Anda di halaman 1dari 26

BAB

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang
disebabkan oleh kelainan pada organ–organ fonasi, terutama laring baik yang bersifat
organik maupun fungsional. Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi
merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring.1
Keluhan gangguan suara tidak jarang ditemukan dalam klinik. Gangguannya
dapat berupa suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari
biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar
(spatik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia)
atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. 1
Berdasarkan data (Cohen.2012) di San fransisco, California , hampir 55 juta
orang dalam database, 536.943 (tingkat prevalensi 0,98 persen) mengalami disfonia.
Prevalensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (1,2 % vs 0,7 %).
Diagnosis yang paling sering ditemukan ialah laringitis akut, disfonia nonspesifik, lesi
pita suara jinak dan laringitis kronis. Dokter primer lebih sering mendiagnosis laringitis
akut, sedangkan dokter spesialis otolaryngology lebih sering mendiagnosis disfonia
nonspesifik dan laring patologi. Secara keseluruhan, prevalensi kanker laring adalah
2,2 persen dan terbesar pada laki-laki yang berusia lebih dari 70 tahun.9
Penyebab disfonia bermacam-macam, yang prinsipnya menimpa laring dan
sekitarnya yang akan menyebabkan disfonia diantaranya radang, neoplasma, paralisis
otot-otot laring, kelainan laring misal sikatriks akibat operasi. Penatalaksanaan disfonia
meliputi diagnosis etiologi, dan pemeriksaan klinik serta penunjang untuk membantu
diagnosis, juga terapi yang sesuai dengan etiologi tersebut.1

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI LARING

Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan (tractus
respiratorius). Laring membentang dari laryngoesophageal junction dan
menghubungkan faring (faring) dengan trakea. Laring terletak setinggi Vertebrae
Cervical IV – VI.2

Gambar 1. Anatomi laring

Cartilago Laring
Laring dibentuk oleh beberapa cartilage, antara lain :
+ Cartilago yg berjumlah tunggal

2
Gambar 2. Tulang pembentuk laring

- Cartilago epiglottica
Cartilago elastic berbentuk daun terletak di posterior dr radix linguae. Berhubungan
dg corpus ossis hyoidea di anterior nya dan cartilage thyroidea di posterior nya. Sisi
epiglottis berhubungan dg cartilage arytenoidea mll plica aryepiglottica. Sdgkn di
superiornya bebas dan membrane mucosa nya melipat ke depan dan berlanjut
meliputi permukaan posterior lidah sbg plica glossoepiglottica mediana et lateralis.

3
Dimana diantaranya terdapat cekungan yg disebut dg valecullae.2

Gambar 3. Kartilago tiroid


- Cartilago thyroidea
Terdiri atas 2 lamina cartylago hyaline yg bertemu di linea mediana anterior mjd
sebuah tonjolan sudut V yg disebut dg Adam’s apple/ commum adamum/
prominentia piriformis (jakun). Pinggir posterior tiap lamina menjorok ke atas
membentuk cornu superior dan ke bawah membentuk cornu inferior. Pd permukaan
luar lamina terdapat line oblique sbg tempat melekatnya m. sternothyroideus, m.
thyrohyoideeus, dan m. constrictor pharyngis inferior. 2
- Cartilago cricoidea
Merupakan cartilage yg berbentuk cincin utuh dan terletak di bawah dr cartilago
thyroidea. Cartilage ini mempunyai arcus anterior yg sempit dan lamina po
Cartilago yg berjumlah sepasang.
- Cartilago arytenoidea
Merupakan cartilage kecil berbentuk pyramid yg terletak di belakang dr larynx pd
pinggir atas lamina cartilage cricoidea. Masing2 cartilago memiliki apex di bagian
atas dan basis di bagian bawahnya. Dimana bagian apex nya ini akna menyangga
dr cartilage corniculata, sdgkn pd bagian basis nya bersendi dg cartilage cricoidea.
Pd basis nya terdapat 2 tonjolan yaitu proc. Vocalis yg menonjol horizontal ke
depan merupakn perlekatan dr lig. Vocale, dan proc. Muscularis yg menonjol ke
lateral dan merupakan perlekatan dr m. crycoarytenoideus lateralis et posterior.

4
- Cartilago cuneiformis (Wrisbergi)
Merupakan cartilage kecil berbentuk batang yg terdapat di dalam 1 plica
aryepiglottica yg berfungsi utk menyokong plica tsb.

- Cartilago corniculata (Santorini)


2 buah nodulus kecil yg bersendi dg apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan
tmp lekat plica aryepiglottica shg menyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica
dextra et sinistra agak meninggi.2

Aditus Laryngis
Merupakan pintu masuk larynx yg menghadap ke dorsocranial dan menghadap ke
laryngofaring. Aditus laryngis memiliki syntopi :
- Ventral : pinggir atas epiglottis
- Lateral : plica aryepiglottica.
- Dorsocaudal : membrane mucosa antar cartilage arytenoidea.

Gambar 4. Laring2

5
Cavitas Laryngis
Cavitas laryngis terbentang dr aditus laryngis hingga ke pinggir bawah cartilage
cricoidea dan di bagi mjd 3 bagian :
- Bagian atas (vestibulum laryngis)
Terbentang dr aditus laryngis hingga ke plica vestibularis. Rima vstibularis adl
celah di antara plica vestibularis. Sedangkan, lig. Vestibulare terletak dlm plica
vestibularis.

Gambar 5. Plika vokalis2


- Bagian tengah (Recessus laryngeus)
Terbentang dari plica vestibularis hingga setinggi plica vocalis yg berisi lig.
Vocalis. Rima glottidis adalah celah di antara plico vocalis. Diantara plica
vestibularis dan plica vocalis ini terdapat recessus kecil yaitu sinus laryngis dan
ventriculus laryngis.

- Bagian bawah. (Fossa infraglottidis)

6
Innervasi Laring
Di atas dari plica vocalis dinnervasi oleh n. laryngis internus cab dr n. laryngis
superior cab dari n. vagus (X). Sedangkan di bawahnya diinnervasi oleh n. leryngis
recurrens, kec. M. crycothyroideus yg diinnervasi oleh R. laryngeus externus n.
laryngeus superior.
Syndesmosis Laryngeus adalah jaringan ikat yang menghubungkan antara skelet
laryng yang berupa ligament ataupun membrane. Syndesmosis laryngeus terbagi
menjadi :
Membrana atau ligament extrinsik : menghubungkan skeleton larynx dengan
bangunan sekitar
1. Membrana Thyrohyoidea
Membran fibroelastis yang menghubungkan pinggir atas cartylago thyroidea dan
pinggir depan cornu superiornya dengan tepi atas facies posterior corpus hyoidei
dan cornu majus nya melewati belakang facies posterior corpus hyoidei dipisahkan
oleh bursa mucosa. Bagian ventromedialnya menebal membentuk lig.
thyrohyoideum medianum. Pinggir dorsalnya juga menebal membentuk lig.
thyrohyoideum laterale yang membentang dr cornu superior cartilago thyroidea ke
cornu majus. Di dalam nya sering terdapat cartylago triticea. 2
2. Lig. Hyoepiglotticum
Menghubungkan facies anterior epiglottis dengan pinggir atas corpus os. hyoideus
dan cornu majusnya
3. Lig. Cricotracheal
Menghubungkan cartilago cricoidea dengan anulus trachealis IMembrana atau
ligamenta intrinsik : menghubungkan antar cartilago laryng
a. Membrana Quadrangularis
Menghubungakan sisi epiglottis dengan cartilago arytenoidea dan corniculata.
Tepi atasnya bebas dan menebal disebut lig.Aryepiglotticum, mucosa yang
menutupinya membentuk plica aryepiglottica. Ke arah caudal membran ini
mendekati linea mediana dan berakhir bebas setinggi fovea triangularis dan

7
menebal disebut lig. vestibulare (lig.ventriculare).
b. Conus elastic
Membungkus sendi cricoarytenoideus dan diperkuat oleh lig.cricoarytenoideum
posterius.2

Musculi Laryngei
Otot-Otot Intrinsik Laring
Otot yang perlekatan di bagian laryng. Otot ini memiliki peranan untuk mengubah
panjang dan ketegangan plica vocalis dalam produksi suara dan mengubah ukuran
rima glottidis untuk masuknya udara ke paru. Otot-otot yang termasuk dan
innervasinya yakni adalah :
1. M. Cricothyroideus (R.externus n. laryngeus superior)
2. M. Cricoarytenoidea posterior (Safety Muscle) (R.Posterior n. laryngeus
inferior)
3. M. Cricoarytenoidea lateral (R. anterior n. laryngeus inferior)
4. M. Arytenoidea transversus (R. Posterior n. Laryngeus inferior)
5. M. M. arytenoidea obliquus (R. anterior n. laryngeus inferior)
6. M. Thyroarytenoidea (R. anterior n. laryngeus inferior)

8
Adapun fungsinya :
1. Mengatur Rima Glottidis
a. Membuka : m.cricoarytenoidea posterior
b. Menutup : m. cricoarytenoidea lateral, m. arytenoidea transversa, m.
cricothyroidea, dan m. thyroarytenoidea
2. Mengatur ketegangan lig.vocale
a. Menegangkan : m.cricothyroidea
b. Mengendorkan : m. thyroarytenoidea
3. Mengatur aditus laryngeus
a. Membuka : m. thyroepiglotticus
b. Menutup : m. aryepiglotticus dan m. arytenoideus obliquus

Otot-Otot Ekstrinsik Laring


Merupakan otot-otot di sekitar laryng yang mempunyai salah satu perlekatan pada
laryng atau os.hyoideus. Berfungsi untuk menggerakkan laryng secara keseluruhan.
Otot ekstrinsik laryng terbagi atas :
a. Otot-otot Depressor :
+ m. omohyoideus
+ m. sternohyoideus
+ m. sternothyroideus
b. Otot-otot Elevator :
+ m. mylohyoideus
+ m. stylohyoideus
+ m. thyrohyoideus
+ m. stylopharyngeus
+ m. palatopharyngeus
+ m. constrictor pharyngeus medius
+ m. constrictor pharyngeus inferior 2

9
Vaskularisasi Larynx
Suplai arteri berasal dari R. laryngeus superior a. thyroidea superior. Dan bagian
bawah divaskularisasi oleh R. laryngeys inferior a. thyroidea inferior. Sedangkan
aliran limfe nya bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi. 2

.
2.2 FISIOLOGI LARING
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,emosi
serta fonasi.
1. Fungsi laring sebagai proteksi
Untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan
jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya
penutupan aditus laring karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi
otot-otot ekstrensik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedapan
akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. penutupan rima glotis akibat
aduksi plika vokalis.
2. Fungsi laring sebagai fonasi
Fungsi laring untuk fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis,
bila plika vokalis dalam keadaan aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan

10
kartilago tiroid ke bawah dan ke depan menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat
yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago
aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada. Selain
itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan keluar, laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan
emosi seperti berteriak, menangis, mengeluh, dll.

3. Fungsi laring sebagai respirasi


Dengan mengatur besar kecilnya rima glotis, bila m.krikoaritenoid posterior
berkontraksi akan menyebabakan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak
ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadi nya
perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,sehingga mempengaruhi sirkulasi
dalam tubuh.1

2.3 DEFINISI DISFONIA

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang


disebabkan kelainan pada organ–organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat
organik maupun fungsional.1
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam
ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (adduksi) kedua pita suara kiri dan kanan
akan menimbulkan dsifonia.

Keluhan gangguan suara tidak jarang kita temukan dalam klinik. Gangguan suara atau
disfonia ini dapat berupa suara yang terdengar kasar dengan nada lebih rendah dari
biasanya (suara parau), suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan

11
sulit keluar (spastik), suara yang terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat
bersuara (odinofonia)

2.4 FAKTOR RESIKO DISFONIA

 Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih


 Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
 Merokok(juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinomaLaring).
 Menghisap ganja
 Penyalahgunaan obat-obatan
 laringofaringeal refluks
 Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,aktor,
penyanyi
 Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
 Minum alkohol, kopi berlebihan
 Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
 Berbicara saat makan
 Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan
 Kebiasaan berbisik6

Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan


kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara serak. Gangguan dalam
bersuara seperti suara serak, biasanya disebabkan berbagai macam faktor yang
prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa radang, tumor,
paralisis otot-otot laring, kelainan lain seperti sikatrik pasca operasi, fiksasi pada sendi
krikoaritenoid. Serta dikarenakan penggunaan suara yang berlebihan. kelainan patologi
yang serius harus disingkirkan, seperti halnya karsinoma laring dan tumor kepala, dan
leher lainnya yang menyebabkan kelumpuhan nervus laringeus. Banyak faktor yang

12
dapat menyebabkan suara serak. Sebagian besar bukan masalah yang serius dan dapat
hilang dalam waktu yang singkat. Penyebab yang paling sering adalah laryngitis akut
yang biasanya muncul karena common cold, infeksi saluran pernafasan atas, atau iritasi
saat bersuara keras seperti berteriak. Kebiasaan menggunakan suara berlebihan
mengakibatkan timbulnya vocal nodule, atau polip pada pita suara, vocal nodule sering
terjadi pada anak-anak. Penyebab suara serak yang biasa terjadi pada orang dewasa
adalah refluk gastroesofageal. Merokok juga dapat menyebabkan suara menjadi parau.
Penyebab suara parau dapat bermacam-macam, diantaranya :
1. Kelainan kongenital
a. Laringomalasia merupakan penyebab tersering suara serak saat
bernafas pada bayi baru lahir
b. Laryngeal web merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang
sebagian menutup jalan udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita
suara, tetapi selaput ini juga dapat terletak diatas atau dibawah pita
suara.
c. Cri du chat syndrome dan Down syndrome merupakan suatu kelainan
genetic pada bayi saat lahir bermanifestasi klinis berupa suara serak atau
stridor saat bernafas.
d. Paralisis pita suara bisa terjadi pada saat lahir, baik satu atau kedua pita
suara. Tumor pada rongga dada (mediastinum) atau trauma saat lahir
dapat menyebabkan kerusakan saraf pada laring yang mempersarafi pita
suara.

2. Infeksi
a. Infeksi virus merupakan infeksi yang paling banyak menyebabkan suara
serak. Virus penyebab yang paling sering adalah rinovirus (common
cold), adenovirus, influenza virus.

13
b. Infeksi bakteri seperti epiglottitis bacterial oleh Haemophilus influenza
type B merupakan salah satu penyebab tersering. Penyebab lain
Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus.
c. Infeksi jamur seperti candida pada mulut dan tenggorok, ini merupakan
komplikasi yang dapat terjadi pada anak atau orang dewasa dengan
imunosupresi (HIV, kemoterapi, dll).
3. Inflamasi
Berkembangnya nodul, polip atau granuloma pada pita suara dapat diakibatkan
oleh iritasi dan inflamasi yang kronis pada pita suara yang sering terjadi pada
perokok, terpapar racun dari lingkungan, dan penyalahgunaan suara.
a. Nodul paling sering didapatkan pada anak-anak dan wanita, ada
hubungan dengan penyalahgunaan suara. Nodul ini timbul bilateral,
lembut, lesinya bulat terletak pada sepertiga anterior dan dua pertiga
posterior dari pita suara.
b. Polip lebih sering didapatkan pada laki-laki dan sangat kuat
hubungannya dengan rokok, polip berupa massa lembut, bisa tunggal
ataupun multiple, dan paling sering unilateral.
c. Kista laryngeal biasanya berupa sumbatan kelenjar mucus atau kista
inklusi epitel dan akan menyebabkan perubahan suara jika terdapat atau
dekat dengan tepi bebas pita.
d. Gastroesophageal reflux disease.
4. Neoplasma
a. Papilloma merupakan tumor jinak yang sering didapatkan pada saluran
pernafasan. Disebabkan oleh HPV.
b. Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah
c. Limphagioma merupakan tumor pembuluh limfa, sering timbul di
daerah kepala, leher.
d. Tumor ganas misalnya karsinoma laring.

14
5. Trauma
a. Endotracheal intubation
b. Fraktur pada laring
c. Benda asing
6. Sistemik
a. Endokrin : hypothyroidisme, acromegaly
b. Rheumatoid arthritis berdampak pada kaitan antar sendi pada laring.
6
c. Penyakit Granulomatous contoh sarcoid, syphilis, TBC.

2.5 DIAGNOSIS DISFONIA

Evaluasi penilaian suara serak meliputi penilaian faktor anatomi, fisiologis, dan
perilaku yang mempengaruhi produksi vokal secara keseluruhan. Penilaian dimulai
dengan deskripsi dari suara, simtomatologi, dan riwayat medis dan sosial. Visualisasi
laring diperlukan untuk menentukan status dari pita suara. Secara umum, pemeriksaan
laring harus dilakukan setiap kali suara serak berlangsung lama lebih dari 2 minggu.
Pada kasus-kasus khusus, prosedur diagnostik yang lebih canggih dapat diindikasikan.

Kualitas vokal dapat dideskripsikan menggunakan berbagai istilah subjektif


termasuk serak, parau , keras, atau desah.. Namun, tidak ada dari seluruh istilah ini
merupakan diagnostik. Sebaliknya, tingkat keparahan disfonia dapat dinilai dengan
mengamati abnormalitas pada pitch, kenyaringan, atau fluktuasi dalam kualitas vokal.1

Anamnesis

Anamnesis harus lengkap dan terarah meliputi jenis keluhan gangguan suar,
lama keluhan, progretifitas, keluhan yang menyertai, pekerjaan, keluarga, kebiasaan
merokok, minum kopi atau alkohol, hobi atau aktifitas di luar pekerjaan, penyakit yang
pernah atau sedang diderita,alergi, lingkungan tempat tinggal dan bekerja dan lain-
lain.1

15
Gejala dan Pemeriksaan Fisik

Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala


penyakit atau kelainan laring. Disfonia dapat disebabkan oleh beberapa penyakit yang
disebutkan sebelumnya. Dalam melakukan anamnesis harus lengkap dan terarah sesuai
dengan penyakit yang dapat menyebabkan disfonia. Berikut adalah beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan disfonia, disertai gejala-gejala yang menyertai :

1. Radang

Radang laring dapat akut atau kronis, radang akut dapat disebabkan karena
laryngitis akut, gejala seperti suara parau sampai tidak dapat bersuara lagi
(afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, demam, malaise, dan dapat disertai
batuk kering yang lama kelamaan disertai dahak. Sedangkan radang kronis
nonspesifik dapat terjadi pada laryngitis kronis yang biasanya disebabkan
karena sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung, bronchitis
kronis, dan dapat disebabkan karena penyalahgunaan suara pada seseorang.

 Gejala

Gejala yang timbul seperti suara parau yang menetap, rasa


tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering mendeham tanpa
mengeluarkan secret, karena mukosa yang menebal. Radang kronis yang
spesifik dapat disebabkan karena laryngitis tuberculosis, gejala nya seperti
rasa kering,panas dan tertekan didaerah laring, suara parau selama
berminggu-minggu dan dapat berlanjut menjadi afoni, hemoptisis, nyeri
menelan yang sangat hebat, batuk kronis, berat badan menurun, dan
keringat pada malam hari.

16
 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,


terutama diatas dan dibawah pita suara. Biasanya terdapat tanda radang akut
di hidung, atau sinus paranasal. Pada laryngitis kronis yang penyebabnya
akibat TBC bisa terdapat ulkus yang terjadi karena tuberkel yang pecah di
mukosa laring. Dapat juga disertai tanda deviasi septum yang berat, polip
hidung sesuai dengan penyebabnya.

2. Neoplasma

 Gejala

Terdapat tumor jinak laring yaitu nodul pita suara yang dapat
disebabkan penyalahgunaan suara dalam waktu yang sangat lama, dengan
gejala suara parau dan kadang-kadang disertai batuk. Polip pita suara juga
termasuk lesi jinak laring dengan gejala suara parau. Kista pita suara
termasuk kista kelenjar liur minor laring, terbentuk akkibat tersumbatnya
kelenjar tersebut, faktor iritasi kronis, refluks gastroesofageal diduga
berperan sebagai faktor predisposisi, dengan gejala suara parau.

 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dengan nodul pita suara terdapat nodul di pita suara
sebesar kacang hijau atau lebih kecil berwarna keputihan, predileksi nodul
tersebut terletak di sepertiga anterior pita suara dan sepertiga medial. Nodul
biasanya bilateral, banyak dijumpai pada wanita dewasa muda. Polip pita
suara biasanya bertangkai, terletak di sepertiga anterior, sepertiga tengah,
bahkan dapat mengenai seluruh pita suara. Lesi biasanya unilateral, dapat
terjadi pada segala usia dan umumnya pada orang dewasa.

17
3. Paralisis otot laring

 Gejala

Gejala kelumpuhan pita suara adalah suara parau, stridor atau


bahkan disertai kesulitan menelan yang tergantung pada penyebabnya. Jika
penyebabnya lesi intrakranial, maka akan muncul gejala kelainan
neurologik. Jika penyebabnya adalah perifer, seperti tumor tiroid, penyakit
jantung, maka gejalanya akan disertai gejala yang sesuai dengan
penyebabnya.

 Pemeriksaan fisik

Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering
ditemukan dalam klinik. Dalam menilai tingkat pembukaan rimaglotis
dibedakan dalam 5 posisi pita suara, yaitu posisi median (kedua pita suara
berkisar 3-5 mm), posisi paramedian, posisi intermedian (kedua pita suara
berkisar 7 mm), posisi abduksi ringan (pembukaan pita suara kira-kira 14
mm) dan posisi abduksi penuh (pembukaan pita suara berkisar 18-19 mm).
gambaran posisi pita suara dapat bermacam-macam tergantung dari otot
mana yang terkena, penggolongan menurut lokasi misalnya paralisis
unilateral atau bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal paralisis
abductor, sedangkan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna
atau tidak sempurna.

Pemeriksaan Penunjang

Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis, mencari


penyebab, seperti pemeriksaan laringoskopi indirek, maupun direk. Menggunakan
teleskop laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optic (fiberoptic telescope).
Penggunaan teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video sehingga akan
memberikan gambaran laring yang lebih jelas dalam keadaan statis maupun dinamis,

18
selain itu dapat dilakukan dokumentasi hasil pemeriksaan untuk tindak lanjut hasil
pengobatan. Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan
menggunakan stroboskop, dimana gerakan pita suara dapat diperlambat sehingga dapat
terlihat getaran pita suara. Terkadang diperlukan pemeriksaan laring secara langsung
untuk biopsi tumor, secara langsung dapat menggunakan teleskop atau mikroskop.
Pemeriksaan lainnya seperti darah lengkap, foto Rontgen thoraks, sinus paranasal, dan
patologi anatomi.1

2.6 DIAGNOSIS BANDING DISFONIA

1. Lesi Laring Jinak (Benign Laryngeal Lesions) 8


- Laryngitis
Laringitis (akut atau kronis) mungkin etiologi yang paling umum dari suara
serak. laringitis akut biasanya virus dan bersifat self-limiting.
Tatalaksananya ialah dengan peningkatan hidrasi dan konservasi suara.
Ketika gejala laringitis disertai dengan infeksi saluran pernapasan bagian
atas, dekongestan sangat membantu. Nilai antihistamin terbatas karena
mereka efek pengeringan, yang kontraproduktif dengan yang diperlukan
pelumasan laring. Laringitis kronis lebih mungkin berhubungan dengan
hyperfungsi kronis dan paparan iritasi. Dalam beberapa kasus, radang
tenggorokan bisa menjadi prekursor untuk pengembangan nodul pita suara.

- Nodul dan polyp pita suara (Vocal cord nodules and polyps)
Lesi jinak yang paling umum dijumpai pada orang dewasa adalah polip.
Nodul, polip, dan kista intracordal biasanya terkait dengan hiperfungsi
vokal dan paparan iritan. Lesi ini mengganggu penutupan glottic dan
memungkinkan udara melarikan diri selama fonasi sehingga menghasilkan
suara serak. Nodul dan polip terbentuk di persimpangan dari dua pertiga

19
anterior vibrating edge pita suara, yang merupakan titik kekuatan maksimal
dengan menyuarakan. Granuloma prosesus vokalis (Vocal process
granuloma/intubation granuloma)
Granuloma dan ulkus kontak ditemukan di bagian posterior dari laring
sekitar proses vokal dan arytenoids. Granuloma dan ulkus kontak sering
berkaitan dengan penyakit refluks laryngotracheal dan berkaitan dengan
pembersihan tenggorokan kronis dan kebiasaan nada rendah. Baik
granuloma dan ulkus kontak mengakibatkan stress berlebih pada bagian
tulang rawan pita suara, sehingga terjadi ulserasi traumatis dan
pembentukan granuloma sekunder.

2. Lesi Laring Ganas (Malignant Laryngeal Lesions)8


- Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)
Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring didiagnosis di Amerika
Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga akan
meninggal karenanya. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan untuk
kanker laring adalah 4:1, namun persentase relatif wanita yang menderita
kanker laring telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Kanker laring
paling umum ditemukan pada dekade keenam dan ketujuh dalam kehidupan
dan lebih umum di antara kelompok sosial ekonomi rendah, yang sering
mengalami keterlambatan diagnosis. Lebih dari 90% kanker laring adalah
karsinoma sel skuamosa (KSS) dan secara langsung terkait dengan tembakau
dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Karena sifat kompleks dan
beragam penyakit ini, rencana perawatan yang terbaik disampaikan melalui
format papan tumor multidisiplin.
Jika lesi berasal dari pita suara, suara serak persisten adalah tanda
paling awal. Kadang-kadang, pasien datang dengan dispnea, stridor,
disfagia, odinofagia, hemoptisis, penurunan berat badan disebabkan oleh

20
nutrisi yang buruk, dan halitosis disebabkan oleh nekrosis tumor, yang
menandakan penyakit sudah berada pada tahap lanjut. Pasien juga mungkin
datang dengan massa di leher akibat metastasis ke kelenjar getah bening
regional. Temuan laringoskopik konsisten dengan gambaran tumor
berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang menumpuk dan penampilan
granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat dan / atau daerah hiperemia
(erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi darurat
kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk menyebabkan
obstruksi saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat diobati dengan
terapi radiasi atau laser cordectomy dengan persentase tingkat kesembuhan
lebih dari 90%. Pasien dengan penyakit yang lebih lanjut mungkin menjadi
kandidat untuk dikombinasikan kemoterapi / radiasi terapi (protokol
konservasi laring) dan / atau laryngectomy parsial atau total.

- Keganasan lain pada laring


Dapat berupa karsinoma kelenjar liur (salivary gland carcinoma), sarkoma,
dan neoplasma lain (metastasis, invasi keganasan tiroid, tumor karsinoid, dan
limfoma) yang hadir dalam insidens yang lebih rendah dibandingkan KSS.

3. Paralisis Pita Suara (Vocal Cord Paralysis)8


Dalam kasus paralisis pita suara unilateral, ketiadaan gerak pada salah satu pita
suara dapat diamati pada pemeriksaan. Tergantung pada posisinya, penutupan
glotis yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya udara. Pasien dengan
paralisis pita suara unilateral paling sering mengeluhkan suara mendesah,
kualitas vokal serak dengan volume menurun dan kelelahan jika berbicara
dalam waktu lama. Perlindungan jalan napas saat menelan merupakan proses
yang melibatkan lipat banyak lapis epiglotis, gerakan anterior dan superior dari
seluruh laring, kontak antara kartilago arytenoid dan epiglotis, penutupan lipat

21
palsu, dan penutupan lipat benar vokal. Penutupan glotis yang tidak lengkap
yang dapat menyebabkan aspirasi cairan. Pasien kadang-kadang batuk ketika
minum cairan karena kesulitan ini melindungi jalan napas. Etiologi yang paling
umum dari paralisis pita suara unilateral adalah iatrogenik, yaitu operasi toraks,
kepala-leher, dan basis kranii dimana di saraf laring mengalami kompresi,
regangan, ataupun terpaksan dikorbankan. Pada beberapa kasus tidak
ditemukan penyebab khusus (idiopatik).
Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan fiksasi lipat vokal dalam
abduksi atau posisi adduksi. Paralisis pita suara bilateral yang posisinya
terlateralisasi menghasilkan kualitas vokal yang terdengar sangat mendesah dan
menyebabkan angka aspirasi yang sangat tinggi. Paralisis pita suara bilateral
dalam posisi median menimbulkan bahaya obstruksi jalan nafas yang perlu
ditangani segera, pada kasus ini suara pasien terdengar normal. Etiologi
paralisis pita suara bilateral termasuk penyakit neurologis, trauma, dan intubasi.
Membedakan antara kelumpuhan sebenarnya dan imobilitas disebabkan oleh
dislokasi arytenoid atau proses lain yang mengganggu mobilitas sendi adalah
penting. Laringoskopi direk, palpasi sendi, dan pemeriksaan EMG berguna
selama pengkajian. Pasien dengan onset baru dari paralisis pita suara bilateral
perlu diperiksa dengan CT-Scan untuk menyingkirkan lesi neoplastik sepanjang
perjalanan saraf laringeus rekuren pada sisi ipsilateral. CT dari dasar tengkorak
ke mediastinum biasanya diperlukan.

2.7 PENATALAKSANAAN DISFONIA

Penatalaksanaan disfonia sesuai dengan kelainan atau penyakit yang menjadi


etiologinya. Terapi dapat medikamentosa, vocal hygiene, terapi suara dan terapi bicara
juga tindakan operatif

22
1. Radang akut

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab.
Menghindari iritasi pada laring dan faring misalnya merokok, makan makanan
yang pedas, atau minum es. Antibiotik dapat diberikan, bila terdapat sumbatan
laring dapat dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi.

2. Radang kronis

Dapat diberikan pengobatan sesuai dengan penyebabnya, missal pada TBC,


maka diberikan antituberkulosis primer dan sekunder. Atau penyebabnya
sinusitis, maka dapat diberikan antibiotik, analgetik, mukolitik

3. Neoplasma

Seperti pada nodul pita suara dapat dilakukan penanggulangan awal yaitu
istirahat bicara dan terapi suara. Tindakan bedah mikro dapat dilakukan apabila
ada kecurigaan keganasan atau lesi fibrotik, nodul dapat diperiksa ke bagian
patologi anatomi. Sedangkan pada polip pita suara dilakukan penanganan
standar yaitu bedah mikro laring dan pemeriksaan patologi anatomi. Juga pada
kista pita suara dilakukan bedah mikro laring.

4. Paralisis pita suara

Pengobatan pada kelumpuhan pita suara adalah terapi suara dan bedah pita
suara. Pada umumnya terapi suara dilakukan terlebih dulu, sedangkan tindakan
bedah pita suara dapat dilakukan tergantung pada beratnya gejala, kebutuhan
suara pada pasien, posisi kelumpuhan pita suaradan penyebab kelumpuhan
tersebut.

Peranan Terapi Suara


Kebanyakan gangguan suara memiliki etiologi multifaktorial yang terkait dengan
iritasi dari refluks , alergi, merokok, hidrasi yang tidak memadai, penyalahgunaan

23
vokal,dan / atau vokal kronis yang berfungsi berlebihan. Nodul pada pita suara jarang
disebabkan oleh episode berteriak ; adapun kombinasi paparan iritasi dan
penyalahgunaan merupakan penyebab lebih sering. Rehabilitasi diarahkan untuk
membangun keseluruhan kebersihan vokal dan mendidik pasien tentang konservasi
vokal. Komponen utama dari terapi suara melibatkan tentang edukasi pasien tentang
anatomi dasar dan fisiologi mekanisme produksi vokal. Pasien harus memahami
hubungan antara gangguan suara yang spesifik dan faktor penyebab. Pemahaman ini
memfasilitasi kerjasama dengan regimen terapi.

Konservasi Vokal
Pasien dengan gangguan suara yang disebabkan karena fungsi berlebihan harus
dinasehati mengenai metode-metode konservasi vokal. Mengistirahatkan suaranya ,
jarang diperlukan kecuali dalam kasus-kasus perdarahan pita suara akut. Sedangkan
istirahat vokal memungkinkan perbaikan pembengkakan jaringan ,namun perbaikan
suara bersifat sementara dan disfonia dapat kembali sampai perilaku vokal lebih tepat
dipelajari.
Konservasi vokal adalah metode yang lebih praktis dan realistis mengurangi
penggunaan vokal, terutama pada pasien dengan penyalahgunaan vokal perilaku.
Mengurangi sumber yang jelas dari penyalahgunaan vokal (misalnya, berteriak dan
menjerit) hanya bagian dari program. pembersihan tenggorokan berulang seperti
berdeham adalah iritan plika vokalis dan harus dihindari.
Metode konservasi vokal bersifat individu dengan gaya hidup spesifik pasien.
Berbicara melebihi latar belakang suara harus dihindari (imsalnya, musik di mobil atau
televisi) adalah sumber umum dari contoh yang tak perlu. Dalam beberapa kasus, suara
kerja tidak dapat dihindari, namun pasien dapat mengambil manfaat dari menggunakan
‘ amplifier’ misalkan pada guru sekolah yang harus mengeluarkan suara mereka untuk
mendapatkan perhatian para siswa muda mereka dapat menggunakan peluit untuk
mencapai tujuan yang sama.

24
Terapi Perilaku Suara
Terapi perilaku suara juga dapat diindikasikan untuk meningkatkan aspek teknis
penggunaan suara. Terapi perilaku mencakup dukungan napas perut, penggunaan level
intensitas ‘pitch’ yang tepat, memperbaiki kalimat, dan teknik khusus lainnya. 4
Umpan balik sangat penting untuk proses terapi untuk memberikan pasien
kemampuan untuk membedakan antara target perilaku vokal dan perilaku yang tidak
tepat. Auditori, visual, sensorik, dan isyarat kinestetik semua digunakan untuk
meningkatkan kemampuan pasien untuk memantau suara dalam sesi latihan. Mesin
‘biofeedback’ yang canggih juga tersedia untuk menyediakan tampilan visual mewakili
sinyal vokal. Tergantung pada dasar etiologi dan keparahan dari gangguan suara, terapi
mungkin memerlukan minggu ke bulan.
Intervensi Medis
Indikasi untuk penggunaan antibiotik dan / atau antihista-dekongestan pada pasien
dengan suara serak adalah sangat jarang kecuali pasien dengan rinosinusitis bersamaan
atau laryngotrakeitis bakterial, yang dapat menyebabkan atau komplikasi suara serak
pasien. Kortikosteroid harus digunakan konservatif dan hanya pada pasien yang
memiliki yang penting kepentingan berbicara atau bernyanyi dan yang tidak memiliki
kecenderungan untuk penyalahgunaan vokal kronis.4
Kortikosteroid dengan mengurangi edema pada tingkat glotik sehingga
mengurangi tingkat suara serak. Oleh karena itu, perlu diagnosis yang sepatutnya
adalah penting dalam rangka untuk mengobati penyebab suara serak pasien dan untuk
mengurangi kesempatan berulang suara serak. Kortikosteroid harus diresepkan untuk
tidak lebih dari 4 sampai 5 hari di samping konservasi suara. Biasanya, pasien
diberitahu untuk menggunakan suara mereka hanya untuk panggilan suara mereka
selama periode waktu. Selain itu, pentingnya pemanasan sebelum pertunjukan harus
menekankan kepada penyanyi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E.A., Dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

2. Paulsen dan Waschke.2010. Atlas anatomi manusia sobotta Ed 23 jilid 3. EGC.


Jakarta
3. Adam GL, Boied LR, Hilger PA. 1978. Boeies Fundamental of Otolaringology.5
th Edition Philadelphia : WB Saunder.
4. Surgery, A. A.-H. 2011. Health information : Hoarseness. Retrieved 12 28, 2011,
from American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Web site:
http://entmd.org/HealthInformation/hoarseness.cfm
5. Medlineplus.Hoarseness.Availableat
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003054.html.
6. Moore KL, Agur AM. 1996. Essential Clinical Anatomy. Williams and Wilkins :
Toronto. p 433-37.
7. Hermani B, Hutauruk SM. 2007 .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Balai penerbit FKUI. Jakarta,:
8. Wareing M., Obholzer R. (2008). Benign Laryngeal Lesions. In A.K. Lalwani
(Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head & Neck
Surgery, 2e.
9. Cohen SM, Kim J, Roy N, et al.2012. Prevalence and causes of dysphonia in a
large treatment-seeking population. Laryngoscope.122(2):343-348.

26

Anda mungkin juga menyukai