Asal embriologis paru adalah endoderm primitif usus depan (foregut). Ketika embrio
berumur + 4 minggu, divertikulum respiratorium (tunas paru) nampak sebagai suatu tonjolan
keluar dari dinding ventral usus depan. Oleh karena itu, epitel lapisan dalam laring, trakea,
dan bronkus, serta lapisan epitel paru seluruhnya barasal dari endoderm. Tetapi, unsur tulang
rawan dan otot pada trakea dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang mengelilingi usus
depan. Mula-mula, divertikulum mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Ketika
divertikulum memanjang ke caudal, organ ini terpisah dari usus depan akibat munculnya 2
rigi esofagotrakealis yang selanjutnya bersatu membentuk esofagotrakealis. Bagian ventral
dari usus depan kemudian membentuk trakea dan kuncup (tunas) paru, sedangkan bagian
dorsal membentuk esofagus. Namun, primordium pernapasan ini mempertahankan hubungan
terbukanya dengan faring melalui orifisium laringeum.
Diverticulum respirasi
1. Stomodeum
2. Pharyngeal gut
3. Thyroglossal duct
4. Tracheobronchial diverticulum
1. Foregut
2. Esophagotracheal septum
3. Respiratory diverticulum
1. Pharynx
2. Lung buds
3. Trachea
4. Esophagus
PEMATANGAN PARU-PARU
Paru berkembang melalui morfogenesis percabangan yang memerlukan pemberian sinyal
resiprokal di antara epitel dan mesoderm. Banyak molekul yang memberi sinyal penting
untuk morfogenesis percabangan selama perkembangan paru, termasuk faktor2 pertumbuhan
seperti faktor pertumbuhan fibroblas (fibroblas growth factor, FGF), faktor pertumbuhan
epidermal (epidermal growth factor, EGF), dan faktor pertumbuhan yang berasal dari
trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF). Faktor pertumbuhan endotelial vaskular
(vascular endothelial growth factor, VEGF) penting untuk perkembangan pembuluh darah
paru. Perkembangan sistem respirasi biasanya dibagi menjadi lima tahap atau periode, yaitu:
1. Periode Embrionik
Dimulai dg terbentuknya cekungan pada ventral lower pharynx, yaitu sulkus
laringotrakealis yang kemudian membentuk cabang trakeobronkial (paru primordium).
Terbentuknya sulkus laringotrakeal dimulai sesaat sebelum minggu ke-4 perkembangan.
Pada akhir minggu ke-4, ujungnya bercabang menjadi 2 tunas bronkial yang merupakan
progenitor dari 2 bronkus utama dan cabang bronkial. Bronkus utama yang kiri kuncupnya
lebih kecil dan lebih ke lateral dibandingkan dg yang kanan dan tetap asimetri sampai
Daftar pustaka:
1. NASI
Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Pada nasi, terdapat:
a. Nares anterior, menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar.
Nares ini akan bermuara menuju vestibulum nasi.
b. Cavum nasi, dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah dan selaput
lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga
hidung. Cavum nasi ini berhubungan dengan pharynx. Dinding lateral cavum nasi
dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan sebagian os
sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada dinding
lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media,
dan (3) concha inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa. Dasar
cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya
merupakan celah sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os
sphenoidale. Membrana mukosa olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum
nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau yaitu
nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina cribrosa os frontale dan ke
dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.Pada bagian belakang, cavum nasi
membuka kedalam nasopharynx melalui apertura nasalis posterior.
c. Septum nasi, memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari
tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua
sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian posterior septum nasi, terdapat os
ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.
d. Sinus paranasalis, ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Lubang yang membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares
anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh
beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan
inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus
nasolacrimalis, dibawah concha inferior
2. PHARYNX
Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Terletak di
belakang larynx (laryngopharyngeal). Oropharynx adalah bagian dari pharynx dan
7. OTOT-OTOT RESPIRASI
a. Inspirasi
Utama :
m. Intercostalis externus mengangkat iga
m.intercartilagenous parasternalelevasi,menghubungkan antar tulang rawan iga.
Diafragma melebarkan rongga dada dalam dimensi longitudinal, menyebabkan
elevasi tulang iga bagian bawah.
Tambahan :
m.sternocleidomastoideus mengangkat sternum ke depan dan atas
m.scalenus antor, medus, dan postorelevasi, memfiksir tulang iga bagian atas
SIRKULASI PULMONER
Pulmo mendapat vaskularisasi dari a. Bronkialis dan a. Pulmonalis. a. Bronkialis berasal
dari aorta thorakalis cbg dr aorta descendens dan akan berjalan sepanjang dinding posterior
bronkus. Sedangkan v. Bronkialis besar akan bermuara ke v. Azigos lalu ke v. Cava superior
dan masuk ke jantung melalui atrium dextrum. Dari sirkulasi sistemik a. Sirkulasi bronkial
menyuplai nutrisi untuk jalan napas dan bronkus hingga bronkiolus terminalis. A. pulmonalis
yang berasal dari ventrikel dexter akan mengalirkan darah vena campuran ke paru”, di mana
akan terjadi pertukaran gas. Kemudian melalui v. Pulmonalis, darah yang teroksigenasi akan
dikembalikan ke jantung melalui ventrikel sinister, yang kemudian berlanjut pada sirkulasi
sistemik. Sirkulasi pulmonal menyuplai nutrisi untuk bronkiolus respiratorius, duktus dan
sakus alveolaris.
Sirkulasi pulmoner
memiliki tekanan dan
resistensi lebih rendah
dibanding sirkulasi
sistemik. TD sistemik ±
120/80 mmHg, sedangkan
TD Pulmonar ± 25/10
mmHg dengan tekanan
rata” 15 mmHg. Karena
tekanan yang lebih rendah
ini, maka ventrikel dexter
akan memompa darah
dengan lebih mudah bila
dibandingkan ventrikel
sinister, juga aliran darah pulmonar akan mudah ditingkatkan ketika melakukan aktivitas fisik
tanpa harus terjadi kenaikan TD pulmonar yang bermakna.
Tekanan Hidrostatik (HP) pulmonar normal ± 15 mmHg dan tekanan osmotik koloid
(COP) ± 25 mmHg. Bila HP melampaui nilai COP, permeabilitas kapiler pulmonar
meningkat sehingga cairan akan merembes masuk ke dalam intersisial atau alveolus
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 9
menyebabkan edema paru. Edema paru ini akan menghambat proses difusi antara alveolus
dan kapiler.
Sumber:
http://www.ilmusehat.com/T_anatomi%20sistem%20pernafasan.htm
http://okhealth.blogspot.com/2008/03/sistema-respiratorius.html
Alsagaff, Hoood. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : UNAIR Press
Syumaith bin ’Ajlan berkata: ”Manusia ada 2 golongan. Yaitu golongan yang mencari
bekal di dunia dan lainnya golongan yang hanya bersenang-senang di dalamnya. Maka
bertanyalah pada diri anda sendiri; termasuk golongan manakah anda?”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)
Epitel Respirasi
Epitel respirasi khas terdiri atas 5 jenis sel yaitu :
a. Sel silindris bersilia (terbanyak)
Tiap sel ini memiliki 300 silia pada permukaan apikalnya. Dibawah silia terdapat badan
basal dan banyak mitokondria kecil. ATP diperlukan utk pergerakan silia.
b. Sel goblet mukosa (terbanyak kedua)
Bagian apikal sel ini mengandung tetes mukosa kaya polisakarida.
c. Sel sikat (brush)
Sel ini mempunyai ujung saraf aferen pada permukaan basalnya dan dipandang sebagai
reseptor sensoris.
d. Sel basal (pendek)
Sel basal adalah sel bulat kecil, terletak diatas lamina basal tapi tidak meluas sampai
permukaan lumen dari epitel. Diduga sel ini merupakan sel degeneratif yang mengalami
mitosis kemudian berkembang menjadi jenis lain.
e. Sel granul kecil
Sel ini mirip sel basal, tapi ia punya banyak granul bergaris tengah 100-300 nm dengan
pusat padat. Sel-sel ini merupakan populasi sel dr system neuroendokrin difus. Sel granul
mirip endokrin ini dapat bekerja sebagai efektor dalam penggabungan proses sekresi
mukosa dan serosa.
Hampir semua bag konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yg
mengandung byk sel goblet. Makin ke dalam, memasuki percabangan bronkus, populasi sel
epitel mengalami modifikasi sewaktu beralih menjadi epitel selapis gepeng. Sewaktu
bercabang menjadi bronkiolus, epitel bertingkat diganti oleh epitel selapis silindris, yang
kemudian memendek menjadi selapis kuboid pada bronkiolus terkecil (terminal). Sementara
itu, populasi sel goblet makin berkurang makin berkurang dengan mengecilnya bronki dan
sama sekali tidak terdapat lagi pada epitel bronkiolus terminalis. Adanya sel bersilia diluar sel
goblet berfungsi untuk mencegah mucus mengumpul dibagian respirasi. Mukus superfisial,
yang menangkap partikel renik dan menyerap gas larut air, mengapung diatas sol yang
disekresi oleh kelenjar serosa yang terletak di lamina propia. Silia dari epitel ini
memindahkan sol yang lebih cair itu bersama lapis mukosa diatasnya, ke arah rongga mulut.
Disini lapis mukosa itu, ditelan atau dimuntahkan.
Dari rongga hidung sampai ke laring, terdapat epitel berlapis gepeng yang terdapat pada
daerah yang terpapar terhadap aliran udara langsung misalnya orofaring, epiglottis, dan pita
suara. Epitel ini memberi lebih banyak perlindungan terhadap erosi dari pada epitel respirasi
biasa. Jika arus aliran udara diubah atau tempat erosi baru terjadi, daerah yang terkena dapat
berubah dari epitel bertingkat silindris bersilia menjadi epitel berlapis gepeng. Begitu pula
pada perokok, proporsi sel bersilia terhadap sel goblet berubah agar dapat membantu
membersihkan polutan partikel dan gas yang meningkat (misal CO dan SO2). Namun,
meskipun jumlah sel goblet yang lebih besar pada epitel perokok dapat mempercepat
Rongga Hidung
a. Vestibulum Nasi
Merupakan bagian anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Epitelnya adalah epitel
berlapis pipih tanpa kornifikasi. Vestibulum nasi mengandung kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat, dan rambut tebal pendek (vibrisa) yang menahan dan menyaring
partikel-partikel besar yang ikut udara inspirasi.
b. Fosa Nasal
Merupakan 2 bilik kavernosa yang terletak di dalam tengkorak yang dipisahkan oleh
septum nasi oseosa. Dari dinding lateral terdapat tonjolan tulang mirip rak yang dikenal
sebagai konka yakni konka superior, media dan inferior. Konka superior ditutupi oleh
epitel olfaktorius khusus (pseudokompleks kolumner dengan 3 macam sel yaitu sel
olfaktoris, sel penyangga, dan sel basal) sbg reseptor pembau, sedangkan konka media dan
inferior ditutupi oleh epitel respirasi (epitel pseudokompleks kolumner bersilia dengan
banyak sel goblet). Dalam lamina propia konka terdapat pleksus venosa besar (yang
dikenal sebagai badan pengembang/swell bodies) dan kelenjar seromukus. Eosinofil,
makrofag, dan sel plasma serta infiltrasi limfosit sering terdapat pada lapisan ini. Lamina
submukosa tidak jelas batasnya. Pada lapisan yang lebih dalam lamina propia mengadakan
fusi dengan periosteum. Mukosa fosa nasalis dibagi 2 regio yaitu regio respiratorius dan
regio olfaktorius.
MUKOSA FOSSA NASALIS
Regio Respiratoris Regio olfaktoris
Lokasi Konka nasalis media Atap rongga hidung, konka nasalis superior, dan septum
dan inferior nasi 1/3 atas.
Epitel Pseudokompleks Pseudokompleks kolumner dengan 3 macam sel, yaitu:
kolumner bersilia a. Sel olfaktoris : neuron bipoler; vesikula olfaktoria,
dengan sel goblet sila olfaktoria, dan fila olfaktoria.
b. Sel penyangga : kolumner; striated border dalam
kutikula, pigmen sitoplasma kecoklatan.
c. Sel basal : bentuk kerucut, puncak tidak mencapai
permukaan.
Membran Jelas Tidak jelas
Basal
Lamina Jaringan kavernosa Anyaman kapiler
propia Kelenjar Serat saraf olfaktoris
seromukosa Kelenjar olfaktoris (Bowman) : tubulo-alveoler
Melekat pada tulang bercabang, seros murni.
Paru
Terdiri atas sepasang organ yang menempati rongga dada, sebelah kiri 2 lobi, sebelah
kanan 3 lobi, diliputi oleh selaput tipis yang terdiri atas membrane serosa, disebut pleura
visceralis. Setiap paru kanan dan kiri menerima cabang bronkus primer melalui hilus paru.
Pada daerah hilus, pleura visceralis melipat membentuk pleura parietalis yang melapisi
rongga dada bagian dalam. Rongga pleura antara kedua pleura tersebut diisi oleh cairan
pleura. Stroma paru (kerangka jaringan pengikat dalam paru yang merupakan perluasan dari
pleura visceralis) membentuk septa2 interlobular. Setiap lobus paru terbagi2 oleh septa2 jar
pengikat menjadi sejumlah besar bangunan terkecil yang berbentk piramida disebut lobuli
paru, puncaknya menghadap ke hilus dan dasarnya menghadap ke pleura. Setiap lobuli paru
akan mendapat satu cabang bronkiolus yang masuk mell apeksnya. Pada puncak lobulus
paru,septa2 jar pengikat bersatu dengan jar pengikat yang meliputi bronkus. Sistem
percabangan bronkus di dalam paru menyerupai pohon bronkus yang dibagi menjadi 2
segmen yaitu :
a. Bagian konduksi yang mulai dari cabang2 bronkus sampai dengan bronkiolus dan dapat
disamakan dgn duktus ekskretorius dari suatu kelenjar.
b. Bagian respiratorius dimulai dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan berakhir
pada sakus alveolaris. Struktur ini dapat disamakan dgn duktus sekretorius suatu kelenjar.
Percabangan Bronkus
1. Bronkus
Bronkus ekstrapulmoner setelah masuk ke dalam jaringan paru melalui hilus (menjadi
bronkus intrapulmoner), segera bercabang2 secara dikotomik 9-12 kali, dimana tiap
bronkus kanan menjadi 3 bronkus lobaris dan bronkus kiri menjadi 2 bronkus lobaris.
Bronkus intrapulmoner pnya byk p’samaan dgn bronkus ekstrapulmoner kec tulang
rawannya berupa kepingan2 yg tidak teratur dan makin ke distal susunan dindingnya
secara berangsur2 mjd lebih sederhana. Epitel pd cab yg besar berupa epitel
pseudokompleks kolumner dg sel goblet tapi pd cab yg lebih kecil menjadi selapis
kolumner bersilia dg beberapa sel goblet. Lamina muskularis berupa otot polos dg arah
spiral mengelilingi lamina propia, menggantikan membran elastis yg tdp dalam trakea dan
bronkus primer. Kontraksi otot polos ini menyebabkan mukosa melipat scr longitudinal.
Serat2 elastis masih dipertahankan sampai pd cabang yg kecil. Lamina propia byk
mengandung serat elastin serta kelenjar serosa dan mukosa yang bermuara dlm lumen
bronkus. Byk limfosit tdp dalam lamina propia dan diantara sel2 epitel. Lamina
submukosa mengandung kel. seromukosa yg tdp sampai disela2 tulang rawan, jumlahnya
Pleura
Merupakan suatu membran serous yang permukaannya t. a. mesotelium. Di bawah epitel
terdapat stroma yang t.a. JP fibroelastis yang kasar dan mengandung otot polos. Di bagian
yang lebih dalam dari membran ini ditemukan vasa vena dan pembuluh limfe. Pd daerah
perbatasan antar lobulus ia membentuk septa interlobular. Pd keadaan normal, pleura
parietalis dan viseralis hanya dipisahkan oleh selaput cairan yg sangat tipis.
Sumber :
1. Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R. O. 1997. Histologi Dasar Edisi ke-8. Alih bahasa :
Jan Tambayong ; editor : Sudiarto Komala dan Alex Santoso. Jakarta : EGC. pp: 336-356.
2. Buku Petunjuk Praktikum Histologi Blok Respirasi FK UNS
3. Kuliah dan Modul Histologi Sistem Respirasi – dr. Mochammad Arief TQ, M. S.
Sistem respirasi berfungsi dalam menyediakan oksigen dari luar tubuh untuk sel dan
membuang produksi karbondioksida oleh sel ke luar tubuh. Penyediaan oksigen dan
pembuangan karbondioksida merupakan fungsi vital bagi kehidupan sehingga perlu dijaga
keseimbangannya. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu:
1. Ventilasi, yaitu proses pergerakan udara keluar masuk paru-paru.
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah (pernapasan eksternal)
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan (pernapasan internal)
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuangan CO2 (pernapasan seluler)
Mekanisme dari masing-masing tahap akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini :
Agar proses ventilasi ini dapat berlangsung sempurna diperlukan fungsi yang baik dari
saluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding toraks.
Nah, saluran pernapasan (zona koduksi dan respiratorik) dan otot-otot pernapasan udah
dijelasin di bab histologi dan anatomi, so di bawah ini cuma akan dijelasin tentang elastisitas
sistem pernapasan dan surfaktan.
a. ELASTISITAS SISTEM PERNAPASAN
Proses respirasi sangat diengaruhi oleh adanya pengembangan dan pengempisan paru dan
rongga dada. Proses inspirasi dapat berlangsung apabila paru dan rongga dada
mengembang dan begitu sebaliknya untuk proses ekspirasi. Kemampuan untuk
mengembang dari jaringan paru dan dinding rongga dada disebut compliance. Sedangkan
kemampuang untuk mengecil jaringan paru dan dinding rongga dada disebut elastisitas.
Compliance (C) dinyatakan sebagai rasio antara perubahan volume (∆V) dan perubahan
satuan pada tekanan (∆P) yang mengembangkan paru ( C = ∆V/∆P). Compliance paru
dalam keadaan normal sekitar 0,2 liter/ cm H2O. Compliance ini dipengaruhi oleh ukuran,
usia, dan jenis kelamin seseorang. Pada penyakit restriktif, seperti fibrosis paru dan edema
paru nilai compliance paru rendah/berkurang. Selain itu, beberapa keadaan yang dapat
menurunkan compliance antara lain: deformitas tulang dada, penulangan (osifikasi) tulang
rawan toraks, pakaian ketat serta rasa nyeri yang ditimbulkan pada dinding toraks.
Hilangnya jaringan alveolar pada emfisema membuatnya lebihmudah meregang sehingga
compliance paru meningkat.
Elastisitas pada sistem respirasi dibagi menjadi dua macaam, yaitu: elastisitas paru dan
elatisitas toraks. Selama fase inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan
pada fase ekspirasi diperlukan daya elastisitas yang pasif. Daya elatisitas paru ditentukan
oleh jalinan serabut elastin dan serabut kolagen diantara parenkim paru. Pada paru yang
mengempis, serabut-serabut ini secara elastis berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian
ketika paru mengembang, serabut-serabut menjadi teregang dan tidak menjadi kaku lagi,
dengan demikian menjadi lebih panjang dan mengerahkan daya elastisitas yang kuat.
b. SURFAKTAN
Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein lesitin
dan karbohidrat. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel pneumosit/alveolar tipe II dan sel septal
pada septum interalveolaris. Surfaktan baru terbentuk setelah terbentuknya sel pneumosit
tipe II pada fase embriologi kanalikular pada sekitar minggu ke-20 masa kandungan
namun terdapat dalam jumlah kecil dan tidak cukup untuk menunjang pernapasan yang
tidak dibantu sampai setelah 26 minggu. Surfaktan yang cukup terbentuk dalam keadaan
normal terbentuk antara minggu ke24-26. Surfaktan bertambah secara signifikan dalam
dua minggu sebelum lahir. Bayi prematur berisiko tinggi mengalami Respiratory Distress
Syndrome (sindrom gawat napas) yang berkaitan dengan pembentukan surfaktan pada
masa embriologi. Salah satu gejala penyakit ini adalah banyaknya alveoli yang menutup
akibat tegangan permukaan alveoli yang tinggi. Komposisi zat dari surfaktan antara lain:
fosfatidilkolin 62%, fosfatidilglisin 5%, fosfolipid lainnya 10%, lemak netral 13%, protein
8%, dan karbohidrat 2%. Surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaan pada cairan
alveoli sehingga alveoli lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah
alveoli menutup (kolaps) pada akhir ekspirasi. Tanpa surfaktan akan diperlukan tenaga 20
kali lebih besar untuk inspirasi dan akan banyak alveoli yang menutup pada waktu
ekspirasi. Selain itu surfaktan dapat mencegah transudasi ke dalam alveoli. Tekanan
negatif dalam alveoli dapat menyebabkan masuknya cairan dari kapiler ke dalam alveoli,
akan tetapi hal ini dapat dicegah oleh surfaktan. Surfaktan dapat berperan sebagai
pembersih alveoli. Surfaktan bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah
dengan konsentrasi yang rendah. Oleh karena itu, surfaktan turut membersihkan alveoli
dari bakteri dan debris.
Berikut akan dibahas mengenai mekanisme ventilasi serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
1. MEKANISME VENTILASI
a. INSPIRASI
Pada prinsipnya, pertukaran/pengaliran gas terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan
pada dua tempat atau lebih yang mana gas/udara tersebut akan mengalir dari tempat
dengan tekanan tinggi ke tempat dengan tekanan rendah. Inspirasi terjadi apabila terjadi
perbedaan tekanan antara alveoli dan udara luar, dimana tekanan intraalveoli lebih
rendah dari tekanan udara luar (atmosfer). Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar
antara -1 sampai -3 mmHg. Pada inspirasi mendalam tekanan intraalveoli dapat
mencapai -30 mmHg. Penurunan tekana intrapulmonal (intraalveoli) pada waktu
inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot
inspirasi. Pada waktu inspirasi costa tertarik ke caudal, diafragma berkontraksi
menyebabkan diafragma turun ke bawah dan menyebabkan rongga dada
membesar/mengembang.
Kapasitas Pernapasan merupakan penjumlahan dari dua volume atau lebih. Kapastias
pernapasan terdiri atas:
a. Kapasitas inspirasi
Kapasitas inspirasi = volume tidal (VT) + Volume cadangan inspirasi (VCI)
b. Kapasitas Residu Fungsional (KRF)
KRF = Volume residual (VR) + Volume cadangan inspirasi (VCI)
c. Kapasitas Vital (VC)
VC adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas
setelah inspirasi maksimum. VC = VT + VCI + VCE.
Nice to know....
Kurva disosiasi adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara tekana parsial O2
dengan persentase saturasi hemoglobin (Hb). Kurva disosiasi dipengaruhi oleh:
1. Konsentrasi CO2
Semakin tinggi konsentrasi CO2 semakin kecil persentase saturasinya.
2. Suhu
Semakin tinggi suhu semakin berkurang saturasinya.
Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa urusanku dengan dunia ini ?!
Hidupku di dunia ini ibarat seorang pejalan yang berlindung di bawah sebatang
pohon, beristirahat, lalu meninggalkannya” (HR. At-Tirmidziy, dlm Az-zuhd VII/ 48)
Sumber :
Astowo, Pudjo; Faisal Yunus. Sistem Pernapasan dan Fungsi Paru. Dalam: Kumpulan
Kuliah Ilmu Penyakit Paru. Jakarta.
Alsagaff, Hood; Abdul Mukly (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-3.
Surabaya: Airlangga University Press.
Ward, Jeremy P.T. [et al]. 2007. At a Glance Sistem Respirasi. Edisi kedua. Alih bahasa:
Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Laboratorium Histologi. 2008. Petunjuk Praktikum Fakultas Kedokteran Blok Respirasi.
Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS.
Junquiera, L. Carlos; Jose Varneiro; Robert O. Kelley. 1997. Histologi Dasar. Edisi 8. Alih
bahasa: Jan tambayong. Jakarta: EGC.
Rab, H. Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Editor: Sandy. Jakarta: Hipokrates.
Kiyatno. 2008. Respirasi. Disampaikan pada Kuliah Fisiologi Blok Respirasi Semester III
Fakultas Kedokteran UNS tanggal 03 Desember 2008.
Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Alih
bahasa: Irawati [et al]. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Al-Hasan berkata: ”Di antara pertanda bahwa Alloh berpaling dari seorang hamba
adalah jika Ia menjadikan diri hamba itu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna bagi
dirinya, sebagai penghinaan dari Alloh Azza wa Jalla.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)
Sumber :
1. Guyton & Hall. 1997. FISIOLOGI KEDOKTERAN. Edisi ke-9. EGC, Jakarta.
2. Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi Volume 2. Edisi ke-6. EGC, Jakarta.
3. Ward, Jeremy P. T.; et. al. At a Glance SISTEM RESPIRASI. Edisi ke-2. Erlangga,
Jakarta.
Setelah oksigen masuk dalam sel, seluruh oksigen aka diubah menjadi karbondioksida,
sehingga tekanan karbondioksida intrasel meningkat, akibatnya karbondioksida berdifusi dari
sel ke kapiler perifer kemudian di bawa ke paru. Di paru, karbondioksida akan berdifusi dari
kapiler paru ke dalam alveoli kemudian dikeluarkan. Yang perlu diingat bahwa difusi
karbondioksida ini lebih cepat dari pada difusi oksigen. Mekanisme secara rinci adalah sbb :
1. P CO2 intrasel 46 mmHg, cairan interstisial 45 mmHg. Sehingga terdapat perbedaan
tekanan 1 mmHg.
2. P CO2 arteri yang masuk jaringan 40 mmHg, sedagkan darah vena yang meninggalkan
jaringan 45 mmHg. Sehingga darah kapiler perifer, tekanan CO2 nya sama dengan P CO2
interstisial.
3. PCO2 yang masuk kapiler paru pada ujung arteri adalah 45 mmHg, sedangkan PCO2
udara alveolus 40 mmHg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk
menyebabkan difusi karbondioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli sebesar 5 mmHg.
Pengangkutan karbondioksida dalam darah tidak sesukar pengangkutan oksigen sebab
walaupun kondisi abnormal, karbondiksida biasanya dapat diangkut dalam jumlah yang lebih
besar daripada oksigen. tetapi, jumlah karbondioksida dalam darah berhubungan dengan
keseimbangan asam basa cairan tubuh.
CO2 akan diangkut dalam bentuk :
1. CO2 : 7% ; 2. Hgb CO2 : 23%; 3. HCO3- : 70%
PERNAPASAN INTERNAL
Pada pernapasan internal, O2 berdifusi
dari kapiler sitemik ke dalam sel tubuh
dan CO2 akan berdifusi dari sel tubuh
masuk ke dalam kapiler sistemik.
Pernapasan internal bergantung pada 3
hal, yaitu: 1) permukaan jaringan; 2)
perbedaan tekanan parsial; dan 3)
kecepatan aliran darah.
Di dalam sel, PO2 = 40 mmHg dan
PCO2 = 45 mmHg. Sedang pada
kapiler sistemik, PO2 = 100 mmHg
Gambar : difusi gas pada respirasi internal
dan PCO2 = 40 mmHg. Nilai PO2 yang
memasuki kapiler sistemik lebih kecil daripada PO2 alveolus, mungkin dikarenakan proses
ventilasi dan perfusi yang tidak sempurna. Pada pernapasan internal pertukaran gas juga
terjadi karena perbedaan tekanan parsial hingga dicapai keseimbangan tekanan.
Abdulloh bin Mas’ud berkata: ”Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyesalanku
pada hari matahari terbenam yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amalku
belum bertambah.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)
1. DISPNEA
Adalah terengah-engah atau sesak napas, pernapasan yang sukar atau berat. Dispnea atau
perasaan sulit bernapas, merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmoner. Keluhan
yang menyertai pasien dispnea ini napasnya menjadi pendek dan merasa tercekik. Pada
inspeksi, orang yang sedang mengalami dispnea biasanya terlihat kontaksi otot-otot
tambahan (accessory muscle) pernapasan untuk menunjang ventilasi yang adekuat. Otot-
otot tambahan itu, diliat di anatomi aja ya... pasien dengan gejala utama dispnea biasanya
memiliki satu dari keadaan ini yaitu: penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit pari
interstisial/ alveolar, gangguan dinding dada/ otot-otot, penyakit obstruktif paru,
kecemasan.
2. BATUK
Batuk adalah proses ekspirasi ekplosif yang memberikan mekanisme proteksi normal
untuk membersihkan saluran pernapasan dari adanya sekrei atau benda asing yang
mengganggu. Walaupun batuk merupakan suatu mekanisme untuk pembersihan
(clearance), tetapi batuk dapat dianggap sebagai suatu bentuk patologis jika frekuensi serta
amplitudonya terlalu dalam. Batuk dapat dicetuskan secara volunter dan
involunter.Sebagai suatu bentuk refleks, batuk mempunyai jaras aferen dan efferent.Jaras
afferent termasuk reseptor di dalam serabut sensorik saraf trigeminus, glososfaringeus,
laringeus superius dan vagus, sedangkan yang termasuk kedalam jaras eferen adalah saraf
laringeus rekuren (untuk penutupan glotis) dan saraf spinal (yang dapat menyebabkan
kontraksi otot-otot abdominal dan thoraks).
Mekanisme Batuk
Proses terjadinya batuk melalui fase-fase sebagai berikut : Proses inspirasi dalam terjadi
ketika muncul stimulus batuk. Bersamaan dengan inspirasi terjadi adanya penutupan
glotis,relaksasi diafragma dan kontraksi otot-otot ekspirasi yang melawan penutupan
glotis sehingga menghasilkan tekanan jalan napas dan peningkatan tekanan
intrathoraks.Tekanan intrathoraks yang tinggi menyebabbkan penyempitan trachea.Ketika
glotis terbuka,terdapat perbedaan tekanan yang besar antara jalan napas dan atmosfer yang
diikuti oleh penyempitan trachea sehingga menyebabkan udara dikeluarkan dengan
kecepatan yang cepat dan tekanan yang besar. Batuk juga merupakan suatu mekanisme
dari respirasi. Oleh karena itu,batuk dapat dibagi atas tiga fase, yaitu :
Fase inspirasi : terjadi peninggian volume paru dengan tekanan yang sama dengan
atmosfer.Bedanya dengan pernapasn biasa adalah terjadinya dalam waktu yang pendek
dan volume udara lebh banyak.
Klasifikasi
Menurut Irwin dan Madison (2000),batuk digolonkan menjadi 3 kategori :
a. Batuk Akut
Batuk akut adalah batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3 minggu.Infeksi virus
saluran napas atas merupakan penyebab utama batuk akut.
b. Batuk Subakut
Batuk yang terjadi selama 3-8 minggu.Jika batuk dimulai bersamaan dengan adanya
infeksi pernapasan dan berakhir 3-8 minggu,penyebabnya yang paling umum adalah batuk
pasca infeksi.
c. Batuk Kronis
Batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu,dapat disebbakan oleh banyak penyakit yang
berbeda,tetapi dapat juga disebabkan oleh sedikit diagnosis.
Terapi
a. Terapi non farmakologi : dengan menghindari faktor pencetus.
b. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang diberikan dengan pasien bersimtom batuk antara lain:
Antitusif : obat ini bekerja di sentral pusat batuk. Menekan batuk langsung di bidang
integratif medulla atau area lebih tinggi (pokoknya di daerah pengatur kardiorespirasi di
MO lah...). obat yang paling sering dipakai adalah kodein fosfat dan
dekstrometorphan/DMP. Selain bekerja di sentral batuk, ada juga antitusif yang bekerja
di perifer dengan mekanisme kerja menaikkan ambang rangsang reseptor iritan di
saluran napas dengan menganestesi atau menutupnya (coating). Agen ini (benzonatat,
anestetik topikal) tersedia sebagai obat bebas, namun hanya dianjurkan untuk
mengontrol batuk yang parah.
Mukolitik : mekanisme dan fungsi dari obat ini adalah mencairkan sekret yang kental
dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan muokpolisakarida dari sputum.
So that, ini obat usually di-use buat batuk-batukan yang bersputum, alias yang
berdahak...ngencerkan dahak, hoek-hoek cuih...lalu keluar deh dahak&yg nyebab-in
batuknya...banyak banget obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini, sedikit
contohnya ya: ada bromhexin, ambroxol, dan lain sebagai-pun. Namun pada
penggunaan obat-obat mukolitik ini harus berhati-hati dengan pasien yang mempunyai
riwayat hiperreaktif bronkus, karena asetilsistein (salah satu obat mukolitik juga)
bersifat iritatif dan dapat menyebabkan bronkospasme akut.
Ekspektoran : obat ini juga berhub dg jenis batuk yang berdahak. Ekspektoran
merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas. Mekanisme kerjanya diduga
berdasarkan stimulasi mukosa lambung, dan selanjutnya secara refleks merangsang
sekresi kelenjar saluran napas lewat N. Vagus, sehingga menurunkan visikositas dan
mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini adalah amonium
klorida dan gliseril gulakolat. Ekspektoran secara luas tersedia sebagai obat bebas tanpa
resep.
Mungkin cukup jenis ini aja yang penting, yang lain sebagai tambahan untuk refreshing
otak, temen-temen bisa membaca lebih lanjut buku-buku farmako. (selamat belajar.....)
3. DAHAK (SPUTUM)
Adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea melalui mulut. Biasanya
juga disebut dengan expectoratorian. Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus
4. HEMOPTISIS
Adalah ekspektorasi darah atau sputum yang bercampur darah. Hemoptisis adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan batuk darah atau sputum yang bercampur dengan
darah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru dapat
menyebabkan pedarahan. Batuk darah (hemoptisis) harus dibedakan dengan muntah darah
(hematemesis). Hematemesis disebabkan karena lesi pada saluran cerna (meliputi tukak
peptik, gastritis, varises esofagus, dan lain sebagai pun), sedangkan hemoptisis lesi terjadi
pada level paru-paru atau bronkus/ bronkioli. Klasifikasi berat/ ringannya hemoptisis
secara singkat adalah sebagai beyikut:
a. Bercak (streaking) : darah bercampur dg sputum, hal yang seting terjadi, paling umum
pada bronkhitis. Vol darah kurang dari 15-20 ml/ 24jam.
b. Hemoptisis : diperkirakan vol darah yg dibatukkan antara 20-600 ml/ 24jam.
Perdarahan ini terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar.
c. Hemoptisis masif : darah yang dibatukan dalam sehari lebih dari 600 ml. Biasanya
karena kanker paru, kavitas pada TB, atau brokhiektasis
d. Pseudohemoptisis : adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas.
5. NYERI DADA
Nyeri dada dapat disebabkan oleh karena penyakit jantung, paru, atau nyeri alih dari
abdomen. Nyeri yang paling khas dari penyakit paru adalah nyeri akibat radang pleura
(pleuritis). Sumber dari nyeri dada akibat pleuritis ini terletak pada pleura parietalis (yang
melekat pada dinding rongga thoraks bagian dalam), bukan pleura viseralis maupun dari
jaringan parenkim paru, karena kedua struktur ini tidak peka terhadap rangsang nyeri.
Pada umumnya pleuritis terjadi mendadak, namun bisa juga secara bertahap. Nyeri
terdapat pada tempat peradangan, terlokalisir, dan biasanya dapat diketahui dengan tepat.
Nyeri pleuritik ini berupa nyeri tajam, menusuk, peraasan teriris-iris, dan nyeri ini
diperberat dengan batuk, bersin, serta napas yang dalam, sehingga pasien sering bernapas
dengan cepat dan dangkal. Untuk penyebab-penyebab nyeri pleuritik ini saged dilihat di
IPD page 962. Namun secara umum katanya bu PW, penyebab utama dari nyeri pleuritik
ini adalah infeksi paru atau infark. Nah, kalo masuk pembahasan skenario dua, kenapa si
pasien kok nyeri dada,, karena pada paru kanan pasien terjadi pneumothoraks (hipotesis
banyak orang), nyeri dada timbul karena adanya tarikan pada pleura parietalis (kan rongga
pleuranya mengembang..) sehingga tarikan tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri pada
dada. Salahsatu yang bisa disingkirkan pada differential diagnosis nyeri dada pada pasien
skenario dua adalah keadaan kelainan jantung, misalnya infark miokard, perikarditis, dan
lain sebagainya, karena pada perjalanan penyakit pasien terdapat riwayat adanya batuk..
yang tidak memungkinkan nyeri dada itu berhubungan dengan kelainan pada jantung...
(tapi kaki bengkaknya ntar tetep dihubungkan dengan gagal jantung kanan).
F. PPOK / COPD
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD – Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya obstruksi
permanent (irreversible) terhadap aliran ekspirasi udara.
2. Faktor Risiko
Merokok (85%-90% pasien PPOK), genetic (defisiensi α1-anti-trypsin), polusi udara,
hiperresponsif bronchial, bayi berat lahir rendah, gangguan pertumbuhan paru pada janin,
dan status sosioekonomi rendah.
3. Etiologi dan Patogenesis dan Patofisiologi
Peradangan kronis mempunyai peranan penting sebagai respon dari asap rokok yang
dihisap, gas beracun, dan debu, merusak saluran napas dan parenkim paru. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-
paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah
diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini
dapat meningkatkan penghancuran antiprotease. Inflamasi kronis mengakibatkan
metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot
halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya
klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi
sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.
Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan
kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-
kartilago. Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi
1. Definisi
Suatu pelebaran normal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi dari
dindingnya.
2. Klasifikasi
a. Emfisema sentrilobuler
Kelainan pada asinus proksimal (contoh bronkiolus respiratorik). Namun bila progresif,
dilatasi dan destruksi dari dinding distal alveoli juga terjadi. Perubahan lebih sering dan
berat di bagian atas di bagian atas daripada di bagian zona bawah dari lobus. Paling
dominan pada perokok, lebih sering pada pria dan jarang pada non perokok.
b. Emfisema panasinar
Mengenai kurang lebih segala asinus dengan pelebaran alveoli yang progresif dan
duktus alveoli serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan
progresivitas dan destruksi dari dinding alveoli ini, ada simplifikasi dari struktur paru.
Bila proses menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah. Lebih sering
pada wanita dewasa dan ditemukan dalam hubungannya dengan defisiensi genetic dari
inhibitor alfa 1 antitripsin (protease). Hubungan dengan perokok tidak sesering pada
emfisema sentrilobuler
c. Emfisema parasepta atau subpleura
Terbatas pada zona subpleura dan sepanjang septa interlobaris. Tandanya keterlibatan
dominant asinus distal dan kadang duktus alveoli. Terbatas ekstensinya, tanpa kecuali
pada contoh langka dengan fungsi paru sangat berkurang. Dapat menyebabakn
timbulnya gelembung bula yang besar langsung di bawah pleura dan kadang
menimbulkan pneumotoraks pada dewasa muda.
d. Emfisema ireguler
Emfisema yang dihubungkan dengan parut paru. Asinus terkena yang teratur dan
seringkali parut mengenai dinding dari ruang-ruang udara yang melebar. Bentuk
emfisima terbatas ekstensinya. Menyebabkan dampak kecil pada fungsi pernapasan.
Bila penyebaran parut paru seperti pada tuberculosis, dapat menyebar dan
mempengaruhi fungsi paru.
e. Emfisema kompensatorik
Dilatasi alveoli yang menyertai kolaps atau hialngnya bagian paru di mana saja, contoh
: pembesaran sisa lobus setelah lobektomi. Tidak ada destruksi dari septa hiperinflasi
kompensatorik
f. Emfisema senilis
Suatu pertambahan volume paru yang amat biasa dan sering terdapat pada usia lanjut.
Mungkin konsekuasi dari perubahan skeletal yang meningkatkan diameter dada bagian
anteroposterior (barrel chest). Dengan ekspansi dari sangkar dada, paru mengembang
memenuhi pleura. Tidak terdapat destruksi dinding septa yang ada hubungannya dengan
proses hiperinflasi senilis
g. Emfisema bulosa
Bukan bentuk morfologi spesifik dari suatu penyakit. Bula adalah ruang emfisema yang
Sumber :
1. Buku Ajar Patologi II, Robbins dan Kumar
2. Catatan Kuliah IPD-Paru Forinsik 2004
H. BRONKITIS
1. Definisi
Bronkitis merupakan suatu bentuk peradangan satu atau lebih bronkus . dapat bersifat akut
dan kronik.
2. Klasifikasi
Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis dan dapat terjadi pada segala usia.
a. Bronkitis akut
Etiologi
Infeksi virus (rhinovirus, coronavirus, virus influenza A virus parainfluenza,
adenovirus dan respiratory syncytial virus) merupakan penyebab utama (95%) kasus
bronchitis akut. Infeksi bakteri (Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumoniae,
mycoplasma pneumoniae dan bordatella pertussis) menyebabkan 5-20 % kasus ini.
Bakteri pathogen seperti staphylococcus, streptococcus pneumoniae, haemophillus
influenzae dan moraxella catarrhalis juga sering dijumpai.
Patofisiologi
Karakter bronchitis akut adalah adanya infeksi pada cabang trakeobronkial. Infeksi
tersebut menyebabkan hyperemia dan edema pada membrane mukosa, yang
menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial. Adanya perubahan pada
membrane mukosa ini menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosiliar.
Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi kental dan liat,
semakin memperparahgangguan pembersian mukosiliar. Pada umumnya perubahan
ini bersifat sementara dan akan kembali normal bila infeksi sembuh.
Manifestasi klinis
Diawali dengan manifestasi infeksi saluran pernafasan atas : hidung berair, tidak enak
1. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas yang umum ditemui pada anak-anak, terutama
pada bayi berusia di bawah 6-12 bulan. Infeksi ini disebabkan oleh virus di paru-paru
yang menyebabkan anak mengalami kesulitan bernapas.
2. Etiologi
RSV(sebagian besar) Rhinovirus
Parainfluenza virus Virus Influenza
Adenovirus Mycoplasma pneumoni
3. Epidemiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90%
dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,
Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis
dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk
(2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90%
dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada
bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh
karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis
biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin
oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain
usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia,
prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih
besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki
dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV),
60–90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan
3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab
utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan
epidemi. Hayden dkk (2004) Mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis
sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
4. Patofisiologi
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan
protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel
tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibody neutralisasi protektif pada host.
Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala
yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5
hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke
saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui
aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi
J. ASMA
1. Definisi
Suatu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel2 inflamasi terutama sel
mast, eosinofil, sel T, neurofil dan sel epitel, juga merupakan obstruksi saluran napas dan
sebuah hiperreaktivitas (peningkatan respon saluran napas terhadap rangsangan). Asma
sering juga disebut asma bronchial karena asma sering menyerang daerah konduksi yang
didominasi oleh otot polos, berdiameter kecil dan yang banyak mengandung sel penghasil
mucus.
2. Prevalensi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh gender, usia, status atopi, faktor keturunan, faktor
lingkungan . pada masa nak kanak cowok dibanding cewek adalah 1,5:1. Namun,
menjelang dewasa kurang lebih sama, dan pada masa menopause cewek lebih banyak dari
cowok. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7% (tiap daerah beda).
3. Klasifikasi Imunologis
Asma bronkiale bukan suatu morbus suigeneris tetapi suatu gangguan kesehatan. Asma
bronkiale dibangkitkan melalui satu jenis reaksi hipersensitivitas (RH). Asma bronkiale I
melalui RH I dan asma bronkiale III melalui RH III. Ada juga yang disebut sindrom
serupa asma (SSA) terdiri dari SSA imunologis (SSAI) dan SSA non imunologis (SSANI).
Tuberculosis paru dan demam tifus dapat membangkitkan SSAI melalui RH IV dan III,
sedangkan SSANI dijumpai pada olahraga. Klasifikasi imunologis ini dimaksudkan untuk
Pengobatan nonmedikamentosa
a. Waktu serangan
Pembberian O2 bila mengalami hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun
hasil analisis gas. Terapi awal : 4-6 L / menit
Pemeberian cairan / elektrolit pada asma berat coz orangnya dehidrasi
Drainase posturaluntuk membantu mengeluarkan dahak agar tidak timbul
penyumbatan
b. Di luar serangan
Pendidikan pada penderita : Penderita harus tau tentang seluk beluk asma
Imunoterapi / desentisasi setelah diketahui jenis allergen
Relaksasi / control emosi atau dengan latian napas
Note : respon terhadap terapi awal baik jika didapatkan respon menetap selama 60
menit setelah pengobatan, pmx fisik normal, APE > 70%.
14. Komplikasi
a. pneumotoraks d. aspergilosis bronkopulmoer alergik’
b. pneumomediastinum dan emfisema e. gagal napas
subkutis f. fraktur iga
c. atelektasis
15. Tambahan
a. Kriteria Asma Terkontrol
- tidak ada atau minimal gejala harian asma
- tidak ada kterbatasan aktivitas
- tidak ada gejala malam
- tidak ada / minimal kebutuhan obat pelega
- fungsi faal paru normal masih bisa terbuka sempurna
- tidak ada eksaserbasi
(minimal adalah =/ < 2x1minggu)
b. Status Asmatikus
Apabila :
- serangan akut teralu sering berulang dalam waktu singkat, 2-3x1hari
- penderita mendapat serangan akut yang tidak sepat mendapat pengobatan yang
adekuat
- dosis allergen yang banyak dan terus masuk
- sudah kena serangan akut tapi tidak istirahat
- ada stress psikis
- gangguan dalam pengaturan pernapasan
- ada infeksi saluran napas yang tidak lekas diobati/sembuh
- mempunyai kemunduaran faal paru, obstruksi, restriksi atau campuran
disebut penderita status asmatikus jika setelah 2 jam pemberian obat seangan akut
tidak ada kemajuan
Sumber : IPD 2007 jilid I, ilmu penyakit paru airlangga, kuliah Untung Widodo, dr., Dr.
Med., Sp. An-KC (FK UGM), patofisiologi price-wilson 2006 jilid II, patologi Robbins 2007
jilid II, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Kongres Nasional X PDPI, jurnal
respirologi Indonesia 2005, Kuliah Eddy Surjanto, dr., Sp.P dan Ana Rima, dr., Sp.P (FK
UNS dalam Catkul Forinsik 2004), Harrison 17th Ed
K. ATELECTASIS
1. Definisi
Atelectasis adalah pembesaran paru atau sebagian paru yang tidak lengkap,terjadi secara
kongenital(primer),sekunder atau sebagai keadaan yang didapat.(dorland hal 203).Atau
dapat diartikan sebagai pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti
bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps(patofisiologi wilson hal 802).Pendek kata atelectasis adalah kolapsnya sebagian
Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, ”Tidak ada bejana yang diisi oleh
anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa
suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga dari
perutnya hendaknya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga
untuk nafasnya,” (HR. Imam Ahmad)
Sumber :
1. Wilson,Sylvia.2006.Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit Ed 6.Jakarta: EGC
2. Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. Mason, Murray & Nadel's Textbook of
Respiratory Medicine. 4th ed. Philadelphia, Pa:Saunders; 2005
3. Video interaktif dari dr.Nanang
4. Http://respiratory-lung.health-cares.net/atelectasis-causes.php
5. Http://www.ehealthconnection.com/regions/ehealth/content/healthinfo.asp?src=00006
5&typeid=1
6. Hood Alsagaff,Abdul Mukty.2008.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga
university press
L. PNEUMOTHORAX
1. Definisi
Rongga Pleura terisi udara
2. Epidemiologi
Lebih sering pada penderita dewasa yang berumur 40 tahunan. Laki-laki lebih sering.
Dijumpai sering pada musim batuk.
M. HEMOTHORAX
1. Definisi
Hemotoraks adalah akumulasi darah di rongga pleura biasanya terjadi karena cedera dan
operasi di dada. Sebenarnya hemothorax itu salah satu dari efusi pleura. Efusi pleura
adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh proses eksudasi
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 58
atau transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Dalam keadaan normal, hanya
ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Terdapat empat tipe
cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu : cairan serus (hidrothorax), darah
(hemothoraks), chyle (chylothoraks), nanah (pyothoraks atau empyema).
Penyebab efusi pleura antara lain :
a. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif.
b. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru seperti kanker, tuberkulosis, reaksi obat, asbestosis,
sarkoidosis, dan penyakit paru lainnya.
2. Etiologi
a. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura
b. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
c. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya
diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah
dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau
cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah
yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang
dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar
lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah
terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan. Trus,, ada juga yang namanya
hemotorax massif. Apasih hemotaraks massif?
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam
rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma
tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat
adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai
tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di
intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh
vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara
nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal
Thaifur al-Bathani berkata: ”Malam dan siang adalah modal kekayaan orang mukmin.
Keuntungannya adalah surga, sedangkan kerugiannya adalah neraka.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)
Sumber :
1. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru cetakan ke-3. Surabaya: Airlangga University Press.
2. fisiologi Guyton
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 60
3. trauma thorax, http://medlinux.blogspot.com/2008/06/trauma-thorax.html.
4. Hemotorax,
http://www.primarytraumacare.org/PTCMain/Training/pfd/PTC_INDO.pdf
5. efusi pleura, http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/efusi-pleura.html
N. TUBERCULOSIS (TBC)
1. Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis dengan gejala bervariasi.
2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis (tersering), Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium
africanum. Ketiganya merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili
microbacteriaseae. Penularan penyakit lewat inhalasi, atau luka di kulit. Karena kuman
TBC merupakan bakteri aerob, ia menyukai jaringan yang kaya akan O 2. Itulah alasan
mengapa paru-paru merupakan daerah yang sering terkena.
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-
paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis
pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit neutrofil, terkena sekret
makrofag, dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan
tetap hidup karena kuman TBC bersifat intraseluler. Selain itu, M. tuberculosis merupakan
basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap
asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag,
dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya. Kuman yang lolos dan tetap hidup akan
membentuk sarang yang disebut “Ghon”. Disitu dia memicu reaksi inflamasi dengan
manifestasi sesak napas dan demam. kuman yang terus berkembang akan menyebar
secara perikontuinitatum ke bagian paru yang lain. Di pleura, inflamasi menyebabkan
nyeri dada. Bila infeksi sampai bronkus, pasien sering batuk, sebagai usaha
mengeluarkan produk inflamasi hasilkan sputum. Bila penyakitnya semakin parah
terjadi batuk darah. Saat batuk, ada kuman yang menempel di mulut dan tertelan sehingga
infeksi terjadi lewat gastrointestinal. Infeksi lanjut dapat menyebar secara limfogen
(menyebabkan limdenitis dengan manifestasi pembesaran kelenjar limfe) dan hematogen
(terjadi infeksi ke seluruh tubuh). Infeksi sistemik dan menahun menyebabkan penurunan
berat badan.
4. Manifestasi Klinis
BB turun, demam lama, pembesaran kelenjar limfe, batuk lama (>)30 hari, diare persisten.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda infiltrat; tanda-tanda penarikan paru,
mediastinum, dan diafragma; sekret di saluran napas; suara nafas amforik karena adanya
cavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
5. Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atu meningkat, limfositosis)
c. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
Hamid Al-Qushairi berkata, “Setiap orang diantara kita yakin akan datangnya
kematian, sementara kita tidak melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian
itu. Setiap orang diantara kita yakin adanya surga, sementara kita tidak melihat ada
yang ada yang berbuat agar bisa masuk ke surga. Setiap orang diantara kita yakin
adanya neraka, sementara kita tidak melihat orang yang takut terhadap neraka. Untuk
apa kalian bersenang-senang ? Apa yang sedang kalian tunggu ? Tiada lain adalah
kematian. Kalian akan mendatangi Alloh dengan membawa kebaikan ataukah
keburukan. Maka hampirilah Alloh dengan cara yang baik.”