Anda di halaman 1dari 201

Cestoda usus

CLASS CESTOIDEA
Subclass Cestoda
Ordo Cyclophyllidea*
Ordo Pseudophyllidea
Morfologi umumnya terdiri dari;
Scolex: Batil isap (sucker) atau spatula dilengkapi alat lekuk
isap (groove)
Dengan/tanpa rostellum (tonjolan di scolex)
Dengan/tanpa kait-kait
Leher: sangat kecil, hanya beberapa millimeter, selalu
menghasilkan segmen/proglottid baru.
Strobilla/badan: dapat pendek/panjang ; 3 mm-10 meter.
Terdiri dari segmen-segmen/proglottides ; jumlah= 3s/d 4000
Terdiri dari: proglottid muda=immature
proglottid matang=mature
proglottid gravid=hamil
Alat kelamin: Hermaphrodit satu set pada 1 cacing, ada yang dua
set pada: Dipylidium caninum
Telur: Biasanya sulit membedakannya disebut telur Taenia
species. Berisi embryo ada yang disebut: Oncosphere
mempunyai 6 kait dan di luar dilapisi oleh;
embryophore (seper ti struktur radier/ jari-jari
sepeda).

Pada ordo Pseudophyllidea embryonya disebut coracidium


Ada lubang kelamin yang disebut; genital pore
1. Taenia saginata
 Sejarah
 Klasifikasi
 Morfologi & Gambar
 Siklus Hidup
 Patogenesis & Simtomatologi
 Diagnosis
 Prognosis & Pengobatan
 Epidemiologi
• SEJARAH

– Taenia saginata pertama kali diteliti oleh Goeze (1782).


Tetapi belum ditemukan perbedaan yang spesifik antara
Taenia saginata, Taenia solium dan cacing-cacing tak
berkait lainnya.
– Stadium larva (Cysticercus bovis) pertama kali telah diteliti
pada sapi oleh Wepfer pada tahun 1675. Di tahun 1861,
Leuckart (1862) petama kali mendemonstrasikan
eksperimennya bahwa sapi merupakan “intermediate host”
cacing ini.
• KLASIFIKASI

 Nama Latin : Taenia saginata


 Phylum : Platyhelminthes
 Ordo : Cyclophyllidea
 Family : Taeniidae
 Kelas : Cestoda
 Genus : Taenia
 Species : Taenia saginata
 Nama Daerah : Cacing pita sapi
• MORFOLOGI & GAMBAR

Morfologi:
 Ukuran panjang: 5 - 10 m
 Sclolex Besar, segi 4 tanpa rostellum dan kait , alat hisap
mungkin berwarna. Ukuran: 1-2 mm
 Strobila
- jumlah proglotid 1000-2000
- panjang proglotid 20x0,5 mm
- lubang kelamin : ujung lateral, posterior
- pengeluaran: proglotid dikeluarkan 1 per 1 dan menekan
spinchter anal. Proglotid gravid keluar secara spontan.
Pada Proglotid Matang
 Vagina: ada spincter vagina
 Ovarium: ada 2, tanpa lobus aksesoris.
 Testis 300-400 folikel
 Hospes perantara hewan ternak, terutama sapi dan kerbau.

Pada Proglotid Gravid


 Uterus: cabang-cabang lateral 15-30 pada tiap sisi, tipis dan
terbagi dalam 2 bagian
Scolex T. saginata: tanpa
rostellum tanpa kait
 Cacing dewasa

Bibir Taenia saginata


 Telur
- Diameter 31-43 µ
- Telur yang telah matang
menginfeksi sapi dan
duodenum.
- Embrio menembus dinding
usus kemudian mencapai
venula mesenterica atau
limpa
- Dinding luar tipis transparan
- Dinding bagian dalam
disebut embryophere,
yang tebal dan bergaris
radier
- Bila masih ada yolk mass
maka antar telur berlekatan
embryophore

oncosphere
+
3 pasann
kait
15-30 cabang uterus
perlateral

Gravid Proglotitd
• SIKLUS HIDUP
• PATOGENESIS &
SIMPTOMATOLOGI
Patogenesis
 Taenia saginata mengganggu fungsi normal tractus
digestivus.

Simptomatologi
 Diare
 Nyeri perut yang muncul tiba-tiba
 Turun berat badan
 Nausea
 Vomiting
 Kolik usus
 Sindrom peptic ulcer
 Gall-bladder disease
 Epilepsi
 Kolera
 Strabismus
 Ilusi optik
 Diplopia
 Rusaknya pupil
 Leukositosis dengan eosinofilia 6-34%
• DIAGNOSIS
 Terdapat telur atau proglotid gravid pada feses dan di
perianal
 Diagnosis spesifik menemukan scolex
 Memeriksa proglotid gravid dan melihat cabang-cabangnya
•PROGNOSIS &
PENGOBATAN
Prognosis
 Pada dasarnya infeksi cacing ini tidak berbahaya, seperti cacing
pita lainnya.
 Dibutuhkan terapi yang baik untuk penanggulangannya.
Pengobatan
 Quinacrine USP
 Bithionol
 Nausea dan vomiting berkurang jika diberikan campuran
Quinacrine dan Sodium Bikarbonat
 Mepacrine
 Dichlorafen
 Yomesan
 Praziquantel
 Albendazole
• EPIDEMIOLOGI
 Infeksi pada manusia terjadi karena konsumsi daging sapi yang
mengandung Cysticercus bovis larva.
 Padang rumput yang di pinggir sungai yang tercemar tinja
manusia merupakan sumber infeksi pada sapi.
2. Taenia solium
Sejarah
Klasifikasi
Morfologi & Gambar
Siklus Hidup
Patogenesis & Simptomatologi
Diagnosis
Prognosis & Pengobatan
Epidemiologi
• SEJARAH
 Penemu Taenia solium adalah Linnaeus pada tahun 1758
 Aristophanes dan Aristotle menjelaskan stadium larva pada air liur
 Gessner pada tahun 1558 dan Rumler 1558 menjelaskan stadium
larva pada manusia
 Kuchenmeister pada tahun 1855 dan Leuckart pada tahun 1856
menjelaskan siklus hidup Taenia solium pada babi
• KLASIFIKASI
 Nama Latin : Taenia solium
 Phylum : Platyhelminthes
 Ordo : Cyclophyllidea
 Family : Taeniidae
 Kelas : Cestoda
 Genus : Taenia
 Species : Taenia solium
 Nama Daerah : Cacing pita babi

Habitat: pada bagian atas jejenum


Life span: sampai 25 tahun.
• MORFOLOGI &
GAMBAR
Morfologi
 Cacing pita dewasa panjangnya bisa mencapai 200-400 cm.
 Terdiri dari bagian kepala (scolex) yang memiliki rostellum yang
dilengkapi dua baris kait-kait kecil (jumlah25-30 kait) , empat
batil isap dan badannya mengandung 800-1000 proglotid
(bagian yang mengandung telur).
 Cestoda tidak memiliki usus dan menyerap nutrient melalui
permukaan umum tubuhnya.
 Endoparasitik dan hampir semua cacing dewasa hidup dalam
saluran pencernaan vertebrata dan larva hidup pada jaringan
vertebratata dan invertebrata.
 Hermaphrodit
Pada proglotid mature terdapat
berbentuk segi-emapt kasar dengan unilateral atau
irreguler alternatif genital-pore pada proglotid yang
sebaris (consecutive segments)
Testis di kedua sisi lateral, jumlah: 100-190.
Ovarium 3 lobus terletak dua lateral lobes dan satu centr
Proglotid Gravid
Keluar aktif atau bersama tinja antara 5-7
proglotids.
Cabang uterus 7-12 persisi
Mengeluarkan telur: 30.000-50.000 telur/proglotid
Scolex Cacing Dewasa
Cysticercus cellulose
Gambar:
 Telur
- Hampir sama dengan Taenia saginata
• SIKLUS HIDUP
• PATOGENESIS &
SIMPTOMATOLOGI
Patogenesis:
DEFINISI
 Infeksi Cacing Pita Babi adalah infeksi usus yang disebabkan oleh
cacing pita dewasa Taenia solium  Taeniasis solium
 Cystisercosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh larva dari
Taenia solium.
Infeksi ini biasa ditemukan di Asia, Uni Soviet, Eropa Timur dan
Amerika Latin.
Di Amerika Serikat jarang terjadi, kecuali diantara kaum pendatang
dan para pelancong dari daerah beresiko tinggi.
PENYEBAB
 Cacing pita dewasa Taenia solium.
 Manusia juga bisa berperan sebagai tuan rumah perantara, dimana
telur cacing mencapai lambung bila tertelan atau bila proglotid berbalik
dari usus ke lambung. Embrio lalu dilepaskan di dalam lambung dan
menembus dinding usus, lalu akan sampai ke otot, organ dalam, otak
dan jaringan dibawah kulit, dimana mereka membentuk kista. 
Cysticercosis Taenia Solium
 Kista yang hidup hanya menyebabkan reaksi ringan, sedangkan kista
yang mati menimbulkan reaksi yang hebat.
• DIAGNOSIS
Diagnosis:
 Pada infeksi cacing dewasa, telur bisa ditemukan disekeliling dubur
atau di dalam tinja.
Proglotid atau kepala cacing harus ditemukan di dalam tinja dan
diperiksa dengan mikroskop untuk membedakannya dari cacing pita
lainnya.
 Kista hidup di dalam jaringan (misalnya di otak) dan bisa dilihat dengan
CT Scan ,MRI atau X-ray.
 Kadang-kadang kista bisa ditemukan pada pemeriksaan laboratorium
dari jaringan yang diambil dari bintil di kulit.
 Juga bisa dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap parasit.
Gejala:
 Infeksi oleh cacing dewasa biasanya tidak menyebabkan gejala.
Infeksi yang berat oleh kista bisa menyebabkan nyeri otot, lemah dan
demam,
Bila infeksi sampai ke otak dan selaputnya, bisa menimbulkan
peradangan, dan bisa terjadi kejang.
• PROGNOSIS &
PENGOBATAN
Prognosis:
 Jumlah infeksi kecil di usus dapat sembuh dengan pengobatan.
 Cysticercosis di otak dapat merusak jaringan otak dengan gejala sisa

Pengobatan:
 Diberikan niklosamid atau prazikuantel per-oral (melalui mulut).
 Quinacrine USP
 Bithionol
 Nausea dan vomiting berkurang jika diberikan campuran Quinacrine dan Sodium
Bikarbonat
 Mepacrine
 Dichlorafen
 Yomesan
 Praziquantel
 Albendazole
 Pengobatan Taeniasis dan sistiserkosis
 a) Praziquantel dengan dosis 50 mg/kg
BB/hari, dosis tunggal /dibagi 3 dosis per oral
selama 15 hari, atau
 b) Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis
tunggal dibagi 3 dosis per oral selama 7 hari
 Untuk pengobatan dengan praziquantel
maupun albendazole, reaksi dari tubuh dapat
dikurangi dengan
memberikan kortikosteroid (prednison
1mg/kg BB/hari dosis tunggal/dibagi 3 dosis
atau dexamethasonedengan dosis yang
setara dengan prednison).
. Pemberian praziquantel maupun albendasole
harus dibawah pengawasan petugas
kesehatan atau dilakukan dirumah sakit.
• EPIDEMIOLOGI
 Penyakit ini terserbar di seluruh dunia, sering dijumpai di daerah dimana
orang-orang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging sapi atau babi
mentah atau yang dimasak tidak sempurna, dimana kondisi kebersihan
lingkungannya jelek sehingga babi, dan sapi makanannya tercemar dengan
tinja manusia.
 Angka kejadian paling tinggi dari penyakit ini adalah di negara-negara seperti
Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan negara-negara di Eropa Timur, dan
infeksi sering dialami oleh para imigran yang berasal dari daerah tersebut.
 Penularan T. solium jarang terjadi di Amerika, Kanada, dan jarang sekali terjadi
di Inggris, dan di negara-negara Skandinavia.
 Penularan oro- fekal oleh karena kontak dengan imigran yang terinfeksi oleh
T. solium dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang meningkat di Amerika. Para
imigran dari daerah endemis nampaknya tidak mudah untuk menyebarkan
penyakit ini ke negara-negara yang kondisi sanitasinya baik.
Perbedaan Karakteristik
Taenia solium dan Taenia saginata
Panjang 3-4 m 5-10 m
Scolex Ukuran: 1 mm 2 mm
Globuler Globuler
4 batil isap 4 batil isap
Rostellum+kait Tidak ada

Cysticercus celluse bovis

I.H Babi Sapi


Ovarium 3 lobus 2 lobus
Testis 100-190 200-300
Cabang uterus Kurang dari 12 Lebih dari 18
cabang cabang
Hymenolepis nana
Kingdom Animalia
Phylum Platyhelminthes
Class Cestoda
Order Cyclophyllidea
Family Hymenolepididae
Species Hymenolepis nana
Habitat: Dua pertiga atas ileum
Natural host: manusai, tikus. Tidak membutuhkan
Intermediate host.
Hymenolepis nana
 Penemu pertama :oleh Bilharz tahun 1831
di dalam usus kecil pada seorang anak
pribumi di Kairo.
 Penemu kedua : oleh Grassi dan Rovelli
(1887, 1892) menemukan siklus hidup
cacing ini dan menunjukkan bahwa tidak
ada hospes perantara.
Morfologi Hymenolepis nana
Dewasa
1. Bentuk : seperti benang
2. Ukuran :1-4 cm, diameter <1 mm (0,7 mm)
3. Hidup berkelompok dalam jumlah besar (1000-8000)
Lama hidup : 2 minggu
4. Skoleks :
- bentuknya globuler kecil/ bulat
- mempunyai 4 batil isap dilengkapi rostellum retraktil pendek dengan
sebaris kait sekitar 20-30
- rostellum berinvaginasi di ujung organ (retractile rostellum)
- bentuk kait seperti garpu tala.
5. Jumlah segmen tubuh sekitar 200. Panjang segmen dewasa 2-3 mm, lebar
mencapai 9 mm.
6. Lubang genital terletak di pinggir dan pada sisi yang sama, uterus berupa
kantong transversal dengan dinding berlobus.
Proglotid matang:
Bentuk trapezoit: dengan lebar empat kali
panjangnya.
Ada 3 testes yang terletak berjauhan dan sejajar.
Ada bilobed ovarium dengan dibawah tedapat
glandula vitellaria.
Proglottid gravid dengan jumlah: 80-180 telur.
Gambar Hymenolepis nana Dewasa
Kepala Hymenolepis nana dewasa
Tubuh Hymenolepis nana dewasa
Morfologi Larva Hymenolepis nana

Skoleks :
-bentuknya globuler/ bulat, mempunyai 4 batil isap
-dilengkapi rostellum retraktil pendek dengan sebaris kait
sekitar 20-30
-rostellum berinvaginasi di ujung organ
-bentuk kait seperti garpu tala.
Morfologi Telur Hymenolepis nana

1. Bentuk spheris atau oval, diameter 37-47


mikron
2. Memiliki 2 membran yang terpisah :
a. membran luar : tipis, transparant, hyalin.
b. Lapisan dalam (inner envelope) menebal
pada
dua kutub dan masing-masing keluar 4-8
filamen . di dalam terdapat oncosfer dengan
tiga pasang
kait seperti tombak
Gambar Telur Hymenolepis nana

oncosphere

filamen
Siklus Hidup Hymenolepis nana
Tidak dibutuhkan hospes perantara dan semua perkembangan dari larva
ke dewasa terjadi pada satu hospes.
Cacing tidak memperbanyak diri dalam tubuh hospes definitif.
Telur yang matang tertelan lalu embrio hexacanth menetas. Embrio
membenamkan diri dalam vili usus halus dan berkembang selama
empat hari menjadi cysticercoid, setelah dewasa vili akan pecah,scolex
atau larva masuk ke lumen intestinum lalu menempel pada vili yang
berada di ujung lalu menjadi cacing dewasa. Proses ini dalam 30 hari
setelah infeksi telur mulai ditemukan di feses, beberapa telur menetap
di perut dan memulai siklus lagi.
Selain siklus langsung di atas, sebuah siklus tidak langsung telah
ditemukan, beberapa pinjal tikus dan kumbang bertindak sebagi
hospes perantara dan menularkan infeksi ke manusia(anak-anak), hal
ini terjadi di Argentina.
Gambar Siklus Hidup Hymenolepis nana
Patogenesis Hymenolepis nana
 Gejala : Makanan yang terkontaminasi telur
Hymenolepis nana menyebabkan terjadinya
autoinfeksi yang meningkatkan jumlah parasit.
Biasanya tidak ada gejala, namun jika infeksi
parah dapat terjadi nyeri pada perut dan diare.
 Diagnosis: berdasarkan adanya telur pada
pemeriksaan mikroskop sampel feses
 Pengobatan: Mepacrine, Diclorofen, Yomesan.
Epidemiologi Hymenolepis nana
 Pada manusia, infeksi Hymenolepis nana lebih banyak
terjadi daripada infeksi oleh Hymenolepis diminuta.
 Hymenolepis nana adalah penyebab utama dari semua
infeksi cestoda dan menyebar di seluruh dunia.
 Pada daerah tropis angka kejadian lebih tinggi pada anak-
anak.
 Penularan terjadi melalui kontak langsung, kontaminasi
makanan dengan telur matang dan autoinfeksi.
 Hymenolepis nana dilaporkan lebih banyak terjadi di Eropa
dan Amerika Latin.
Hymenolepis diminuta

Kingdom Animalia
Phylum Platyhelminthes
Class Cestoda
Order Cyclophyllidea
Family Hymenolepididae
Species Hymenolepis diminuta

H.P: pinjal tikus= rat flea, beetle, lepidoptera (kupu-kupu)


dan lipas
Sejarah

 Pertama kali ditemukan oleh Rudolphi


tahun 1819
 Kemudian pada tahun 1891 oleh
Blanchard yang menyelidiki tentang
Cestoda di Rhodesia
Morfologi Cacing
Hymenolepis diminuta dewasa
1. Ukuran :
p = 10-60 cm, l = 0,7 mm di leher sampai 3,5-5
mm di dekat ujung distal
2. Skoleks
- kecil dan club shaped scolex
- mempunyai 4 cupped-suckers (pengisap
berbentuk gelas)
- Rudimentair apical-rostellum
Proglotid matang: hampir sama ukurannya dengan
proglotid matang H. nana
Ukuran: 0,8 x 2,5 mm
Ada bilobed oavrium
Testis ada 3 buah terletak agak berdekatan di tengah

Proglotid gravid berisi uterus sacculer penuh dengan


telur. Bila robek telur keluar bersama tinja.
Skoleks
Ova

Proglottids Gravid Proglottids


Hymenolepis diminuta cysticercoids
Morfologi Telur
Hymenolepis diminuta
1. Bentuk subspherical
2. Berwarna sedikit kuning
3. Membran luar transparan
4. Uk. 60-79 μ – 72-86 μ
5. Membran dalam mengelilingi oncosphere
dengan 2 penebalan kutub
6. Tidak mempunyai filamen kutub
7. Di antara 2 membran, tidak berwarna dengan
matriks gelatin
Morfologi Telur
Hymenolepis diminuta
8. Mempunyai 6 pengait berbentuk tombak yang
disusun dalam pola seperti kipas
9. Telur sangat tahan proses pengeringan,
pembusukan, dan bahan kimia, tapi sangat
sensitif dengan suhu lebih dari 60o C
Gbr 2 Telur Hymenolepis diminuta
Diagram Siklus Hidup Hymenolepis diminuta
Patogenesis dan Simptomatologi
 Patogenesis
Infeksi H. diminuta disebabkan oleh tertelannya serangga2 (immature
fleas, flour beetles, meal worms, cockroaches) yang mengandung
parasit dalam tubuh mereka. Telur infektif dimakan oleh serangga dan
menetas dalam usus serangga. Setelah menetas, mereka masuk ke
rongga tubuh dan menjadi larva cysticercoid, yang bersifat infektif
terhadap manusia. Setelah serangga termakan oleh manusia dan
dicerna, larva dibebaskan ke usus halus dan menjadi dewasa dalam 25
hari. Ketika tapeworm dewasa mulai bertelur, serangga dapat terinfeksi
kembali.
 Simptomatologi
Kebanyakan infeksi tidak mempunyai simptom. Namun, ada gejala-
gejala tertentu yang dikaitkan dengan banyaknya cacing.
Pada anak-anak :
Tidak dapat beristirahat, sensitif, diare, nyeri pada abdomen, anal
pruritus, nasal pruritus.
Gejala yang jarang terjadi meliputi anorexia, nafsu makan yang
meningkat, muntah, mual, diare yang mengeluarkan darah, nyeri pada
ekstremitas, sakit kepala, pusing, gangguan perilaku.
Diagnosis Infeksi Cacing
Hymenolepis diminuta
 Pemeriksaan dengan menemukan telur dan
parasit sesuai dengan morfologi cacing dewasa
dan telur yang kita ketahui
 Teknik konsentrasi dan pemeriksaan yang
berulang akan meningkatkan ketelitian untuk
mendeteksi infeksi ringan
Pengobatan Infeksi Cacing
Hymenolepis diminuta

 Dosis tunggal Praziquatel adalah salah satu pilihan


pengobatan.
 Niclosamide dan Praziquatel yang dipakai bersamaan sangat
efektif dan memiliki efek samping minimal.
 Niclosamide menyebabkan kematian pada tapeworm karena
mengganggu phosphorilasi oksidatif.
 Praziquatel menyebabkan paralisis dan kematian cacing
 Satu dosis Niclosamide 40 mg/kg BB pada anak-anak. Satu
dosis Praziquatel 25 mg/kg BB.
Epidemiologi
 Infeksi H. diminuta tidak sesering infeksi H.
nana namun infeksi H. diminuta telah
ditemukan dan dilaporkan dari berbagai
wilayah di dunia.
 Interval infeksi parasit adalah antara 0.0001
dan 5.5%.
Pencegahan Infeksi
 Good hygiene
 Public health and sanitation programs
 Pemusnahan tikus-tikus
 Menjaga agar bahan makanan tersimpan
dengan baik
Dipylidium caninum
Penyakit Dog Tapeworm Infection
HD: anjing, kucing, manusia utama anak-anak
HP: pinjal anjing dan kucing (Ctenocephalides canis
et catis).
Pinjal manusia: Pulex irritans
Morfologi: Ukuran 15-70 cm Prog : 60-175 buah.
.
Scolex: Rhomboid, ukuran
penampang= 0,37 mm
Dengan 4 batil isap dengan rostellum
kerucut dengan 7 baris kait, jumlah 30-
150 kait berbaris transversal
Progl. Matang bentuk biji labu ( V-shaped)
mempunyai dua buah genital organ,
masing-masing dipertengahan lateral
proglottid.(Pumpkin Seed Shaped).
Jumlah: 10-16 segments.
JUmlah testis 200 spherical testis

Progl. Gravid: 15-25 telur dalam Mother-


Pocket) (8-15 telur, menurut Craig)
Penyakit: Dipylidiasis
Cacing dewasa: hidup dalam rongga usus
muda anjing , kadang-kadang manusia

Pada pinjal manusia: Pulex irritans,


diketemukan bentuk larva cacing
Gejala pada manusia ringan:
GI tract: nyeri lambung, anal pruritus,
muntah.
Terapi: Anti helminths: Praziquantrel
Siklus hidup: Pinjal termakan telur atau tinja
penderita, di usus halus keluar oncosphere
penetrasi ke dinding usus CYSTICERCOID.
Pinjal terinfeksi tertelan manusia dewasa di
usus halus dalam 20 hari
Yang banyak terinfeksi adalah anjing.
Gejala Klinik: sakit perut, diare, gatal-gatal
badan (hipereosinofil)
Diagnose: telur di tinja atau proglottid
Terapi: atebrine, Praziquantrel
12

Telur D.caninum dalam


kantung
Bertiella studeri
 Filum : Platyhelminthes
 Kelas : Cestoidea
 Subkelas : Cestoda
 Ordo : Cyclophyllidea
 Famili : Anoplocephalidae

:
Sejarah

Bertiella studeri [Blanchard (1891), Stiles & Hassal(1902)]

Sinonim :

Bertia studeri (Blanchard, 1891)


Bertia satyri (Blanchard, 1891)
Bertiella satyri (Blanchard, 1891; Stiles & Hassal, 1902)
Penemuan Pertama

 Blanchard (1891), Stunkard (1940)


 Pertama kali ditemukan pada orang utan (Pongo
pygmaeus pygmaeus) di Kalimantan
 Setelah itu, ditemukan pada berbagai jenis
primata termasuk: Macaca radiata, M. syrichta
syrichta,
M. syrichta fascicularis, Cercopithecus aethiops
pygerythrus, C. nictitans schmidti, Hylobates
hoolock
 Ditemukan pada anjing di Filipina
Morfologi Cacing Dewasa

Morfologi Bertiella studeri telah digambarkan oleh


Galan-Puchades et al, (2000).
Morfologinya yaitu:
1. Panjang 275-300 mm
2. Lebar maksimum 10 mm
3. Skoleks berbentuk subglobular dengan ukuran 475 μm
4. Di ujungnya ada rostellum yang dilengkapi dengan 4 buah batil
isap, 2 di permukaan dorsal dan 2 di permukaan ventral
5. Proglotid mature berukuran 6 x 0,75 mm
6. Proglotid mature dilepaskan dalam bentuk rangkaian (segmen-
segmen) sebanyak 20 buah
7. Terdapat selubung halus di bagian tengah dan sel bagian dalam
yang memiliki 2 tonjolan berupa tanduk pada satu sisinya
(Stunkard, 1940)
Gambar Cacing Dewasa

Gambar 1. Cacing dewasa:

Gambar 2. Proglotid-proglotid
pada segmen kecil:
Morfologi Telur
1. Telur berbentuk ovoid tidak teratur
2. Ukuran 45-46 μm x 49-50 μm
3. Ada dua lapisan telur:
Luar: lapisan embrionik
Lapisan dalam dengan bentuk dua tonjolan seperti
tanduk pada satu sisi= bicornuate protussion.
Gambar 3. Telur
Proglotid-proglotid  telur

Gambar 4. Kumpulan proglotid akan membentuk


telur-telur. Panel kiri menunjukkan panjang telur,
skala batang = 10µm; panel kanan menunjukkan
hooklets in the egg; panel kanan menunjukkan
pyriform apparatus di dalam telur (di bawah
mikroskop).
Morfologi Larva

1. Larva berbentuk spheris, ovoid atau piriform


2. Larva berukuran 0,1-0,15 mm
3. Larva mempunyai sebuah serkomer berukuran kecil
Siklus Hidup
 Siklus hidup cestoda memerlukan 2 hospes primate (non
manusia): Simia satyri and Troglodites niger, umumnya
merupakan hospes terakhir.
 Hospes intermediate: tungau (tempat sisitiserkoid infektif
cestoda berkembang). Contohnya: Scheloribates sp.;
Oribatidae. Tungau bisa ditemukan di dalam tanah untuk
menjaga infeksi secara alami.
 Hospes reservoir misalnya monyet.
 Hospes definitif, misalnya manusia, akan terinfeksi bila
tertelan atau kontak dengan tanah atau makanan yang
telah terkontaminasi tersebut.
Siklus Hidup

 Siklus hidup pertama kali ditemukan oleh


Stunkard (1940) dengan cara memberi
makan 24 spesies tungau dengan telur
dari proglotid gravid. Telur ternyata
berkembang menjadi sistiserkoid pada
tungau Scheloritates laevigatus dan
Galumna sp.
Patogenesis dan Simptomatologi

 Infeksi cacing ini disebut bertiellosis, dan


mengganggu gastrointestinal.
 Infeksi cacing ini pada manusia umumnya tak
berarti / tidak menimbulkan gejala-gejala
tertentu. Infeksi ini juga tidak menimbulkan
gangguan pada pencernaan. Tetapi beberapa
kasus dengan gejala sakit perut, muntah-
muntah, anoreksia, konstipasi, dan kadang-
kadang diare telah diteliti.
 Infeksi lainnya yang terjadi pada manusia,
penderita hanya memiliki gejala ringan saja
sehingga dokter setempat dapat langsung
menyimpulkan penyebabnya adalah cestoda.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan pengamatan mikroskopik terhadap proglotid
yang keluar bersama feses dan telur yang berbentuk piriform. Proglotid
gravid kadang bentuknya lebih lebar, kira-kira ada dua lusin dalam
satu kumpulan.

Permeriksaan laboratorium :
 Pemeriksaan lab menunjukkan kadar hemoglobin yang mencapai level
110 g/l, jumlah eritrosit 3,9 x 1012 (pangkat dua belas) sel/l.
 Bila ditemukan adanya telur dengan bentuk piriform dan dilengkapi
kait, serta distribusi geografisnya ditelusuri, maka dapat infeksi cestoda
dapat diidentidikasikan sebagai Bertiella studeri.
Diagnosis
Aspek klinis :
 Cacing akan keluar dari hospes dengan pemberian
Niclosamide atau obat cacing lain (Shoura & Morsy, 1974 ;
Dissanaike et al., 1977) atau dapat keluar secara spontan
(Edirisinghe & Cumarajan, 1976)
 Pasien kelihatan sehat, pemeriksaan kesehatan rutin
menunjukkan bahwa tidak ada masalah dengan fungsi
jantung, paru-paru, hati, dan limpa. Walaupun pasien
terkadang merasa sakit perut, tetapi perutnya tetap lembut,
tidak mengeras.
 Proglotid yang keluar bersama feses dapat mencapai 133
buah. Dengan rata-rata panjangnya 0,1 cm, maka panjang
proglotid secara keseluruhan mencapai 13 cm. Setiap
segmen lebarnya 0,68-1,10 cm.
Prognosis
Cukup baik;
 Bertiellosis tidak menimbulkan kecacatan.
 Infeksi tidak menimbulkan masalah pada fungsi jantung,
paru-paru, hati, dan limpa.
 Umumnya pasien dapat sembuh dengan mengkonsumsi
obat antihelminthik, misalnya niclosamide.
Pengobatan
 Pengobatan dengan Diclorophen.
 Niclosamide merupakan obat anti cacing keluarga
yang efektif membasmi cestoda yang menginfeksi
manusia. Niclosamide digunakan khususnya untuk
mengatasi cacing pita. Niclosamide merupakan
obat tablet oral yang bisa dikunyah, dosisnya
tergantung umur dan bobot tubuh penderita.
 Pencegahan terhadap Bertiellosis adalah dengan
membatasi interaksi antara manusia dengan faktor
penyebab penyakit atau hospesnya.
Pengobatan
 Berbagai agen antihelminthik efektif melawan
Bertiella. Quinacrine34 yang diberikan akan
memindahkan seluruh tapeworm dengan scolex.
Antihelminthik lainnya yaitu niclosamide (1-2g)
diberikan per oral7,10,28,29,34,41 , praziquantel
(10 mg/kg, single dose26,34) dan albendazole34.
 Praziquantel menyebabkan kerusakan bagian
permukaan tubuh parasit.
Daftar Pustaka
 Bhagwant, S. 2004. Human Bertiella studeri (Family Anoplocephalidae)
Infection of
 Probable Southeast Asian Origin in Mauritian Children and an Adult. Reduit:
 Faust EC, Russel PF, Jung RC, 1971. Craig and Faust’s Clinical Parasitology.
Eighth edition. Philadelphia: Lea & Febiger.
 Frean, John. 2004. Unusual Anoplocephalid Tapeworm Infections in South
Africa. Johannesburg: Official Journal of Australian College of Tropical Medical.
 Sun, Xin. 2006. Bertiella studeri. Infection, China. Bengbu: www.cdc.gov/eid.
 Galan-Puchades MT, Fuentes MV, Mas-Coma S. 2000. Morphology of Bertiella
studeri (Blanchard, 1891) sensu Stunkard (1940) (Cestoda: Anoplocephalidae)
of human origin and a proposal of criteria for the specific diagnosis of
bertiellosis. Burjassot-Valencia: www.PubMed.com.
Diphyllobothrium
latum
D.Latum dewasa
Taksonomi
 Common name: Broad Fish Tapeworm
 Kingdom: Animalia
 Phylum: Platyhelminths
 Class: Cestoda
 Order: Pseudophyllidea
 Family: Diphyllobothriidae
 Genus : Diphyllobothrium
 Species: Diphyllobothrium latum
Asal usul D. Latum
 Tahun 1917, Prof. Konstanty Janicki + Dr.
Felix Rosen di Lausanne bagian dari
Neuchatel mendeskripsikan siklus hidup
Diphyllobothrium latum
 Prof. Konstanty Janicki berasal dari
Polandia
Vergeer 1932 ;
Robert dan Javony 2000

Ditemukan disekitar danau air tawar,


sungai arus kecil Amerika Utara dan
danau besar di jalur Mediterania dan
Laut Baltik.
Diphylobothrium latum was introduced to
North America by immigrants from
Scandinavia and has been spread greatly
by domestic dogs that are fed raw fish. A
severe broad tapeworm infection in
humans is known to cause anemia due to
the lack of vitamin B-12, which the
tapeworm absorbs through the lining of the
gut. The parasite can be avoided by
thoroughly cooking fish and taking care
when working with fish flesh.
Morfologi
 Cacing dewasa
- Strobila (bag. Tubuh) dgn panjang ≧10 m, terus bertambah panjang
selama hidupnya
- Terdapat > 3000 proglotid (bagian yang mengandung telur)
- Warna agak putih / kuning
- Pipih dorso-ventral, seperti pita
- Scolex berbentuk pyriform atau bunga keladi. Tidak ada mulut
dan kait.
- Memiliki botrhium (alat penghisap di setiap sisi kepala= apatel)
- Hermafrodit (terdapat testis dan alat kelamin betina serta folikel
vitelline di setiap prologtid)
- Punya 2 lobus uterus yang berbentuk loop atau spiral=coiled.
Prologttid D.latum
 Telur
- Ukuran :66 m x 44 m. Range, 58-76 m x 40-51 m
- Bentuk :oval / elipsoidal dengan operkulum yang tidak
jelas
- Warna : kuning kecoklatan
- Unembryonate (tidak dibuahi)
- Sel germinal dikelilingi oleh massa yolk yang mengisi
bagian dalam dari shell(kulit)
- Khas:bentuk telur seperti telur hookworms (c.tambang),
bedanya telur D.latum punya shell?? yang lebih tebal
dan operkulum.
- Telur berisi larva
Telur D.latum

Telur di feses
 Larva
- Stadium awal larva D.latum = procercoid
- Stadium kompleks = plerocercoid
(sparganum), bentuk yang hampir sama
dengan cacing dewasa.
 Telur atau larva dapat berkembang
dengan baik pada temperatur dan tanah.
Siklus Hidup
1. Telur yang immature dikeluarkan bersama tinja
manusia
2. Dengan kondisi yang mendukung, telur menjadi
mature ( sekitar 18-20 hari)
3. Yaitu menghasilkan oncospheres ( larva cacing
pita yang terkandung di dalam pembungkus
embrionik eksternal dilengkapi dengan 6 pengait)
yang kemudian berkembang menjadi coracidia
(coracidium =embrio cacing pita ordo
Pseudophyllidea berbentuk tunggal, sferis,
bersilia, berenang bebas )
4.Crustacea (copepoda sebagai hospes
perantara I /first intermediate host) memakan
coracidia, kemudian coracidia berkembang
menjadi larva procercoid.
5.Ikan-ikan kecil (sebagai hosrpes perantara
II/second intermediate host) memakan
crustacea yang telah terinfeksi larva D.latum,
kemudian larva procercoid dan bermigrasi ke
tubuh ikan kecil yang kemudian berkembang
menjadi larva plerocercoid (sparganum).
Plerocercoid=stadium larva yang kompleks,
hampir sama dengan cacing pita dewasa.
6. Larva plerocercoid merupakan bentuk yang
infektif bagi manusia. Kemudian predator yang
lebih besar
(ikan lebih besar) akan memakan ikan-ikan
kecil tersebut.
7.Sparganum kemudian bermigrasi ke tubuh
predator tersebut, dan manusia akan terinfeksi
sparganum tersebut apabila memakan ikan
mentah/ kurang masak.
8.Setelah manusia memakan ikan yang terinfeksi,
sparganum akan berkembang menjadi bentuk
dewasa yang immature, dan kemudian menjadi
bentuk yang mature di usus kecil
D.latum dewasa akan melekat pada mukosa
usus kecil dengan bothria dari kedua sisi scolex
9.Cacing dewasa panjangnya dapat mencapai >10
m, dengan prologtid > 3000. Telur yang
immature akan dikeluarkan dari prologtid (dapat
mencapai 1 juta telur sehari satu cacing)
10. Kemudian dikeluarkan melalui feses. Telur
dapat terlihat di feses 5-6 minggu setelah
manusia tersebut terinfeksi.
Dalam hal ini, manusia sebagai hospes definitif.
Cacing pita dapat hidup sampai 20 tahun.
Siklus Hidup D.latum
Patogenitas dan Simptomatologi

 Diphyllobothriasis : infeksi usus karena


cacing dewasa D.latum.
 Infeksi biasanya tidak menimbulkan gejala,
meskipun beberapa penderita mengalami
gangguan usus yang ringan.
 Kadang cacing pita menyebabkan anemia
perniciosa.
Diagnosis
 Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan
ditemukannya telur cacing dalam tinja kosentrasi
sedimentasi maupun floation. -
- Lihat dibawah mikroskop dengan perbandingan
morfologi beberapa parasit lainnya.
.
 Cacing dewasa dapat ditemukan di intestinum
manusia, anjing, kucing, beruang, ikan
- Capepoda
- Ikan pada air tawar.
Gejala Klinis
 Pada hewan ( kucing /anjing) biasanya tidak
ditemukan gejala. Pada manusia dapat
terkena anemia perniciosa (defisiensi vit.
B12), karena cacing ini mengambil vit.B12
dari manusia.
 Gejala klinis antara lain : Diare, gangguan
pada gastoinstenstinal, bagian perut, berat
badan turun
Prognosis
 Larva Hidup : Rasa sakit, reaksi oedema
 Larva Mati : Reaksi radang lokal yang
hebat, banyak eusinofil. Kadang-kadang
pembentukan abses. Sparganosis okular
(pada jaringan lunak sekitar mata). Dapat
menyebabkan kerusakan berat.
 Larva yang sedang proliferasi: beribu-ribu
berkembang pada hospes yang sama.
Pengobatan dan Pencegahan
 Pengobatan dapat menggunakan
Epsiprantel, Praziquantel, niclosamide
 Pencegahan dapat dilakukan dengan
memasak ikan sampai benar-benar matang,
atau ikan dibekukan sampai minus 10
derajat celcius.
Cysticercosis
Taenia solium
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Platyhelminthes
 Class : Cestoda
 Order : Cyclophyllidea
 Family : Taeniidae
 Species : Taenia solium
Pengertian Cysticercosis

 Taeniasis adalah suatu infeksi pada saluran


pencernaan oleh cacing taenia dewasa.

 Cysticercosis/sistiserkosis adalah penyakit


atau infeksi yang terjadi pada jaringan lunak
yang disebabkan oleh larva dari salah satu
spesies cacing taenia yaitu spesies Taenia
solium.
Pengertian Cysticercosis
 Taeniasis biasanya tidak fatal, akan tetapi pada
stadium larva cacing Taenia solium mungkin
menyebabkan sistiserkosis yang fatal.
 Larva penyebab sistiserkosis pada manusia adalah
larva dari cacing Taenia solium pada babi,
sistiserkosis ini dapat menimbulkan penyakit yang
serius biasanya menyerang SSP.
 Jika telur atau proglottids dari cacing yang berada
dalam daging babi termakan atau tertelan oleh
manusia, maka telur tersebut akan menetas pada
usus halus dan selanjutnya larva menembus
dinding usus  aliran darah ke seluruh tubuh.
Pengertian Cysticercosis

 Ke-jaringan tubuh yang lunak seperti jaringan


bawah kulit, otot, jaringan tubuh lain dan organ-
organ vital dari tubuh manusia yang kemudian
membentuk sistisersi.
 Akibat buruk mungkin terjadi jika larva cacing
tersebut pada jaringan mata, SSP atau jantung.
Jika pada sistiserkosis somatik ini muncul gejala
antara lain gejala seperti epilepsi, sakit kepala,
tanda tanda kenaikan tekanan intracranial atau
gangguan psikiatri yang berat maka besar
kemungkinan sistiserkosis ada pada SSP.
Neurocysticercosis dapat menyebabkan cacat
yang serius akan tetapi CFR nya rendah.
Hospes

 Hospes definitif dari Taenia Sp hanya manusia,.


 Sedangkan hewan (hospes) perantara ialah babi
untuk Taenia Solium atau Taenia Asiatica
 Sapi untuk Taenia saginata.
Sumber Penularan
 Sumber penularan taeniasis/sistiserkosis :
1. Penderita teaniasis sendiri dimana tinjanya
mengandung telur atau proglotid cacing pita.
2. Hewan (terutama) babi, sapi yang mengandung
larva cacing pita (cysticercus).
3. Makanan/minuman dan lingkungan yang tercemar
oleh telur-telur cacing pita.
Penyebab Penyakit

 Penyebab penyakit adalah Taenia solium


biasanya terdapat pada daging babi, dimana
cacing tersebut dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pencernaan (oleh cacing dewasa),
dan bentuk larvanya dapat menyebabkan infeksi
somatik (sistisersi).
 Cacing Taenia saginata, pada daging sapi
hanya menyebabkan infeksi pada pencernaan
manusia oleh cacing dewasa.
Cara Penularan
 Telur T. saginata yang dikeluarkan lewat tinja
orang yang terinfeksi hanya bisa menular
kepada sapi dan didalam otot sapi parasit akan
berkembang menjadi Cysticercus bovis,
stadium larva dari T. saginata.
 Infeksi pada manusia terjadi karena orang
tersebut memakan daging sapi mentah atau
yang dimasak tidak sempurna yang
mengandung Cysticerci; di dalam usus halus
cacing menjadi dewasa dan melekat dalam
mukosa usus.
 Begitu juga infeksi T. solium terjadi karena
memakan daging babi mentah atau yang
dimasak kurang sempurna (“measly pork”) yang
Cara Penularan
 Namun, cysticercosis dapat terjadi secara tidak langsung
karena orang tersebut menelan minuman yang
terkontaminasi atau secara langsung dari tinja orang yang
terinfeksi langsung kemulut penderita sendiri (aoutoinfeksi)
atau ke mulut orang lain.
 Apabila telur T. solium tertelan oleh manusia atau babi,
maka embrio akan keluar dari telur, kemudian menembus
dinding usus menuju ke saluran limfe dan pembuluh darah
selanjutnya dibawa ke berbagai jaringan dan kemudian
berkembang menjadi cysticercosis.
Life Span
Masa inkubasi
 Gejala dari penyakit cysticercosis biasanya
muncul beberapa minggu sampai dengan 10
tahun atau lebih setelah seseorang terinfeksi.
 Telur cacing akan tampak pada kotoran orang
yang terinfeksi oleh Taenia solium dewasa antara
8 – 12 minggu setelah orang yang bersangkutan
terinfeksi, dan untuk Taenia saginata telur akan
terlihat pada tinja antara 10-14 minggu setelah
seseorang terinfeksi oleh Taenia saginata
dewasa.
Life Span

•Masa tunas infeksi cacing berkisar antara 8-14


minggu.
•Cacing pita dewasa dapat tahan hidup sampai 25
tahun dalam usus.
•Infeksi cacing pita tidak memberikan kekebalan pada
penderita dan kedua jenis kelamin maupun semua
golongan umur mempunyai kepekaan yang sama.
Life Span
Masa penularan
 Taenia saginata tidak secara langsung ditularkan
dari orang ke orang, akan tetapi untuk Taenia
solium dimungkinkan ditularkan secara langsung.
 Telur dari kedua spesies cacing ini dapat
menyebar ke lingkungan selama cacing tersebut
masih ada di dalam saluran pencernaan, kadang-
kadang dapat berlangsung lebih dari 30 tahun;
telur cacing tersebut dapat hidup dan bertahan di
lingkungan selama beberapa bulan.
Morfologi

 Stadium scolex Taenia Solium memiliki


rostellum dengan 2 baris kait dan 4 batil hisap.
 Proglotid Cacing dewasa memiliki strobila yang
terdiri dari 800-1000 segmen atau sekitar 3
meter
 Uterus cacing dewasa memiliki 6 – 12 cabang
lateral dengan panjang uterus betina 12 mm dan
jantan panjangnya 6 mm.
Morfologi
 Scolex pada Taenia solium memiliki kait dan
mengalami invaginasi dan kista berkembang baik.
 Telur Taenia solium dapat bertahan hidup dalam
lingkungan selama beberapa bulan.
 Ukuran telur Taenia solium 30-40 p
 Telur Taenia Solium terdiri dari 3 lapisan dari luar
ke dalam:
-keratin(radiar)
-membran onchosphere
-onchosphere (hexacanth embryo).
Gambar telur Taenia solium

Gambar 1. Telur Taenia solium


Gambar larva Taenia solium

 Gambar 2. Larva Taenia solium


Cacing Dewasa Taenia solium

 Gambar 3. Scolex:

 Gambar 4. Proglotid:
Microphotograph sistiserkus

 Gambar 5. Microphotograph sistiserkus


Habitat dan Pencernaan
 Habitat:
 Semua cacing pita endoparasitic dan
hampirsemua cacing dewasa hidup dalam saluran
pencernaan vertebrata dan larva hidup pada
jaringan vertebratata dan invertebrata.
 Pencernaan:
 Cestoda tidak memiliki usus dan menyerap
nutriment melalui permukaan umum tubuhnya
pada cacing yang sama dan pada cacing yang
berbeda.
Reproduksi
 Cacing pita bersifat hermaphrodit.
 Organ reproduksi bervariasi pada perbedaan
kelompok.
 Tiap-tiap proglottid terdiri dari satu set komplit
organ betina dan jantan.
 Rupanya telur terbentuk dalam satu proglottid
dibuahi oleh spermatozoa dari proglottid yang
sama, meskipun terjadi penggabungan
diketahui antara proglottid.
Gambar 6. Siklus Hidup
Siklus Hidup
 Infeksi ini disebabkan oleh telur cacing yang
termakan oleh manusia yang terdapat dalam
feses manusia.
 Babi dan manusia menjadi terinfeksi oleh
telur atau proglotid yang matang dari cacing
ini.
 manusia bisa terkena infeksinya baik
termakan makanan yang terkontaminasi oleh
feses atau oleh autoinfeksi.
 namun kasus terakhir manyebutkan,manusia
yang terinfeksi oleh cacing Taenia solium
dewasa, dimana telurnya dihasilkan oleh
cacing tersebut baik melalui feses yang
mangandung telur yang matang atau
Siklus Hidup
mungkin dari proglotid yang mengandung
onkosfer, yang tertelan kenbali dari
kerongkongan masuk ke dalam perut.
-Sekali lagi, telur tersebut termakan,
berkembang menjadi onkosfer yang matang di
dalam usus,melekat di dinding usus dan
berpindah masuk ke dalam otot-otot seperti
otak, hati dan jaringan-jaringan atau organ-
organ yang lain dimana mereka dapat
berkembang menjadi sistiserkus.
- Dalam tubuh manusia,cacing ini bisa
menyebabkan infeksi yang berkelanjutan jika
telah sampai ke otak , infeksi ini dinamakan
neurocysticercosis.
Siklus Hidup
 Siklus hidup parasit ini sangat kompleks sampai
akhirnya manusia terinfeksi cacing ini, ketika
manusia makan daging babi yang tidak benar-
benar dimasak yang masih mengandung
sistiserkus.
 Lalu masuk dan melekat pada usus kecil dengan
alat pelekatnya(skoleks). Kemudian cacing
dewasa ini berkembang (2-7 meter panjangnya
dan menghasilkan sedikitnya 1000 proglotid, dan
telurnya kira-kira 50.000) dan menetap di dalam
usus selama bertahun-tahun.
Patogenesis & Gejala Klinis
 Gejala klinik akibat terinfeksi cacing dewasa
umumnya ringan berupa pencernaan, sering pula
tanpa gejala.
 Gejala yang berat akibat kista (beberasan) yang
disebut sistiserkosis selulose dengan gejala ayan
(epilepsi). Pada kulit ditemukan benjolan kecil
sebesar kacang hijau, multipel, dapat terjadi di
semua bagian tubuh.
Patogenesis & Gejala Klinis
 Tanda-tanda dan gejala-gejala dari penyakit ini
tergantung pada lokasi dan jumlah sistiserkus di
dalam tubuh.
 Sistiserkus pada otot: sistiserkus pada otot
umumnya tidak menimbulkan gejala. Namun ,
bisa dirasakan benjolan di bawah kulit
 Sistiserkus pada mata: Meskipun tidak
berbahaya, sistiserkus mungkin terbenam dalam
mata dan menyebabkan mata kabur dan
terganggunya sistem pengihatan. Infeksi ini
menyebabkan bengkak atau terlepasnya retina.
Patogenesis & Gejala Klinis
 Sistiserkus pada otak atau jaringan syaraf
(neurocysticercosis): Gejalanya tergantung pada
dimana dan banyaknya sistiserkus (sering disebut
lesi) yang itemukan dalam otak.
 Serangan mendadak dan sakit kepala adalah
gejala yang sering terjadi.Ditambah lagi,perhatian
dari orang-orang sekitar yang kurang pada
penderita,ini sulit diseimbangkan. Otak yang
besarnya abnormal(hydrocephalus) juga terjadi.
Kematian bisa terjadi tiba-tiba oleh infeksi yang
berat.
Patogenesis & Gejala Klinis
 Gejala-gejala klinis dari penyakit ini jika muncul
sangat bervariasi seperti, gangguan syaraf,
insomnia, anorexia, berat badan yang menurun,
sakit perut dan atau gangguan pada pencernaan.
Terkecuali merasa terganggu dengan adanya
segmen cacing yang muncul dari anus,
kebanyakan penyakit ini tidak menunjukkan
gejala. Taenasis biasanya tidak fatal, akan tetapi
pada stadium larva cacing Taenia solium mungkin
menyebabkan sistiserkosis yang fatal.
Patogenesis & Gejala Klinis
 Gejala klinis yang terbanyak dikeluhkan adalah
mengeluarkan proglottid dalam fesesnya (95%),
kemudian disusul gatal-gatal pada anus (77%),
mual (46%), sakit perut (45%), pening (42%),
nafsu makan meningkat (30%), sakit kepala
(26%), mencret (18%), lemah (17%), terasa lapar
(16%), sembelit (11%),
Patogenesis & Gejala Klinis
 penurunan berat badan (6%), rasa tidak enak di
lambung (5%), letih (4%), tidak bernafsu (4%),
muntah (4%), tidak ada selera makan saat lapar
(1%), pegel-pegel pada otot (1%), dan rasa tidak
enak / rasa nyeri di perut, terasa ngantuk, kejang-
kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit, gangguan
pernafasan, masing-masing (< 1%).
Diagnosis (Cysticercosis)
Dinyatakan tersangka sistiserkosis apabila
pada
 a) Anamnesis :
 1. Berasal dari /berdomisili didaerah endemis
taeniasis / Sistiserkosis
 2. Gejala taeniasis ( ± )
 3. Riwayat mengeluarkan proglotid ( ± )
 4. Benjolan (“ nodul subkutan” ) pada salah satu
atau lebih bagian tubuh ( + )
Diagnosis (Cysticercosis)
 5. Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis
lainnya ( ± )
 6. Riwayat / gejala epilepsi ( - )
 7. Gejala peninggian tekanan intra kranial ( - )
 8. Gejala neurologis lainnya (- )
 b) Pemeriksaan fisik :
 1. Teraba benjolan /nodul sub kutan atau intra
muskular satu lebih
 2. Kelainan mata ( oscular cysticercosis ) dan
kelainan lainnya yang disebabkan oleh
sistiserkosis ( ± )
Diagnosis (Cysticercosis)
 Tes serologis spesifik akan sangat membantu
dalam mendiagnosa sistiserkosis.
 Untuk mengetahui adanya sistisersi pada
jaringan bawah kulit dengan visual atau
preparat diagnosa pasti dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis dari spesimen yang
diambil dari jaringan sistiserasi.
 Sistisersi yang terdapat di jaringan otak dan
jaringan lunak lain dapat didiagnosis dengan
menggunakan CAT scan atau MRI, atau
dengan X-ray jika sistisersi tersebut
mengalami kalsifikasi.
Diagnosis
 3. Kelainan neurologis ( - )
 c) Pemeriksaan Penunjang
 1. Pemeriksaan tinja secara makroskopis :
Proglotid ( ± )
 2. Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : telur
cacing taenia sp ( ± )
 3. Pemeriksaan serologis : sistiserkosis ( + )
 4. Pemeriksaan biopsi pada nodul subkutan
gambaran menunjukkan patologi anatomi
yang khas untuk
 sistiserkosis (+)
Diagnosis
 Pemeriksaan serologis dilakukan dengan
metode ELISA (Enzyme Linked Immuno
Sorbent Assay) dan atau Immunoblot
Spesimen yang diperiksa berupa serum
(darah vena yang diambil kurang lebih 5ml).
 Tempat pemeriksaan di Laboratorium yang
telah ditentukan . Pengiriman spesimen serum
menggunakan tabung / botol steril dan es batu
(suhu ±1º C).
 Pada tersangka sistiserkosis yang
menunjukkan respon positif terhadap obat
sistiserkosis, membantu menegakkan
diagnosis (dapat dianggap sebagai penderita
Diagnosis (Taeniasis)
 Diagnosis penyakit dapat dibuat dengan
menemukan dan mengidentifikasi proglottids
(segmen), telur atau antigen dari cacing dalam
tinja atau dengan cara apus dubur.
 Bentuk telur cacing Taenia solium dan cacing
Taenia saginata sukar dibedakan.
 Diagnosa spesifik dilakukan dengan cara
membedakan bentuk scolex (kepala) dan atau
morfologi dari proglottid gravid.
Pengobatan & Pencegahan
 Cara pencegahan
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui
penyuluhan kesehatan untuk mencegah
terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja
terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak
dengan cara mencegah penggunaan air limbah
untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging
sapi atau daging babi secara sempurna.
 Lakukan diagnosa dini dan pengobatan
terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan
enterik pada institusi dimana penghuninya
diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk
mencegah terjadinya cysticercosis.
Pengobatan & Pencegahan
 Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah
keluar melalui tinja penderita dan dapat
menyebabkan penyakit yang berat pada manusia.
Perlu dilakukan tindakan tepat untuk mencegah
reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada
kontak.
 Daging sapi atau daging babi yang dibekukan
pada suhu di bawah minus 5oC (23oF) selama
lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci.
Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat efektif.
Pengobatan & Pencegahan
 Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai
babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari
bangkai yang terinfeksi.
 Untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan
tindakan secara tegas untuk membuang bangkai
tersebut dengan cara yang aman, melakukan
iradiasi atau memproses daging tersebut untuk
dijadikan produk yang masak.
 Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan
kotoran manusia.
Pengobatan & Pencegahan
 Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri
hewan di RPH, sehingga daging yang
mengandung kista tidak sampai dikonsumsi
masyarakat (kerjasama lintas sektor dengan
dinas Peternakan).
 Daging yang mengandung kista tidak boleh
dimakan.
 Masyarakat diberi gambaran tentang bentuk
kista tersebut dalam daging, hal ini penting
dalam daerah yang banyak memotong babi
untuk upacara-upacara
Pengobatan & Pencegahan
adat seperti di Sumatera Utara, Bali dan Irian
jaya.
 Menghilangkan kebiasaan makan makanan yang
mengandung daging setengah matang atau
mentah.
 Memasak daging sampai matang (diatas 57 º C
dalam waktu cukup lama ) atau membekukan
dibawah 10º. Selama 5 hari.
Pengobatan & Pencegahan
 Pengobatan sistiserkosis
 a) Praziquantel dengan dosis 50 mg/kg BB/hari,
dosis tunggal /dibagi 3 dosis per oral selama 15
hari, atau
 b) Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
dibagi 3 dosis per oral selama 7 hari
 Untuk pengobatan dengan praziquantel maupun
albendazole, reaksi dari tubuh dapat dikurangi
dengan
Pengobatan & Pencegahan
memberikan kortikosteroid (prednison 1mg/kg
BB/hari dosis tunggal/dibagi 3 dosis atau
dexamethasonedengan dosis yang setara dengan
prednison).
. Pemberian praziquantel maupun albendasole
harus dibawah pengawasan petugas kesehatan
atau dilakukan dirumah sakit.
Pengobatan & Pencegahan
-Niclosamide (Niclocide®, Yomesan®) saat ini
sebagai obat pilihan kedua kurang cukup tersedia
secara luas dipasaran.
-Untuk cysticercosis tindakan operasi (bedah) dapat
menghilangkan sebagian dari gejala penyakit
tersebut.
- Pasien dengan cysticercosis SSP harus diobati
dengan praziquantel atau dengan albendazole di
rumah sakit dengan pengawasan ketat; biasanya
diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak
pada penderita cysticerci.
Epidemiologi
 Renu Vohra, seorang ahli mikrobiologi dari
Australia menyatakan, terdapat 50 juta orang di
dunia ini yang telah terinfeksi oleh cacing Taenia.
 Diperkirakan sekira 50 ribu orang meninggal
setiap tahun karena sistiserkosis. Indonesia dan
negara-negara di Asia Tenggara merupakan
daerah endemik penyakit yang disebabkan cacing
Taenia. Penularan cacing Taenia pada anak-anak
kecil biasanya tidak dapat teridentifikasi.
Epidemiologi
 Penyakit ini terserbar di seluruh dunia, sering
dijumpai di daerah dimana orang-orang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging
sapi atau babi mentah atau yang dimasak
tidak sempurna, dimana kondisi kebersihan
lingkungannya jelek sehingga babi, dan sapi
makanannya tercemar dengan tinja manusia.
 Angka kejadian paling tinggi dari penyakit ini
adalah di negara-negara seperti Amerika
Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan negara-
negara di Eropa Timur, dan infeksi sering
dialami oleh para imigran yang berasal dari
Epidemiologi

 Penularan T. solium jarang terjadi di Amerika,


Kanada, dan jarang sekali terjadi di Inggris,
dan di negara-negara Skandinavia.
 Penularan oro fekal oleh karena kontak
dengan imigran yang terinfeksi oleh T. solium
dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang
meningkat di Amerika.
 Para imigran dari daerah endemis nampaknya
tidak mudah untuk menyebarkan penyakit ini
ke negara-negara yang kondisi sanitasinya
baik.
Epidemiologi
 Taeniasis solium dan sistiserkosis sangat
jarang terjadi pada negara muslim.
 Perlu diingat bahwa manusia yang terjangkit
sistiserkosis itu diakibatkan oleh tertelan
telur Taenia solium yang terdapat dalam
feses manusia.
Daftar Pustaka
 Malik S.R.K, Gupta A.K., Choudhary S. Ocular cysticercosis: Am of
Ophthalmol.66:1168-71, 1968.
 Agrawal PK, Kumar H, Agarwal M, Nasum J. Orbital cysticercosis - A
clinicopathologic profile. In: Pasricha JK, ed. Indian Ophthalmology
Today 1994.
 Proceedings of the 52nd Annual conference of the All India
Ophthalmological Society, Calcutta, 1992. New Delhi, 1994,
pp 388.
 http://www.google.com/search
 www.gbpuat.ac.in/acads/cvsc/vp
 www.free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi
 www.balipost.co.id/balipostcetaK/2003/8/3/ink1
 www.wikipedia.org/wiki/Taenia_sol
 www.digilib.litbang.depkes.go.id
 www.iptek.net.id
 www.jvetunud.com/archives/92/+sistiserkus
Coenurus {Taenia
multiceps}
Coenurus
{Taenia multiceps}
 Common name : Tapeworm
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Platyhelminths
 Class : Cestoda
 Order : Cyclophyllidea
 Family : Taeniidae
 Genus : Taenia
 Species : multiceps
History
Pada tahun 1913 di Paris,seorang tukang
kunci mengalami gejala sebagai berikut:
1. Kejang
2. Mengalami kesulitan bicara dan sulit
memahami perkataan.

Dilakukan Autopsi dan ditemukan 2 Coenurus


{T.multiceps} di otaknya,1 mengalami
degenerasi sedangkan yang lain memiliki 75
skoleks.
Morfologi
 Telur Taenia

 diameter rata-rata :31-36


mikrometer
 Irreguler
 Ovoidal Countur
 terdapat sarung(very
delicate) Gambar Telur Taenia
 tipis *
 mengandung sebuah
onkosfer*
Morfologi
Larva

Scoleksnya adalah replika mini dri


cacing dewasa (dengan pola “hooklet”
yang sama)
Larva terbesar memiliki panjang sktr
150-170 mikron.
Larva terkecil 90-130 mikron.
Morfologi
 Dewasa
@ memiliki Scoleks dan
rostellum
@ diameter scoleks
piryform 0.8mm
@ double ring of 22 to 32
rostellan hoklets of
two size.
Siklus Hidup
(life cycle and life span)
Keterangan Gambar Life
Cycle
 Reservoir : Anjing dan hewan
bertaring
 H.Intermedier : Kambing dan Domba

Gambaran UMUM:
Anjing dan Hewan bertaring memakan
domba/kambing yang sudah terinfeksi Coenurus
 Cacing dewasa berkembang di dalamnya 
berpindah ke tubuh manusia melalui konsumsi
air/makanan yang terinfeksi oleh feses yang
mengandung telur.
Siklus Definitif:
 Hospes Intrmedier (Kambing dan
Domba) menelan telur T.multiceps
 telur menetas pada usus halus  Siklus
Coenuri (bentuk jamak Coenurus) Hidup
membuat liang melalui dinding halus
 berjalan  ke otak dan serabut
syaraf (melalui aliran darah)
 Coenurus berkmbg spesifik di otak
 stadium infektif (6-8bulan).
Siklus Definitif:
 Anjing dan Hewan bertaring lain menelan jaringan
tubuh kambing/domba yang terinfeksi  protoscoleus
cacing melekat pada dinding usus halus  membentuk
proglotid(segmen seksual)
 Proglotid gravid yg mngandung telur  terlepas dari
bagian tubuh cacing yang terakhir  ikut keluar
bersama feses
 Ketika manusia menelan air dan makanan yang
terinfeksi,onkosfer lalu menetas di usus halus  masuk
ke pembuluh darah usus halus
 Embrio terbawa melalui aliran darah ke seluruh tubuh.
Tetapi , seringkali juga embrio berkembang pada sistem
saraf pusat,protoscoleces cacing melekat pada organ
target dan siklus berulang.
Patogenisitas dan
simptomatologi
 Gejalanya berbeda tergantung pada lokasi kista:
* jika kista berada di otak,pasien menderita sakit kepala
pada bagian oocipitale, muntah2, hemiplegia(paralisis pd
1 sisi tbh),monoplegia(paralisis pd aggota badan),cerebral
ataxia (hilangnya kemampuan untuk mengendalikan kerja
otot).
* Jika kista berada di canalis spinalis,maka menyebabkan
Arachnoiditis (rasa sakit yang disebabkan oleh
peradangan salah satu selaput yang melindungi serabut
syaraf spinal, selaput yang dimaksud adalah Arachnoid.
Patogenisitas dan
simptomatologi

 Jika kista berada di mata,kista coenurus


biasanya berada pada bagian posterior ruang
mata,menyebabkan penurunan daya
penglihatan.
 Jika kista terdapat di subkutan dan jaringan
intermuskular,ditemukan banyak luka yang
kadang-kadang terasa menyakitkan.
Diagnosis
Gejala Klinis Umum:

1. Biasanya tidak ada gejala yg jelas


2. Jika kambing atau domba diinfeksi,coenurus
di otak menimbulkan ataxia,kekaburan
penglihatan(hampir buta), dan paralysis.

Setelah mempelajari simptomnya, ada


beberapa hal yang bisa dipakai dalam
mendiagnosis, meliputi:
1. Papilledema(pembengkakan saraf optik) pada
bgian belakang retina.
Diagnosis
2. Hypoglycorrhachia(rendahnya konsentrasi
gula darah pada cairan serebrospinal)dengan
konsentrasi gula di bawah40mg/dl pada
sebgin besar kasus.Pada saat2 tertentu, kadar
glukosa turun sampi tingkat yang rendah
sekali,yaitu sekitar 10 mg/dl.pemeriksaan
cairan serebrospinal(CSI) menampilkan
tanda2 yng tidak spesifik seperti peradngan
non bkteri yang subakut(antara akut dn
kronis)
Diagnosis
3. Akan terlihat massa dari kista yang seringkali
terdapat pada ventrikel dan ruang
subarchnoid.Lebih spesifik lagi,CT scan
menampilkan intensitas dari kandungan kista
yang kadarnya serupa dengan cairan
serebrospinal.
4. Ventrikulografi, CT scan, MRI akan
menampilkan ventrikel yang berdilatasi.
Epidemiologi
 Coenurosis pernah dilaporkan sekitar 100 kasus yg pernah
terjadi pada manusia.
 Kasus coenurosis banyak terjadi di Eropa dan Afrika
 Penyebaran spesies yang bermacam-macam yang dapat
menyebabkan coenurosis adalah sbb:
1.Taenia multiceps: Prancis,Afrika,Inggris, Brazilia, USA.
2.Taenia serialis : Canada,USA
3.Taenia braum : Afrika Utara,Republik demokrasi Congo
4.Taenia glomerta : Nigeria dan republik demokrasi Congo.
Daftar Pustaka
 Clinical parasitology Faust and Russel 7 th
edition
 Color Atlas oh human egss Helminths
 http/www.google.com
Echinococcus granulosus
Sejarah Penemuan
 Penemu pertama: Hippocrates, Aretaeus,
dan Galen, dari Yunani (?)

 Spekulasi hub. Antara kista hidatid pd


manusia dan hewan pd sekitar thn 1600 dan
1700

 Cacing dewasa serta berbagai aspek siklus


hidupnya telah dipelajari pada akhir tahun
1800
Sejarah Penemuan
 Penemu-penemu lainnya
- Redi (1684), Hartmann (1685), Tyson (1691)
- Palas (1766) : menyatakan kesamaan hydatid
pada manusi dan mamalia lain
- Goeze (1782) : mempelajari scolies dari larva
- Hartmann (1695) dan Rudolphi (1808) : cacing
dewasa pada intestinum anjing
- Von Siebold (1852) : membiakkan cacing
dewasa dan intestinum hostnya.
- Costa (1960) : hydatid desease diperkenalkan di
Amerika Selatan.
Morfologi
Gambar 1. Cacing Dewasa
Morfologi Dewasa:

• Ukuran kecil (3-6 mm)


• Scolex piriform diameter 300 mikron
• Punya 4 suckers dan lengan 28-50
hooklets
• Attenuate neck
• Punya 1 immatur proglotid, 1 matur
proglotid, 1 gravid proglotid
• Cacing dewasa hidup 5-20 bulan pada
anjing (hospes perantara)
• Tdd skoleks, leher dan sebuah proglotid
untuk msg2 stadium perkembangannya
Morfologi
Gambar 2. Telur

Gambar 3. Skoleks
Morfologi

Gambar 4. Cacing Dewasa


Morfologi

Gambar 5. Larva
Siklus Hidup

Gambar 6. Siklus Hidup


Siklus Hidup
Siklus hidup Echinococcus granulosus yaitu:
Telur/proglotid dalam tinja  ditelan o/ hospes perantara
(domba)
a.Telur ditelan oleh manusia (hospes perantara
eksidental) kista hidatid dlm hati, paru-paru, otak 
penyakit hidatid
b.Telur menetas, menembus usus  terbawa o/ aliran
darah ke jar.  berkembang mjd kista hidatid (larva)
yg infektif  ditelan o/ hospes definitif (anjing) 
cacing dewasa matur di dalam usus  telur/proglotid
dalam tinja
Patogenesis dan Simptomalogi
 Kista hidatid menyebabkan penyakit hidatid
(unilokular-hidatidosis)
 Penyakit hidatid pd manusia amat berbahaya; ukuran
dan lokasi kista sangat berpengaruh
 Kista dlm paru2 biasanya asimptomatik sampai
timbul batuk, pernapasan memendek, atau sakit dada.
 Bila kista terjadi kebocoran  cairan kista masuk ke
sirkulasi sistemik  sensitisasi  terjadi
kebocoran/kista pecah  alergi serius, reaksi
anafilaktik-shock.
 Lepasnya jar kista  abses, emboli, dan/atau
berkembangnya kista muda lainnya di tempat lain.
Diagnosis
Gejala klinis
 Adanya massa di abdomen yg tidak diketahui
diagnosisnya secara pasti
 Eosinofilia  pd 20-25% kasus
 Kista asimptomatik ditemukan stlh pemeriksaan
radiologis
 Bila ditemukan kista  selanjutnya deteksi
adanya “hydatid sand”
 Hydatid sand tdk selalu ada  kista sdh tua,
anak kista dan/atau skolises hancur
 Bila kista steril (tanpa skolises), diagnosis dpt
dipastikan dgn pemeriksaan histologis dr
dinding kista.
Diagnosis

Diagnosis laboratorium
1) Perkiraan diagnosis dpt berdasar pd
riwayat penyakit, pemeriksaan
radiografik, atau skaning
2) Data tambahan yg mendukung mungkin
didapat dr tes serologis (termasuk tes
kulit Casoni)
3) Pemeriksaan mikroskopik dr cairan
kista hidatid dpt menunjukkan adanya
“hydatid sand”, atau pd keadaan
tertentu, hanya terlihat kait-kait
Prognosis dan pengobatan

 Tindakan bedah umumnya merupakan pilihan


utama, meskipun tindakan ini terbatas pd kista
unilokularis di bagian tubuh yang operabel. Pd
tahun2 terakhir ini, beberapa obat-obat telah
dicoba, termasuk prazikuantel, mebendazol,
dosis tinggi, berjangka panjang.
Epidemiologi
 Persentasi hospes yg terinfeksi berbeda-beda di seluruh dunia, tetapi
infeksi pd manusia masih lbh jarang dibanding hospes reservoir
lainnya.
 Fokus endemik yg kian berkembang adlh pertenakan domba dan sapi
di Argentina, Uruguay, Brazil Selatan dan Chili
 Seringkali kista hidatid pd manusia mungkin didapatkan pd usia
anak-anak, dan dpt tumbuh terus tanpa diketahui selama bertahun-
tahun.
 Beberapa tindakan pencegahan dianjurkan u/ menurunkan
insidensnya.
 Pertama, semua visera yg terinfeksi dr hewan yg disembelih hrs
dibuang hingga anjing tidak dapat memakannya
 Juga harus ditekankan kesehatan perorangan untuk mencegah
tertelannya telur infektif yg berasal dr tanah yg terkontaminasi tinja
anjing

Anda mungkin juga menyukai