC.

Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC; 2010

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 53


Global Initiative for Asthma (GINA), Magement and Prevention Update Defenisi and
overview; p. 2 (2012).

Global Strategy For Diagnosis, Management and Prevention of COPD (GOLD) 2012.

Gold WM. Pulmonary Function Testing; in Murray JF, Nadel JA (eds) Textbook of
Respiratory Medicine 3 ed. W.B. Saunder Company, Philadelphia: 2000; p. 781–
881. 2000.

Gold, B. D., Linde, R. R. and Cudney, P. F. (2012) ‘KVM/370 in Retrospect’,


Proceedings - IEEE Symposium on Security and Privacy, 2012-July(July), pp. 13–
23. doi: 10.1109/SP.1984.10002.

Guyton, And Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC; 2008.

Harahap F, Aryastuti E, Pulmonologi D, Respirasi K. Uji Fungsi Paru. Contin Med


Educ [Internet]. 2012;39(4):305–7. Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/39_192C ME-2_Uji Fungsi Paru.pdf

Harahap, Fachrial dan Endah Aryastuti. Uji Fungsi Paru CDK-192/vol 39 no.4, th.
2004. Continuing Medical Education IDI

Herman, Deddy. Spirometri. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK


Unand. 2014.

Herman D. Spirometri. Padang: : Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi


FK Unand; 2016.

Herry. 2009. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet: Jakarta: Inti

Hovsepian V, Marandi SM, Kelishadi R, Zahed A. 2013. A Comparison between Yoga


and Aerobic Training Effects on Pulmonary Function Tests and Physical Fitness
Parameters. Pakistan Journal of Medical Sciences, Vol 29, No 1.

Jayanti Y, Rumampuk JF. 2013. Pengaruh Latihan Zumba terhadap Nilai FEV1.
Fakultas Kedokteran Sam Ratulanggi.

Julianti, N. and Nisa, K. (2013) ‘Perbandingan Kapasitas Vital Paru Pada Atlet Pria
Cabang Olahraga Renang dan Lari Cepat Persiapan Pekan Olahraga Provinsi 2013

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 54


di Bandar Lampung’, Medical journal of Lampung University, Vol 2, No, pp. 113–
118. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/47.

Julianti, N. and Nisa, K. (2013) ‘Perbandingan Kapasitas Vital Paru Pada Atlet Pria
Cabang Olahraga Renang dan Lari Cepat Persiapan Pekan Olahraga Provinsi 2013
di

Kasper, et al. Respiratory Function And Pulmonary Diagnostic Procedures; in Harrison


Manual of Medicine 16th; McGraw-Hill Medical Publishing Division, p. 663–668.
2005.

Madina, D. 2007. Nilai Kapasitas Vital Paru Dan Hubungannya Dengan Karakteristik
Fisik Pada Atlet Berbagai Cabang Olahraga. Bandung : Universitas Padjajaran.

Madina, D.S.Nilai Kapasitas Vital Paru Dan Hubungannya DenganKarakteristik Fisik


Pada Atlet Berbagai Cabang Olahraga. UniversitasPadjajaran. Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran; 2007

Mccarthy K. ”Spirometri” .2012 (dikutip: Des 2013). tersedia dari:


http://emedicine.medscape.com/article/303239-overview

Miller MR, Hankinson J, Brusasco V, Burgos F, Casaburi R, Coates A, et al.


Standardisation of spirometry. Eur Respir J. 2005;26(2):319–38.

Mitchell, H. 2004. Classification of sport. Medicine & Science in Sport and Exercise,
Official Journal of The American Collage of Sport Medicine. New York : William
& Wilkins.

Mubarok, W., Kumaidah, E. and Supatmo, Y. (2015) ‘Perbedaan Nilai Vital Capacity,
Forced Vital Capacity Dan Forced Expiratory Volume in One Second Antar
Cabang Olahraga Pada Atlet Usia 6-12 Tahun’, Jurnal Kedokteran Diponegoro,
4(4), pp. 1619–1625.

Nur DH, Enny P, D. Y. (2019) ‘Hubungan Indikator Obesitas Dengan Kapasitas Vital
Paru Pada Remaja Akhir’, 8, pp. 95–100. doi: 10.1038/184156a0.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 55


Palar, C. M., Wongkar, D. and Ticoalu, S. H. R. (2015) ‘Manfaat Latihan Olahraga
Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik Manusia’, Jurnal e-Biomedik, 3(1). doi:
10.35790/ebm.3.1.2015.7127.

Permaesih. 2002. Pengaruh Nilai Kapasitas Paru Terhadap Perubahan fisiologis

Tubuh Terhadap Prestasi Atlet. Jurnal Ilmu Keolahragaan, Vol 29,No. 2, 2007:
129-133.

Piantadosi CA (2004). Diving Medicine and Near Drowning in Glassroth J, Crapo JD,
Karlinsky JB (eds). Baum’s Textbook of Pulmonary Diseases 71’ ed. Lippincott
Williams and Wilkins, Philadelphia; p. 1025–1040. 2004

Pierce, & David, P.J. (2008). Spirometry: The Measurement and Interpretation of
Ventilatory Function in Clinical Practice. Tasmania: The Thoracic Society of
Australia and New Zealand.

Rachmatul P. Peranan Evaluasi Faal Paru pra Bedah. Undip, Semarang. 2001.

Rahman, M. M. and Siddiqui, M. M. R. (2017) ‘Global Initiative for Chronic


Obstructive Lung Disease (GOLD)’, Anwer Khan Modern Medical College
Journal, 7(1), p. 4. doi: 10.3329/akmmcj.v7i1.31596.

Ronald, A. et al., 2015. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sable. 2012. Comparative study of lung functions in swimmers and runners. Journal
Vol. 1 No. 56. New York : US National Library of Medicine National Institutes of
Health.

Said M, Daulay R, Naning R, Dadiyanto DW. Prosedur tindakan pada penyakit


respiratori. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008. h. 583-94.

Situmorang, B. A., Lintong, F. and Supit, W. (2014) ‘Perbandingan Forced Vital


Capacity Paru Pada Atlet Renang Manado Dan Bukan Atlet Renang Di Sulawesi
Utara’, Jurnal e-Biomedik, 2(2), pp. 485–488. doi:
10.35790/ebm.2.2.2014.5016.Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran.Jakarta : EGC.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 56


Syahda, I., A. Hubungan Kapasitas Vital Paru-Paru Dengan Daya Tahan
Cardiorepiratory Pada Cabang Olahraga Sepakbola. Universitas Pendidikan
Indonesia; 2014

Supriyanto, A. 2004. Olahraga untuk Kebugaran dan Kesehatan, Jakarta: Jurnal


Nasional Pendidikan Jasmani dan Ilmu Keolahragaan, Vol. 3, No. 2, 2004: 47-56.

Suryatna E, dan Suherman A. 2001. Renang Kompetitif. Jakarta Pusat: Direktorat


Jendral Olahraga

Tamyiz, M. 2008. Olahraga Renang sebagai Terapi Penyakit Dalam. Jakarta: Intisari
Olahraga

Tanzila, R. A. et al. (2019) ‘Korelasi Kapasitas Vital Paru dengan Prestasi Atlet Di
Sekolah Olahraga Nasional Sriwijaya Palembang Pendahuluan’, 9(2).

Tao L, Kendall K. Sinopsis Organ Sistem Pulmonologi. Karisma Publishing Group,


Tangerang Selatan. 2013.

V. Brusasco, R. Crapo, G. Viegi. ATS/ERS task Force: Standardisation of Lunf Function


Testing. Eur Repir J 2005;26:153-56.

Vaithiyanadane, V. et al. (2012) ‘Pulmonary function test in swimmers and non


swimmers- a comparative study’, Int J Biol Med Res, 3(2), pp. 1735–1738.

Kelompok 10 Angkatan 2018 Page 57

Anda mungkin juga menyukai