Anda di halaman 1dari 25

Nadia Anisha

1102011186
B15

1. Memahami dan menjelaskan anatomi paru - paru


1.1. Menjelaskan makroskopis paru – paru

1
Nadia Anisha
1102011186
B15

http://www.pudak-scientific.com/image/bmd_81-10-01_d.jpg

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besarterdiri dari sel-sel epitel dan dan endotel. O2 masuk
ke dalam darah danCO2 dikeluarkan dari darah.Paru-paru dibagi menjadi dua, yakni :
Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru):
a. Lobus pulmo dekstra superior
b. Lobus medial
c. Lobus inferior

Paru-paru kiri, terdiri dari:


a. pulmo sinister lobus superior
b. pulmosinister lobus inferior.

Tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan yang lebih kecil (segmentalis):

Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu :


a. 5 buah segment pada lobus superior, dan
b. 5 buah segment pada inferior

Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yakni :


a. 5 buah segment pada lobus inferior
b. 2 buah segment pada lobus medialis
c. 3 buah segment pada lobus inferior

Tiap-tiap segment ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahanyang bernama lobulus. Diantara lobulus yang
satu dengan yang lainnyadibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getehbening dan
saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuahbronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang -
cabang banyaksekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktusalveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.

Letak paru-paru

2
Nadia Anisha
1102011186
B15

Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengahrongg dada/kavum mediastinum.
Pada bagian tengah itu terdapat tampukparu-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-parudibungkus oeh selaput selaput yang bernama pleura. Pleura dibagimenjadi dua :

a. Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yanglangsung membungkus paru-paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam dinding dada.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebutkavum pleura. Pada keadaan normal kavum
pleura ini vakum/hampaudara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapatsedikit cairan
(eksudat) yang 1. Serabut symphaticus: truncus sympaticus pleura parietalis berdasarkanletaknya terbagi atas:
a. Pleura costalis
b. Pleura diaphragmtica
c. Pleura mediatinalis
d. Pleura cervicalis

Pada hillus terdapat ligamentum pulmonale yng berfungsi untukmengatur pergerakan alat dalam hillus selama
proses respirasi. Alat yang masuk pada hillus pulmonalis: (brouncus primer, arteripulmonalis, arteri
brounchialis, dan syaraf). Alat yang keluar pada hilluspulmonalis: (vena pulmonalis, vena bronchialis, dan vasa
limfatisi)

Persarafan Paru:

Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncussympaticus dan serabut parasympatiscus berasal dari
nervus vagus.
a. Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang padaparu membentuk plexus pulmonalis
yang terletak didepan dandibelakang broncus prim. Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasitunica
muscularis dan menghambat sekresi bron cus.
b. Serabut para sympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang padaplexus pulmonalis kedepan dan
kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi tunica muscularis akibatnya lumenmenyempit
dan merangsang sekresi boncus.

1.2. Menjelaskan mikroskopis paru – paru


Paru/pulmo
Trakea akan bercabang 2 menjadi bronkus primer dan kanan, sebelum memasuki perenkim paru, bronkus primer
bercabang menjadi broncus sekunder (bronkus lobaris) yang masuk kedalam lobus. Di dalam lobus paru,
bronkus lobaris bercabang menjadi bronchus tersier dan turut menyusun segmen bronchopulmonar. Bronchus
tersier bercabang lagi, menjadi cabang yang lebih kecil, dan setelah 9-11 percabangan terbentuk saluran dengan
diameter lebih kurang 1mm, tanpa tulang rawan pada dindingnya, saluran ini disebut bronchiolus. Bronchiolus
turut menyusun lobulus paru. Setiap segmen bronchopulmonar mempunyai 30-60 lobuli. Di dalam setiap
loburus, bronchiolus bercabang membentuk 4-7 bronchioli terminalis. Setiap bronchioli terminalis bercabang
menjadi 2 bronchiolus respiratorius yang kemudian akan bercabang lagi sekitar 3 kali menjadi ductus alveolaris.
Ductus alveolaris akan bercabang dua sebelum bermuara ke dalam atria. Atria akan bermuara kedalam sacus
alveolaris yang kemudian akan bermuara pada alveoli. Makin kecil saluran napas dindingnya semakin nipis dan
lamina proprianya tidak lagi mengadung kelenjar, akan tetapi masih dilengkapi oleh otot polos, sel epitel bersilia
dan sel goblet. Sel goblet tidak terdapat lagi pada bronchiolus respiratorius.
Bronkus
Bronchus extrapulmonar sangat mirip dengan trakea, hanya diameternya lebih kecil. Gambaran bronchus intra
pulmonal berbeda karena tidak terdapat rangka tulang rawan yang berbentuk huruf C, melainkan berupa

3
Nadia Anisha
1102011186
B15

lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan melingkari lumen. Pada potongan melintang
rangka ini akan terlihat seperti potongan-potongan tulang rawan pada dinding bronchus. Mukosa tidak rata,
terdapat lipatan-lipatan longitudional karena konstraksi otot polos. Mukosa dilapisi oleh epitel bertingkat torak
dengan silia dan sel goblet. Pada lapisan propria terdapat berkas-berkas otot polos. Di bawah lapisan otot polos
ini terdapat kelenjar campur,. Pada dinding bronkus yang terkecil kerangka tulang rawannya sedikit dan tidak
lagi membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen.
Bronchiolus
Dinding bronchhiolus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada lamina propria tidak lagi terdapat
kelenjar. Lamina propria terutama diisi oleh serat otot polos dan serat elastin. Pada bronchiolus besar, mukosa
dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin ke ujung sel bersilia semakin jarang,
sejalan dengan itu sel goblet pun menghilang. Sel epitel semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mukosa
dilapisi oleh sel-sel kuboid atau torak rendah, terdapat sel tanpa bersilia, tidak terdapat sel goblet. Diantara sel
epitel terdapat sel torak tidak bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel ini adalah sel Clara.
Bronchiolus terminalis
Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat percabangannya menjadi bronchiolus
respiratorius. Mukosa dilapisi oleh selapis sel kuboid, pada dinding tidak terdapat alveolus. Pada lamina propria
dapat dilihat serat-serat otot polos.
Bronchiolus respiratorius
Cabang dari bronchiolus terminalis , epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid. Epitel terputus-putus, karena
pada dinding alveolus. Sel epitel bersilia kadang-kadang masih ada, yang akan menghilang semakin keujung
saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina propria dapat terlihat serat otot polos, kolagen dan elastis
Ductus alveolaris
Cabanng dari bronchiolus respiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus. Pada setiap pintu ke
alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk gepeng. Di dalam lamina propria masih dapat terlihat serat-serat otot
polos, bisanya terpotong melintang.
Atria, Sacus alveolaris dan alveoli
Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan alveolus dan sacus
alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih sacus alveolaris. Dari scus alveolaris terbuka pintu yang menuju
ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantong dilapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis. Pada septum inter
alveolare terdapat serat retikular dan serat elastin. Disini terlihat 3 macam sel, yaitu sel gepeng pada permukaan
disebut pneumosit tipe I, sel alveolar besar, atau sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid menonjol
kedalam ruang alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat pula sel endothelia kapilare.

4
Nadia Anisha
1102011186
B15

2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi pernafasan


2.1. Menjelaskan mekanisme pernafasan
Energi gerak manusia diperoleh dari metabolisme energi dalam sel otot, yang dalam prosesnya sangat
membutuhkan oksigen (O​2​) yang didapatkan dari pernapasan. Pernapasan merupakan konsekuensi sistem kerja
organ tubuh manusia ketika hidup dan beraktivitas untuk saling mendukung dan berkoordinasi dengan organ
fisiologis yang lainnya.
Fungsi Pernapasan.
Fungsi pokok sistim pernapasan adalah mendapatkan O​2 agar ​ dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan
mengeluarkan karbondioksida (CO​2​) dari yang dihasilkan oleh sel tubuh yang merupakan limbah metabolisme
energi.
Organ Pernapasan
Organ utamanya meliputi: Hidung (nares anterior); Faring (nasofaring, orofaring dan laringofaring);
Laring; Trakea (batang tenggorok); Bronkus; dan Paru (Pulmonum). ​Mekanisme dan Jenis Pernapasan.
Di dalam paru terdapat kurang lebih 300 juta alveoli, dan di alveolus terjadi proses pertukaran O​2 dari
udara (dari alveolus dilepas ke kapiler pulmonal, diterima vena pulmonal, dan selanjutnya Hb O​2 ​dibawa ke
jantung untuk dipompa keseluruh tubuh lewat pembuluh nadi arteri); sedangkan karbondioksida (CO​2​) salah
satu limbah metabolisme (dilepas oleh sel diangkut melalui aliran darah pada vena dibawa ke jantung, kemudian
melalui arteri pulmonal dibawa ke paru dan CO​2 dilepaskan
​ ke alveoli), selanjutnya dinapas keluarkan melalui
hidung.

Mekanisme respirasi normal/istirahat:

5
Nadia Anisha
1102011186
B15

a. Proses inspirasi
rangsangan otomatis datang dari pusat pernafasan dorsal medula oblongata. Sinyal dibawa n. splenknikus
ke diafragma diafragma berkontraksi → perluasan volume thorak & paru + penurunan tekanan intra
thorak → udara atmosfer mengalir masuk ke paru
b. Proses ekspirasi
rangsang dari pusat pernafasan dorsal di medula oblongata dihentikan oleh pusat pneumotaksik di medula
oblongata sinyal terhenti diafragma relaksasi rongga thorak menyempit tekanan naik udara keluar.

Adapun komposisi udara inspirasi dan ekspirasi dalam respirasi adalah sebagai berikut:

Tabel 1: Perbandingan gas inspirasi dan ekspirasi

Nitrogen (N​2) Oksigen (O​2) Karbondiksida (CO​2)

Udara inspirasi 79 % 20 % 0,4 %


Udara ekspirasi 79 % 16 % 4%

Terjadinya ​proses pernapasan dada a​ dalah menggunakan gerakan otot-otot antar tulang rusuk. Rongga
dada membesar karena tulang dada dan rusuk terangkat akibat kontraksi otot-ototnya. Ketika paru mengembang,
volume membesar dan tekanan udaranya lebih kecil daripada tekanan udara luarnya. ​Sedangkan pernapasan
perut ​adalah pernapasan yang menggunakan otot diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkonstraksi sehingga
diafragma yang semula cembung menjadi agak rata, sehingga paru mengembang kea rah perut (abdomen).
Mekanisme pernapasan mengikuti ​tertib hukum Boyle ( P​1 .​ V​1 = P​2 . V​2​), ​udara mengalir dari tempat yang
bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah, sehingga udara masuk ke dalam paru.

2.2. Menjelaskan kerja system pernafasan

Kecepatan dan Kontrol Pernapasan.


Kecepatan pernapasan dikendalikan secara kimiawi, ketika O​2 dari udara (dari alveolus dari dilepas ke
kapiler pulmonal, diterima vena pulmonal; dan CO​2 ​dilepaskan ke alveoli, proses keduanya melalui ​difusi​). Dan
dikendalikan oleh saraf (didalam medulla oblongata, ketika medapat rangsangan akan mengeluarkan impuls
yang dirambatkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasan, yakni otot diafragma dan otot inerkostalis dengan
intensitas konstarksi rata-rata 14 kali per menit.).
Perubahan dalam Pernapasan.
Dalam keadaan normal, paru mengandung sekitar 2 sampai 2,5 liter udara selama siklus respirasi, tetapi
dapat diisi sampai 5,5 liter atau dikosongkan sampai tersisa 1 liter.
Alat untuk mengukur besarnya udara inspirasi dan ekspirasi adalah ​Spirometer. ​Terdapat berbagai jenis
perubahan volume dalam proses respirasi, yakni:
a. Volume Tidal (TV), ​adalah volume udara yang masuk atau keluar dari hidung sewaktu bernapas dalam
keadaan istirahat, sebanyak 500 Cc.
b. Volume Cadangan ekspirasi (Suplemen), ​yaitu volume udara ekspirasi yang masih dapat dikeluarkan
setelah ekspirasi normal (​tidal​), kira-kira 1250 Cc.
c. Volume cadangan inspirasi (komplemen)​, yaitu volume udara inspirasi yang masih dapat dihirup
setelah inspirasi normal (​tidal​), adalah 3000 Cc.
d. Kapasitas Vital (KV)​, yaitu sejumlah ​Volume Suplemen ​+ ​Volume Tidal ​+ ​Volume Komplemen; ​atau
sama dengan ​Volume Udara Maksimal yang dapat dikeluarkan dalam sekali ekspirasi setelah
inspirasi maksimal; v​ olumenya 4750 Cc.
e. Volume Residual (VR), ​nilai rata-ratanya =​1200 Cc)​. Walaupun dilakukan ekspirasi sangat maksimal,
selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan dengan ekspirasi biasa. Ini disebut
Volume Residu.
f. Ventilasi semenit, ​adalah seberapa banyak udara yang dihirup atau dihembuskan (tidak kedua-duanya)
dalam waktu satu menit, selanjutnya yang digunakan sebagai ukuran adalah udara yang dikeluarkan
(Volume Ekspirasi = VE)​. Jumlah ini dapat ditentukan dengan mengetahui: 1). Volume Tidal (VT),
yaitu berapa banyak jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur pernapasan; dan 2).
Frekuensi bernapas, yaitu berapa kali bernapas dalam satu menit.

6
Nadia Anisha
1102011186
B15

2.3. Menjelaskan pengaturan system pernafasan

Pusat Pernafasan
“Pusat pernapasan” berada di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Daerah ini dibagi menjadi 3
kelompok neuron utama :
a. kelompok pernapasan dorsal, di bagian dorsal medula yang terutama menyebabkan inspirasi,
b. kelompok pernapasan ventral, terletak di ventromedial medula,
c. pusat pneumotaksik, di seblah dorsal bagian superior pons, yang membantu mengatur kecepatan dan
pola bernapas.
(​Irianto, K, 2004;​ ​Sherwood,​ 2001; Ganong WF, 2003; Guyton AC and Hall JE, 2000)

3. Menjelaskan Mycobacterium
3.1. Menjelaskan definisi mycobacterium

Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak dapat
terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat menhan warnanya walaupun sudah diberikan
asam atau alcohol, itulah yang menyebabkan bakteri ini disebut sebagai basil “tahan asam”. ​Mycobacterium
​ enyebabkan tuberculosis dan merupakan patogen manusia yang sangat penting.​Mycobacterium
tuberculosis m
leprae m​ enyebabkan lepra. ​Mycobacterium avium-intracellular (komplek ​M-Avium, atau MAC) dam
mikobakterium atipikal lainnya yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oppurtunistik pada
pasien yang imunokompromais lainnya, dan kadang – kadang menyebabkan penyakit pada pasien dengan
system imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies mycobacterium, termasuk banyak yang bersifat saprofit.

Sifat pertumbuhan

Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.
Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya
lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik
cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23​o​C, untuk memproduksi
pigmen, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.

3.2. Menjelaskan klasifikasi mycobacterium

Toksonomi :
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies: : Mycobacterium tuberculosis

3.3. Menjelaskan morfologi mycobacterium

7
Nadia Anisha
1102011186
B15

Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3 µm. pada medium
atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke
spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram ppositif atau gram negative.
Basil tuberculosis sejati ditandai dengan “tahan asam” yaotu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat
(asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini
tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen digunakan untuk
identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat
ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan dengan fluorokom (misalnya : auramin,
rodamin).

3.4. Menjelaskan struktur dinding sel

Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa resistensi terhadap infeksi
seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada
binatang yang sebelumnya disensitisasi.

a. Lipid

Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90),
lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil peptide
(peptidoglikan) yang mebuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma;
fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri
ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat
dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola
yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.

Strain virulen basil tuberkel membentuk “​serpentine cords” ​mikroskopik; pada bentuk ini basil tahan
asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan ​cord b​ erkaitan dengan virulensi. Sebuah “factor ​cord”​
(trehalosa -6,6’- dimikolat) telah diekstraksi dari basil virulen dengan petroleum eter. Factor ini
menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “​adjuvant”
imunologik

b. Protein

Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi tuberculin. Protein
berikatan dengan ​wax fraction can ​, setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini
juga dapat merangsang pembentukan antibodi.

c. Polisakarida

Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis penyakit


manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan
sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

3.5. Menjelaskan cara pengambilan sample

Karena basil tuberkel dapat mengenai setiap system orgammanifestasinya bervariasi. ​Fatigue,​ lemas, penurunan
berat badan dan demam mungkin merupakan tanda penyakit tuberculosis. Keterlibatan pulmonal yang
mengakibatkan batuk kronis dan sputum berbecak darah biasanya terjadi akibat lesi yang sudah lanjut.

8
Nadia Anisha
1102011186
B15

Meningitis atau keterlibatan traktus urinarius dapat muncul, pada saat tanda-tanda lain tuberculosis tidak
dijumpai. Penyebaran melalui aliran darah menyebabkan tuberculosis militer dengan lesi pada banyak organ dan
laju mortalitas yang tinggi.

Uji laboratorium Diagnostik

Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil tuberkel. Isolasi basi
tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.

a. Specimen

Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan serebrospinal, cairan
sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.

b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen

Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan ​N-a​ setil-L-sistein,
didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya), dinetralisir dengan
buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses dengan cara ini dapat digunakan
untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen dari tempat yang steril, seperti cairan
serebrospinal, tidak memerlukan prosedur dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa,
dan dibiakkan.

c. Sediaan apus

Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan pewarnaan
zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum tidak direkomendasikan,
karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi
fluorosens dengan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin
lebih snsitif daripada pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang
sesuai, hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium.

d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas

e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen

Reaksi untai polymerase memberikan janji yang benar untuk deteksi cepat dan langsung ​M tuberculosis
pada specimen klinis. Sensitivitasnya secara keseluruhan adalah 55-90% dengan spesifisitas sebesar 99%.
Uji ini mempunyai sensitifitas paling tinggi ketika dipakai pada specimen yang positif pada sediaan apus
untuk basil tahan asam; uji PCR disetujui untuk penggunaan ini pada specimen sputum yang bersifat positif
pada pewarnaaan tahan-asam.

Imunoassay ​enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi sensitifitas dan
spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama timbul pada aplikasi EIA untuk
mendeteksi antibodi terhadap antigen ​M tuberculosis. T ​ idak satupun metode-metode ini yang adekuat
untuk penggunaan diagnostic rutin.

Jawetze, etalll, 2008. Mikrobiologi kedokteran. Edisi23. EGC : jakarta

4. Memahami dan menjelaskan Tuberkulosis

9
Nadia Anisha
1102011186
B15

4.1. Menjelaskan definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (​TBC atau TB​) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri ​Mikobakterium
tuberkulosa.​ Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

4.2. Menjelaskan epidemiologi Tuberkulosis

Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang emngeksresikan, terutama dari traktus respiratorius,
basil tuberkel dalam jumlah banyak. Kontaj erat (misalnya, dalam sbuah keluarga ) dan pajanan masuf
(misalnya, pada petugas kesehatan) membuat transmisi melalui droplet paling mungkin terjadi.

Kerentanan terhadap tuberculosis adalah fungsi risiko infeksi yang didapat dan risiko penyakit klinis setelah
infeksi muncul. Untuk orang yang hasil tuberkulinnya negative, risiko terkena basil tuberkel tergantung pada
pajanan sumber-sumber basil infeksius-terutama pasien dengan sputum yang positif. Risiko ini sebanding
dengan laju infeksi aktif dalam populasi, komunitas, kerugian sosioekonomi, dan perawatan medis yang tidak
adekuat.

Perkembangan penyakit klinis setelah infeksi dapat mempunyai komponen genetic (telah terbukti pada binatang
dan diduga oada manusia dengan adanya insiden penyakit yang lebih tinggi pada manusia yang mempunyai
antigen histokompabilitas HLA-Bw 15). Komponen genetic ini dipegaruhi oleh umur (resiko tinggi pada bayi
dan usia lanjut), status kurang gizi, dan status imunologik, penyakit yang ada (mislanua, silicosis, diabetes),
serta factor resistensi masing-masing penjamu lainnya.

Infeksi terjadi pada usia lebih muda di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan. Penyakit hanya muncul
pada sebagian kecil individu yang terinfeksi. Di amerika serikat saat ini, penyakit aktif mempunyai beberapa
pola epidemiologic tempat individu berada pada resiko tinggi; kaum minoritas, terutama afrika-amerika dan
hispanik; pasien yang terinfeksi HIV; tuna wisma; dan orang usia sangat muda dan sangat tua. Insiden
tuberculosis terutama tinggi pada kaum minoritas yang terinfeksi HIV. Infeksi primer dapat muncul pada setiap
orang yang terpajan dengan suatu sumber infeksi. Pasien yang pernah terinfeksi dengan tuberculosis dapat
terinfeksi kembali secara eksogen. Reaktivasi endogen tuberculosis muncul paling sering diantara orang dengan
AIDS dan orang usia yang malnutrisi atau pria alkoholik yang miskin.

Jawetze, etalll, 2008. Mikrobiologi kedokteran. Edisi23. EGC : jakarta

EPIDEMIOLOGI GLOBAL
Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan tuberkulosis (TB) sebagai ​global health emergency.​ TB
dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena ​+ 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis.​ Pada tahun 1998, ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia. Alasan
utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan oleh:

● Kemiskinan pada berbagai penduduk


● Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia
manusia yang hidup
● Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan, terutama di
negri-negri miskin.
● Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter
● Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB di mana terjadi
deteksi dan tata laksana kasus yang tidak adekuat

10
Nadia Anisha
1102011186
B15

● Adanya epidemik HIV, terutama di Afrika dan Asia

EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Perkiraan kejadian
BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah
tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.

Prevalensi TB di antara tahun 1979-1982 di 15 propinsi di Indonesia

Prevalensi Positif
Jumlah Penduduk
Tahun Survei Provinsi Hapusan BTA
thn 1982 (jt)
Sputum (%)

1979 Jawa Tengah 26.2 0.13

1980 Bali 2.5 0.08

1980 DKI Jaya 7.0 0.16

1980 DI Yogyakarta 2.8 0.31

1980 Jawa Timur 30.0 0.34

1980 Sumatera Utara 8.8 0.53

1980 Sulawesi Selatan 6.2 0.45

1980 Sumatera Selatan 4.9 0.42

1980 Jawa Barat 28.9 0.31

1980 Kalimantan Barat 2.6 0.14

1980 Sumatera Barat 3.5 0.38

1981 Aceh 2.7 0.15

1981 Kalimantan Timur 1.3 0.52

1981 Sulawesi Utara 2.2 0.30

1982 Nusa Tenggara Timur 2.8 0.74

Modifikasi dari Aditima: Rata-rata prevalensi TB pada 15 propinsi: 0.29%, prevalensi tertinggi ada
di NTT 0.74%, yang terendah di Bali 0.08%. Pada tahun 1990, prevalensi di Jakarta 0.16%

4.3. Menjelaskan etiologi Tuberkulosis

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri
ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri

11
Nadia Anisha
1102011186
B15

ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP).

4.4. Menjelaskan klasifikasi Tuberkulosis

Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :

a) Pembagian secara patologis


● Tuberculosis primer (​childhood tuberculosis)​
● Tuberculosis post-primer (​adult tuberculosis)​
b) Pembagian secara aktivitas Radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonul) aktif, non aktif dan ​quiescent
(bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c) Pembagian secara radiologis (luas besi)
● Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
● Moderately advanced tuberculosis.​ Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4cm. Jumlah
infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
sepertiga bayangan paru.
● Far advanced tuberculosis.​ Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada ​moderately
advanced tuberculosis.​

Pada tahun 1974 ​American Thoracic Society memberikan klasifikasi baruyang diambil berdasarkan aspek
kesehatan masyarakat.

a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak (-), tes tuberkulin (-).
b) Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, disini riwayat kontak (+), tes tuberkulin
(-)
c) Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+), radiologi dan sputum (-)
d) Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, mikrobiologis :

a) tuberkulosis paru
b) bekas tuberkulosis paru
c) tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam
● tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disisni sputum BTA (-) tetapi tanda-tanda lain (+)
● tuberkulosis tersangka paru yang diobati. Disini sputum BTA (-), dan tanda-tanda yang lain jga
meragukan

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :

a) Kategori I, ditunjukan terhadap :


● kasus baru dengan sputum (+)
● kasus baru dengan bentuk TB berat
b) Kategori II, ditunjukan terhadap :
● kasus kambuh
● kasus gagal dengan sputum BTA (+)
c) Kategori III, ditunjukan terhadap :
● kasus BTA (-), dengan kelainan paru yang tidak luas
● kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d) Kategori IV, ditunjukan terhadap : TB kronik

12
Nadia Anisha
1102011186
B15

Tuberkulosis pada berbagai organ

Bagian Yg Terinfeksi Gejala atau komplikasi

Rongga perut Lelah, nyeri tekan ringan, nyeri seperti ​apendisitis

Kandung kemih Nyeri ketika berkemih

Demam, sakit kepala, mual, penurunan kesadaran, kerusakan otak yg


Otak
menyebabkan terjadinya koma

Perikardium Demam, pelebaran vena leher, sesak nafas

Persendian Gejala yg menyerupai ​artritis

Ginjal Kerusakan gijal, infeksi di sekitar ginjal

Organ reproduksi pria Benjolan di dalam kantung zakar

Organ reproduksi
Kemandulan
wanita

Tulang belakang Nyeri, kollaps tulang belakang & kelumpuhan tungkai

4.5. Menjelaskan pathogenesis Tuberkulosis

Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis. Setelah melalui barier
mukosilier saluran napas, kuman TB akan mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, yang
disebut sebagai focus Gohn. Melalui aliran limfe, kuman TB akan mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Gohn
dan limfadenopati hilus membentuk kompleks primer TB. Melalui kompleks primer, kuman TB akan menyebar
melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.

Respon tubuh terhadap infeksi kuman TB berupa respon imun seluler hipersensitifitas tipe lambat yang terjadi
4-6 minggu setelah terinfeksi. Banyaknya kuman TB serta kemampuan daya tahan host menentukan perjalanan
penyakit selanjutnya. Pada sebagian besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman,
sebagian kecil kuman dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat
menghentikan multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian. Berdasar penularannya
maka tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu: Tuberkulosis primer. Terdapat pada anak-anak. Setelah
6-8 minggu akan mulai terbentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga test tuberkulin akan positif. Pada
pasien ini akan terbentuk kompleks primer TB dan selanjutnya dapat menyebar secara hematogen ke apeks paru
yang kaya oksigen. Reaktifasi dari tuberkulosis primer. Infeksi TB primer akan mengalami reaktifasi terutama
pada 2 tahun post infeksi primer maka keadaan ini disebut sebgai tuberkulosis postprimer. Kuman akan
disebarkan secara hematogen ke segmen apikal posterior. Reaktifasi dapat kjuga terjadi melalui metastase
hematogen ke berbagai jaringan tubuh. Reinfeksi. Keadaan ini terjadi pada saat adanya penurunan imunitas
tubuh atau terjadi penularan secara terus-menerus oleh kuman TB dalam satu keluarga.

13
Nadia Anisha
1102011186
B15

4.6. enjelaskan manifestasi klinis Tuberkulosis

K​eluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau bahkan tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:

a. Demam. ​Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41​o​C. Serangan demam bersifat hilang-timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat-ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
b. Batuk/batuk darah. ​Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronchus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar dari saluran pernapasan. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah.

14
Nadia Anisha
1102011186
B15

c. Sesak napas. ​Sesak napas akan ditemukan bila penyakit sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada. ​Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
e. Malaise. ​Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala ​malaise sering ditemukan berupa anoreksia,
tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak teratur.

4.7. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding Tuberkulosis


a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
denganmengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua harikunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datangberkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui
apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan
dalam beberapa situasi:

1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis


2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.

c. Pemeriksaan Tes Resistensi

Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan,
identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan
mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan
tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR
dapat di cegah

4.8. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang Tuberkulosis


a. Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik
sering tidak diperoleh hasil yang memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit

15
Nadia Anisha
1102011186
B15

dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah
bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi yang redup dan
auskultasi suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang nyaring. Namun bila infiltrat
diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, pada perkusi akan diperoleh hasil hipersonor atau timpani dan suara auskultasi amforik. Pada TB
paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat jadi hiperinflasi. Keadaan lanjut
TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor
pulmonale dan gagal jantung kanan sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan
gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop,
murmur Graham Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali,
ascites dan edem.

Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkan
adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin positif. Radiologis.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radilogis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi
tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga mengenai bagian inferior atau daerah hilus
yang menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan
ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan berupa cincin
berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada ateletaksis
terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian, satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran
tuberkulosis miliar tampak berupa bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru.
Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.

c. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin. Darah. Pemeriksaan tidak
sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan leukosit meninggi dengan hitung jenis bergeser
ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan LED mulai meningkat. Sputum. Pemeriksaan sputum adalah
penting untuk menemukan kuman BTA. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang

16
Nadia Anisha
1102011186
B15

kuman BTA pada satu sediaan. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga diambil dari
bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin atau tinja.

d. Tes tuberkulin.

Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak
(balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya
menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes
tuberkulin (mnataoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan.

4.9. Menjelaskan tatalaksana Tuberkulosis

T​B ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien pada waktu pasien batuk / bersin. Pasien
menularkan kuman lewat udara dalam bentuk percikan dahak. Dalam satu tahun pederita TB dapat menularkan
penyakitnya pada 10-15 orang di sekitarnya. Penularannya tergantung dari : jumlah kuman, lama kontak dan daya
tahan tubuh seseorang. TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur minimal 6 bulan. Dengan
mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, praktek dokter umum, dokter
ahli paru, dll. Obat TB diminum teratur sampai dinyatakan sembuh, pada umumnya 6-8 bulan. 2 bulan pertama
obat diminum setiap hari (Fase Intensif). 4 bulan berikutnya diminum seminggu 3 X atau setiap hari (Fase
Lanjutan). Sebaiknya obat diminum sebelum makan atau sebelum tidur. Obat TB menimbulkan efek samping
mulai dari gejala ringan sampai berat. Gejala ringan berupa : mual, pusing, sakit perut, sakit pinggang, kesemutan
dan rasa terbakar. Apabila muncul gejala tersebut mintalah pertolongan kepada petugas kesehatan. Gejala berat
berupa kulit kemerahan/gatal-gatal, vertigo, penglihatan terganggu, mata kuning, urine/air kencing berwarna
kuning keruh/kecoklatan. Apabla timbul gejala tersebut, hentikan pengobatan dan segera mintalah pertolongan ke
petugas kesehatan terdekat.

Tujuan pengobatan dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien, mencegak kematian, mencegah


kekambuhan, menurunkan resiko penularan dan mencegah kebal obat. Apabila kuman TB kebal kuman akan
tumbuh dan berkembang lebih banyak. Sehingga pengobatannya butuh obat yang lebih ampuh, biaya yang lebih
besar dan waktu pengobatan yang lebih lama. Guna mencapai kesembuhan bagi pasien TB sangatlah mudah.
Hanya diperlukan keteraturan dan ketekunan mengambil dan minum obat pada tanggal yang telah ditentukan.
Langkah kedua adalah pemeriksaan dahak ulang, pada :

1. akhir bulan ke-2 pengobatan


2. akhir bulan ke-5 pengobatan
3. akhir bulan ke-6 pengobatan

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II
(Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung
dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

a. Pencegahan (profilaksis) primer


Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).

17
Nadia Anisha
1102011186
B15

INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).


Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif
sudah tidak ada.
b. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
a. Obat primer​ : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b. Obat sekunder​ : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian​ Dosis 2x/minggu​ Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen
operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan
untuk menindaklanjuti​Indonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia​pada
April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang
rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat.
Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal
pengobatan.
Strategi ​DOTS​ (​Directly Observed Treatment Short-course)​ pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996
dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan
tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan ​DOTS​ di puskesmas. Strategi ini diartikan
sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara ​high burden​, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya ​baseline drug susceptibility​ data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat
penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit
mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja
sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan
pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS.
Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang
bersifat ​MDR​(​Multi-drugs Resistant)​ . Untuk kasus ​MDR-TB​ dibutuhkan obat lain selain obat standard
pengobatan TBC yaitu obat ​fluorokuinolon​ seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat
disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

18
Nadia Anisha
1102011186
B15

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan
4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan
kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
b. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
c. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
a. 2HR/7H2R2​ : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap
hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap
INH).
b. 2HRZ/4H2R2​ : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada
resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH
10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

A. Isonoazid (INH)

Farmakokinetika

● Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O
● Metab: asetilasi di hepar ​→​ kecepatannya ditentukan oleh genetik
● Asetilator cepat ​→​ eskimo, jepang
● T ½ 70 menit, kadar obat 30-50% asetilator lambat
● Asetilator lambat: skandinavia, yahudi, kaukasia, afrika utara
● T ½ 2-5 jam, masa paruh memanjang pd insuff hati
● Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila diberikan setiap hari ​→​ kec
asetilator cepat bila mendapat obat seminggu sx ​→​ penyembuhan kurang baik

Efek Samping

19
Nadia Anisha
1102011186
B15

● Reaksi hipersensitivitas :

Demam, morbiliform, makulopapular, urtikaria

Reaksi hematologik: agranulositopenia, anemia

● Neuritis perifer

Byk terjadi pd dosis 5mg/kgbb/hr

Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya akson terminal ​→​ spt
defisiensi piridoksin

INH ​→​ ekskresi piridoksin meningkat ​→​ Terapi ajuvan: piridoksin 10mg/hari

● Dapat mencetus kejang pd pasien riwayat kejang


● Neurotoksik lain: vertigo, ataksia, parestesia, stupor, eforia, daya ingat berkurang sementara
● Metabolit INH ​→​ asetilhidrazin dpt sebabkan kerusakan hati, terutama pd pasien gangguan fungsi
hati
● Jarang pd pasien < 35 tahun
● Peningkatan enzim SGOT-SGPT ​→​ s/d 4 x nilai normal ​→​ asimptomatik, obat tidak perlu
dihentikan
● Pasien risiko tinggi (peminum alkohol, insuff hati) ​→​ cek SGOT-SGPt sebulan sx ​→​ bila meningkat
>5x nilai normal, INH distop
● Terjadi 4-8 minggu pengobatan dimulai

B. Rifampizin

Farmakokinetik

● Kadar max 2-4 jam setelah P.O


● Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang waktu 8-12jam)
● Metabolisme: termasuk ​drug inducer​ ​→​ eliminasi meningkat pd pemberian berulang
● T ½ eliminasi 1,5 -5 jam
− Memanjang pd kelainan fungsi hati
− Memendek pd pemberian berulang ​→​ 40% dlm 14 hari
− Memendek pd asetilator cepat bila diberikan bersama INH
e. Obat berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak

f. Luas distribusi​→ warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata, saliva, keringat ​→ Pasien
harus diberitahu

g. Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh ​→ pasien gangguan ginjal tdk
perlu penyesuian dosis

Efek samping
● Jarang ES yg tidak diinginkan
● Sering: ruam kulit, demam, mual & muntah
● Hepatitis jarang terjd pd pasien dg fungsi hepar normal
● Lansia, gangguan fs hepar, alkoholisme ​→​ insiden ikterus bertambah
● Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung, melemahnya otot
● Hindari pd kehamilan ​→​ dpt melewati sawar plasenta

Interaksi obat
● Krn mrpkan drug inducer ​→​ meningkatkan metabolisme obat lain: hipoglikemik oral, kirtikosteroid,
kontrasepsi oral ​→​ efektifitasnya berkurang bila diberikan bersama rifampisin
● Mengganggu metabolisme vitamin D
● Ekskresi rifampisin dihambat oleh disulfiram & probenesid

20
Nadia Anisha
1102011186
B15

● Obat yg sangat efektif utk pengobatan TB bersama INH

C. Etambutol
● Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel ​→​ Metabolisme terhambat ​→​ sel mati
● Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T ½ eliminasi 3-4 jam
● Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma ​→​ depot etambutol ​→​ release sedikit demi sedikit
● Dlm 24 jam 50% diekskresikan dlm bentuk asal melalui urin
● Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt ditemukan etambutol pd kadar
terapi di CSS
● Jarang menimbulkan ES pd dosis 15mg/kgBB/hr
● <2%; penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, demam.
● ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala, pening, bingung, disorientasi,
kaku & kesemutan pd jari
● ES penting: gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar), bilateral: turunnya tajam penglihatan,
hilangnya kemampuan membedakan warna, lapangan pandang menyempit, skotoma sentral / lateral
● Intensitas meningkat ~ dosis & lama terapi ​→​ reversibel
● Pasien diingatkan utk lapor bila tjd gangguan pd mata
● Pasien dg keluhan mata sebelumnya ​→​ periksa cermat sebelum mdpt etambutol
● Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien ​→​ Penurunan ekskresi asam urat
● Manfaat pd terapi TB: mencegah resistensi thdp OAT yg lain
● Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol terakumulasi dlm tubuh

D. Pirazinamid
● Enz pirazinamidase ​→​ as pirazinoat ​→​ aktif sbg tuberkulostatik
● In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit ​→ bakterisid kuat utk mikobakteria
dlm makrofag
● Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T ½ eliminasi 10-16jam,
metabolit utama as hidropirazinoat
● ES: serius: bila diberikan 3g/hari ​→​ 15% pasien: kelainan hati ​→​ peningkatan SGOT-SGPT
● Pemantauan fs hati secara berkala
● ES: hambat ekskresi as urat ​→​ pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah, disuria, malaise & demam
c. Streptomisin
● Bukan obat ideal sebagai obat tunggal pd terapi TB
● Sifat bekteriostatik & bakteriosid thdp kuman TB
● Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman mjd tdk sensitif lg
● Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya sedikit masuk dlm eritrosit
● Diekskresi mll filtrasi glomerulus, 12 jam sejumlah besar obat diekskresi
● T ½ 2-3 jam, memanjang pd gangguan fs ginjal
● ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan di tangan
● Reaksi hipersensitivitas pd minggu2 pertam
● Neurotoksin pd saraf kranial VIII ​→ ototoksik ​→ dosis besar & lama, bbrp pasien pd dosis total
10-12 gram sdh mengalami gangguan tsb
● Pemeriksaan audimetrik basal scr berkala
● Ototoksik & nefrotoksik ​→​ sering pd pasien >65 th
● ES lain: rx anafilaktif, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat
● Tdk dianjurkan diberikan pd ibu hamil trimester I
● Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk mencegah ketulian pd janin

Obat Efek Samping


Isoniazid Neuropati perifer yang dapat dicegah dengan pemberian vitamin
B6, hepatotoksik
Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik
Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial
Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, ​skin rash/​ dermatitis
Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan

21
Nadia Anisha
1102011186
B15

PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan


Cycloserin Seizure/kejang, depresi, psikosis

4.10. Menjelaskan komplikasi Tuberkulosis

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi: komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.

● Komplikasi dini​: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, ​Poncet’s arthropathy
● Komplikasi lanjut​: obstruksi jalan napas ​→ SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan
parenkim hebat ​→ SOPT/fibrosis paru, corpulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi TB milier dan cavitas TB.

4.11. Menjelaksan prognosis Tuberkulosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh strain resisten obat
atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debillitas, atau mengalami gangguan kekebalan yang berisiko
tinggi menderita tuberkulosis miliare

( Robbins dkk, 2007)

4.12. Menjelaskan pencegahan Tuberkulosis

Dalam pencegahan penyakit TB paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :

A. Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah:


a. Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh, untuk
memutuskan rantai penularan.
b. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin.
c. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau dahaknya ditimbun
dengan tanah.
d. Tidak membuang dahak di lantai atau sembarang tempat.
e. Meningkatkan kondisi perumahan danlingkungan.
f. Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2 bulan pengobatan
pertama.
B. Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB:
a. Meningkatkan gizi.
b. Memberikan imunisasi BCG pada bayi.
c. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala TB tetapi
mempunyai anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif.

Keberhasilan upaya penanggulangan TB diukur dengan kesembuhan penderita. Kesembuhan ini


selain dapat mengurangi jumlah penderita, juga mencegah terjadinya penularan. Oleh karena itu, untuk
menjamin kesembuhan, obat harus diminum dan penderita diawasi secara ketat oleh keluarga maupun
teman sekelilingnya dan jika memungkinkan dipantau oleh petugas kesehatan agar terjamin kepatuhan
penderita minum obat (Idris & Siregar, 2000).

Dewasa ini upaya penanggulangan TB dirumuskan lewat DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse = pengobatan disertai pengamatan langsung). Strategi ini terbukti keberhasilannyadiberbagai
tempat. Di Indonesia, konsep strategi DOTS mulai diterapkan tahun 1995 (Depkes RI,1999).
Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan di sarana-sarana Kesehatan Pemerintah dengan Puskesmas sebagai

22
Nadia Anisha
1102011186
B15

ujung tombak pelaksanaan program. Pengobatan ini dilakukan secara gratis kepada golongan yang tidak
mampu.

Secara garis besar srategi DOTS, terdiri dari lima komponen, yaitu (WHO, 1998) :

1. Komitmen

Komitmen bersama untuk mengibati penerita TB (terutama komitmen politik). Dalam hal ini
pemerintah membentuk gerakan terpadu nasional penanggulangan tuberculosis (Depkes RI, 2000).

Gerakan terpadu Nasional penanggulangan tuberculosis (Gerdunas TB) adalah gerakan multi
sektor dalam multi komponen dalam masyarakat yang terkait. Tujuan GerdunasTB adalah
mengkoordinasikan manajemen program pemberantasan tuberculosis (P2TB) secara lintas bidang
dan elibatkan sektor lain yang bersedia aktif dalam P2TB (Depkes RI, 2000).
Adapun struktur organisasi Gerdunas TB adalah sebagai berikut:

Sumber : Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberculosis (Depkes RI,1999)


2. Diagnosis dengan pemeriksaan sputum
Dalam program nasional penanggulangan tuberculosis, pemeriksaan diagnosis dengan sputum
untuk penemuan tersangka TB dilakukan secara pasif (​passive casefinding)​ , yaitu penjaringan
tersangka dilaksanakan pada penderita yang berobat keunit pelayanan kesehatan dengan
penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan dan masyarakat. Semua yang kontak dengan
penderita TB Paru BTA positif dan memiliki gejala yang sama harus segera diperiksa sputumnya
(Depkes RI,2000).
3. Pengawas Menelan Obat
Permasalahan utama dalam program eliminasi TB adalah ketidak patuhan penderita untuk minum
obat. Untuk mengatasi permasalahan ini, WHO mengembangkan metode DOT (​directly observed
treatment​) atau pengawas menelan obat (Grange & Zumlah, 1999).
DOTS pada prinsipnya menekankan upaya mengawasi secara langsung penderita menelan obat
setiap harinya oleh DOT atau pengawasan menelan obat (PMO). PMO inilah yang
bertanggungjawab kelangsungan minum obat. PMO adalah orang pertama yang selalu
berhubungan dengan penderita sehubungan dengan pengobatannya. PMO yang mengingatkan
untuk minum obat, mengawasi sewaktu menelan obat, membawa kedokter untuk kontrol berkala,
dan menolong pada saat ada efek samping (Depkes RI,2000).
4. Jaminan Ketersediaan Obat
Panduan obat yang efektif merupakan elemen pokok dari strategi DOTS yang dapat menjamin
kesembuhan penderita TB dan mencegah MDR. Untuk itu diperlukan jaminan kelangsungan
ketersediaan obat (Nunn & Enarson, 1994). Panduan obat yang dorekomendasikan oleh WHO,
IULTD, ​The British Thoracic Assosiation End The American Thoracic Soceity adalah regimen
pengobatan jangka pendek (Chan ​et al., 1​ 993; Manalo ​et al.,​ 1990).
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/10/30/pencegahan-dan-pengobatan-tb-paru-504573.
html​ 28 Februari 2013 pukul 5.11 wib

4.13.Menjelaskan P2MTB dan PMO

Pemberantasan Tuberkulosis Paru (P2 TB-Paru), melaksanakan strategi baru secara bertahap. Kebijaksanaan ini
diambil berdasarkan Evaluasi program TB-Paru yangdilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April
1994, Lokakarya NasionalProgram P2 TB-Paru pada September 1994, Dokumen Perencanaan (Plan of
Action) pada bulan September 1994. Dengan strategi baru manajemen ditekankan di DaerahTingkat II. Untuk

23
Nadia Anisha
1102011186
B15

itu perlu diterbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisoperasional dan sasaran 5 tahun pada bulan
Februari 1995 sebagai realisasi dokumen perencanaan

Pokok – pokok pencegahan TB Paru

a. Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dariPuskesmas Rujukan
Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosishanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat
slide serta memfiksasi saja.
b. Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. DiagnosisBTA secara mikroskopis bila
ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan
paling sedikit 2 kali positifdisebut kasus BTA(+)
c. Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen
terdapat tanda TB aktif di parunya.
d. Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.
e. Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen
f. Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum akhir
pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu
dari pagi).
g. Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat(3 bulan sekali).
h. Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh
petugas kesehatan atau keluarganya.

PMO Sebaiknya adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,perawat, pekarya sanitarian, juru imunisasi,
dan lain-lain. Bilatidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,
guru, anggota PPTI, PKK atautokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Persyaratan PMO

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik olehpetugas kesehatan maupun penderita.
b. Disegani dan dihormati oleh penderita.
c. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
d. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
e. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

Tugas seorang PMO

Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secarateratur sampai selesai pengobatan.

a. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobatteratur.M


b. Mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahakpada waktu yang telah ditentukan.
c. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka
TBC untuksegera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.[www.medicastore.com]

5. Menjelaskan etika batuk dalam islam


a. Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan
tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.
b. Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
c. Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk pergi cuci tangan di
kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan.

24
Nadia Anisha
1102011186
B15

d. Gunakan masker
http://gegtriee.wordpress.com/2010/10/02/etika-batuk/

25

Anda mungkin juga menyukai