Jawab:
1
a. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.
Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga) hidung.
b. Farinx
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
c. Laringx
Terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari farinx sampai ketinggian vertebrata servikals dan
masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
d. Trachea
Trakea memiliki panjang kira-kira 9 cm. Trachea berjalan dari larynx
sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi)
e. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-
kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara) dan akhirnya sampai menjadi bronkiolus respiratorius.
f. Alveolus
Merupakan tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya.
g. Paru-paru
2
Terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi
atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru
kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior (Snell, Richard S,
2006).
3
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah
rongg dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk
paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru
dibungkus oeh selaput selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi
dua :
4
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Persarafan Paru:
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus
dan serabut parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang pada
paru membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan
dibelakang broncus prim. Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi
tunica muscularis dan menghambat sekresi bron cus.
Serabut para sympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada
plexus pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf
parasympaticus untuk konstraksi tunica muscularis akibatnya lumen
menyempit dan merangsang sekresi boncus.
(Snell, 2006)
Mikroskopi
Broncus
Broncus extrapulmonal sangat mirip dengan trakea
Tidak terdapat tulang rawberbentuk huruf “C”
Epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet
Terdapat kelenjar campur
Pada lamina propia terdapat berkas – berkas otot polos.
Mucosa tidak rata, terdapat lipatan longitudinal karena kontraksi otot
polos.
Bronchiolus
Tidak mempunyai tulang rawan dan pada lamina propia tidak
terdapat kelenjar
Lamina propia terdapat otot polos dan serat elastin
Pada bronkiolus besar masih terdapat sel goblet.
5
Pada bronkiolus kecil, mucosa dilapisi sel – sel kuboid atau toraks
renda, terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet.
Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang menghasilkan
surfaktan.
Bronkiolus terminalis
Mucosa dilapisi oleh selapis sel kuboid.
Pada dinding tidak terdapat alveolus
Pada lamina dapat dilihat serat – serat otot polos
Bronkiolus respiratory
Epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid
Epitel terputus – putus, karena pada dinding terdapat alveolus.
Tidak terdapat sel goblet
Terdapat serat otot polos, kolagen, dan elastin.
Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.
Epitel selapis gepeng
Diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.
Alveoli dipisahkan septum interalveolaris
Atria, Saccus alveolaris, dan Alveoli
Ductus alveolaris bermuara keatria.
Alveolus berupa kantung dilapisis epitel selapis epitel selapis gepeng
yang sanagt tipis.
Pada septum interalveolare terdapat serat retikular dan serat elastin.
6
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars
respirasi
7
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum
di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung).
Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum
memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua
oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media,
inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan
inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi
oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui.
Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler,
sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di
permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan
memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel
basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria.
Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel
olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat.
Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung
membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan
dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
8
epitel olfaktori, khas pada konka superior
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus
sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung.
Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan
mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang
mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu
dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Laring
9
sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan
lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh
epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh
epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel
terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para
pars laringeal berupa epitel respiratori
Trakea
10
mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi
untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung
bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat
ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan
pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda
("c-shaped")
Bronkus
11
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea,
dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat
elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih
tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih
besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan
dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan
digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
Bronkiolus
12
epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan
kelenjar campur pada lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Duktus alveolaris
13
ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara
berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa
alveolar yang tipis.
Alveolus
14
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling
melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di
atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk
mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru
yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar
mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,
fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
(Eroschenko. 2008)
15
Hidung
Pharynx
Larynx
Trachea
Bronchus
Bronchiolus
Pars Respiratoria
Merupakan bagian dari paru-paru yang berfungsiuntuk pertukaran
gas antara darah dan udara. Bagian ini terdiri dari:
Saccus alveolaris
Alveolus.
Respirasi dibagi 2 yaitu internal dan eksternal:
Respirasi internal (respirasi sel) merupakan proses metabolik
intrasel yang dilakukan di dalam miokondria, yang menggunakan
O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul
nutrien.
Respirasi eksternal merupakan rangkaian kejadian dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Ventilasi atau pertukaran gas antara atmosfer dan kantung udara
(alveolus) di paru.
Pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler paru melalui proses difusi
Pertukaran O2 dan CO2 antara darah di kapiler sistemik dan
jaringan.
Transpor O2 dan CO2 oleh darah antara paru dan jaringan.
Namun pada system respirasi tidak melaksanakan semua tahap
atau langkah respirasi, system respirasi hanya merperan dalam ventilasi
dan pertukaran O2 dan CO2 antara paru dan darah. (Sherwood, 2012)
16
Pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari tiga
kelompok neuron yang terletak bilateral di medula oblongata dan pons
pada batang otak, yaitu: (1) kelompok pernapasan dorsal, di bagian dorsal
medula, terutama menyebabkan inspirasi; (2) kelompok pernapasan
ventral, di ventrolateral medulla, terutama menyebabkan ekspirasi; dan (3)
pusat pneumotaksik, disebelah dorsal bagian superior pons, mengatur
kecepatan dan kedalaman napas. (Guyton, 2012).
Fisiologi sistem pertahanan paru:
Non-imun
Selaput mukosa mengeluarkan mikroba melalui elevator mukosilia
Fagositosis oleh makrofag alveolus, dan dapat bermigrasi ke elevator
mukosilia setelah mengikat mikroba.
Fagositosis oleh nitrofil
Complemen serum masuk dan hasilkan opsonin C3b
Respon imun untuk mikroba yang telah mencapai kelenjar getah
bening.
17
Imun
IgA akan menghambat perlekatan mikroba ke sel epitel
IgM, IgG akan mengaktifkan complemen sebagai opsonin
Akumulasi sel T imun pada daerah infeksi
Sumber :
Jawab :
18
Makna dari Sejak mengalami sesak nafas, Ita juga mengalami sulit
makan dan minum ?
Sumber :
Jawab :
19
diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan
dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh
anak laki-laki dan perempuan. Hal ini dihubungkan dengan kejadian
bronkiolitis dan pneumonia akibat virus yang lebih banyak mengenai
anak laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori menurut Maryunani yang
mengemukakan bahwa faktor risiko yang meningkatkan insiden
pneumonia yaitu balita dengan jenis kelamin laki-laki (Suryati, Natasha
and Id’ys, 2018).
Sumber :
Jawab :
20
kongesti, edema, dan pada penyakit parenkim paru yang dapat
menyebabkan dispnea (Dr. R. Darmanto Djojodibroto, 2014).
Penyebab dispnea secara umum:
Sistem kardiovaskular: gagal jantung;
Sistem pernapasan: PPOK, penyakit parenkim paru, hipertensi
pulmonal, kifoskoliosis berat, faktor mekanik diluar paru (asites,
obesitas, efusi pleura);
Psikologis (kecemasan); dan
Hematologi (anemia kronik)
Penyebab dispnea akut: gagal jantung kiri, bronkospasme, emboli paru,
dan kecemasan (Dr. R. Darmanto Djojodibroto, 2014).
Sesak nafas dapat dicetuskan oleh beberapa hal dan dapat dibagi
menjadi 4 kelompok:
1) Peningkatan kebutuhan pernapasan seperti saat latihan,
demam, keadaan hipoksia, anemia berat, asidosis metabolik.
2) Penurunan kapasitas ventilasi (pertukaran antara udara dari
atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara
(alveolus paru), seperti pada efusi pleura, pneumothoraks,
massa intrathoraks, trama tulang iga, atau kelemahan otot.
3) Peningkatan resistensi (tahanan) saluran nafas, seperti pada
asma atau pada PPOK
4) Penurunan compliance paru (usaha yang dibutuhkan untuk
meregangkan atau mengembangkan paru-paru/seberapa
banyak perubahan dalam volume paru yang terjadi akibat
perubahan tertentu gradien tekanan transmural, gaya
yangmeregangkan paru), seperti pada fibrosis interstisial
dan edema paru. (The Society Of Respiratory Care
Indonesia, 2012).
21
Akut Kronik
Edema Paru Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)
Asma Gagal jantung kiri
Trauma dinding dada dan Fibrosis interstisial difus
struktur intrathoraks
Pneumothoraks spontan Asma
Emboli paru Efusi pleura
Pneumonia Penyakit tromboembolik paru
Adult Respiratory Penyakit vaskular paru
Distress Syndrome
(ARDS)
Efusi pleura Sesak nafas psikogenik
Perdarahan paru Anemia berat
Stenosis trakea post intubasi
Gangguan hipersensitivitas
(The Society Of Respiratory Care Indonesia. 2012)
Sumber :
Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp. P, FCCP (2014). Respirologi
(Respiratory Medicine). Jakarta : EGC.
Merrie TJ, Campbell GD, Walker DH. Pneumonia. En: Kesper DL et.al,
editor. 2005. Harrison’s principles of internal medicine, 16 ed. Mexico:
The McGraw-Hill Companies Interamerican Editor.pp. 1690-1700.
Jawab :
22
f. Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan pada kasus?
Jawab :
Jawab :
23
tidak sebaik orang-orang sehat seumurnya. Lebih baik penderita
tidak dipekerjakan lagi, mengingat penyakit cukup berat.
4. Sesak napas tingkat IV
Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas
sehari-hari seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga
tergantung pada orang lain pada waktu melakukan kegiatan sehari-
hari. Sesak napas belum tampak waktu penderita istirahat, tetapi
sesak napas sudah mulai timbul bila penderita melakukan
pekerjaan ringan sehingga pada waktu mendaki atau berjalan-jalan
sedikit, penderita terpaksa berhenti untuk istirahat sebentar.
Pekerjaan sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.
5. Sesak napas tingkat V
Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas
sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin. Keterbatasan ini
menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur atau
hanya duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya,
penderita sangat tergantung pada bantuan orang lain.
Berdasarkan waktu:
1. Dispnea akut
Dispnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab
umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dispnea akut
diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan),
penyakit jantung atau trauma dada.
2. Dispnea kronis
Dispnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru,
tumor, kelainan pita suara.
Berdasarkan kejadiannya:
1. Dyspnea pada saat istirahat/exercise
Perlu ditentukan tentang dyspnea yang diderita pasien, apakah
terjadinya secara dadakan (infeksi paru yang disebabkan oleh
24
bakteri, virus atau emboli paru) atau timbul secara
gradual/perlahan-lahan (emphycema, bronkhitis kronis).
Seseorang dapat mengalami suatu bentuk dyspnea setelah exercise
yang berlebihan, tetapi bila telah terjadi proses yang mengganggu
kapasitas paru, exercise yang ringan sekalipun dapat menimbulkan
dyspnea. Dyspnea yang terjadi disaat istirahat menunjukkan
adanya kegagalan kapasitas respirasi. Untuk menentukan luas dan
tingkat dyspnea, dokter akan berusaha untuk mendapatkan tanda
dan simtom yang lain yang ada kaitannya dengan dyspnea yang
dikeluhkan pasien.
2. Dyspnea posisional
- Orthopnea (dyspnea yang timbul pada posisi berbaring) pada
umumnya merupakan pertanda adanya disfungsi ventrikel kiri
yang menyebabkan terjadinya oedem paru kardiogenik.
Kebanyakan pasien dengan penyakit paru obstruktif menahun
atau fibrosis interstisial yang telah meluas tidak
memperlihatkan atau sedikit mengalami ortopnea.
- Platypnea, didefenisikan sebagai dyspnea yang timbul pada
posisi berdiri, dyspnea bentuk ini dapat ditemukan pada
penyakit paru obstruktif menahun, cirrhosis dan post
pneumektomie. Mekanismenya belum diketahui dengan jelas,
tetapi platypnea boleh jadi disebabkan oleh adanya
ketidakcocokan (mismatching) perfusi-ventilasi atau adanya
pembukaan foramen ovale pada jantung, keadaan ini akan
menimbulkan hipoksemia, karena pada saat berdiri aliran
darah ke jantung berkurang sebagai akibat pengaruh gravitasi,
sehingga darah yang mengalami deoksigenisasi lebih banyak
(hipoksemia) di daerah perifer maka akan terjadilah sesak
nafas pada saat berdiri atau platypnea
3. Dyspnea nokturnal paroksismal
25
Dyspnea yang terjadi saat terjaga/tersentak dari tidur (ingat
bukan bangun dari tempat tidur) dapat diatasi dengan duduk
atau berjalan di sekeliling tempat tidur, pasien yang murni
menderita kelainan paru tidak akan mengalami dyspnea
nocturnal paroksismal. Penderita kelainan paru terkadang
mengeluhkan disaat tersentak dari tidurnya di malam hari
justru memperburuk sesak nafasnya, tetapi dengan anamneses
yang cermat pasien terbangun justru disebabkan oleh batuk
yang ditimbulkan oleh penumpukan dahak di saluran nafasnya.
Selama episode terjadinya batuk tersebut pasien mengalami
sesak nafas. Perbedaan di antara episode batuk malam hari lalu
diikuti dengan sesak nafas dengan dyspnea nokturnal
parokosismal ini sangat penting bagi dokter untuk mengambil
keputusan apakah dyspnea tersebut problema paru atau
jantung.
(Price, 2005)
2. Lima hari yang lalu, Ita juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas
tinggi. Ita tidak pernah mengalami sesak sebelumnya dan tidak ada riwayat
alergi.
a. Apa makna lima hari yang lalu, Ita juga mengalami batuk dan pilek
yang disertai panas tinggi?
Jawab :
26
b. Apa makna ita tidak pernah mengalami sesak sebelumnya dan tidak ada
riwayat alergi?
Jawab :
Maknanya sesak yang dialami Ita baru pertama kali dan menyingkirkan
diagnosis dari rhinitis alergi dan asma bronkial.
Hubungan batuk dan pilek yang disertai panas tinggi dengan keluhan
utama adalah salah satu gejala awal dari patogenesis bronchopneumonia
yang sering disebabkan oleh bakteri RSV (respiratory syncytial virus).
3. Ita tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi
permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela. Ibu Ita dalam
satu minggu sering mengalami batuk pilek. Ayah Ita diketahui mempunyai
kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Di dalam keluarganya tidak ada
mempunyai riwayat batuk lama dan konsumsi obat selama 6 bulan.
a. Apa makna Ita tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di
rumah semi permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya ada 2
jendela. Ibu Ita dalam satu minggu sering mengalami batuk pilek?
Jawab :
27
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah
bersatu dengan kamar tidur dan ruang tempat bayi dan balita bermain.
Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang
penuh asap yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan
asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak akan mendukung
penyebaran virus atau bakteri, dengan konsentrasi tinggi dapat merusak
mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya
ISPA.
(Putri ES, 2010)
Jawab :
28
2. Faktor eksternal meliputi tingginya pajanan terhadap polusi udara
(rokok, polusi industri) dan buruknya ventilasi (Sakina dan Larasati,
2016).
Jadi, pajanan dari rokok dari ayah Ita merupakan faktor risiko eksternal.
Batuk lama merupakan gejala klinis dari pasien yang dicurigai kasus TB
dan konsumsi obat 6 bulan juga merupakan pengobatan pada kasus TB.
Dengan adanya pernyataan bahwa tidak ada riwayat batuk lama dan
pengobatan 6 bulan menandakan kasus ini bukanlah kasus TB anak.
29
Sumber :
Jawab :
Sumber :
30
Fikri, B.A. 2016. Analisis Faktor Risiko Daya Tahan Tubuh Balita dan
Status Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Pneumonia Balita.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.
4. Ita tidak pernah diberi Asi sejak lahir. Saat ini Ita makan bubur biasa 3 x
setengah mangkuk kecil per hari. Ita memiliki riwayat imunisasi: BCG, skar
(+); DPT 1,2; Hepatitis 1,2,3; Polio 0,1,2,3.
Jawab :
31
akan tetapi masih ada perbedaan antara ASI alamiah dan susu formula.
Pengganti ASI hanya diberikan jika memang ada faktor tertentu sehingga
seorang Ibu tidak dapat memberikan ASInya atau kualitas ASI yang
kurang baik. ASI diberikan 30 menit segera setelah ibu melahirkan
sampai umur 6 bulan dan seterusnya sampai 2 tahun. selanjutnya
pengenalan MPASI pada umur 6 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan ASI lebih baik dibandingkan susu formula yaitu ASI
mengandung zat gizi yang lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
balita, ASI didapatkan langsung dari ibu ke bayinya, ASI meringankan
fungsi sistem pencernaan dan ginjal balita, ASI masih sangat alami dan
bebas dari cemaran kuman, ASI mengandung antibodi dan melindungi
balita dari minggu-minggu pertama kelahirannya, dan secara mental ASI
meningkatkan rasa keibuan bagi orang tua dan rasa aman bagi bayinya
(Mahayu, 2014).
Sumber :
b. Apa makna Ita makan bubur biasa 3 x setengah mangkuk kecil per hari ?
Jawab :
32
Maknanya adalah Ita mengalami malnutrisi (gizi kurang). Yang di
mana balita dengan malnutrisi mengalami masalah pada sistem imunitas,
khususnya IgA. Malnutrisi menyebabkan terjadi penurunan level IgA,
IgA pada sistem imun berfungsi untuk melindungi saluran nafas atas dari
infeksi organisme patogenik. Oleh karena itu, penurunan level IgA
mengakibatkan penurunan sistem imun saluran nafas sehingga akan
memperparah derajat infeksi sistem saluran nafas (Rodríguez L, 2011).
Sumber :
c. Apa makna Ita memiliki riwayat imunisasi: BCG, skar (+); DPT 1,2;
Hepatitis 1,2,3; Polio 0,1,2,3?
33
Jawab :
Sumber :
Jawab :
34
2. Faktor Eksternal : Pajanan polusi udara (rokok, polusi industri) dan
buruknya ventilasi (Sakina dan Larasati, 2016).
Sumber :
e. Apa saja imunisasi yang harus dilakukan untuk anak seumuran ita?
5. Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+), conjunctiva tidak
anemis
Thorax:
Pulmo
35
Perkusi: redup pada seluruh lapangan paru.
Cor
Abdomen: datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus normal
Jawab :
36
37,2oC
Subfebris 37,3-38oC
Febris > 38oC
Hiperpireksia ≥ 41,2oC
6. Pemeriksaan Laboratorium:
Jawab :
37
ataupun Hb tinggi.
Tidak meningkat.
Tidak meningkat.
Menunjukkan adanya
infeksi.
Jawab :
38
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
1. Sesak napas hebat sejak 1 hari yang lalu
2. 2 hari yang lalu sudah mengalami sesak nafas, sulit makan dan minum
3. 5 hari yang lalu mengalami batuk dan pilek disertai panas tinggi
4. Riwayat penyakit : tidak pernah mengalami sesak sebelumnya dan tidak
ada alergi
5. Faktor resiko : lingkungan yang padat, ibu mengalami batuk pilek dalam
satu minggu ini, ayah mempunyai kebiasaan merokok 2 bungkus/hari,
riwayat Imunisasi tidak lengkap, riwayat tidak diberi ASI sejak lahir,
makan bubur 3x setengah mangkuk kecil/hari, dan riwayat keluhan batuk
batuk lama dan konsumsi obat selama 6 bulan tidak ada.
Pemeriksaan fisik dan spesifik
1. Tampak sakit berat
2. Takipnea
3. Febris
4. Sianosis sirkum oral
5. Napas cuping hidung
6. Retraksi intercostal, subcostal, dan suprasternal
7. Stem fremitus meningkat (konsolidasi) di kedua lapangan paru
8. Redup pada seluruh lapangan paru
9. Vesikuler meningkat
10. Ronki basah halus nyaring pada kedua paru
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Leukositosis
2. Peningkatan neutrofil batang
3. Limfosit menurun
4. Peningkatan LED
Pemeriksaan Rontgen thorak: Infiltrat pada lobaris kanan dan kiri
39
8. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?
Jawab :
1. Bronkopneumonia
2. Asma Bronkial
3. Bronkitis
4. Bronkiolitis
Dullness + - (hipersonor) - +
Rales + + (wheezing) - (wheezing dan +
ronki kasar)
Cyanosis + + - +
(Sudoyo,2009)
Jawab :
Pemeriksaan Penunjang
40
Secara umum pemeriksaan darah perifer lengkap tidak dapat membedakan
infeksi bakteri dan virus secara pasti. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memperkirakan penyebab dan melihat prognosis keadaan pasien. Pada
bronkopneumonia yang disebabkan virus dan mikoplasma umumnya leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada
bronkopneumonia karena bakteri didapatkan leukositosis sekitar 15.000-
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (30.000.mm3) sering
ditemukan pada infeksi bakteri dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.
Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia.
Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN sekitar 300-
100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif rendah daripada glukosa
darah. Kadang-kadang ditemukan anemia dan laju endap darah (LED) yang
meningkat.
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit sebagai
respon infeksi atau inflamasi ringan, produksi CRP secara cepat distimulasi
oleh sitokin terutama oleh interleukin-6 (IL-6),32 interleukin-1 (IL-1), dan
tumor necrosis factor (TNF). Fungsi pasti dari CRP belum diketahui,
mungkin CRP berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan untuk membedakan faktor infeksi dan faktor
non-infeksi, infeksi bakteri dan virus, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. CRP juga digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
3. Uji serologis
Secara umum uji serologis tidak terlalu untuk mendiagnosis infeksi bakteri
tipik. Namun untuk mendiagnosis infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma
dan Klamidia, serta beberpa virus seperti Respiratory syncytical virus (RSV),
Cytomegalovirus (CMV), campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B,
41
dan Adenovirus peningkatan Ig G dan Ig M dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
5. Foto toraks
42
Foto Toraks Bronkopneumonia
Sumber :
O’Grady KAF, Torzillo PJ, Frawley K, Chang AB. 2014. The Radiological
Diagnosis of Pneumonia in Children. Pneumonia, A Peer Reviewed Open
Access Journal. 5(10):38–51.
Bronkopneumonia.
a. Definisi?
Jawab :
43
Pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli) dan pada anak sering bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus atau biasanya disebut bronkopneumonia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Sumber :
Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. 2014. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al.
44
Society of America. Clinical Infectious Diseases. 53(7):25–76.
Hasan R, Alatas H. 2000. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian
b. Etiologi?
Jawab :
1. Faktor infeksi
45
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri
Gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, atau Kliebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga disebabkan infeksi Mycoplasma
pneumoniae (Rahajoe, Supriyanto dan Setyanto, 2010).
2. Faktor non-infeksi
Sumber :
1(2):1–10.
c. Epidemiologi?
Jawab :
46
penyakit lain seperti diare, malaria, pertusis, tetanus, meningitis,
HIV/AIDS dan campak. Satu dari 6 kematian anak di dunia pada tahun
2015 disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia menyumbang sekitar 16%
dari 5,6 juta kematian anak di dunia. Menewaskan sekitar 922.000 anak
pada tahun 2015 atau sekitar 2500 anak/hari dan 100 anak/jam
(UNICEF, 2015).
47
Sumber :
d. Pathogenesis?
Jawab :
48
1. Stadium kongesti
4. Stadium resolusi
Sumber :
e. Faktor resiko?
Jawab :
49
Banyak faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas bronkopneumonia di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut antara lain adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi,
berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi campak,
tidak mendapat ASI eksklusif, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok) (Rahajoe,
Supriyanto dan Setyanto, 2010).
2. BBLR (≤ 2500 g)
6. Sesak
2. Defisiensi zinc
50
1. Pendidikan ibu
5. Defisiensi vitamin A
6. Urutan kelahiran
Sumber :
f. Manifestasi klinis?
Jawab :
infeksi umum dan gejala respiratori. Gejala infeksi umum, yaitu demam,
51
gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk,
sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, perasaan sulit
bernapas (air hunger), merintih, dan sianosis (Rahajoe, Supriyanto dan
Setyanto, 2010).
suara napas melemah dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi
kecil gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat
2010) yaitu :
baru timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umumnya berupa gejala
52
umumnya anak tidak demam. Saat bronkopneumonia ini berubah
menjadi berat timbul gejala ronki atau mengi, takipnea dan sianosis.
ronki, dan sianosis. Anak besar yang sianosis lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada akibat
komplikasi bronkopneumonia.
3. Bronkopneumonia atipik
53
penyebab bronkopneumonia atipik pada umumnya adalah
Sumber :
g. Klasifikasi?
Jawab :
Jawab :
54
(Suardi, dkk., 2008)
Sumber :
Suardi, Adi Sutomo., Setyati, Amalia, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi
Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Jawab :
Sumber :
Kliegman R.M, Marcdante KJ, and Behrman R.E. 2006. Nelson Essentials of
55
Jawab :
Dubia ad Bonam.
Sumber :
56
pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek’, Jurnal Medula, 7(2), 6–12, 7(2),
pp. 6–12. Available at: c.
Sumber :
Jawab :
57
Diberikan pada pertemuan kedua
Interpretasi :
(Adam, 2008).
----------------------------
----------------------------
Interpretasi: Pneumonia
Radiologi
58
disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia. Pada kasus infiltrat di kedua
lapang paru disertai airbronchogram.
Sumber :
Kesimpulan :
Ita, perempuan , 10 bulan dengan keluhan sesak nafas hebat sejak 1 hari yang
lalu, disertai sulit makan dan minum, batuk, pilek, dan panas tinggi karena
mengalami Bronkopneumonia.
Kerangka Konsep
Bronkopneumonia
Gangguan Ventilasi
59
Sesak Napas
60