Anda di halaman 1dari 63

A.

EMBRIOLOGI TRACTUS RESPIRATORIUS

Asal embriologis paru adalah endoderm primitif usus depan (foregut). Ketika embrio
berumur + 4 minggu, divertikulum respiratorium (tunas paru) nampak sebagai suatu tonjolan
keluar dari dinding ventral usus depan. Oleh karena itu, epitel lapisan dalam laring, trakea,
dan bronkus, serta lapisan epitel paru seluruhnya barasal dari endoderm. Tetapi, unsur tulang
rawan dan otot pada trakea dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang mengelilingi usus
depan. Mula-mula, divertikulum mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Ketika
divertikulum memanjang ke caudal, organ ini terpisah dari usus depan akibat munculnya 2
rigi esofagotrakealis yang selanjutnya bersatu membentuk esofagotrakealis. Bagian ventral
dari usus depan kemudian membentuk trakea dan kuncup (tunas) paru, sedangkan bagian
dorsal membentuk esofagus. Namun, primordium pernapasan ini mempertahankan hubungan
terbukanya dengan faring melalui orifisium laringeum.

Diverticulum respirasi

1. Stomodeum
2. Pharyngeal gut
3. Thyroglossal duct
4. Tracheobronchial diverticulum

Perkembangan diverticulum respirasi

1. Foregut
2. Esophagotracheal septum
3. Respiratory diverticulum

1. Pharynx
2. Lung buds
3. Trachea
4. Esophagus

1. Right upper lobe


2. Left upper lobe
3. Right lower lobe
4. Left lower lobe
5. Right middle lobe
6. Splanchnic mesoderrm
7. Bronchial buds
8. Visceral pleura

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 1


LARING
Lapisan dalam laring berasal dari endoderm, tetapi tulang rawan dan ototnya berasal dari
mesenkim lengkung faring ke-4 dan ke-6. Komponen kartilago (thyroid, cricoid, dan
arytenoid ) dan otot merupakan derivat dari mesoderm arcus branchialis ke-4 dan ke-5.
Komunikasi awal antara divertikulum respirasi dengan foregut membentuk celah T-shape.
Celah tersebut terbentuk akibat proliferasi mesenkim yang cepat sehingga aditus laringis
berubah bentuknya dari sebuah celah sagital menjadi lubang berbentuk T. Saat terbentuk
tulang rawan, proliferasi epitel laring yang cepat mengakibatkan adanya oklusi lumen
temporer. Vakuolisasi dan rekanalisasi berikutnya membentuk sepasang resesus lateralis,
yaitu ventriculus laryngeus. Resesus tersebut dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang
berdiferensiasi menjadi pita suara palsu (plica vestibularis) dan sejati (plica vocalis). Semua
otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf otak ke-10, yaitu nervus vagus. Nervus
laringeus superior mempersarafi derivat lengkung faring ke-4 dan nervus laringeus rekurens
mempersarafi derivat lengkung faring ke-6.
Selama pemisahannya dengan usus depan (saat minggu ke-4), diverticulum respirasi
membentuk 2 kuncup paru (trakea) kiri dan kanan, selanjutnya terbagi lagi menjadi 2 kantong
yang keluar di sebelah lateral, yaitu tunas bronkialis. Pada awal minggu ke-5, masing-masing
tunas ini membesar membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Cabang kanan membentuk 3
cabang sekunder, sedangkan cabang kiri membentuk 2 cabang sekunder. Kuncup paru
mengembang menembus cavitas coelom yang dikenal sebagai canalis pericardioperitoneal.
Kanal ini akan dipisahkan dari cavum peritoneale dan cavum pericardiale oleh lipatan
(membran) pleuroperitoneal dan pleuropericardial. Ruang yang masih tersisa membentuk
cavum pleurae primitif. Selama perkembangan berikutnya, bronkus sekunder terus bercabang
secara dikotomi membentuk 10 bronkus tersier (segmental) di paru kanan dan 8 di paru kiri.
Pada akhir bulan ke-6, telah terbentuk sekitar 17 generasi anak cabang (fase kanalikuler).
Sebelum percabangan bronkus tsb mencapai bentuk akhirnya, terbentuk 6 anak cabang
tambahan pada kehidupan setelah lahir.

PEMATANGAN PARU-PARU
Paru berkembang melalui morfogenesis percabangan yang memerlukan pemberian sinyal
resiprokal di antara epitel dan mesoderm. Banyak molekul yang memberi sinyal penting
untuk morfogenesis percabangan selama perkembangan paru, termasuk faktor2 pertumbuhan
seperti faktor pertumbuhan fibroblas (fibroblas growth factor, FGF), faktor pertumbuhan
epidermal (epidermal growth factor, EGF), dan faktor pertumbuhan yang berasal dari
trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF). Faktor pertumbuhan endotelial vaskular
(vascular endothelial growth factor, VEGF) penting untuk perkembangan pembuluh darah
paru. Perkembangan sistem respirasi biasanya dibagi menjadi lima tahap atau periode, yaitu:
1. Periode Embrionik
Dimulai dg terbentuknya cekungan pada ventral lower pharynx, yaitu sulkus
laringotrakealis yang kemudian membentuk cabang trakeobronkial (paru primordium).
Terbentuknya sulkus laringotrakeal dimulai sesaat sebelum minggu ke-4 perkembangan.
Pada akhir minggu ke-4, ujungnya bercabang menjadi 2 tunas bronkial yang merupakan
progenitor dari 2 bronkus utama dan cabang bronkial. Bronkus utama yang kiri kuncupnya
lebih kecil dan lebih ke lateral dibandingkan dg yang kanan dan tetap asimetri sampai

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 2


dewasa. Divisi berikutnya dari cabang-cabang endodermal juga unequal, kanan ada 3
kuncup dan kiri 2 kuncup sesuai dengan lobi pulmo. Pada akhir fase embrionik, terjadi
segmentasi membentuk 3 lobus kanan dan 2 lobus kiri dengan akhiran menggelembung
menyerupai kelenjar eksokrin. Pada saat ini, vasa pulmonalis terbentuk. Sirkulasi parva
terbentuk dari arteri arcus pharyngealis ke-6. Plexus pertama dari 4 arcus aortae terbentuk
di sekeliling paru dari saccus aorticus, sedangkan plexus pertama dari arcus aorticus ke-6
terbentuk setelah vasa tumbuh ke dalam plexus. Jadi, hubungan antara truncus pulmonalis
dan aorta dorsalis terlihat.
2. Periode Pseudoglandular (minggu ke-6 -- 16)
Pada fase ini, perkembangan paru menyerupai tubulo-acinous gland. Sesuai pandangan
klasik, keseluruhan air-conducting bronchial tree sampai bronchioli terminal bercabang2
sampai 16x (16 generasi). Tunas bronkial telah berkembang menjadi celah primordial dan
bronkus primer kanan yang akhirnya terbagi menjadi 5 bronkus sekunder (3 kanan, 2 kiri).
Pada minggu ke-7, bagian tsb mulai bercabang secara progresif menjadi 10 (kanan) dan 8-
9 (kiri) bronkus segmental yang masing2 akhirnya membentuk segmen bronkopulmonal.
Pd sistem primordial, awalnya bronchial tree dilapisi oleh epitel kuboid yg merupakan
prekusor dari epitel bersilia dan sel2 sekretori. Epitel bersilia ditemukan pada minggu ke-
13 kehamilan. Pada minggu ke-17, sebagian besar struktur utama paru telah terbentuk dan
dilapisi oleh sel2 epitel kolumnar. Terdapat pembuluh darah konduktan, tetapi permukaan
pertukaran gas masih belum berkembang sehingga janin yang dilahirkan selama periode
ini tidak dapat hidup.
3. Periode Kanalikular (minggu ke-16 -- 25)
Ciri utama dari fase ini adalah perubahan epitel dan mesenkim di sekitarnya. Terjadi
diferensiasi progresif dan penipisan sel-sel epitel. Semua ruang udara derivat bronkiolus
terminalis membentuk satu acinus. Setiap acinus terdiri dari bronchiolus respiratorius,
ductus alveolaris, dan sacculi alveolaris. Sepanjang acinus, terlihat invasi kapiler ke
dalam mesenkim. Kapiler mengelilingi acini dan sebagai dasar pertukaran gas. Lumen
tubulus menjadi lebih lebar dan sel epithel lebih pipih. Bronkus mengalami subdivisi
sampai 17x setelah 24 minggu yang akhirnya membentuk bronkiolus respiratorius.
Bronkiolus respiratorius bercabang menjadi 3-6 duktus alveolaris dan beberapa sakus
terminalis (sakus alveolaris) berdinding tipis. Semuanya dilapisi oleh pneumosit alveolar
tipe I yang sangat tipis (epitel squamous) yang bersama-sama dg sel endotelial dari kapiler
membentuk membran alveolakapiler (permukaan pertukaran gas). Terdapat beberapa
pneumosit alveolar tipe II, yaitu sel2 epitel sekretori penghasil surfaktan. Surfaktan
berfungsi utk mengurangi tegangan permukaan dan memungkinkan ekspansi sakus
alveolaris. Pneumosit alveolar tipe II muncul dlm jumlah kecil mulai minggu ke-20, tetapi
belum cukup untuk menunjang fungsi pernapasan sampai setelah minggu ke-26. fetus
mampu bertahan di extra uterin setelah sekitar 24 minggu.
4. Periode Sakular (minggu ke-26 -- lahir)
Pada fase ini, generasi akhir dari ruang udara dlm pars respirasi terbentuk. Terjadi
perkembangan yg cepat jumlah sakus terminalis dan jalinan kapiler pulmonal dan kapiler
limfatik. Pertunasan dari sakus terminalis dan dinding bronkiolus terminalis serta
penipisan pneumosit tipe I menyebabkan pembentukkan alveolus imatur pada sekitar
minggu ke-32. Septa primer antar-sakus masih tebal dan berisi 2 jaringan kapiler dari

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 3


saculi di dekatnya. Ruang antaranya kaya dg sel serta serabut kolagen dan elastik. Matriks
ini penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi epitel yg terletak di atasnya. Pd akhir fase,
fibroblas inrestisiil mulai memproduksi material extrasel dlm interductuli dan ruang
intersacculi. Dalam keadaan normal, surfaktan dan vaskularisasi yg cukup terbentuk antara
minggu ke-24 – 26. Surfaktan bertambah secara signifikan dlm 2 minggu sebelum lahir.
5. Periode Alveolar (32 minggu – 8 th setelah lahir)
Kelompok alveolus imatur terbentuk selama awal periode ini. Alveolus matur dlm
septum2 interalveolar dan permukaan pertukaran gas baru muncul setelah lahir. Di antara
alveoli, terletak parenkim yg tersusun atas 2 lapis kapiler yg membentuk septum primer di
antara sacculi alveolaris. Sebelum lahir, sacculi alveolaris secara struktural meningkat.
Terdapat penonjolan kecil sepanjang septa primer. Segera setelah itu, penonjolan tsb
menjadi besar dan terbagi dlm subunit yg lebih kecil, yaitu alveoli yg dibatasi oleh septa
sekunder. Alveoli dikelilingi oleh serabut elastik yg membentuk septa interstitiel antara 2
kapiler. Dlm 6 bulan pertama, terjadi peningkatan yg masiv. Alveolarisasi dan formasi
septa sekunder berlangsung sampai 8 tahun pertama kehidupan. Gerakan pernapasan janin
terjadi sebelum lahir dengan aspirasi cairan amniotik. Hal tsb merangsang pertumbuhan
paru dan pengondisian otot respirasi. Penambahan ukuran paru pada lebih dari 3 th
pertama terutama disebabkan oleh penambahan jumlah alveolus dan bronkiolus
respiratorius. Setelah itu, baik jumlah maupun ukuran alveolus bertambah. Saat lahir, 1/3
dari 300 juta alveoli harus sudah bekembang. Pada akhir perkembangan paru, terdapat
sekitar 23 generasi jalan napas dengan + 17 juta cabang. Perkembangan paru terganggu
bila: a) Pernapasan janin tidak ada, b) Cairan amniotik tidak adekuat, c) Ruang untuk
pertumbuhan paru tidak ada.

Rangkuman Pematangan Paru:


PERIODE USIA DESKRIPSI
Pseudoglandula Minggu ke-6  16 - Cabang2 berlanjut membentuk
bronkiolus terminalis
- Tidak ada bronkiolus respiratorius atau
alveoli
Kanalikular Minggu ke-16  25 Setiap bronkiolus terminalis terbagi mjd 2
atau lebih bronkiolus respiratorius yg
kemudian terbagi mjd 3-6 duktus
alveolaris.
Sakular Minggu ke-26  lahir Terbentuk sakus terminalis (alveoli
primitif) dan kapiler membentuk hub erat.
Alveolaris Minggu ke-32 8 th setelah Alveoli matang dg hub epitel endotel
lahir (kapiler) yg sudah berkembang dg baik

Daftar pustaka:

Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman, Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.


Ward, Jeremy P. T., Jane Ward, R. M. Leach, and C. M. Wiener. 2008. At a Glance Sistem
Respirasi, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kuliah Embriologi dr. Selvi

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 4


B. ANATOMI SYSTEMA RESPIRATORIOUS
Sistem pernapasan manusia dewasa terbagi menjadi beberapa
organ besar yaitu:
1. Hidung (nasi)
2. Tenggorok (larynx)
3. Trachea
4. Bronchus
5. Paru (pulmo)
Selain itu juga terdapat organ-organ lain yang akan dijelaskan
lebih lanjut di bawah ini .

1. NASI
Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Pada nasi, terdapat:
a. Nares anterior, menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar.
Nares ini akan bermuara menuju vestibulum nasi.
b. Cavum nasi, dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah dan selaput
lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga
hidung. Cavum nasi ini berhubungan dengan pharynx. Dinding lateral cavum nasi
dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan sebagian os
sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada dinding
lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media,
dan (3) concha inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa. Dasar
cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya
merupakan celah sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os
sphenoidale. Membrana mukosa olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum
nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau yaitu
nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina cribrosa os frontale dan ke
dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.Pada bagian belakang, cavum nasi
membuka kedalam nasopharynx melalui apertura nasalis posterior.
c. Septum nasi, memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari
tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua
sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian posterior septum nasi, terdapat os
ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.
d. Sinus paranasalis, ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Lubang yang membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares
anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh
beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan
inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus
nasolacrimalis, dibawah concha inferior
2. PHARYNX
Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Terletak di
belakang larynx (laryngopharyngeal). Oropharynx adalah bagian dari pharynx dan

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 5


merupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
3. LARYNX
Terletak pada garis tengah bagian depan leher (sebelah dalam dari kulit, glandula
thyroidea, dan beberapa otot kecil), di depan larynxopharynx dan bagian atas
oesophagus. Membrana mukosa larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius,
terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Larynx merupakan struktur yang lengkap
terdiri atas:
a. Cartilago, yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago
arytenoidea.Cartilago thyroidea berbentuk “V” yang menonjol ke depan leher
membentuk jakun. Ujung batas posterior cartilago thyroidea bagian atas adalah
cornu superior (penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum) dan batas
posterior bagian bawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea. Membrana thyroidea menghubungkan batas atas
cartilago thyroidea dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum
menghubungkan batas bawah cartilago thyroidea dengan cartilago cricoidea.
Epiglotis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang
dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang “V” cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju
cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea
adalah cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.
Terletak di bawah cartilago thyroidea, berhubungan melalui membrana
cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago
cricoidea pada setiap sisi. Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk
piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi
melekat dibagian posterior sudut piramid yang menonjol kedepan.
b. Membrana, menghubungkan cartilago satu sama lain dan menghubungkan kartilago
dengan os hyoideum, membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada
plica vocalis.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamentum vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago
thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis
palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini
tidak terlibat dalarn produksi suara. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa. Otot-
otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi, dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis.
Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus). Selama respirasi tenang,
plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama
respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh vibrasi plica
vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum
molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
4. TRACHEA
Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
Trachea berjalan dari cartilago cricoidea ke bawah pada bagian depan leher dan di
belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 6


dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan
bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin
terbuka yang terbentuk dari tulang rawan hyalin yang berbentuk setengah lingkaran
pada bagian antero lateralnya. Tulang rawan ini diikat bersama oleh jaringan elastis
yang melengkapi lingkarannya di sebelah belakang trachea yang selain itu juga
memuat beberapa jaringan otot. Kedua jaringan ini membentuk pars membranasea
yang akan menyebabkan lumen trachea menyempit saat ekspirasi dalam ataupun batuk.
Pada bagian dalam lapisan otot dan tulang rawan ini didapatkan suatu jaringan ikat
yang mengandung serabut saraf dan kelenjar mukus. Di membran mukosanya dapat
ditemukan sel-sel goblet, sel-sel bersilia dan sel-sel epitel.
5. BRONCHUS-ALVEOLI
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae
thoracica V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan mukosanya dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Di bagian dalam dapat ditemukan tulang rawan, jaringan elastis,
jaringan retikuler, otot polos kapiler, jaringan limfatik dan serabut saraf. Antara
jaringan itu dapat ditemukan PMN, sel limfosit dan sel mast. Semakin kecil bronki,
tulang rawannya semakin berbentuk lempeng kecil hingga akhirnya hilang pada
bronkiolus. Jumlah sel goblet juga menurun dengan semakin kecilnya bronki hingga
hilang pada bronkiolus respiratorius. Sekret mukus yang dihasilkan oleh sel goblet dan
kelenjar mukus melapisi bagian luar sel silia.
Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis.
Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit
lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah
arteri yang disebut bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus pulmo atas dan bawah.
Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus
lobaris (generasi kedua, berpenampang 0,7cm) sesuai dengan banyak lobus yang ada di
pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi bronkus segmentalis (generasi
ketiga, berpenampang 0,5cm) sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronchus subsegmentalis (generasi ke-4) dan bronkus-bronkus
kecil (generasi ke-5-10, berpenampang 0,4-0,1cm) yang ukurannya semakin kecil.
Bronchiolus merupakan generasi ke-11 dan berpenampang 0,1cm. Bronchioli yang
lebih kecil membagi diri menjadi bronchiolus terminalis (berpenampang 0,05cm),
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan elastis
yang berjalan secara longitudinal dan menutup serabut-serabut otot polos yang
berbentuk spiral sehingga ukurannya dapat berubah (Bentuk spiral dan double helical
otot polos ini dapat dijumpai sejak bronkus kecil hingga alveoli). Seluruh saluran udara
ke bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi utama sebagai penghantar
udara ke tempat pertukaran gas pulmo.
Tempat pertukaran gas asinus dimulai dari bronchiolus respiratorius yang terkadang
memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Lalu bronchiolus
respiratorius melanjutkan diri menjadi ductus alveolaris yang berujung pada sakus

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 7


alveolaris terminalis yang merupakan akhir pulmo dan berisi alveolus. Dinding
alveolus (alveolar-capillary membrane) berperan dalam pertukaran gas dari/ke
udara/darah. Permukaan alveoli merupakan tempat sintesis bahan surfaktan dan
terdapat pula sel histiosit dan makrofag yang bersifat fagositosis. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Terdapat sekitar 27 kali percabangan
mulai dari trachea sampai saccus alveolaris. Lapisan alveolus dan endotel kapiler
dihubungkan oleh jaringan interstisiil yang terdiri dari jaringan elastis, retikuler, dan
kolagen. Jaringan ini berfungsu untuk mencegah terjadinya perluasan yang berlebihan
dari alveoli serta memberi sifat elastis pada paru.
6. PULMO
Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :
a. Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula.
b. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
c. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung
d. Basis, berhadapan dengan diafragma
Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap
H2O yang ada di alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus
yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior dan satu lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang
tidak sempurna. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar
dan alveoli. Lobus paru terdiri dari primary lobules (asini/ terminal respiratory unit)
dan secondary lobules yang merupakan gabungan dari 5-10 asini.
Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis (pertukaran gas) dan arteri
bronchialis (nutrisi) yang bercabang-cabang sesuai segmennya, serta diinnervasi oleh
saraf parasimpatis melalui nervus vagus dan simpatis melalui truncus simpaticus.
Impulas dari saraf parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot polos bronkial,
meningkatkan pengeluaran sekresi kelenjar, dan dilatasi pembuluh darah. Impul dari
simpatis kebalikannya.

7. OTOT-OTOT RESPIRASI
a. Inspirasi
Utama :
 m. Intercostalis externus  mengangkat iga
 m.intercartilagenous parasternalelevasi,menghubungkan antar tulang rawan iga.
 Diafragma melebarkan rongga dada dalam dimensi longitudinal, menyebabkan
elevasi tulang iga bagian bawah.
Tambahan :
 m.sternocleidomastoideus mengangkat sternum ke depan dan atas
 m.scalenus antor, medus, dan postorelevasi, memfiksir tulang iga bagian atas

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 8


b. Ekspirasi
Ekspirasi merupakan gerakan pasif, hasil dari relaksasi paru.
 Untuk menekan iga ke arah dalamm. Intercostalis internus kecuali m
intercartilagenous parasternal.
 Untuk penekanan iga bagian bawah serta kompresi isi perutm. Rectus
abdominis, m. Abdominis externa obliqua, m. Internal obliqua, m. Transversus
abdominis.
Rangka dada, yang menjadi tempat insersio dan origo otot-otot respirasi terdiri dari 12
ruas tulang belakang (columna vertebralis pars thoracalis) dan di sebelah depan terdapat
sternum yang terdiri dari manubrium sterni, corpus sternum, dan processus xyphoideus. Ruas
tulang belakang dengan sternum dihubungkan oleh tulang iga yang terdiri dari tulang iga asli
yang merupakan tulang iga pertama sampai ketujuh, serta false ribs terdirir dari iga ke-8-10
dan floating ribss terdiri dari iga ke-11-12.

SIRKULASI PULMONER
Pulmo mendapat vaskularisasi dari a. Bronkialis dan a. Pulmonalis. a. Bronkialis berasal
dari aorta thorakalis cbg dr aorta descendens dan akan berjalan sepanjang dinding posterior
bronkus. Sedangkan v. Bronkialis besar akan bermuara ke v. Azigos lalu ke v. Cava superior
dan masuk ke jantung melalui atrium dextrum. Dari sirkulasi sistemik a. Sirkulasi bronkial
menyuplai nutrisi untuk jalan napas dan bronkus hingga bronkiolus terminalis. A. pulmonalis
yang berasal dari ventrikel dexter akan mengalirkan darah vena campuran ke paru”, di mana
akan terjadi pertukaran gas. Kemudian melalui v. Pulmonalis, darah yang teroksigenasi akan
dikembalikan ke jantung melalui ventrikel sinister, yang kemudian berlanjut pada sirkulasi
sistemik. Sirkulasi pulmonal menyuplai nutrisi untuk bronkiolus respiratorius, duktus dan
sakus alveolaris.
Sirkulasi pulmoner
memiliki tekanan dan
resistensi lebih rendah
dibanding sirkulasi
sistemik. TD sistemik ±
120/80 mmHg, sedangkan
TD Pulmonar ± 25/10
mmHg dengan tekanan
rata” 15 mmHg. Karena
tekanan yang lebih rendah
ini, maka ventrikel dexter
akan memompa darah
dengan lebih mudah bila
dibandingkan ventrikel
sinister, juga aliran darah pulmonar akan mudah ditingkatkan ketika melakukan aktivitas fisik
tanpa harus terjadi kenaikan TD pulmonar yang bermakna.
Tekanan Hidrostatik (HP) pulmonar normal ± 15 mmHg dan tekanan osmotik koloid
(COP) ± 25 mmHg. Bila HP melampaui nilai COP, permeabilitas kapiler pulmonar
meningkat sehingga cairan akan merembes masuk ke dalam intersisial atau alveolus
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 9
menyebabkan edema paru. Edema paru ini akan menghambat proses difusi antara alveolus
dan kapiler.

Sumber:
http://www.ilmusehat.com/T_anatomi%20sistem%20pernafasan.htm
http://okhealth.blogspot.com/2008/03/sistema-respiratorius.html
Alsagaff, Hoood. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : UNAIR Press

Syumaith bin ’Ajlan berkata: ”Manusia ada 2 golongan. Yaitu golongan yang mencari
bekal di dunia dan lainnya golongan yang hanya bersenang-senang di dalamnya. Maka
bertanyalah pada diri anda sendiri; termasuk golongan manakah anda?”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)

C. HISTOLOGI SISTEM RESPIRASI

Sistem respirasi dibagi dalam 2 bagian utama, yaitu :


1. Bagian Konduksi
Bagian ini terdiri dari rongga hidung dgn sinus paranasal, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Bagian ini memiliki 2 fungsi utama yaitu :
a. Menyediakan sarana mengalirnya udara ke dan dari paru
b. Menyiapkan udara yang masuk  membersihkan, melembabkan, dan menghangatkan.
Mekanismenya sebagai berikut : sewaktu memasuki hidung, udara disaring oleh vibrisa
besar (rambut khusus untuk menahan partikel-partikel besar spt debu). Sesampainya di
fosa nasal, partikel halus dan gas-gas tertentu terperangkap pada lapisan mukus. Mukus
ini bersama sekret serosa jg berfungsi untuk melembabkan udara yang masuk,
melindungi pelapis alveolar yang halus dan lembut agar tidak kekeringan. Udara yg
masuk jg menjadi hangat oleh jalinan vaskular superficial yg luas.
Kombinasi tulang rawan, serat elastin dan kolagen, serta otot polos menyebabkan bagian
konduksi ini bersifat kaku tetapi fleksibel. Hal tersebut untuk menjamin pengaliran udara
secara terus-menerus. Tulang rawan (terutama hialin dan sedikit elastis) ditemukan di tepi
lamina propia. Tulang rawan berfungsi untuk menunjang dinding bagian konduksi,
mencegah lumen kolaps, dan dengan ini menjamin hubungan langsung udara ke paru.
Serat elastin yang tersusun memanjang dan terdapat dalam lamina propia, menjadikan
struktur ini fleksibel dan memungkinkan kembali ke asalnya setelah diregangkan. Jumlah
serat elastin berbanding terbalik dengan garis tengah saluran konduksi (jadi bronkiolus
terkecil punya proporsi terbesar serat elastin). Berkas otot polos ditemukan mengelilingi
saluran mulai dari trakea sampai duktus alveolaris (sub-bagian respirasi). Kontraksi otot
polos mengurangi garis tengah saluran konduksi dan karenanya mengatur aliran udara
selama inspirasi dan ekspirasi. Bag konduksi secara bertahap berubah menjadi bag
respirasi. Kandungan epitel bersilia, sel goblet dan tulang rawan berkurang, sedangkan
kandungan otot polos dan serat elastis secara bertahap meningkat.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 10


2. Bagian Respirasi
Merupakan tempat berlangsungnya pertukaran gas. Bagian ini terdiri atas bronkiolus
respiratorius (kalo di BPP histo dan di kuliah dr. TQ disebutkan bahwa bag ini bagian
transisi), duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.

Epitel Respirasi
Epitel respirasi khas terdiri atas 5 jenis sel yaitu :
a. Sel silindris bersilia (terbanyak)
Tiap sel ini memiliki 300 silia pada permukaan apikalnya. Dibawah silia terdapat badan
basal dan banyak mitokondria kecil. ATP diperlukan utk pergerakan silia.
b. Sel goblet mukosa (terbanyak kedua)
Bagian apikal sel ini mengandung tetes mukosa kaya polisakarida.
c. Sel sikat (brush)
Sel ini mempunyai ujung saraf aferen pada permukaan basalnya dan dipandang sebagai
reseptor sensoris.
d. Sel basal (pendek)
Sel basal adalah sel bulat kecil, terletak diatas lamina basal tapi tidak meluas sampai
permukaan lumen dari epitel. Diduga sel ini merupakan sel degeneratif yang mengalami
mitosis kemudian berkembang menjadi jenis lain.
e. Sel granul kecil
Sel ini mirip sel basal, tapi ia punya banyak granul bergaris tengah 100-300 nm dengan
pusat padat. Sel-sel ini merupakan populasi sel dr system neuroendokrin difus. Sel granul
mirip endokrin ini dapat bekerja sebagai efektor dalam penggabungan proses sekresi
mukosa dan serosa.
Hampir semua bag konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yg
mengandung byk sel goblet. Makin ke dalam, memasuki percabangan bronkus, populasi sel
epitel mengalami modifikasi sewaktu beralih menjadi epitel selapis gepeng. Sewaktu
bercabang menjadi bronkiolus, epitel bertingkat diganti oleh epitel selapis silindris, yang
kemudian memendek menjadi selapis kuboid pada bronkiolus terkecil (terminal). Sementara
itu, populasi sel goblet makin berkurang makin berkurang dengan mengecilnya bronki dan
sama sekali tidak terdapat lagi pada epitel bronkiolus terminalis. Adanya sel bersilia diluar sel
goblet berfungsi untuk mencegah mucus mengumpul dibagian respirasi. Mukus superfisial,
yang menangkap partikel renik dan menyerap gas larut air, mengapung diatas sol yang
disekresi oleh kelenjar serosa yang terletak di lamina propia. Silia dari epitel ini
memindahkan sol yang lebih cair itu bersama lapis mukosa diatasnya, ke arah rongga mulut.
Disini lapis mukosa itu, ditelan atau dimuntahkan.
Dari rongga hidung sampai ke laring, terdapat epitel berlapis gepeng yang terdapat pada
daerah yang terpapar terhadap aliran udara langsung misalnya orofaring, epiglottis, dan pita
suara. Epitel ini memberi lebih banyak perlindungan terhadap erosi dari pada epitel respirasi
biasa. Jika arus aliran udara diubah atau tempat erosi baru terjadi, daerah yang terkena dapat
berubah dari epitel bertingkat silindris bersilia menjadi epitel berlapis gepeng. Begitu pula
pada perokok, proporsi sel bersilia terhadap sel goblet berubah agar dapat membantu
membersihkan polutan partikel dan gas yang meningkat (misal CO dan SO2). Namun,
meskipun jumlah sel goblet yang lebih besar pada epitel perokok dapat mempercepat

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 11


pembersihan polutan, tetapi pengurangan sel bersilia akibat CO yang berlebihan berakibat
kurangnya gerakan lapis mukosa dan seringkali menyumbat saluran napas yang lebih kecil.
Perubahan reversible ini disebut metaplasia.
Info plus-plus :
Sindrom silia imotil (sindrom kartagener), merupakan suatu kelainan yang ditandai oleh infertilitas
pada pria dan infeksi sal napas menahun, disebabkan oleh imobilitas silia dan flagella yang diinduksi
oleh defisiensi dinein, yakni sebuah protein yang terdapat dalam silia yang berfungsi utk pergeseran
mikrotubul (suatu proses yang diperlukan utk pergerakan silia)

Rongga Hidung
a. Vestibulum Nasi
Merupakan bagian anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Epitelnya adalah epitel
berlapis pipih tanpa kornifikasi. Vestibulum nasi mengandung kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat, dan rambut tebal pendek (vibrisa) yang menahan dan menyaring
partikel-partikel besar yang ikut udara inspirasi.
b. Fosa Nasal
Merupakan 2 bilik kavernosa yang terletak di dalam tengkorak yang dipisahkan oleh
septum nasi oseosa. Dari dinding lateral terdapat tonjolan tulang mirip rak yang dikenal
sebagai konka yakni konka superior, media dan inferior. Konka superior ditutupi oleh
epitel olfaktorius khusus (pseudokompleks kolumner dengan 3 macam sel yaitu sel
olfaktoris, sel penyangga, dan sel basal) sbg reseptor pembau, sedangkan konka media dan
inferior ditutupi oleh epitel respirasi (epitel pseudokompleks kolumner bersilia dengan
banyak sel goblet). Dalam lamina propia konka terdapat pleksus venosa besar (yang
dikenal sebagai badan pengembang/swell bodies) dan kelenjar seromukus. Eosinofil,
makrofag, dan sel plasma serta infiltrasi limfosit sering terdapat pada lapisan ini. Lamina
submukosa tidak jelas batasnya. Pada lapisan yang lebih dalam lamina propia mengadakan
fusi dengan periosteum. Mukosa fosa nasalis dibagi 2 regio yaitu regio respiratorius dan
regio olfaktorius.
MUKOSA FOSSA NASALIS
Regio Respiratoris Regio olfaktoris
Lokasi Konka nasalis media Atap rongga hidung, konka nasalis superior, dan septum
dan inferior nasi 1/3 atas.
Epitel Pseudokompleks Pseudokompleks kolumner dengan 3 macam sel, yaitu:
kolumner bersilia a. Sel olfaktoris : neuron bipoler; vesikula olfaktoria,
dengan sel goblet sila olfaktoria, dan fila olfaktoria.
b. Sel penyangga : kolumner; striated border dalam
kutikula, pigmen sitoplasma kecoklatan.
c. Sel basal : bentuk kerucut, puncak tidak mencapai
permukaan.
Membran Jelas Tidak jelas
Basal
Lamina Jaringan kavernosa Anyaman kapiler
propia Kelenjar Serat saraf olfaktoris
seromukosa Kelenjar olfaktoris (Bowman) : tubulo-alveoler
Melekat pada tulang bercabang, seros murni.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 12


Celah-celah sempit yang terjadi akibat adanya konka memudahkan penyiapan udara
inspirasi dengan memperluas permukaan dengan epitel respirasi, dan menimbulkan
gerakan berpusing (turbulensi) dalam aliran udara, yang berakibat peningkatan kontak
antara aliran udara dengan lapisan mukosa. Tiap 20-30 menit, swell bodies pada salah satu
sisi fosa nasal akan penuh terisi darah, shg membengkakan mukosa konka dan mengurangi
aliran udara. Sementara ini, sebagian besar udara diarahkan lewat fosa nasal sebelahnya.
Interval penutupan periodik ini mengurangi aliran udara, shg epitelrespirasi dapat pulih
dari kekeringan. Reaksi alergi dan inflamasi dapat menyebabkan pengembangan swell
bodies secara abnormal dalam kedua fosa dan berakibat sangat menghambat aliran udara.
Pembuluh darah yang terdapat dalam rongga hidung terdiri dari pembuluh besar dan kecil.
Pembuluh besar membentuk lengkungan kisi-kisi rapat dekat periosteum dan dari situ
meluas cabang2 ke permukaan. Pembuluh kecil yang bercabang dari pembuluh lengkung
ini berjalan tegak lurus permukaan dan membentuk dasar kapiler luas di bawah epitel.
Darah mengalir ke depan dari belakang ke masing2 fosa. Pada setiap lengkung, arah aliran
darah berlawanan dengan arah aliran udara sehingga udara yang masuk secara efisien
dihangatkan oleh system aliran balik.
d. Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan ruangan-ruangan disekitar rongga hidung yang buntu, yang
dindingnya diperkuat oleh tulang-tulang tengkorak (os frontal, maksila, etmoid dan
sphenoid). Dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sedikit sel
goblet. Membran basal disebagian besar tidak ditemukan. Pada lamina propia tidak
ditemukan pleksus vena, ditemukan beberapa kelenjar seromukus kecil dan berhubungan
langsung dengan periosteum dibawahnya. Mukus yang dihasilkan dalam rongga ini
mengalir ke dalam saluran nasal sebagai aktivitas sel-sel epitel bersilia.
Info plus-plus :
Sinusitis adalah proses peradangan dari sinus yang bertahan lama terutama karena
sumbatan pada lubang keluarnya. Sinusitis menahun adalah komponen sindrom
kartagener yang ditandai gangguan kerja dari silia.
Nasofaring
Merupakan bagian pertama faring yang terletak dibelakang rongga hidung yang kea rah
kaudal berlanjut sebagai bagian oral organ ini, yaitu orofaring. Dilapisi oleh epitel jenis
respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole.
Laring
Laring adalah organ berongga berbentuk tabung tak teratur yang berfungsi sebagai alat
fonasi dan menghubungkan faring dengan trakea. Dindingnya tersusun atas kartilago (hialin,
elastis), otot bergaris (ekstrinsik, intrinsik), dan ligamentum. Pada lamina mukosa epitelnya
tidak uniform, di daerah plika vokalis, lipatan ariepiglitika dan sebagian besar epiglottis
tersusun atas epitel berlapis pipih tanpa kornifikasi, sedangkan pada laring selain daerah itu
tersusun atas epitel pseudokompleks kolumner bersilia dengan sel goblet. Membran basal
tipis dan cukup jelas. Lamina propia mengandung serat2 elastis, kelenjar seromukus kecil2
(kec. daerah plika vokalis). Dalam lamina propia terdapat sejumlah tulang rawan laringeal.
Lamina submukosa tidak jelas. Lamina kartilagines berfungsi sebagai penyokong dinding
laring agar tetap terbuka. Sebagian besar adalah kartilago hialin (pada tiroid, krikoid, dan
kebanyakan aritenoid) dan beberapa diantaranya ada yang mengalami kalsifikasi / perkapuran

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 13


terutama pada orang tua dan laki-laki dewasa. Selebihnya adalah tulang rawan elastis (pada
epiglottis, kuneiforme, kornikulata, dan ujung aritenoid. Ligamen mengikat tulang rawan ini
dan kebanyakan berartikulasi dengan otot intrinsik laring. Selain berfungsi sebagai
penyokong (menjaga agar jalan napas terbuka), tulang rawan ini berfungsi sebagai katup
untuk mencegah makanan dan cairan yang dicerna memasuki trakea. Otot intrinsik bersama2
dgn ligament berfungsi untuk menggerakkan plika fokalis sehingga menghasilkan nada untuk
fonasi. Struktur penting pada laring :
a. Epiglotis
Berfungsi utk mencegah masuknya makanan ke dalam trakea saat menelan. Ada 2 fasies :
 Fasies lingualis (dilapisi epitel skuamus kompleks non kornifikasi, mengandung sedikit
sel seromukosa).
 Tunika mukosa : epitel squamos kompleks, membrana basalis, dan lamina propia t.a.
J.P. longgar dgn limfosit2 terbesar.
 Tunika submukosa : JP fibrous ireguler dan jar lemak
 Tunika cartilaginea : cartilage elastic dibungkus oleh perikondrium.
 Fasies laringeal (dilapisi epitel pseudokompleks kolumner bersilia dan sel goblet,
mengandung kelenjar seromukosa, dan infiltrasi limfosit difus)
 Tunika mukosa :
- Epitel bagian distal : squqmos kompleks; bagian proksimal : pseudokompleks
kolumner.
- Lamina propia : JP longgar dgn banyak limfosit terbesar.
 Tunika submukosa : JP longgar dan kelenjar seromukous.
b. Plica Vocalis dan Ventrikularis
 Plika vokalis (pita suara sejati) : lipatan dibawah yang lebih tipis dilapisi sel epitel
squamose kompleks nonkornifikasi, lamina propia t.a. jaringan pengikat padat, serat2
elastis yg berjalan membujur, tidak ada kelenjar. Ada 2 epitel di plika vokalis : epitel
berlapis pipih dan pseudokompleks kolumner.
 Plika ventrikularis / PLika vestibularis (pita suara palsu) : lipatan di atas yang lebih
tebal, bagian medialnya dilapisi oleh sel epitel pseudokompleks kolumner, lamina propia
t.a. jaringan pengikat longgar, kelenjar seromukosa, dan nodulus limfatik.
Trakea
Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya + 10 cm, meluas dari pangkal laring ke
titik ia bercabang 2 mjd 2 bronkus primer. Trakea dilapisi oleh mukosa respirasi yang khas
(epitel pseudokompleks kolumner bersilia dengan sel goblet). Trakea punya 3 lamina :
a. Lamina propia berupa lapisan fibrous tipis yang tidak mengandung muskularis mukosa
tapi sebagai gantinya ditempati oleh serat2 elastis dengan arah longitudinal, membentuk
membrane.
b. Lamina submukosa hanya terdapat kelenjar seromukus kecil dan seringkali kelenjar ini
menempati celah antar tulang rawan. Saluran kelenjar ini melintasi lamina propia dan
bermuara di permukaan. Sering juga ditemukan sel2 lemak di lapisan ini. Kelenjar
campuran dalam lapisan ini sering menembus muskulus trakealis hingga ke adventisia.
c. Lamina adventisia terdiri atas jaringan pengikat longgar yang mengandung pembuluh
darah, saraf otonom yang melayani trakea.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 14


Dalam trakea dan bronkus primer tdp tulang rawan hialin berbentuk tapal kuda atau huruf
C dgn jumlah + 20 buah yang terdapat dalam lamina propia tersusun dari atas ke bawah,
berfungsi untuk menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Ujung terbuka menghadap ke arah
belakang (terletak di permukaan posterior trakea). Ligamen fibroelastis dan berkas otot polos
(muskulus trakealis) terikat pada periosteum dan menjembatani kedua ujung bebas tulang
rawan berbentuk C ini. LIgamen mencegah overdistensi dari lumen, sedangkan muskulus
memungkinkan lumen menutup. Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat
bekerjanya reflex batuk. Kaliber trakea yang lebih kecil akibat kontraksi meningkatkan
kecepatan udara ekspirasi shg membantu membersihkan jalan napas.

Paru
Terdiri atas sepasang organ yang menempati rongga dada, sebelah kiri 2 lobi, sebelah
kanan 3 lobi, diliputi oleh selaput tipis yang terdiri atas membrane serosa, disebut pleura
visceralis. Setiap paru kanan dan kiri menerima cabang bronkus primer melalui hilus paru.
Pada daerah hilus, pleura visceralis melipat membentuk pleura parietalis yang melapisi
rongga dada bagian dalam. Rongga pleura antara kedua pleura tersebut diisi oleh cairan
pleura. Stroma paru (kerangka jaringan pengikat dalam paru yang merupakan perluasan dari
pleura visceralis) membentuk septa2 interlobular. Setiap lobus paru terbagi2 oleh septa2 jar
pengikat menjadi sejumlah besar bangunan terkecil yang berbentk piramida disebut lobuli
paru, puncaknya menghadap ke hilus dan dasarnya menghadap ke pleura. Setiap lobuli paru
akan mendapat satu cabang bronkiolus yang masuk mell apeksnya. Pada puncak lobulus
paru,septa2 jar pengikat bersatu dengan jar pengikat yang meliputi bronkus. Sistem
percabangan bronkus di dalam paru menyerupai pohon bronkus yang dibagi menjadi 2
segmen yaitu :
a. Bagian konduksi yang mulai dari cabang2 bronkus sampai dengan bronkiolus dan dapat
disamakan dgn duktus ekskretorius dari suatu kelenjar.
b. Bagian respiratorius dimulai dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan berakhir
pada sakus alveolaris. Struktur ini dapat disamakan dgn duktus sekretorius suatu kelenjar.
Percabangan Bronkus
1. Bronkus
Bronkus ekstrapulmoner setelah masuk ke dalam jaringan paru melalui hilus (menjadi
bronkus intrapulmoner), segera bercabang2 secara dikotomik 9-12 kali, dimana tiap
bronkus kanan menjadi 3 bronkus lobaris dan bronkus kiri menjadi 2 bronkus lobaris.
Bronkus intrapulmoner pnya byk p’samaan dgn bronkus ekstrapulmoner kec tulang
rawannya berupa kepingan2 yg tidak teratur dan makin ke distal susunan dindingnya
secara berangsur2 mjd lebih sederhana. Epitel pd cab yg besar berupa epitel
pseudokompleks kolumner dg sel goblet tapi pd cab yg lebih kecil menjadi selapis
kolumner bersilia dg beberapa sel goblet. Lamina muskularis berupa otot polos dg arah
spiral mengelilingi lamina propia, menggantikan membran elastis yg tdp dalam trakea dan
bronkus primer. Kontraksi otot polos ini menyebabkan mukosa melipat scr longitudinal.
Serat2 elastis masih dipertahankan sampai pd cabang yg kecil. Lamina propia byk
mengandung serat elastin serta kelenjar serosa dan mukosa yang bermuara dlm lumen
bronkus. Byk limfosit tdp dalam lamina propia dan diantara sel2 epitel. Lamina
submukosa mengandung kel. seromukosa yg tdp sampai disela2 tulang rawan, jumlahnya

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 15


akan berkurang dgn menurunnya diameter bronkus. Limfonodi soliter masih bisa
ditemukan (biasanya diluar lamina muskularis), terutama byk pd percabangan bronkus yg
besar. Tunika adventisia mengandung tulang rawan b’btk cincin yg slg overlap namun pd
cab kecil tlg rawan berupa kepingan.
2. Bronkiolus Terminalis
Bronkus lobaris disetiap paru akan bercabang2 secara berulang2 sampai akhirnya menjadi
cab terminal disebut bronkiolus (klo diameter 1 mm disebut bronkioles, tp klo diameter
0,5 mm disebut bronkiolus terminalis). Bronkiolus masuk ke lobulus paru mell puncaknya
dan bercabang2 mjd skitar 50-80 bronkiolus terminalis. Pd bronkiolus yg lebih besar
epitelnya adalah pseudokompleks kolumner bersilia, yg makin memendek dan makin
sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pd bronkiolus
terminal yg lebih kecil. Epitel pd bronkiolus terminalis mengandung sel clara. Sel clara
merupakan sel sekretoris. Sel2 ini tidak mengandung silia, pd bag apical tdp kelenjar
sekretorik yg mensekresi glikosaminoglikan (surfaktan) yg melindungi lap bronkiolus.
Lamina propia t.a. otot polos dan serat elastin. Muskularis mukosa lebih dominan
dibanding tempat lain dan membentuk anyaman spiral mendominasi lamina propia.
Lamina adventisia masih ada, tapi tidak diperkuat lg dgn tulang rawan shg dindingnya
sering melipat scr longitudinal. Muskulator bronkus dan bronkiolus berada dibawah
kendali n. Vagus dan saraf simpatis. Hal ini menjelaskan mengapa epinefrin dan obat2
simpatomimetik lain sering dignkn utk menimbulkan reaksi otot polos selama serangan
asma. Lapis otot bronkiolus lebih berkembang daripada bronkus. Peningkatan hambatan
jalan napas pd asma diduga terutama disebabkan oleh kontraksi otot bronkiolus.
3. Bronkiolus Respiratorius
Merupakan cabang pendek dg diameter skitar 0,5 mm, mukosanya sama dgn bronkiolus
terminalis hanya disini sudah mulai tdp alveoli yg bermuara pd dindingnya. Epitel selapis
kolumner rendah sampai selapis kuboid rendah tanpa sel goblet. Tdp JP dg serat2 kolagen
membentuk anyaman diantara otot polos dan serat elastic. Alveoli tampak sebagai antung2
kecil disepanjang dindingnya dg interval ttt, jumlahnya makin meningkat ke arah distal.
4. Duktus Alveolaris
Makin ke distal jmlh alveoli yg bermuara ked lm dinding bronkiolus respiratorius makin
rapat shg skhirnya struktur dinding bronkiolus respiratorius dipenuhi oleh alveoli dan
disebut duktus alveolaris. Dinding duktus alveolaris t.a jar fibroelastis tipis yg relatif pjg,
epitel tdk lg ditemukan, tdp otot polos diantara mulut2 alveoli. Bbrp sakus alveolaris srg
bermuara lgsg disini.
5. Atrium
Merupakan ruangan yg menghubungkan bag distal duktus alveolaris dg bbrp sakus
alveolaris. Ada skitar 3-6 atrium keluar dr duktus alveolaris.
6. Sakus alveolaris dan Alveoli
Masing2 sakus alveolaris mrpkn kantung yg dindingnya penuh dgn alveoli Jmlh alveoli yg
bermuara disini dpt ratusan atau ribuan. Tiap alveoli mrpkn ruangan2 heksagonal dgn
muara menghadap ke puncak. Antar alveolus satu dgn lainnya dibatasi oleh septum
interalveolaris. Stroma dr septum berupa anyaman padat serat2 retikuler dan elastis, dan
pada tiap mulut alveoli dilingkari oleh serat elastis. Pd daerah septum interalveolaris tdk
didptkan otot polos tapi byk anyaman kapiler dan bbrp mcm sel :

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 16


a. Sel epitel pipih, sel epitel alveoli atau pneumosit tipe I. (nya skitar 8 %)
b. Sel septal atau sel pneumosit tipe II (nya skitar 16 %)
c. Sel endotel kapiler (paling besar jmlhnya yakni skitar 30 %, termasuk tipe kontinyu bkn
fenestrata)
d. Makrofag alveolar (sel pneumosit tipe III) (nya skitar 10 %), t.a. sel debu (dust cell)
yg memfagosit debu dan sel payah jantung (heart failure cell/ siderofag) yg tdp pd
penderita payah jantung.
e. Sel interstitial seperti Fibroblas, Leukosit, dan sel plasma (nya skitar 36 %)
Membran basal, yang dibentuk oleh penyatuan 2 lamina basal yg diproduksi oleh sel
endotel dan sel epitel (alveolar) dinding alveolus, jg tdp dalam interstitium septum
interalveolaris.

Pleura
Merupakan suatu membran serous yang permukaannya t. a. mesotelium. Di bawah epitel
terdapat stroma yang t.a. JP fibroelastis yang kasar dan mengandung otot polos. Di bagian
yang lebih dalam dari membran ini ditemukan vasa vena dan pembuluh limfe. Pd daerah
perbatasan antar lobulus ia membentuk septa interlobular. Pd keadaan normal, pleura
parietalis dan viseralis hanya dipisahkan oleh selaput cairan yg sangat tipis.

Sumber :
1. Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R. O. 1997. Histologi Dasar Edisi ke-8. Alih bahasa :
Jan Tambayong ; editor : Sudiarto Komala dan Alex Santoso. Jakarta : EGC. pp: 336-356.
2. Buku Petunjuk Praktikum Histologi Blok Respirasi FK UNS
3. Kuliah dan Modul Histologi Sistem Respirasi – dr. Mochammad Arief TQ, M. S.

Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, “Perbanyaklah mengingat


perusak kelezatan-kelezatan, yaitu mati.” (Diriwayatkan At-tirmidzi, An-Nasa’i,
Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

D. FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Sistem respirasi berfungsi dalam menyediakan oksigen dari luar tubuh untuk sel dan
membuang produksi karbondioksida oleh sel ke luar tubuh. Penyediaan oksigen dan
pembuangan karbondioksida merupakan fungsi vital bagi kehidupan sehingga perlu dijaga
keseimbangannya. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu:
1. Ventilasi, yaitu proses pergerakan udara keluar masuk paru-paru.
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah (pernapasan eksternal)
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan (pernapasan internal)
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuangan CO2 (pernapasan seluler)

Mekanisme dari masing-masing tahap akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini :

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 17


VENTILASI
Ventilasi merupakan proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Proses ini berfungsi
untuk menyediakan/menyalurkan oksigen dari udara luar yang dibutuhkan sel untuk
metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme sel ke luar tubuh. Proses
terdiri atas dua tahap, yaitu inspirasi, pergerakan udara dari luar ke dalam paru dan ekspirasi,
pergerakan udara dari dalam ke luar paru. Namun secara volume pernapasan, ventilasi dibagi
dua menjadi ventilasi per menit dan ventilasi alveolar.
a. Minute Ventilasi (MV) : udara yang keluar masuk paru dalam 1 menit.
Minute ventilasi dapat dihitung dengan rumus:
MV = Vol. Tidal (VT) x Respiratory rate (RR)
Volume tidal = volume sekali hembusan napas = 500 ml
RR = frekuensi pernapasan dalam 1 menit = 12-18x/menit
b. Alveolar ventilasi (AV)
AV = (VT - dead space)x RR
Dead space= ruang mati= volume udara yang tidak mengalami pertukaran gas (150 ml per
hembusan napas).

Agar proses ventilasi ini dapat berlangsung sempurna diperlukan fungsi yang baik dari
saluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding toraks.
Nah, saluran pernapasan (zona koduksi dan respiratorik) dan otot-otot pernapasan udah
dijelasin di bab histologi dan anatomi, so di bawah ini cuma akan dijelasin tentang elastisitas
sistem pernapasan dan surfaktan.
a. ELASTISITAS SISTEM PERNAPASAN
Proses respirasi sangat diengaruhi oleh adanya pengembangan dan pengempisan paru dan
rongga dada. Proses inspirasi dapat berlangsung apabila paru dan rongga dada
mengembang dan begitu sebaliknya untuk proses ekspirasi. Kemampuan untuk
mengembang dari jaringan paru dan dinding rongga dada disebut compliance. Sedangkan
kemampuang untuk mengecil jaringan paru dan dinding rongga dada disebut elastisitas.
Compliance (C) dinyatakan sebagai rasio antara perubahan volume (∆V) dan perubahan
satuan pada tekanan (∆P) yang mengembangkan paru ( C = ∆V/∆P). Compliance paru
dalam keadaan normal sekitar 0,2 liter/ cm H2O. Compliance ini dipengaruhi oleh ukuran,
usia, dan jenis kelamin seseorang. Pada penyakit restriktif, seperti fibrosis paru dan edema
paru nilai compliance paru rendah/berkurang. Selain itu, beberapa keadaan yang dapat
menurunkan compliance antara lain: deformitas tulang dada, penulangan (osifikasi) tulang
rawan toraks, pakaian ketat serta rasa nyeri yang ditimbulkan pada dinding toraks.
Hilangnya jaringan alveolar pada emfisema membuatnya lebihmudah meregang sehingga
compliance paru meningkat.
Elastisitas pada sistem respirasi dibagi menjadi dua macaam, yaitu: elastisitas paru dan
elatisitas toraks. Selama fase inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan
pada fase ekspirasi diperlukan daya elastisitas yang pasif. Daya elatisitas paru ditentukan
oleh jalinan serabut elastin dan serabut kolagen diantara parenkim paru. Pada paru yang
mengempis, serabut-serabut ini secara elastis berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian
ketika paru mengembang, serabut-serabut menjadi teregang dan tidak menjadi kaku lagi,
dengan demikian menjadi lebih panjang dan mengerahkan daya elastisitas yang kuat.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 18


Tegangan permukaan alveoli adalah suatu gaya yang mendorong molekul cairan mengikat
satu sama lain sehingga menimbulkan suatu tegangan pada permukaannya. Tegangan
permukaan pada alveoli merupakan gaya yang menghambat pengembangan paru pada
waktu insiprasi dan menimbulkan pengempisan alveoli pada waktu ekspirasi. Tegangan
permukaan ini sangat dipengaruhi oleh surfaktan.

b. SURFAKTAN
Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein lesitin
dan karbohidrat. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel pneumosit/alveolar tipe II dan sel septal
pada septum interalveolaris. Surfaktan baru terbentuk setelah terbentuknya sel pneumosit
tipe II pada fase embriologi kanalikular pada sekitar minggu ke-20 masa kandungan
namun terdapat dalam jumlah kecil dan tidak cukup untuk menunjang pernapasan yang
tidak dibantu sampai setelah 26 minggu. Surfaktan yang cukup terbentuk dalam keadaan
normal terbentuk antara minggu ke24-26. Surfaktan bertambah secara signifikan dalam
dua minggu sebelum lahir. Bayi prematur berisiko tinggi mengalami Respiratory Distress
Syndrome (sindrom gawat napas) yang berkaitan dengan pembentukan surfaktan pada
masa embriologi. Salah satu gejala penyakit ini adalah banyaknya alveoli yang menutup
akibat tegangan permukaan alveoli yang tinggi. Komposisi zat dari surfaktan antara lain:
fosfatidilkolin 62%, fosfatidilglisin 5%, fosfolipid lainnya 10%, lemak netral 13%, protein
8%, dan karbohidrat 2%. Surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaan pada cairan
alveoli sehingga alveoli lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah
alveoli menutup (kolaps) pada akhir ekspirasi. Tanpa surfaktan akan diperlukan tenaga 20
kali lebih besar untuk inspirasi dan akan banyak alveoli yang menutup pada waktu
ekspirasi. Selain itu surfaktan dapat mencegah transudasi ke dalam alveoli. Tekanan
negatif dalam alveoli dapat menyebabkan masuknya cairan dari kapiler ke dalam alveoli,
akan tetapi hal ini dapat dicegah oleh surfaktan. Surfaktan dapat berperan sebagai
pembersih alveoli. Surfaktan bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah
dengan konsentrasi yang rendah. Oleh karena itu, surfaktan turut membersihkan alveoli
dari bakteri dan debris.

Berikut akan dibahas mengenai mekanisme ventilasi serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
1. MEKANISME VENTILASI
a. INSPIRASI
Pada prinsipnya, pertukaran/pengaliran gas terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan
pada dua tempat atau lebih yang mana gas/udara tersebut akan mengalir dari tempat
dengan tekanan tinggi ke tempat dengan tekanan rendah. Inspirasi terjadi apabila terjadi
perbedaan tekanan antara alveoli dan udara luar, dimana tekanan intraalveoli lebih
rendah dari tekanan udara luar (atmosfer). Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar
antara -1 sampai -3 mmHg. Pada inspirasi mendalam tekanan intraalveoli dapat
mencapai -30 mmHg. Penurunan tekana intrapulmonal (intraalveoli) pada waktu
inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot
inspirasi. Pada waktu inspirasi costa tertarik ke caudal, diafragma berkontraksi
menyebabkan diafragma turun ke bawah dan menyebabkan rongga dada
membesar/mengembang.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 19


b. EKSPIRASI
Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan udara
luar sehingga udara bergerak ke luar paru. Peningkatan tekanan di dalam rongga paru
terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan
oleh daya elastis jaringan paru dan relaksasi diafragma dan otot-otot inspirasi. Pada
proses ekspirasi biasa tekanan intrapulmonal berkisar antara +1 sampai +3 mmHg.
Tekanan Intrapleura
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam rongga pleura (cavum pleura). Dalam
keadaan normal ruang ini hampa udara dan mempunyai tekanan negatif (lebih rendah)
kurang lebih -4 mmHg dibandingkan dengan tekanan intraalveoli.

2. VOLUME DAN KAPASITAS PARU


Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem
pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat
diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilasi pada
seseorang. Volume pernapasan terdiri atas:
a. Volume Tidal (VT)
VT adalah volume inspirasi/ekspirasi pada satu kali hembusan napas pada pernapasan
biasa/normal. VT dalam keadaan normal rata-rata 500 ml.
b. Volume Cadangan Inspirasi (VCI)
VCI adalah volume udara yang masih dapat dihisap ke dalam paru setelah inspirasi
biasa. Nilai normal antara 2500-3500 ml dengan nilai rata-rata 3000 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE)
VCE adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi
biasa. Nilai normal antara 900-1.300 ml dengan nilai rata-rata 1.000 ml.
d. Volume Residual (VR)
VR adalah volume udara yang masih tertinggal/tetao di dalam paru sesudah ekspirasi
maksimal. Nilai normal antara 1.000-1.400 ml dengan nilai rata-rata 1.200 ml.
e. Volume Ekspirasi Paksa (Forced Expiratory Volume, FEV)
FEV adalah volume udara yang dapat diekspirasi keluar paru dengan hembusan napas
yang kuat, cepat dan tuntas setelah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya. FEV1
adalah volume ekspirasi paksa selama 1 detik. Biasanya nilai FEV1 adalah sekitar 80%,
artinya, dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru yang
mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama.

Kapasitas Pernapasan merupakan penjumlahan dari dua volume atau lebih. Kapastias
pernapasan terdiri atas:
a. Kapasitas inspirasi
Kapasitas inspirasi = volume tidal (VT) + Volume cadangan inspirasi (VCI)
b. Kapasitas Residu Fungsional (KRF)
KRF = Volume residual (VR) + Volume cadangan inspirasi (VCI)
c. Kapasitas Vital (VC)
VC adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas
setelah inspirasi maksimum. VC = VT + VCI + VCE.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 20


d. Kapasitas Paru Total (KPT)
KPT adalah volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru. Nilai rata-
ratanya 5.700 ml.
KPT = VT + VCI + VCE + VR

3. GANGGUAN VENTILASI RESPIRASI


a. Hipoventilasi
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih kecil dari CO2 yang
dihasilkan oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah
(hiperkapnia). Hiperkapnia menyebabkan peningkatan produksi asam karbonat dan
menyebabkan peningkatan pembentukan H+ yang akan menimbulkan keadaan asam
yang disebut asidosis respiratorik.
b. Hiperventilasi
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih besar dari CO2 yang
dihasilkan oleh jaringan sehingga akan terjadi penurunan kadar CO2 dalam darah.
Hiperventilasi dapat dipicu oleh keadaan cemas, demam dan keracunan aspirin.
Hiperventilasi menyebabkan hipokapnia (PCO2 arteri di bawah normal karena PCO2
dipengaruhi oleh jumlah CO2 yang larut dalam darah). Pada hipokapnia jumlah H+
yang dihasilkan melalu pembentukan asam karbonat berkurang. Keadaan ini sering
disebut dengan alkalosis respiratorik.
CO2 + H20 ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

4. GANGGUAN FUNGSI PARU


a. Kelainan Paru Restriktif
Restriktif adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun:
 Semua volume statis paru mengecil yaitu kapasitas vital (VC), kapasitas paru total
(KPT), volume residu (VR), volume cadangan ekspirasi (VCE), kapasitas residu
fungsional (KRF).
 Vital Capacity Ratio (VCR) ≤ 80% dan FEV1R ≥ 70%
 Gambaran flow volume loop sama dengan normal hanya ukurannya lebih kecil.
 Pada kelainan restriktif paru menjadi kaku sehingga daya tarik ke dalam lebih besar
maka dinding dada mengecil, costa/iga menyempit dan volume paru mengecil.
Kelainan restriktif paru dapat dijumpai pada keaadan berikut:
 Kelainan Parenkim Paru
- Tumor paru
- Pneumonia (karena infiltrasi sel radang dan alveoli terisi cairan)
- Abses paru
- Atelektasis
- Kelainan fibrosis :
 Kelainan paru fibrosis
 TB paru
 Pneumokoniasis (asbestosis, silikosis)
 Penyakit kolagen (reumatoid arthtritis, scleroderma, SLE, sarkoidosis)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 21


 Penyakit interstitial paru
 Kelainan Pleura
- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Pleuritis sicca/schwarte
- Tumor pleura
 Kelainan dinding dada/tulang
- Fraktur costa
- Obesitas
- Peklus akskavatus
- Skoliosis, kifosis/Gibbus
 Kelainan neuromuskular (miasthenia gravis)
 Kelainan mediastinum (kardiomegali, tumor mediastinum, efusi perikardial)
 Kelainan diafragma (hernia diafragma, parese diafragma,asites, kehamilan)

b. Kelainan Paru Obstruktif


Obstruksi adalah gangguan saluran pernapasan baik struktural (anatomis)/fungsional
yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Kelainan ini dapat diketahui/deteksi
dengan:
 Pemeriksaan fisik (auskultasi dijumpai ekspirasi memanjang atau lebih dari 3 detik.
 Spirometri (VCR ≥ 80% dan FEV1R ≤ 70%)
 Pemeriksaan dengan peak flow rate (PFR) rendah
 Gambaran flow volume curve (kurva melandai dan memanjang)
 Pengukuran volume statik paru (VR, KPT, KRF semuanya memanjang)
Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada keadaan:
 Kelainan intraluminer (lumen bronki normal tetapi dijumpai massa dalam lumen
tersebut misalnya tumor, benda asing, sekret).
 Lumen bronki yang menebal (misalnya asma, bronkitis kronis, perokok).
 Pada emfisema. Sebenarnya disini tidak ada obstruksi tetapi jaringan penyangga yang
berkurang, maka akan memudahkan kolapsnya jalan napas sehingga bila makin kuat
penderita melakukan ekspirasi lumen semakin tertutup.pada emfisema, alveolus saling
bergabung sehingga terjadi obstruksi relatif karena udara dalam alveoli yang menjadi
besar harus keluar saluran napas/bronkiolus yang besarnya tetap (fenomena sedotan
minum).

Nice to know....
Kurva disosiasi adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara tekana parsial O2
dengan persentase saturasi hemoglobin (Hb). Kurva disosiasi dipengaruhi oleh:
1. Konsentrasi CO2
Semakin tinggi konsentrasi CO2 semakin kecil persentase saturasinya.
2. Suhu
Semakin tinggi suhu semakin berkurang saturasinya.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 22


3. Elektrolit
Berbagai elektrolit dapat menyebabkan berbagai perubahan persentase saturasi
4. pH
Semakin tinggi keasaman semakin berkurang saturasi O2.

Faktor-faktor yang menentukan kemampuan darah dalam mengikat oksigen:


1. Tekanan parsial O2
Semakin tinggi tekanan parsial O2 di dalam darah alveoli, semakin tinggi kadar O2 dalam
darah dan semakin cepat pengikatan O2 oleh darah.
2. Darah arteri dan vena
Pengikatan pada darah arteriola akan berlangsung cepat dalam konsentrasi tinggi oleh
karena adanya perbedaan tekanan CO2 di dalam darah.
3. Kelarutan O2 ditentukan oleh pH dan temperatur
Apabila pH turun dan temperatur meningkat, maka akan terjadi pergeseran kurva disosiasi
ke kanan, sehingga jumlah O2 yang diikat akan berkurang.
4. Pengangkutan O2 dari paru-paru ke jaringan
Waktu yang dibutuhkan oleh darah untuk mengalami oksigenasi dalam paru-paru relatif
pendek berkisar antara 0,5 detik.

Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa urusanku dengan dunia ini ?!
Hidupku di dunia ini ibarat seorang pejalan yang berlindung di bawah sebatang
pohon, beristirahat, lalu meninggalkannya” (HR. At-Tirmidziy, dlm Az-zuhd VII/ 48)

Sumber :
Astowo, Pudjo; Faisal Yunus. Sistem Pernapasan dan Fungsi Paru. Dalam: Kumpulan
Kuliah Ilmu Penyakit Paru. Jakarta.
Alsagaff, Hood; Abdul Mukly (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-3.
Surabaya: Airlangga University Press.
Ward, Jeremy P.T. [et al]. 2007. At a Glance Sistem Respirasi. Edisi kedua. Alih bahasa:
Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Laboratorium Histologi. 2008. Petunjuk Praktikum Fakultas Kedokteran Blok Respirasi.
Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS.
Junquiera, L. Carlos; Jose Varneiro; Robert O. Kelley. 1997. Histologi Dasar. Edisi 8. Alih
bahasa: Jan tambayong. Jakarta: EGC.
Rab, H. Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Editor: Sandy. Jakarta: Hipokrates.
Kiyatno. 2008. Respirasi. Disampaikan pada Kuliah Fisiologi Blok Respirasi Semester III
Fakultas Kedokteran UNS tanggal 03 Desember 2008.
Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Alih
bahasa: Irawati [et al]. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 23


PERNAPASAN EKSTERNAL (DIFUSI GAS ANTARA ALVEOLI DAN KAPILER)

Setelah alveoli diventilasi dengan


udara segar, selanjutnya adalah difusi
oksigen dari alveoli ke pembuluh
darah dan sebaliknya. Difusi gas ini
akan terjadi dari daerah konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Dan
tekanan berbanding lurus dengan
konsentrasi molekul-molekul gas.
Ketika bernafas, banyak sekali
Gambar : difusi gas pada respirasi eksternal campuran gas terutama oksigen,
nitrogen, dan karbondioksida.
Kecepatan difusi berbanding langsung dengan tekanan yang disebabkan oleh gas itu sendiri
(tekanan parsial gas).
Difusi di alveoli ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial. Jika tekanan parsial lebih
besar pada fase gas di alveoli (oksigen) maka molekul ini akan berdifusi dalam darah. Dan
jika tekanan parsial gas lebih besar pada keadaan terlarut dalam darah (karbondioksida) maka
difusi ke arah alveoli.
Dinding alveoli sangat tipis dan diantaranya terdapat jaringan kapiler yang padat dan
saling berhubungan sehingga gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler paru.
Dan pertukaran gas terjadi di membran pernapasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan difusi gas melalui membran pernapasan :
1. Ketebalan membran
Kecepatan difusi berbanding terbalik dengan ketebalan membran sehingga semua hal yang
meningkatkan ketebalan membran dapat menghalangi pertukaran gas. Misalnya pada
edema paru, dimana paru terisi oleh cairan sehingga gas harus berdifusi melalui cairan dan
membran. Selain itu penyakit paru yang menyebabkan fibrosis paru.
2. Luas permukaan membran
Luas permukaan berbanding lurus dengan kecepatan difusi. Artinya penurunan luas
permukaan dapat mengganggu pertukaran gas pernapasan. Misalnya pada pengangkatan
satu paru seluruhnya dan emfisema (dimaan dinding alveoli hancur sehigga beberapa
alveoli bersatu).
3. Koefisien difusi
Untuk memindahkan setiap gas melalui membran pernapasan, tergantung pada kelarutan
gas dalam membran dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekul gas.
Kecepatan difusi dalam membran pernapasan hampir sama dengan kecepatannya dalam
air. Misalnya karbondioksida berdifusi lebih cepat dari oksigen.
4. Perbedaan tekanan parsial gas antara kedua sisi membran
Perbedaan tekanan parsial masing” gas menyebabkan terjadinya pertukaran gas antara
alveoli dan kapiler pulmo. Tekanan parsial gas di alveoli berbeda dengan di atmosfer, hal
ini dikarenakan oleh 3 hal, yaitu: 1) kelembaban dari udara yg masuk; 2) pertukaran gas
antara alveoli dan kapiler pulmo secara kotinu; 3) campuran antara udara lama (cuz
alveolus ga secara sempurna mengeluarkan udara dr pernapasan sblmnya) dan udara yg

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 24


baru. PO2 Alveoli = 104 mmHg; PO2 kapiler pulmo = 40mmHg, sehingga oksigen akan
berdifusi dari alveoli masuk ke dalam kapiler pulmo. Oksigen akan berdifusi selama ada
perbedaan tekanan parsial antara alveoli dengan kapiler pulmo hingga tercapai
keseimbangan tekanan parsial.
PCO2 Alveoli = 40 mmHg; PCO2 kapiler pulmo = 45mmHg, sehingga karbondioksida
akan berdifusi dari kapiler pulmo masuk ke dalam alveoli. Karbondioksida juga akan
berdifusi selama ada perbedaan tekanan parsial antara alveoli dengan kapiler pulmo hingga
tercapai keseimbangan tekanan parsial.
Karbondioksida bersifat sangat larut dalam darah sehingga akan sangat mudah berdifusi
walau dengan perbedaan tekanan parsial yg kecil (5mmHg). Nah sifat ini gak dimiliki oleh
Oksigen, sehingga oksigen memerlukan beda tekanan parsial yang cukup besar untuk
berdifusi. Optimalnya ventilasi (aliran udara) dan perfusi (aliran darah) membuat
pertukaran gas menjadi lebih efisien. Saat aliran udara menjadi menurun atau terbatas
maka akan terjadi penurunan PO2 yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol lokal. Darah
akan dialihkan ke alveoli dengan aliran udara yang lebih tinggi sehingga akan lebih
banyak oksigen yang dapat diangkut oleh darah. Sebaliknya, saat aliran udara tinggi
dibandingkan suplai darahnya, akan terjadi peningkatan PO2 yang menyebabkan
vasodilatasi arteriol lokal. Hal ini membuat lebih banyak darah menuju ke alveoli untuk
membawa O2 yang byk tsb.
Lalu saat aliran udara yang melintasi bronkiolus menurun, maka terjadi peningkatan PCO2
sehingga bronkiolus akan berdilatasi untuk mengeluarkan kelebihan CO2 dari alveoli. Dan
sebaliknya, bila aliran udara tinggi dibandingkan suplai darahnya, akan terjadi penurunan
PCO2 yang menyebabkan bronkiolus konstriksi, untuk mengurangi aliran udara sehingga
sebanding dengan aliran darah lokal.

Al-Hasan berkata: ”Di antara pertanda bahwa Alloh berpaling dari seorang hamba
adalah jika Ia menjadikan diri hamba itu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna bagi
dirinya, sebagai penghinaan dari Alloh Azza wa Jalla.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)

Sumber :
1. Guyton & Hall. 1997. FISIOLOGI KEDOKTERAN. Edisi ke-9. EGC, Jakarta.
2. Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi Volume 2. Edisi ke-6. EGC, Jakarta.
3. Ward, Jeremy P. T.; et. al. At a Glance SISTEM RESPIRASI. Edisi ke-2. Erlangga,
Jakarta.

TRANSPORTASI GAS MELALUI DARAH


1. Penggunaan OKSIGEN (O2)
O2 digunakan dalam sel (mitokondria)
a. PO2.alveoli >darah → O2 difusi ke kapiler
b. PO2.kapiler > sel → O2 difusi ke sel
2. Transport O2
a. 98,5% terikat Hb.-Oksi Hb.
b. 1,5% larut dalam plasma

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 25


Oksigen dari alveoli dapat masuk ke kapiler paru akibat adanya perbedaan tekanan. Tekanan
oksigen dalam alveoli sebesar 104 mmHg, sedangkan tekanan oksigen kapiler sebesar 40
mmHg, sehingga oksigen dari alveoli akan berdifusi ke kapiler paru. Akibatnya tekanan
oksigen pada kapiler menjadi 104 mmHg. Nah sebelum masuk ke atrium sisnister, darah
yang kaya oksigen ini bercampur dengan darah vena dari paru sehingga tekanan oksigen
turun menjadi 95 mmHg. Tekanan oksigen ini akan mengalir dalam arteri sampai ke jaringan
perifer. Oksigen dari kapiler perifer akan berdifusi :
1. Ke dalam cairan interstisial
Tekanan oksigen dalam kapiler perifer tetap 95 mmHg, sedangkan dalam cairan interstisial
40 mmHg. Dengan demikian, oksigen akan mengalir dari kapiler perifer menuju cairan
interstisial.
2. Ke sel jaringan
Tekanan oksigen kapiler perifer tetap 95 mmHg, sedangkan dalam jaringan rata-rata 23
mmhg. Sehingga oksigen akan mengalor dari kapiler menuju jaringan. Dan akhirnya
tekanan oksigen yang meninggalkan jaringan adalah 40 mmHg (pada ujung vena kapiler).

Transpor oksigen dipengaruhi oleh :


1. 1 mol.Hb.dpt.mengikat 4 mol.O2.
2. PO2.
*PO2.alv.naik → diffusi gas ke darah naik
*Exercise → PO2 drh/sel turun → difusi gas ke darah naik
3. pH turun → pelepasan O2 dari Hb,naik
4. 2,3 DPG naik → pelepasan O2 oleh Hb
5. Hb.afinitas O2 >.dpt mengangkut O2> pada saturasi O2 yg.rendah

Setelah oksigen masuk dalam sel, seluruh oksigen aka diubah menjadi karbondioksida,
sehingga tekanan karbondioksida intrasel meningkat, akibatnya karbondioksida berdifusi dari
sel ke kapiler perifer kemudian di bawa ke paru. Di paru, karbondioksida akan berdifusi dari
kapiler paru ke dalam alveoli kemudian dikeluarkan. Yang perlu diingat bahwa difusi
karbondioksida ini lebih cepat dari pada difusi oksigen. Mekanisme secara rinci adalah sbb :
1. P CO2 intrasel 46 mmHg, cairan interstisial 45 mmHg. Sehingga terdapat perbedaan
tekanan 1 mmHg.
2. P CO2 arteri yang masuk jaringan 40 mmHg, sedagkan darah vena yang meninggalkan
jaringan 45 mmHg. Sehingga darah kapiler perifer, tekanan CO2 nya sama dengan P CO2
interstisial.
3. PCO2 yang masuk kapiler paru pada ujung arteri adalah 45 mmHg, sedangkan PCO2
udara alveolus 40 mmHg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk
menyebabkan difusi karbondioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli sebesar 5 mmHg.
Pengangkutan karbondioksida dalam darah tidak sesukar pengangkutan oksigen sebab
walaupun kondisi abnormal, karbondiksida biasanya dapat diangkut dalam jumlah yang lebih
besar daripada oksigen. tetapi, jumlah karbondioksida dalam darah berhubungan dengan
keseimbangan asam basa cairan tubuh.
CO2 akan diangkut dalam bentuk :
1. CO2 : 7% ; 2. Hgb CO2 : 23%; 3. HCO3- : 70%

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 26


Gangguan Transpor Gas antara lain :
1. Curah jantung turun
2. Anemia
3. Hemoglobinopati(abn.Hb. Talasemia,sickle sel anemia)
4. Keracunan cyanide
5. Carboxyhemoglobin

PERNAPASAN INTERNAL
Pada pernapasan internal, O2 berdifusi
dari kapiler sitemik ke dalam sel tubuh
dan CO2 akan berdifusi dari sel tubuh
masuk ke dalam kapiler sistemik.
Pernapasan internal bergantung pada 3
hal, yaitu: 1) permukaan jaringan; 2)
perbedaan tekanan parsial; dan 3)
kecepatan aliran darah.
Di dalam sel, PO2 = 40 mmHg dan
PCO2 = 45 mmHg. Sedang pada
kapiler sistemik, PO2 = 100 mmHg
Gambar : difusi gas pada respirasi internal
dan PCO2 = 40 mmHg. Nilai PO2 yang
memasuki kapiler sistemik lebih kecil daripada PO2 alveolus, mungkin dikarenakan proses
ventilasi dan perfusi yang tidak sempurna. Pada pernapasan internal pertukaran gas juga
terjadi karena perbedaan tekanan parsial hingga dicapai keseimbangan tekanan.

Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Alloh


dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam”.
(HR. Bukhoriy dan Muslim)

MEKANISME PERTAHANAN SALURAN NAPAS


Inhalasi udara memungkinkan masuknya debu, partikel iritan, dan mikroorganisme
patogen ke dalam saluran nafas. Area permukaan paru yang sangat luas memungkinkan paru
mengalami kerusakan, dan lingkungan lembab hangat merupakan kondisi ideal untuk
infestasi bakteri. Namun, saluran nafas memiliki mekanisme pertahanan yang kuat. Beberapa
mekanisme pertahanan di saluran nafas yang penting antara lain :
1. Filtrasi Udara Pernafasan
Hembusan udara yang melalui rongga hidung akan difiltrasi oleh rambut-rambut di rongga
hidung. Partikel yang berdiameter 5-7 mikron akan bertahan di orofaring, yang
berdiameter 0,5-5 mikron akan masuk sampai ke paru-paru, dan yang berdiameter 0,5
mikron dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula dikeluarkan bersama sekresi.
2. Pembersihan Melalui Mukosilia
Epitel respiratori dilapisi oleh 5-10 μm lapisan mukus gelatinosa (fase gel) yang
mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol). Baik mukus
maupun partikel yang terbungkus di dalam mukus akan digerakkan oleh silia ke luar
menuju laring dan mulut (transpor mukosilier). Keberhasilan dalam mengeluarkan mukus

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 27


ini tergantung pada kekentalan mukus, luasnya permukaan bronkus, dan aktivitas silia
yang mungkin terganggu oleh karena iritasi, baik oleh karena asap rokok, hipoksemia,
maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Oleh Humoral Lokal
Mukus yang melapisi permukaan saluran nafas dihasilkan oleh sel goblet pada epitel dan
kelenjar submukosa. Un sur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut
musin yang memberi sifat seperti gel pada mukus. Mukus mengandung beberapa faktor
yang dihasilkan oleh sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari plasma, yakni :
a. Antiprotease seperti α1-antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan oleh
bakteri dan neutrofil yang mendegradasi protein
b. Protein surfaktan A, terlepas dari fungsinya dalam menurunkan tegangan permukaan
alveolus, memperkuat fagositosis dengan mengopsonisasi bakteri dan partikel lain.
c. Lisozim memiliki sifat antijamur dan bakterisidal. Bersama dengan protein antimikroba,
laktoferin, peroksidase, dan defesnin yang berasal dari neutrofil, enzim tersebut
memberikan imunitas nonspesifik pada saluran nafas.
d. Imunoglobulin A (IgA) merupakan imunoglobulin utama dalam saluran nafas dan
diproduksi oleh sel plasma. Ig A bersama dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan
mengopsonisasi partikel antigenik dalam saluran nafas. IgA juga menahan perlekatan
mikroba ke mukosa.
4. Fagositosis
Makrofag adalah fagosit mononuklear mobil yang ditemukan di sepanjang saluran nafas.
Makrofag memberikan proteksi halus melawan mikroorganisme yang diinhalasi dan
partikel lain dengan cara fagositosis dan produksi agen-agen antimikroba poten yang
meliputi spesies oksigen reaktif. Bahan organik yang difagosit biasanya ditelan, sedangkan
bahan anorganik disekuestrasikan di dalam sel. Karena epitel di alveolus tidak memiliki
silia, maka makrofag alveolar merupakan kunci untuk membuang materi dan merupakan
sel utama yang ada di alveoli. Fungsi lain mencakup bersihan protein surfaktan dan proses
supresi respons imun yang tidak diperlukan dengan memproduksi sitokin antiinflamasi
seperti IL-10 dan transforming growth factor β (TGFβ). Namun, pada infeksi yang kuat,
makrofag dapat menginisiasi proses radang dan melalui pelepasan chemoattractan seperti
leukotrien B4 meningkatkan infiltrasi neutrofil dan sel plasma.
5. Imunitas Seluler
Dalam respon imun, antigen dibawa ke sel limfosit T CD4 (T helper) oleh sel penyaji
antigen. Makrofag, limfosit B, dan beberapa epitel juga berperan sebagai sel penyaji
antigen. Pada presentasi antigen, sel T CD4 melepaskan sitokin seperti IL-2, IL-4, IL-13
dan interferon γ (IFNγ). IL-2 mengaktifkan limfosit T CD8 (T sitotoksik) yang membunuh
sel-sel yang terinfeksi. IL-4, IL-13, dan IFNγ mengaktivasi limfosit B pada keadaan
adanya pengikatan antigen ke imunoglobulin permukaan (IgM). Limfosit B teraktivasi
mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi
spesifik antigen (imunoglobulin). Pengikatan antibodi ke antigen dapat menetralkan
beberapa molekul toksik, tetapi lebih sering mengaktivasi mekanisme sekunder baik secara
langsung melalui opsonisasi yang memungkinkan pengenalan dan fagositosis oleh
makrofag dan neutrofil atau dengan aktivasi komplemen. Bila teraktivasi, komplemen

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 28


dapat membunuh patogen dengan cara lisis, mengopsonisasi kompleks antigen-antibodi,
dan merekrut sel inflamasi.

MEKANISME PENGATURAN PERNAPASAN


1. Kontrol Pernafasan
Pernafasan spontan dihasilkan oleh picuan secara ritmik pada saraf motorik yang
menginervasi otot-otot pernafasan. Picuan ini bergantung sepenuhnya pada impuls saraf
dari otak, terutama dari medula spinalis. Picuan ritmis ini diatur oleh perubahan PO2,
PCO2, dan konsentrasi H+ serta sejumlah pengaruh nonkimiawi lainnya.
Pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari saraf dan reseptor pada pons dan
medula oblongata, pusat pernafasan yang lebih tinggi di korteks, kemoreseptor di dekat
pusat pernafasan dan kemoreseptor di badan karotid. Masing-masing berespon terhadap
berbagai rangsang pernafasan. Pusat pernafasan di medula oblongata mengatur otot-otot
pernafasan pada pola pernafasan reguler sedangkan kemoreseptor di dekat pusat
pernafasan berespons terhadap perubahan tekanan parsial CO2 dan pH darah arteri.
Peningkatan PaCO2 atau penurunan pH akan merangsang pernafasan. Kemoreseptor
perifer yang ada di badan karotid pada percabangan arteri karotis komunis dan dalam
badan aorta peka terhadap perubahan tekanan parsial O2 (PaO2). Penurunan PaO2 sampai
60 mmHg akan merangsang pernafasan. Sementara itu, pusat pernafasan yang lebih tinggi
di korteks merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang mengatur semua aspek
pernafasan.
Mekanisme kontrol yang lain adalah jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru. Pada
waktu paru-paru mengembang, reseptor peregangan (stretch receptor) akan mengirim
sinyal ke pusat peregangan untuk menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sebaliknya
sinyal akan berhenti jika paru dalam keadaan mengempis yaitu pada akhir ekspirasi dan
pusat pernafasan bebas untuk memulai lagi inspirasi.
2. Kontrol Pernafasan Pada Saluran Nafas
Otot polos pada trakhea hingga bronkiolus terminalis dikontrol oleh sistem saraf otonom.
Tonus bronkomotorik bergantung pada keseimbangan antara kekuatan konstriksi dan
relaksasi otot polos pernafasan. Rangsangan parasimpatis (kolinergik) melalui nervus
vagus menyebabkan bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel
goblet. Rangsangan simpatis terutama ditimbulkan oleh epinefrin melalui reseptor
adrenergik beta dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bronkodilatasi, dan
berkurangnya sekresi mukus. Komponen persarafan yang ketiga adalah non kolinergik,
sistem penghambat nonadrenergik. Stimulasi saraf ini yang terletak pada nervus vagus
menyebabkan bronkodilatasi dan neurotransmiter yang digunakan adalah nitrogen oksida.
Reseptor jalan nafas bereaksi terhadap iritan-iritan mekanik dan kimia akan menimbulkan
masukan sensoris melalui jaras vagus aferen, menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan
sekresi mukus, serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

Abdulloh bin Mas’ud berkata: ”Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyesalanku
pada hari matahari terbenam yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amalku
belum bertambah.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 29


Sumber :
Jeremy, et al. 2006. At a Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
Ikawati, Zullies. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. Jakarta : Pustaka Adipura.
Price, Sylvia dan Wilson, LM.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6 Vol 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rab, Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

E. GEJALA PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN

1. DISPNEA
Adalah terengah-engah atau sesak napas, pernapasan yang sukar atau berat. Dispnea atau
perasaan sulit bernapas, merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmoner. Keluhan
yang menyertai pasien dispnea ini napasnya menjadi pendek dan merasa tercekik. Pada
inspeksi, orang yang sedang mengalami dispnea biasanya terlihat kontaksi otot-otot
tambahan (accessory muscle) pernapasan untuk menunjang ventilasi yang adekuat. Otot-
otot tambahan itu, diliat di anatomi aja ya... pasien dengan gejala utama dispnea biasanya
memiliki satu dari keadaan ini yaitu: penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit pari
interstisial/ alveolar, gangguan dinding dada/ otot-otot, penyakit obstruktif paru,
kecemasan.
2. BATUK
Batuk adalah proses ekspirasi ekplosif yang memberikan mekanisme proteksi normal
untuk membersihkan saluran pernapasan dari adanya sekrei atau benda asing yang
mengganggu. Walaupun batuk merupakan suatu mekanisme untuk pembersihan
(clearance), tetapi batuk dapat dianggap sebagai suatu bentuk patologis jika frekuensi serta
amplitudonya terlalu dalam. Batuk dapat dicetuskan secara volunter dan
involunter.Sebagai suatu bentuk refleks, batuk mempunyai jaras aferen dan efferent.Jaras
afferent termasuk reseptor di dalam serabut sensorik saraf trigeminus, glososfaringeus,
laringeus superius dan vagus, sedangkan yang termasuk kedalam jaras eferen adalah saraf
laringeus rekuren (untuk penutupan glotis) dan saraf spinal (yang dapat menyebabkan
kontraksi otot-otot abdominal dan thoraks).
Mekanisme Batuk
Proses terjadinya batuk melalui fase-fase sebagai berikut : Proses inspirasi dalam terjadi
ketika muncul stimulus batuk. Bersamaan dengan inspirasi terjadi adanya penutupan
glotis,relaksasi diafragma dan kontraksi otot-otot ekspirasi yang melawan penutupan
glotis sehingga menghasilkan tekanan jalan napas dan peningkatan tekanan
intrathoraks.Tekanan intrathoraks yang tinggi menyebabbkan penyempitan trachea.Ketika
glotis terbuka,terdapat perbedaan tekanan yang besar antara jalan napas dan atmosfer yang
diikuti oleh penyempitan trachea sehingga menyebabkan udara dikeluarkan dengan
kecepatan yang cepat dan tekanan yang besar. Batuk juga merupakan suatu mekanisme
dari respirasi. Oleh karena itu,batuk dapat dibagi atas tiga fase, yaitu :
 Fase inspirasi : terjadi peninggian volume paru dengan tekanan yang sama dengan
atmosfer.Bedanya dengan pernapasn biasa adalah terjadinya dalam waktu yang pendek
dan volume udara lebh banyak.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 30


 Fase apnea (fase kompresi) : keadaan dimana glotis tertutup,peninggian tekanan
intrathoraks (isovolemik).
 Fase ekspirasi (dekompresi) : glotis terbuka secara tiba-tiba disertai dengan pengeluaran
secret dan debris.
Penyebab Batuk
Penyebab Khas
Proses infeksi akut,yaitu :
a)Trakeabronkitis Batuk lembu
b)Bronkopneumonia Batuk kering atau batuk basah
c)Mikoplasme dan virus pneumonia Batuk dengan serangan yang sewaktu-
waktu,lama,kadang-kadang disertai dengan
sputum yang berdarah.
Proses infeksi kronis,yaitu :
a)Bronkitis kronik Batuk lebih dari 3 bulan berturut-turut atau
lebih dari 2 tahun.Batuk mukopurulen dan
terdapat eksaserbasi.
b)Bronkiektasis Btuk pagi,sputum kental,purulen dan berlapis-
lapis.
c)TBC dan jamur Batuk berminggu-minggu dan berdarah
Proses inflamasi(parenkim dan jalan napas)
a)Asma Batuk,ekspirasi panjang dengan adanya
wheezing
b)Fibrosis interstisial dan infiltrasi Batuk kering dan menetap
c)Perokok Batuk pagi dan sedikit produktif.
Tumor
a)Karsinoma bronkogenik Batuk berminggu-minggu,dapat
produktif,daapt tidak dengan hemoptisis
b)Tumor jinak Batuk non produktif
c)Tumor mediastinum Batuk yang disertai dengan sesak napas
Benda asing Batuk yang progresif dan disertaidengan
tanda-tanda asifiksia.
Kardiovaskular
a)Dekompensasi ventrikel kiri Batuk keras,tertuma pada posisi terlentang
b)Infark paru Batuk disertai dengan hemoptisis

Klasifikasi
Menurut Irwin dan Madison (2000),batuk digolonkan menjadi 3 kategori :
a. Batuk Akut
Batuk akut adalah batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3 minggu.Infeksi virus
saluran napas atas merupakan penyebab utama batuk akut.
b. Batuk Subakut
Batuk yang terjadi selama 3-8 minggu.Jika batuk dimulai bersamaan dengan adanya
infeksi pernapasan dan berakhir 3-8 minggu,penyebabnya yang paling umum adalah batuk
pasca infeksi.
c. Batuk Kronis
Batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu,dapat disebbakan oleh banyak penyakit yang
berbeda,tetapi dapat juga disebabkan oleh sedikit diagnosis.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 31


Diagnosis
Pemeriksaan umum,yang dapat terbagi atas :
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan radiologi, PA dan lateral.
c. Pemeriksaan sputum, pengecatan gram,biakan,dan sitologi.
d. Pemeriksaan darah umum, terutama hitung jenis.
Pemeriksaan khusus : Spirometri, Tes provokasi paru, Bronkoskopi dan pemeriksaan paru
lainnya.

Terapi
a. Terapi non farmakologi : dengan menghindari faktor pencetus.
b. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang diberikan dengan pasien bersimtom batuk antara lain:
 Antitusif : obat ini bekerja di sentral pusat batuk. Menekan batuk langsung di bidang
integratif medulla atau area lebih tinggi (pokoknya di daerah pengatur kardiorespirasi di
MO lah...). obat yang paling sering dipakai adalah kodein fosfat dan
dekstrometorphan/DMP. Selain bekerja di sentral batuk, ada juga antitusif yang bekerja
di perifer dengan mekanisme kerja menaikkan ambang rangsang reseptor iritan di
saluran napas dengan menganestesi atau menutupnya (coating). Agen ini (benzonatat,
anestetik topikal) tersedia sebagai obat bebas, namun hanya dianjurkan untuk
mengontrol batuk yang parah.
 Mukolitik : mekanisme dan fungsi dari obat ini adalah mencairkan sekret yang kental
dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan muokpolisakarida dari sputum.
So that, ini obat usually di-use buat batuk-batukan yang bersputum, alias yang
berdahak...ngencerkan dahak, hoek-hoek cuih...lalu keluar deh dahak&yg nyebab-in
batuknya...banyak banget obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini, sedikit
contohnya ya: ada bromhexin, ambroxol, dan lain sebagai-pun. Namun pada
penggunaan obat-obat mukolitik ini harus berhati-hati dengan pasien yang mempunyai
riwayat hiperreaktif bronkus, karena asetilsistein (salah satu obat mukolitik juga)
bersifat iritatif dan dapat menyebabkan bronkospasme akut.
 Ekspektoran : obat ini juga berhub dg jenis batuk yang berdahak. Ekspektoran
merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas. Mekanisme kerjanya diduga
berdasarkan stimulasi mukosa lambung, dan selanjutnya secara refleks merangsang
sekresi kelenjar saluran napas lewat N. Vagus, sehingga menurunkan visikositas dan
mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini adalah amonium
klorida dan gliseril gulakolat. Ekspektoran secara luas tersedia sebagai obat bebas tanpa
resep.
Mungkin cukup jenis ini aja yang penting, yang lain sebagai tambahan untuk refreshing
otak, temen-temen bisa membaca lebih lanjut buku-buku farmako. (selamat belajar.....)

3. DAHAK (SPUTUM)
Adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea melalui mulut. Biasanya
juga disebut dengan expectoratorian. Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 32


(sekret kelenjar) sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke
faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan.
Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi, atau
infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak
berjalan secara adekuat normal seperti tadi, sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila hal
ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan
tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi. Dibatukkan, udara keluar dengan
akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut
akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya
dapat dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya, karena kondisi sputum
biasanya memperlihatkan secara spesifik kejadian patologik pada pembentukan sputum itu
sendiri. Klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya.
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan → kemungkinan berasal
dari sinus, atau asluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
b. Sputum banyak sekali&purulen → proses supuratif (eg. Abses paru)
c. Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat → tanda bronkhitis/ bronkhiektasis.
d. Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi.
e. Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya
verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering
ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus
yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda&berbusa → tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.

4. HEMOPTISIS
Adalah ekspektorasi darah atau sputum yang bercampur darah. Hemoptisis adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan batuk darah atau sputum yang bercampur dengan
darah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru dapat
menyebabkan pedarahan. Batuk darah (hemoptisis) harus dibedakan dengan muntah darah
(hematemesis). Hematemesis disebabkan karena lesi pada saluran cerna (meliputi tukak
peptik, gastritis, varises esofagus, dan lain sebagai pun), sedangkan hemoptisis lesi terjadi
pada level paru-paru atau bronkus/ bronkioli. Klasifikasi berat/ ringannya hemoptisis
secara singkat adalah sebagai beyikut:
a. Bercak (streaking) : darah bercampur dg sputum, hal yang seting terjadi, paling umum
pada bronkhitis. Vol darah kurang dari 15-20 ml/ 24jam.
b. Hemoptisis : diperkirakan vol darah yg dibatukkan antara 20-600 ml/ 24jam.
Perdarahan ini terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar.
c. Hemoptisis masif : darah yang dibatukan dalam sehari lebih dari 600 ml. Biasanya
karena kanker paru, kavitas pada TB, atau brokhiektasis
d. Pseudohemoptisis : adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 33


Perbedaan hemoptisis&hematemesis:
Hemoptisis Hematemesis
Darah yang dibatukkan Darah dimuntahkan
Darah biasanya merahmuda Darah biasanya hitam
Darah bersifat basa Darah bersifat asam
Darah dapat berbusa Darah tidak pernah berbusa
Didahului dengan perasaan ingin batuk Didahului dengan perasaan mual dan muntah

Sebab-sebab terjadinya hempotisis:


Sebab Insidensi
Infeksi: Tuberkulosis, abses paru, bronkitis, bronkiektasis, infeksi jamur, 60%
parasit, necrotizing pneumonia.
Neoplasma: Karsinoma bronkogenik, lesi metastasis, adenoma bronkus 20%
Peny kardiovaskuler 5-10%
Lain-lainnya: bronkolitiasis, hemosiderosis idiopatik, terapi koagulan, adenoma 5-10%
bronkus, sindrom goodpasture.

5. NYERI DADA
Nyeri dada dapat disebabkan oleh karena penyakit jantung, paru, atau nyeri alih dari
abdomen. Nyeri yang paling khas dari penyakit paru adalah nyeri akibat radang pleura
(pleuritis). Sumber dari nyeri dada akibat pleuritis ini terletak pada pleura parietalis (yang
melekat pada dinding rongga thoraks bagian dalam), bukan pleura viseralis maupun dari
jaringan parenkim paru, karena kedua struktur ini tidak peka terhadap rangsang nyeri.
Pada umumnya pleuritis terjadi mendadak, namun bisa juga secara bertahap. Nyeri
terdapat pada tempat peradangan, terlokalisir, dan biasanya dapat diketahui dengan tepat.
Nyeri pleuritik ini berupa nyeri tajam, menusuk, peraasan teriris-iris, dan nyeri ini
diperberat dengan batuk, bersin, serta napas yang dalam, sehingga pasien sering bernapas
dengan cepat dan dangkal. Untuk penyebab-penyebab nyeri pleuritik ini saged dilihat di
IPD page 962. Namun secara umum katanya bu PW, penyebab utama dari nyeri pleuritik
ini adalah infeksi paru atau infark. Nah, kalo masuk pembahasan skenario dua, kenapa si
pasien kok nyeri dada,, karena pada paru kanan pasien terjadi pneumothoraks (hipotesis
banyak orang), nyeri dada timbul karena adanya tarikan pada pleura parietalis (kan rongga
pleuranya mengembang..) sehingga tarikan tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri pada
dada. Salahsatu yang bisa disingkirkan pada differential diagnosis nyeri dada pada pasien
skenario dua adalah keadaan kelainan jantung, misalnya infark miokard, perikarditis, dan
lain sebagainya, karena pada perjalanan penyakit pasien terdapat riwayat adanya batuk..
yang tidak memungkinkan nyeri dada itu berhubungan dengan kelainan pada jantung...
(tapi kaki bengkaknya ntar tetep dihubungkan dengan gagal jantung kanan).

Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang memberi jaminan


untuk menjaga apa yang ada diantara dua jenggotnya (mulut) dan dua paha
(kemaluan) aku jamin baginya surga”. (HR. Bukhoriy dari Sahl bin Sa’d)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 34


Sumber:
 Tabrani.1996.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta :Hipokrates
 Harisson..(lupa lengkapnya)
 Wilson,Lorraine M.., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf,
dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
4th ed., EGC, Jakarta
 Ikawati,Zulies.2000.Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan.Jakarta : Pustaka Adipura.
 IPD, Farmako FKUI, Dorland

F. PPOK / COPD

1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD – Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya obstruksi
permanent (irreversible) terhadap aliran ekspirasi udara.
2. Faktor Risiko
Merokok (85%-90% pasien PPOK), genetic (defisiensi α1-anti-trypsin), polusi udara,
hiperresponsif bronchial, bayi berat lahir rendah, gangguan pertumbuhan paru pada janin,
dan status sosioekonomi rendah.
3. Etiologi dan Patogenesis dan Patofisiologi
Peradangan kronis mempunyai peranan penting sebagai respon dari asap rokok yang
dihisap, gas beracun, dan debu, merusak saluran napas dan parenkim paru. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-
paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah
diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini
dapat meningkatkan penghancuran antiprotease. Inflamasi kronis mengakibatkan
metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot
halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya
klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi
sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.
Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan
kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-
kartilago. Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 35


untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya
proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat.
4. Manifestasi Klinis
Gejala cardinal (batuk dan ekspektorasi) cenderung meningkat dan maksimal pada pagi
hari. Batuk produktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu.
Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan
kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik. Sesak napas
setelah beraktivitas berat. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan
aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya
abnormalitas pertukaran udara. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan
fisik dapat memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi,
dan hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi
menjadi hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk
distensi vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan. Clubbing
pada jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada ganguan
lainnya, terutama karsinoma bronkogenik.
5. Penegakan Diagnosis
Riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang mendetail penting untuk menegakkan
diagnosis PPOK. Akan tetapi pemeriksaan fungsi paru sangat penting untuk diagnosis
Pemeriksaan Fungsi Paru. Diagnosis PPOK didukung dengan penemuan obstruksi saluran
udara persisten dengan menggunakan spirometri setelah pemberian bronkodilator
(didefinisikan dengan FEV1/FVC kurang dari nilai prediksi ). Pengukuran volume paru
dapat memperlihatkan adanya peningkatan pada volume residual dan kapasitas total paru
walaupun diagnosis obstruksi saluran napas hanya dapat diketahui dengan keberadaan
abnormalitas FEV1/FVC. Kapasitas keseluruhan karbon dioksida biasanya menurun
dengan adanya emfisema namun normal pada pasien dengan bronchitis kronik. Fungsi
pulmoner biasanya menurun secara progresif dan walaupun diprediksi kurang akurat pada
pasien tertentu, nilai rata-rata tahunan penurunan FEV1 yaitu 50 hingga 100 mL.
Penurunan FEV1 dipercepat pada pasien yang tetap merokok. Aktivitas menurun secara
bermakna ketika FEV1 hanya berkisar 1 L. FEV1 pasca bronkodilator, performa setelah
berjalan selama 6 menit, derajat sesak napas, dan index massa tubuh telah diidentifikasi
sebagai predictor harapan hidup. Selain itu juga dapat dilakukan Thorax Radiograph dan
Pemeriksaan lainnya.
6. Penatalaksanaan
Pemberian bronkodilatator, Methylxanthines, Kortikosteroid, Rehabilitasi Pulmoner,
Terapi Oksigen Jangka Panjang (Long Term Oxygen Therapy/LTOT), Penanganan Invasif
(Bullectomy, Bedah reduksi volume paru, dan tranplantasi paru).

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
(QS. Al Maidah : 2)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 36


G. EMFISEMA

1. Definisi
Suatu pelebaran normal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi dari
dindingnya.
2. Klasifikasi
a. Emfisema sentrilobuler
Kelainan pada asinus proksimal (contoh bronkiolus respiratorik). Namun bila progresif,
dilatasi dan destruksi dari dinding distal alveoli juga terjadi. Perubahan lebih sering dan
berat di bagian atas di bagian atas daripada di bagian zona bawah dari lobus. Paling
dominan pada perokok, lebih sering pada pria dan jarang pada non perokok.
b. Emfisema panasinar
Mengenai kurang lebih segala asinus dengan pelebaran alveoli yang progresif dan
duktus alveoli serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan
progresivitas dan destruksi dari dinding alveoli ini, ada simplifikasi dari struktur paru.
Bila proses menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah. Lebih sering
pada wanita dewasa dan ditemukan dalam hubungannya dengan defisiensi genetic dari
inhibitor alfa 1 antitripsin (protease). Hubungan dengan perokok tidak sesering pada
emfisema sentrilobuler
c. Emfisema parasepta atau subpleura
Terbatas pada zona subpleura dan sepanjang septa interlobaris. Tandanya keterlibatan
dominant asinus distal dan kadang duktus alveoli. Terbatas ekstensinya, tanpa kecuali
pada contoh langka dengan fungsi paru sangat berkurang. Dapat menyebabakn
timbulnya gelembung bula yang besar langsung di bawah pleura dan kadang
menimbulkan pneumotoraks pada dewasa muda.
d. Emfisema ireguler
Emfisema yang dihubungkan dengan parut paru. Asinus terkena yang teratur dan
seringkali parut mengenai dinding dari ruang-ruang udara yang melebar. Bentuk
emfisima terbatas ekstensinya. Menyebabkan dampak kecil pada fungsi pernapasan.
Bila penyebaran parut paru seperti pada tuberculosis, dapat menyebar dan
mempengaruhi fungsi paru.
e. Emfisema kompensatorik
Dilatasi alveoli yang menyertai kolaps atau hialngnya bagian paru di mana saja, contoh
: pembesaran sisa lobus setelah lobektomi. Tidak ada destruksi dari septa  hiperinflasi
kompensatorik
f. Emfisema senilis
Suatu pertambahan volume paru yang amat biasa dan sering terdapat pada usia lanjut.
Mungkin konsekuasi dari perubahan skeletal yang meningkatkan diameter dada bagian
anteroposterior (barrel chest). Dengan ekspansi dari sangkar dada, paru mengembang
memenuhi pleura. Tidak terdapat destruksi dinding septa yang ada hubungannya dengan
proses  hiperinflasi senilis
g. Emfisema bulosa
Bukan bentuk morfologi spesifik dari suatu penyakit. Bula adalah ruang emfisema yang

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 37


berdiameter melebihi 1 cm. Bula subpleura dapat timbul pada satu dari empat bentuk
sempurna emfisema berat, tapi lebih lazim pada bentuk paraseptal.
h. Emfisema interstitialis
Keadaan yang jarang, kadang akibat dari dan harus dibedakan dari emfisema paru. Ada
akumulasi udara dalam jaringan interstitial. Khas dimulai dengan masuknya udara
dalam septa paru, kemudian kembali ke hilus mencapai mediastinum dan mungkin ke
jaringan subkutan dada, leher, dan tubuh. Biasanya dimulai dari robekan alveoli pada
emfisema paru. Pada inspirasi dan ekspansi paru, udara masuk dalam intersisium tapi
tidak keluar saat paru ekspirasi.
3. Morfologi
a. Pembesaran abnormal rongga udara
b. Penipisan dan destruksi dari dinding septa atau kadang hanya pelebaran fenestra antar-
alveoli
c. Kompresi dari septa kapiler dan kadang jalan udara kecil
d. Akumulasi makrofag yang mengandung pigmen karbon, tertuama tentang saluran udara
kecil pada perokok
e. Bronkhiolitis termasuk bronkhiolus respiratorik dan terminalis, terutama pada emfisema
sentrilobuler
4. Patogenesis dan Patofisiologi
Teori pertama : Ketidakseimbangan antara elastase-antielastase meningkatkan aktivitas
elastase dalam paru, kemungkinan diikuti beberapa penghambat antielastase. Sumber
elastase belum diketahui, umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin
banyaknya jumlah neutrofil yang kaya dengan elastase dan enzim katabolic lain, serta
makrofag monosit yang mengandung kadar elastase rendah. Pada perokok, jumlah sel-sel
akan lebih besar dalam paru, terutama makrofag dan neutrofil. Kadang terdapat neutrofil
kemoatraktan. Merokok telah dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase
karena mengandung oksidan. Teori kedua : Kerusakan alveoli dimulai dengan rangsangan
pada epitel pelapis, diikuti degradasi elastin, dan mungkin komponen jaringan penyangga
yang lain dari dinding pemisah. Asap rokok mengandung bahan racun, termasuk radikal
bebas. Terjadi gangguan integritas epitel pelapis dan terpaparnya elastin serta kolagen
pada rangsangan, mungkin penyebab primer dari kerusakan alveoli dalam emfisema.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama : sesak napas yang tersembunyi, lebih berat bila progresif. Kadang ada
ventilasi berlebihan  pink puffers (tidak akurat dan tidak kerasa)
Batuk dan ekspektorasi bias atau tidak ada, tergantung ada bronchitis kronis dan penyakit
dari saluran udara kecil.
6. Diagnosis Banding
Asma bronchial, bronkiektasis, SOPT (sindrom obstruksi pasca TB), TB paru
7. Penegakan Diagnosis
Spirometri  ditentukan berapa banyak dari limitasi kronis aliran udara berhubungan
dengan terllihatnya bronki dan bronkioli atua pada abnormalitas pada ruang udara
Foto dada  hiperlusensi lapang pandang paru, dan diafragma yang rendah dan rat, tapi
hasilnya disebabkan oleh hiperinflasi (terutama pada lanjut usia).

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 38


8. Penatalaksanaan
a. Edukasi
b. Berhenti merokok
c. Bronkodilator : antikolinergik (atropine, teofilin), beta-2 agonis, derivate xantin
(aminofilin)
d. Obat-obatan : kortikosteroid, terapi inhalasi, antibiotic, imunisasi
e. Terapi Oksigen  eksaserbasi akut dan home oxygen therapy
f. Nutrisi  sedikit tapi sering, tinggi lemak, rendah karbohidrat
g. Rehabilitasi  fisioterapi

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,


“Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan
baginya ke surga.” (HR. Muslim)

Sumber :
1. Buku Ajar Patologi II, Robbins dan Kumar
2. Catatan Kuliah IPD-Paru Forinsik 2004

H. BRONKITIS

1. Definisi
Bronkitis merupakan suatu bentuk peradangan satu atau lebih bronkus . dapat bersifat akut
dan kronik.
2. Klasifikasi
Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis dan dapat terjadi pada segala usia.
a. Bronkitis akut
 Etiologi
Infeksi virus (rhinovirus, coronavirus, virus influenza A virus parainfluenza,
adenovirus dan respiratory syncytial virus) merupakan penyebab utama (95%) kasus
bronchitis akut. Infeksi bakteri (Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumoniae,
mycoplasma pneumoniae dan bordatella pertussis) menyebabkan 5-20 % kasus ini.
Bakteri pathogen seperti staphylococcus, streptococcus pneumoniae, haemophillus
influenzae dan moraxella catarrhalis juga sering dijumpai.
 Patofisiologi
Karakter bronchitis akut adalah adanya infeksi pada cabang trakeobronkial. Infeksi
tersebut menyebabkan hyperemia dan edema pada membrane mukosa, yang
menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial. Adanya perubahan pada
membrane mukosa ini menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosiliar.
Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi kental dan liat,
semakin memperparahgangguan pembersian mukosiliar. Pada umumnya perubahan
ini bersifat sementara dan akan kembali normal bila infeksi sembuh.
 Manifestasi klinis
Diawali dengan manifestasi infeksi saluran pernafasan atas : hidung berair, tidak enak

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 39


badan, menggigil, pegal-pegal, sakit kepalam dan sakit tenggorokan. Jika terdapat
demam, jarang mecapai 39 0C dan berakhir dalam waktu 3-5 hari. Tanda utama
bronchitis akut adalah batuk yang awalnya kering dan tidak produktif, namun berubah
menjadi produktif makin kerap dan berdahak selama 7-10 hari
 Diagnosis
Pada pemeriksaan paru-paru mungkin akan dijumpai tanda-tanda rhonchi dan
wheezing (yang menunjukkan adanya sumbatan pada saluran pernafasan dan
bronkiolus dan merupakan karakteristik asma dan bronchitis). Hasil rontgen dada
tidak menunjukkan adanya penyakit. Uji kultur biasanya tidak banyak berguna karena
penyebab sebagian besar bronchitis adalah virus dan hasil kultur biasanya negative
atau menunjukkan flora nasofaring normal. Hasil tes laboratorium umunya normal
atau ada peningkatan sedikit jumlah leukosit.
 Penatalaksanaan
Tujuan pemberian terapi adalah memberikan rasa nyaman kepada pasien dan pada
kasus berat terapi bertujuan untuk mengobati terjadinya dehidrasi dan gangguan
pernafasan. Secara umum, terapi bersifat simtomatik dan suportif. Untuk mngatasi
pegal, demam, atau sakit kepala dapat digunakan analgetik-antipiretik seperti
parasetamol. Digunakan obat flu dan batuk bersifat simptomatik yang mengandung
antihistamin, simpatomimetik dan antitusif. Obat-obatan tersebut dapat menyebabkan
dehidrasi pada mucus sehingga dahak menjadi kental dan sulit dieluarkan. Untuk itu
disarankan agar pasien banyak minum air putih agar viskositas mukus menurun dan
mencegah dehidrasi
b. Bronkitis kronis
Brokitis kronis merupakan salah satu komponen dari penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK). Deskripsi standar mengenai bronchitis kronis adalah batuk berdahak yang
terjadi selama 3 bulan dalam setahun tuntuk 2 tahun berturut-turut. Eksaserbasi akut
bronchitis kronis diartikan sebagai memburuknya gejala respirasi seperti batuk, sekresi
dahak yang berlebihan dan sulit bernafas.
 Etiologi
Faktor utama adalah merokok. Debu, bau-bauan dan polusi lingkungan juga dapat
menimbulkan terjadinya bronchitis kronis. Cuaca dingin, perubahan iklim yang
drastis dan hipersekresi mukus pada penderita asma juga dapat memicu terjadinya
bronchitis kronis. Faktor predisposisi berupa infeksi saluran nafas kambuhan. Infeksi
virus (influenza A atau B, parainfluenzae, coronavirus, rhinovirus) berperan dalam 7-
64% kejadian eksaserbasi akut bronchitis kronis. Sedangkan bakteri sering dijumpai
pada eksaserbasi akut adalah S. pneumoniae, S. aureus, H. influenzae, M. caterrhalis,
spesies Neisseria dan pseudomonas.
 Patogenesis
Abnormalitas fisiologi mukosa bronkus dapat menyebabkan bronchitis kronis.
Penderita lebih sering mengalami infeksi saluran nafas karena terjadinya kegagalan
pembersihan mukosiliar terhadap inhalasi kronis berbagai senyawa iritan. Faktor yang
mengakibatkan gagalnya pembersihan mukosiliar tersebut adalah proliferasi goblet sel
(memproduksi mukus) dan pergantia epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia,

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 40


sehingga menyebabkan ketidakmampuan bronkus untuk membersihkan dahak yang
kental dan lengket. Perubahan mukosa lainnya yang mengakibatkan hipertrofi dan
dilatasi kelenjar penghasil mukus. Selain itu, inhalasi iritan toksik dapat
mengakibatkan obstruksi vronkus karena terjadi stimulasi aktivitas kolinergik dan
peningkatan tonus bronkomotor. Bakteri yang hidup di epitel bronkus (flora
nasofaring) cenderung menyebabkan pasien mengalami eksaserbasi akut bronchitis
kronis. Bakteri tersebtu akan menjadi pathogen bila daya tahan tubuh pasien
melemah, yaitu jika kemampuan fagositosis bakteri oleh neutrofil, bakterisidal,
jumlah makrofag atau kadar immunoglobulin A berkurang.
 Manifestasi klinis
Gejala utama berupa batuk bias ringan atau berat dengan dahak yang purulen. Dahak
umumnya putih atau kuning dan liat. Tanda awal eksaserbasi akut bronchitis kronis
adalah meningkatnya frekwensi dan keparahan batuk. Gejala lainnya berupa produksi
dahak meningkat, dahak purulen, hemoptisi, dada sesak, sesak nafas dan mengi. Tidak
enak badan, kehilangan selera makan, menggigil dan demam dapat terjadi.
 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik terutama auskultasi dada menunjukkan adanya rales (keadaan
basah, terdengar suara bising di paru-paru saat bernafas yang mengindikasikan adanya
cairan pada pundit=pundit paru-paru) pada inspirasi dan ekspirasi, rhonchi
(kekeringan yang abnormal, mengindikasikan kongesti dan mukus pada saluran
bronchial) dan mengi/wheezing, Uji fungsi paru menunjukkan penurunan kapasitas
vital paru dan perpanjangan aliran ekspirasi. Nilai FEV1, FVC dan rasio FEV1/FVC
menrun. Volume residu (RV) dan kapasitas residu fungsional (RFC) naik yang
mengindikasikan adanya udara yang terperangkap dalam paru-paru akibat obstruksi
jalan nafas. Kultur sputum diperlukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab.
Untuk emmastikan adanya infeksi, maka harus menunjukkan dua criteria :
 Pengecatan gram : menunjukkan peningkatan jumlah bakter secara signifikan
 Peningkatan jumlah bakteri tersebut disertai peningkatan signifikan jumlah
neutrofil dalam sputumnya.
 Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi keparahan gejala kronis, menurunkan
eksaserbasi akut dan mencapai interval bebas infeksi lebih lama. Pemberian terapi
nonfarmakologi berupa berhenti merokok, hindari inhalasi polusi udara,
meningkatkan asupan cairan, dan kelembaban udara. Terapi farmakologi berupa
penggunaan antibiotika, ekspektoran seperti guanifenesin, dan bronkodilator. Perlu
evaluasi keparahan penyakit (terutama pemeriksaan sputum akan adanya bakteri
pathogen). untuk menentukan kebutuhan antibiotika pada eksaserbasi akut bronchitis
kronis.

“Sesungguhnya manusia dicipakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia


ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. ”
(QS. Al Ma’arij : 19-22)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 41


I. BRONKIOLITIS

1. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas yang umum ditemui pada anak-anak, terutama
pada bayi berusia di bawah 6-12 bulan. Infeksi ini disebabkan oleh virus di paru-paru
yang menyebabkan anak mengalami kesulitan bernapas.
2. Etiologi
 RSV(sebagian besar)  Rhinovirus
 Parainfluenza virus  Virus Influenza
 Adenovirus  Mycoplasma pneumoni
3. Epidemiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90%
dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,
Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis
dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk
(2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90%
dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada
bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh
karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis
biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin
oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain
usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia,
prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih
besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki
dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV),
60–90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan
3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab
utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan
epidemi. Hayden dkk (2004) Mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis
sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
4. Patofisiologi
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan
protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel
tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibody neutralisasi protektif pada host.
Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala
yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5
hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke
saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui
aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 42


dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi
awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi
edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus. Virus yang
merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam
bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih
terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,
substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya
kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion
Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel
inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema
saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran
napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem
pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia,
hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran
nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan
dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran udara.
Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara
saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi.
Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan
menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali
di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang dewasa
jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-
paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini.
Respon proteksiimunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang
berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit.
Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi ‘cumulatif immunity’ sehingga
pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi
bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.
5. Manifestasi Klinis
Biasanya tjd pd umur 2 bln-2thn (terutama 2-6 bln) Didahului gejala batuk, pilek, panas
diikuti sesak napas dan mengi. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu subfebris atau tinggi,
frekuensi napas meningkat,pch, retraksi, kostae melebar Suara hipersonor pd perkusi,
ekspirasi memanjang, wheezing dan ronkhi. Pd keadaan yg berat Ò suara napas tdk
terdengar Hepar dan lien dapat teraba oleh karena hiperinflasi paru. Foto thorak tampak
paru2 emphysematus, costae mendatar Pulse oksimetri: saturasi O2 ¯. Terjadi distres nafas
dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi
juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang
dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien
teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering
terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 43


dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.Ada
bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau inhalasi zat
toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya: gambaran klinis &
radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan episode atelektasis,
pneumonia dan wheezing yang berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit
paru kronis. Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial,
destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis.
6. Diagnosis Banding
 Asma Serangan pertama  Infeksi Sekunder oleh bakteri
 Bronkopneumonia  Pneumothorak
 Decompensatio cordis  Emfisema
 Komplikasi  Gagal napas
 Dehidrasi
7. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi
RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur
24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus
misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayatatopi yang
dapat menyebabkan wheezing. Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor
Respiratory DistressAssessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15
dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan. Pulse
oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan
penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan
indikasi untuk rawat inap. Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya
normal. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanyadidominasi oleh PMN dan
bentuk batang. Kim dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis.
dengan eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q
mismatch dan asidosismetabolik jika terdapat dehidrasi.Gambaran radiologik mungkin
masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang
(hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis
(patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan
diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan xfoto
dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit,
jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada
bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak
tersebar. Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya,
berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan
diagnosis banding yang tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale,
pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung,
miokarditis . Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi
atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 44


waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu
dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen
atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.
8. Penatalaksanaan
Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif: oksigenasi, pemberian cairan
untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis ringan biasanya bisa
rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis
sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap,
diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi,
penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit
adalah terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan
pemberian antivirus.
9. Prognosis
Tergantung berat-ringannya penyakit, cepatnya pengananan dan peny. penyerta (peny.
jantung). Masa kritis 48-72 jam sesudah dispneu dimulai. Angka kematian < 1% .

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, termasuk
pula semut di dalam liangnya, termasuk pula ikan paus, benar-benar bershalawat
kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.“
(Diriwayatkan At-Tirmidzi, dan ia berkata bahwa ini adalah hadits hasan)

J. ASMA

1. Definisi
Suatu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel2 inflamasi terutama sel
mast, eosinofil, sel T, neurofil dan sel epitel, juga merupakan obstruksi saluran napas dan
sebuah hiperreaktivitas (peningkatan respon saluran napas terhadap rangsangan). Asma
sering juga disebut asma bronchial karena asma sering menyerang daerah konduksi yang
didominasi oleh otot polos, berdiameter kecil dan yang banyak mengandung sel penghasil
mucus.
2. Prevalensi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh gender, usia, status atopi, faktor keturunan, faktor
lingkungan . pada masa nak kanak cowok dibanding cewek adalah 1,5:1. Namun,
menjelang dewasa kurang lebih sama, dan pada masa menopause cewek lebih banyak dari
cowok. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7% (tiap daerah beda).
3. Klasifikasi Imunologis
Asma bronkiale bukan suatu morbus suigeneris tetapi suatu gangguan kesehatan. Asma
bronkiale dibangkitkan melalui satu jenis reaksi hipersensitivitas (RH). Asma bronkiale I
melalui RH I dan asma bronkiale III melalui RH III. Ada juga yang disebut sindrom
serupa asma (SSA) terdiri dari SSA imunologis (SSAI) dan SSA non imunologis (SSANI).
Tuberculosis paru dan demam tifus dapat membangkitkan SSAI melalui RH IV dan III,
sedangkan SSANI dijumpai pada olahraga. Klasifikasi imunologis ini dimaksudkan untuk

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 45


menentukan jenis asma bronkiale, mengetahui perjalanan klinis jenis tertentu asma
bronkiale, mengerti obat2 pilihan, mengerti pencegahan terjadinya kekambuhan.
4. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Asma bronchial intrinsic / tipe non atopi I (kadang orang menyebutnya idiopatik) 
keluhan tidak ada hubungannya dengan exposure allergen, sifat2e :
 Serangan timbul setelah dewasa
 Tidak ada riwayat asma
 Infeksi sering menimbulkan asma
 Ada hubungannya dengan pekerjaan atau beban fisik
 Stimuli psikis juga berperan
 Perubahan lingkungan non spesifik peka bagi penderita
b. Asma bronchial ekstrinsik / tipe atopi I (kadang manusia menyebutnya alergi) 
keluhan ada hubungannya dengan exposure allergen yang spesifik, dapat dibuktikan uji
kulit atau tes provokasi bronkus, sifat2e :
 Timbul sejak anak2
 Ada riwayat keluarga tentang asma
 Sering menderita rhinitis
 Adanya riwayat atopi saat lair sperti hay fever, eksim (dermatitis atopi), dll
c. Asma bronchial campuran (mixed)  keluhan diperberat oleh faktor intrinsic atau
ekstrinsik ; sebagian besar kasus intrinsic akan berlanjut menjadi bentuk campuran,
sedangkan yang ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa

5. Patogenesis dan Patofisiologi


Asma  obstruktif  penyempitan jalan napas karena suatu hal tergantung etiologinya
melalui RH. Nah biar temen2 mudeng n yang penting perlu tau apa saja yang membuat
airway-nya sempit ???? ingat “sering menyerang daerah konduksi yang didominasi oleh
otot polos, berdiameter kecil dan yang banyak mengandung sel penghasil mucus”
a. Perubahan sel penghasil mucus sehingga mengakibatkan edema mucus.
b. Kalo sudah terjadi edema mucus, otomatis sekresi mucus meningkat choy…
c. Nah, yang terakhir ya spasme/kontriksi dari otot polosnya ndiri.
Sebelum masuk ke penjelasan selanjutnya, pahami dulu gambar-gambar di bawah ini :

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 46


6. Faktor Kontribusi
Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya asma baik karena adanya pajanan (faktor
penyebab) maupun adanya kecenderungan (faktor predisposisi). Termasuk :
a. Infeksi pernapasan
b. Berat badan lair rendah
c. Merokok (aktif dan pasif)
d. Pola makanan, a.l ASI melindungi individu untuk mendapatkan asma.
7. Faktor Pencetus
a. Allergen g. Obat-obatan (aspirin, OAINS, beta
b. Iritan bloker)
c. Infeksi h. Emosi
d. Faktor fisik i. Bahan2 lingkungan kerja
e. Perubahan cuaca j. Lain2 : reflux gastroesofagus, ISPA
f. Makanan, penyedap, pewarna, dll
pemanis, pengawet
8. Faktor Predisposisi
faktor keturunan baik genetic asma atau genetic atopi. Kadar IgE dan atopi pada
kromosom 5q, 11q, 12q

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 47


9. Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor genetic dan lingkungan
Table 248-1 Risk Factors and Triggers Involved in Asthma
Endogenous Factors Environmental Factors
Genetic predisposition Indoor allergens
Atopy Outdoor allergens
Airway hyperresponsiveness Occupational sensitizers
Gender Passive smoking
Ethnicity Respiratory infections
Obesity?
Early viral infections?
Triggers
Allergens
Upper respiratory tract viral infections
Exercise and hyperventilation
Cold air
Sulfur dioxide
Drugs (blockers, aspirin)
Stress
Irritants (household sprays, paint fumes)

10. Manifestasi Klinis


a. Episodic (ada waktu2 tertentu, jadi tidak bisa terus menerus), reversible dg
bronkodilator ; “tes reversibilitas”  masih elastic atau tidak ; peny.paru obstruktif
kronik-spirometer-bronkodilator  TIDAK membuka >12% ; asma-spirometer-
bronkodilator  membuka >12% jadi masih reversible
b. Batuk. Ya jelas kan ada iritan yang masuk,, huayo diingat2 refleks batuk
c. Sesak napas. Adanya secret, sembab dan kontriksi maka menyebabkan sesak napas.
Sebagai akibatnya adalah tekanan partial oksigen di alveoli menurun  oksigen pada
peredaran darah menurun hipoksemia. Retensi CO2  kadarnya dalam darah naik
 merangsang pusat pernapasan  hiperventilasi. Ingat !!! hiperventilasi itu ↓ PO2, ↓
pH, ↑ PCO2
d. Berdahak
e. Rasa berat di dada / ampek : 30%  rasa berat di dada muncul, >30% baru mengi
keluar. Jadi tidak selalu mengi itu asma dan asma itu tidak selalu mengi. Mengi terjadi
jika ada turbulensi udara dalam saluran napas. Inspirasi adalah proses aktif bernapas.
Sedangkan, ekspirasi merupakan gerakan pasif sebagai hasil recoil paru. Saat inspirasi
otot-otot polos pada saluran napas akan aktif. Keaktifan ini berupa pelebaran dan
pemanjangan sehingga udara lebih mudah masuk. Namun, pada saat respirasi otot
polos tidak aktif. Adanya penyempitan jalan napas akibat mucus yang berlebih dan

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 48


hyperplasia otot polos, udara ekspirasi yang keluar perlahan melewati saluran sempit
akan mengalami turbulensi dan akhirnya berbunyi. Secara fisika, turbulensi terjadi jika
udara melewati saluran yang panjang dan sempit secara perlahan. Inilah alasan
mengapa wheezing hanya terjadi pada ekspirasi.
f. Memburuk pada malam dan dini hari  variasi diurnal
g. Diawali dengan faktor pencetus
h. Merespon terhadap bronkodilator.
11. Diagnosis Banding
a. Dewasa
 peny.paru obstruksi kronis  disfungsi laring
 gagal jantung kongestif  obstruksi mekanis ex : Tumor
 batuk sekunder akibat obat  emboli paru
b. Anak-Anak
 benda asing di saluran napas  tumor
 laringiotrakeomalasia  stenosis trakea
 pemebesaran kelenjar limfe
12. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
 Hiperekspansi thorax
 Mengi atau perpanjangan eksaserbasi (mengi dapat tidak terdengar pada eksaserbasi)
 Peningkatan sekresi hidung, polip hidung
 Dermatitis atopi
Karena gejala asma bervariasi sepanjang hari, maka pemeriksaan fisik dapat normal
 Asma ringan  mengi dapat terdengar pada ekspirasi paksa
 Makin berat  mengi terdengar saat inspirasi dan ekspirasi biasa
 Eksaserbasi asma yang berat  mengi tidak terdengar tapi umumnya terdapat gejala
lain seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi, penggunaan otot
bantu napas
c. Pemeriksaan Penunjang
 Uji Faal Paru  Gold Standard
Penting karena menunjukkan :
- Beratnya asma
- Reversibilitas obstruksi saluran napas
Dua jenis tes faal paru
1. Pmx VEP1 (volme ekspirasi paksa detik 1) dengan KVP (kapasitas vital paksa).
Alat : spirometer
KEP1 / KVP = tidak boleh < 80%
Makin tua nilai tsb makin rendah
2. Pmx arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter
Diagnostic untuk asma  variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi
dan malam hari. Hal ini juga berguna untuk menentukan derajat asma.
Variabilitas harian = (APE malam – APE pagi) x 100% / (1/2 (APE malam + APE
pagi)
 Darah tepi
- ↑ jml eosinofil 5-15% dari leukosit total

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 49


- Jml eosinofil total umumnya ↑ lebih dari 300/mm3
 Sputum
- Ditemukan spiral curschmann dan Kristal charcot leyden
- Dapat ditemukan juga eosinofil
 Serum
- ↑ IgE total maupun IgE spesifik
- Khas untuk asma alergi
 Uji Kulit
- Dengan prick test
- Utk menghindai positi palsu atau negative palsu
 Radiologi
Foto thorax  normal atau hiperinflasi, menyingkirkan penyakit lain, melihat
komplikasi yang lain seperti pneumotoraks
 Uji Provokasi Bronkus
- Membantu menegakkan dx asma
- Untuk memperlihatkan dan mengukur hiperreaktivitas bronkus
 Analisis Gas : Untuk asma yang berat
13. Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa
a. waktu serangan
 bronkodilator golongan adrenergic
- adrenalin larutan 1 : 1000 subkutan (cat : perhatikan penderita tua, hipertensi,
hipertiroid)
- β2 adrenergik selektif (metaproterenol, terbutalin, salbutamol, fenoterol dll)
memiliki kerja 4-6 jam
 bronkodilator golongan methylxanthine (fosfodiesterase) : aminofilin
 bronkodilator golongan antikolinergik (menghambat guanilsklase)
- sufas atropine
- ipratrorium bromide
 antihistamin (ini obat pro dan kontra)
 kortiosteroid (memperkuat kerja β adrenergic)
 antibiotik (umumnya gak perlu ya kecuali sbg profilaksis infeksi dan infeksi
sekunder)
 bahan yang mempermudah keluarnya secret bronkus
- air minum biasa (pengencerr secret)
- glyceril guanicolat (expectorant)
- kalium iodide (idem)
- N-acetyl cystein (sekretolitik)
b. Di luar serangan
Disodium chromoglycate (DSCG), efek : menstabilkan dinding membrane dari mast
cell dan basofil & gak pny efek bronkodilatasi, so gak bisa dipakai utk srangan asma 
- Mencegah degranulasi sel mast
- Mencegah pelepasan histamine

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 50


- Mencegah pelepasan SRS-A (slow reacting substance of anaphylaxis)
- Mencegah pelepasan ECF (eosinophyl chemotactic factor)

Pengobatan nonmedikamentosa
a. Waktu serangan
 Pembberian O2 bila mengalami hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun
hasil analisis gas. Terapi awal : 4-6 L / menit
 Pemeberian cairan / elektrolit pada asma berat coz orangnya dehidrasi
 Drainase posturaluntuk membantu mengeluarkan dahak agar tidak timbul
penyumbatan
b. Di luar serangan
 Pendidikan pada penderita : Penderita harus tau tentang seluk beluk asma
 Imunoterapi / desentisasi setelah diketahui jenis allergen
 Relaksasi / control emosi atau dengan latian napas
Note : respon terhadap terapi awal baik jika didapatkan  respon menetap selama 60
menit setelah pengobatan, pmx fisik normal, APE > 70%.
14. Komplikasi
a. pneumotoraks d. aspergilosis bronkopulmoer alergik’
b. pneumomediastinum dan emfisema e. gagal napas
subkutis f. fraktur iga
c. atelektasis

15. Tambahan
a. Kriteria Asma Terkontrol
- tidak ada atau minimal gejala harian asma
- tidak ada kterbatasan aktivitas
- tidak ada gejala malam
- tidak ada / minimal kebutuhan obat pelega
- fungsi faal paru normal  masih bisa terbuka sempurna
- tidak ada eksaserbasi
(minimal adalah =/ < 2x1minggu)
b. Status Asmatikus
Apabila :
- serangan akut teralu sering berulang dalam waktu singkat, 2-3x1hari
- penderita mendapat serangan akut yang tidak sepat mendapat pengobatan yang
adekuat
- dosis allergen yang banyak dan terus masuk
- sudah kena serangan akut tapi tidak istirahat
- ada stress psikis
- gangguan dalam pengaturan pernapasan
- ada infeksi saluran napas yang tidak lekas diobati/sembuh
- mempunyai kemunduaran faal paru, obstruksi, restriksi atau campuran
disebut penderita status asmatikus jika setelah 2 jam pemberian obat seangan akut
tidak ada kemajuan

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 51


c. Obat-Obat Asma

ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting ; 2-agonists; OCS, oral corticosteroid.


1. Obat kontroler / pencegah
- glukokortikosteroid inhalasi - cromones
- leukotrien modifiers - oral β2 agonis kerja lama
- inhalasi β2 agonis kerja lama - anti IgE
(salmeterol dan formoterol) - natrium kromolin
- glukokortikosteroid sistemik - natrium nedokromil
- teofilin lepas lambat
2. Obat pelega / penghilang gejala / reliever
- inhalasi β2 kerja sngkat - oral β2 agonis kerja singkat
- glukokortikosteroid sistemik (fenoterol, salbutamol,
- antikolinergik hirup terbutalin, prokaterol)
- teofilin kerja pendek

Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, ”Pandangan itu adalah panah


beracun iblis. Barangsiapa menundukkan pandangannya karena Alloh, Dia akan
berikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan sampai bertemu
denganNya. (HR. At-Thabarani dan Al-Hakim)

Sumber : IPD 2007 jilid I, ilmu penyakit paru airlangga, kuliah Untung Widodo, dr., Dr.
Med., Sp. An-KC (FK UGM), patofisiologi price-wilson 2006 jilid II, patologi Robbins 2007
jilid II, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Kongres Nasional X PDPI, jurnal
respirologi Indonesia 2005, Kuliah Eddy Surjanto, dr., Sp.P dan Ana Rima, dr., Sp.P (FK
UNS dalam Catkul Forinsik 2004), Harrison 17th Ed

K. ATELECTASIS

1. Definisi
Atelectasis adalah pembesaran paru atau sebagian paru yang tidak lengkap,terjadi secara
kongenital(primer),sekunder atau sebagai keadaan yang didapat.(dorland hal 203).Atau
dapat diartikan sebagai pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti
bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps(patofisiologi wilson hal 802).Pendek kata atelectasis adalah kolapsnya sebagian

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 52


atau seluruh alveolus(paru) akibat obstruksi saluran nafas atau akibat penekanan pada
paru. Kita harus bisa membedakan antara kolapsnya alveolus pada atelectasis dan
pneumothorax. Apa y......bedanya??? nanti akan qt bahas pada patofisiologi atelectasis...
2. Etiologi
Ada 2 penyebab utama kolapsnya alveolus pada atelectasis yaitu :
a. Atelektasis absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau bronkiolus
b. Atelectasis yang disebabkan oleh penekanan
Selain 2 penyebab utama diatas,atelectasis juga dapat disebabkan oleh hilangnya surfaktan
pada rongga udara terminal(alveolus) sehingga paru kolaps.Hal ini disebut
mikroatelectasis.
3. Faktor Risiko
a. Pembiusan (anestesia)/pembedahan
b. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
c. Pernafasan dangkal
d. Penyakit paru-paru.
4. Patogenesis dan Patofisiologi
Pada Atelectasis absorpsi,obstruksi saluran nafas menghambat masuknya udara ke dalam
alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan/obstruksi.Obstruksi pada
bronkus/bronkiolus dapat dibedakan menjadi obstruksi intrinsik dan obstruksi
ekstrinsik.Obstruksi intrinsik biasanya disebabkan oleh sekret atau eksudat yang
tertahan,sedangkan obstruksi ekstrinsik disebabkan oleh penekanan akibat
neoplasma.Dengan dihambatnya udara menuju alveolus,udara yang sudah ada di alveolus
tersebut diabsorsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus sedikit demi
sedikit pada akhirnya akan kolaps. Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik
pada semua bagian paru atau bagian dari paru,sehingga mendorong udara ke luar dan
mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi
pleura,pneumothorax,atau peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas.
Mikroatelectasis disebabkan oleh hilangnya surfaktan pada rongga udara
terminal(alveolus) sehingga paru kolaps.Surfaktan ini berperan menurunkan tegangan
permukaan pada cairan alveol sehingga alveol lebih mudah mengembang pada waktu
inspirasi dan mencegah alveol menutup(kolaps) pada akhir ekspirasi.
Kolaps paru yang disebabkan oleh pneumothorax adalah akibat penekanan oleh rongga
pleura yang terisi udara.Pada keadaan normal,tekanan rongga pleura lebih rendah dari
tekanan atsmosfer.(Untuk lebih lengkap baca di,patofis hal 800 dan dasar-dasar ilmu
penyakit paru hal 162),(kenapa bisa terisi udara?baca di bab pneumothorax y...).Jadi,bisa
juga dikatakan bahwa Pneumothorax menyebabkan atelectasis,tapi ateletacsis tidak
menyebabkan pneumothorax. NB: untuk melihat gambaran kolapsnya paru akibat
pneumothorax bisa dilihat di video interaktif yang dikasih dr.nanang waktu kul
muskuloskeltal dulu (disini tidak akan dibahas panjang lebar tentang pneumothorax,coz
dah dibahas di halaman yang lain). Apakah tidak ada mekanisme pertahanan paru untuk
mencegah atelektasis ini?????? Ternyata “ada”. Beberapa mekanisme tubuh untuk
mencegah atelektasis antara lain :
 Mukus dan kerja silia  Ventilasi kolateral
 Batuk  Pembersihan faring
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 53
Dari ke 4 mekanisme itu,akan dibahas yang ventilasi kolateral(yang lain baca sendiri y...)
Ventilasi kolateral memegang peranan
penting mencegah terjadinya
atelectasis absorbsi bila terjadi
obstruksi akibat gumpalan mukus.
Ventilasi kolateral dibedakan menjadi
2, ventilasi kolateral yang efektif dan
yang tidak efektif. Pada Ventilasi
kolateral yang efektif(gambar sebelah
kiri),pada saat inspirasi dalam,pori-
pori kohn membuka dan udara masuk
mendekati alveolus yang
obstruksi.Sedangkan pada waktu ekspirasi,tekanan positif meningkat dalam alveolus yang
mengalami obstruksi dan membantu mengeluarkan sumbatan mukus. Pada ventilasi
kolateral yang tidak efektif,pada saat inspirasi dangkal,pori-pori khon tidak
membuka,sehingga ventilasi tidak dapat digunakan pada alveolus yang obstruksi.Alveolus
yang obstruksi tersebut akhirnya kolaps.
5. Manifestasi Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang
ringan.Gejala umum atelectasis meliputi pemendekan nafas dan berkurangnya perluasan
dinding dada.Jika atelectasis hanya mempengaruhi suatu area kecil pada paru-paru, gejala
pada umumnya minimal. Jika kondisi mempengaruhi suatu area yang luas pada paru-paru,
individu akan nampak pucat atau biru(nampak sianosis),gangguan pernafasan, nyeri dada,
batuk, jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-
kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
6. Penegakan Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
a. Gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
b. Chest x-ray dada akan menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru.
c. Untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan perlu dilakukan pemeriksaan CT
scan atau bronkoskopi serat optik.
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah membuka obstruksi pada saluran pernafasan baik yang
disebabkan oleh mukus,inflamasi,tumor dan lain-lain sehingga jaringan paru-paru dapat
kembali mengembang. Tindakan yang biasa dilakukan:
a. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
b. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
d. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e. Postural drainase
f. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
g. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 54


h. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun
kerusakan lainnya.
8. Preventif
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:
a. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk
teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
b. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan
berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
c. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan
pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat
bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan
terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan,
saluran pernafasan tidak dapat menciut.

Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda, ”Tidak ada bejana yang diisi oleh
anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa
suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga dari
perutnya hendaknya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga
untuk nafasnya,” (HR. Imam Ahmad)

Sumber :
1. Wilson,Sylvia.2006.Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit Ed 6.Jakarta: EGC
2. Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. Mason, Murray & Nadel's Textbook of
Respiratory Medicine. 4th ed. Philadelphia, Pa:Saunders; 2005
3. Video interaktif dari dr.Nanang
4. Http://respiratory-lung.health-cares.net/atelectasis-causes.php
5. Http://www.ehealthconnection.com/regions/ehealth/content/healthinfo.asp?src=00006
5&typeid=1
6. Hood Alsagaff,Abdul Mukty.2008.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga
university press

L. PNEUMOTHORAX

1. Definisi
Rongga Pleura terisi udara
2. Epidemiologi
Lebih sering pada penderita dewasa yang berumur 40 tahunan. Laki-laki lebih sering.
Dijumpai sering pada musim batuk.

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 55


3. Etiologi
a. Artifisial. Sebab: tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu. Ada
beberapa macam misalnya: terapi kolaps, sering dilakukan untuk tuberculosis paru
yang mengalami batuk darah dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan, untuk
melindungi paru terhadap bahaya sinar rontgen pada waktu dilakukan radiasi
karsinoma payudara.
b. Traumatik, karena jejas yang mengenai dada, terjadi saat perang, karena peluru
menembus dada dan paru; ledakan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan
dada yang mendadaktekanan di dalam paru meningkat; kecelakaantrauma tumpul
di dada
c. Spontan, tanpa didahului kecelakaan.
 TB paru yang prosesnya sudah lama, dg multiple cavety, fibrosis, emfisema, TB
milier
 Bronkitis kronis dengan kekambuhan akut
 Emfisema
 Asma bronkiale yg kronis mengalami serangan batuk, influenza
 Kanker paru
4. Jenis
a. Berdasarkan terjadinya(Artifisial, Traumatik, Spontan)
b. Berdasarkan Lokalisasi (Pneumothoraks Parietal, medialis, basalis)
c. Berdasarkan Derajat kolaps(totalis, parsialis)
d. Berdasarkan Jenis Fistel(penghubung saluran nafas dengan rongga pleura)
 Pneumothoraks terbuka
Terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian
dari dunia luar. Tekanan intrapleura sama dengan tekanan barometer/tekanan udara
luar. Inspirasi:tekanan jadi negative, ekspirasi tekanan jadi positif
 Pneumothoraks Tertutup(tidak ada hub. dg udara luar)
cacatterbentuknya hubungan antara rongga pleura dan atmosfer dapat menutup
sendiri. awalnya: tekanan rongga pleura positif lambat laun jadi negative karena
diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada gerakan pernafasan, tekanan rongga
pleura tetap negative
 Pneumothoraks Ventil(tekanan intrapleura positif makin lama makin positif).
ekspirasi udara rongga plura tidak bisa keluar) tekanan di rongga pleura makin
lama makin tinggikolaps paru dan penekanan mediastinum dan jantunghimpitan
jantungkontraksi dan venous return terganggugangguan pernafasan dan sirkulasi
darah (hemodinamik)
5. Patogenesis dan Patofisiologi
(Faktor presipitasi/yg mempermudah tjd robekan) Gerakan nafas kuat, obstruksi
endobronkial, trauma, penyakit sekunderRobekan/pleura pecah(karn alveoli disangga
oleh kapiler yang berdinding lmah dan mudah robek) kebocoran bagian yg berisi
udaratjd hubungan robekan dg bronkusudara masuk ke rongga pleura dari
atmosfergradien tekanan transmural lenyap(tekanan intrapleura dan tekanan atmosfer
seimbang)  pelebaran alveoli dan peningkatan tekanan alveoliudara dg mudah masuk

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 56


ke jar. peribronkiovaskulerudara dari alveoli mengoyak jar. fibrotic peri
bronkiovaskuler paru dan thoraks terpisahparu kolaps
Jika robekan arah berlawanan hiluspneumothoraks. Jika robekan mengarah ke
hiluspneumomediastinumudara dari mediastinum ke atas (arah leher) jar. ikat
longgar, ditembus udara menyebar merata di bawah kulit leher n dadaemfisema
subkutismeluas ke arah perut dan mencapai skrotum
6. Manifestasi Klinis
Pneumothoraks Spontan: sesak nafas mendadak makin lama makin berat, bernafas terasa
berat, nyeri dada pada sisi yang sakit, rasa berat menekan lebih nyeri saat bernafas, dan
batuk. Pencetus (aulosend moment): batu keras, bersin, mengangkat barang2 berat,
kencing, mengejan. Pemeriksaan Fisik: Sesak ringan sampai berat, bernafas tersengal-
sengal dengan mulut terbuka, sesak nafas dengan/ tanpa sianosis, badan tampak lemah
dan dapat disertai syok. Jika sesak nafas terjadi peningkatan nadi dan kecil. Inspeksi:
Terjadi pencembungan pada sisi yang sakit, saat respirasi bagian yang sakit tertinggal,
trakea dan jantung terdorong ke sisi sehat. Palpasi: sisi sakit, ruang antar iga dapat normal
atau melebar. Ikhtus jantung terdorong ke sisi sehat, fremitus melemah/ menghilang pada
sisi yang sakit. Perkusi: Suara ketok sisi sakit, hipersonor, sampai timpani dan tidak
menngetar, batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi. Auskultasi: bag.sakit: suara nafas melemah sampek menghilang, suara nafas
amforik jika ada fistel bronkopleura cukup besar pada`pneumothoraks terbuka, suara
vocal melemah, todak menggetar. Tedengar bunyi metalik pada coint test.
7. Diagnosis Banding
Emfisema Paru, Asma Bronkiale, Bula yang besar
8. Penegakan Diagnosis
Anamnesis - Pemeriksaan fisik (a. Inspeksi, b. Palpasi adanya kelainan/deformitas/lesi,
fremitus taktil untuk mengetahui penjalaran getaran, pengembangan dinding dada, c.
Perkusi didapat hipersonor sampai timpani, d. Auskultasi suara melemah, bronkofoni
negative) - Pemeriksaan Penunjang : Coin test, Foto Thoraks didapatkan( Bagian
pneumothoraks tamapak hitam, rata, kadang paru kolaps tidak membentuk garis tapi
bentuk lobuler), rongga ini sanagat sempit hampir tidak tampak, paru koleps tambak suatu
massa di hilus. Apabila terjadi pendorongan jantung/trachea kemungkinan terjadi
pneumothoraks ventil dg tekanan intrapleura tinggi. Kemungkinan terjadi
pneumomediastenum: ada`ruangan/ celah hitam pada tepi jantung dari basis ke apex.
Emfisema subkutan: ada rongga hitam di bawah kulit. ada cairan di dalam rongga pleura
tampak permukaan cairan sebagai garis di atas diafragma. Diagnosis pasti pneumothoraks
jenis tertutup, terbuka atau ventil berdasarkan atas tekana udara yang ada di dalam rongga
pleura
9. Penatalaksanaan
a. Tindakan Medis
 Pneumothoraks tertutup
Paru kolaps sedikit, pengukuran tekanan intrapleura (-) atau (+) kecil dan setelah
dihisap dg pneumometer 300-500 cc atau 1000 cc didapatkan tekanan intrapleura
tetap (-). Tekanan intrapleura permukaan(-) yaitu sekitar normal( ekspirasi -4 dan
inspirasi -8), maka tidak perlu dihisap, cukup Observasi apakah bertambah sesak

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 57


atau tidak. Kalo bertambah sesakpemeriksaan fisikkalo tetap adadiukur
tekanan intrapleurajika berubah jadi(+)pneumotoraks ventil. Luas kolaps 20%
atau lebihpenghisapan berkala(bertahap, diambil 300-500 cc udara) ukur
tekanan intrapleura setiap selesai penghisapan> 500 cckemungkinan ada fistel
terbuka kembali
 Pneumothoraks terbuka
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang mendasarinya. Pneumothoraks terbuka
yang tidak mengembang dalam 2 minggudilakukan torakoskopimelihat
penyebab paru tidak mengembang
 Pneumothoraks Ventil
Dilakukan dekompresi terhadap tekanan intrapleura yang tinggi dengan membuat
hubungan dengan udara luar.
b. Tindakan Dekompresi (Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar).
Penghisapan terus menerus (Continous Suction) pada tekanan intrapleura tetap positif.
Tujuan: agar paru cepat mengembang dan segeraterjadi perlekatan pleura parietalis dan
visceralis. Pencabutan Drain dilakukan pada paru yang telah mengembang maksimal
dan tekanan intrapleura sudah (-) kembali, drain dicabut.
c. Tindakan Bedah
d. Pengobatan Tambahan apabila terjadi proses lain
Bronkitis kronis disertai obstruksi jalan nafas diberi antibiotic(tanda-tanda infeksi),
simptomatik(antitusif, bronkodilator, dll), TB(OAT). Istirahat total.
e. Rehabilitasi
Yang telah sembuh dilakukan pengobatan secara baik, dalam beberapa minggu diarang
mengejan, mengangkat barng berat, batuk bersin. Pemberian aksan bila sembelit.
Pengontrolan penderita jika sesak nafas dan batuk.
10. Prognosis
Pasien dengan pneumothoraks spontan hampir seluruhnya akan mengalami kekambuhan,
setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarng terjadi pada pasien-pasien pneumothoraks yang dilakukan torakotomi
terbuka. Pasien-pasien yang penatalksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pnumothoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang
mendasarinya,misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lenih berhati-hati.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,


“Barang siapa yang Allah menghendaki suatu kebaikan pada dirinya, maka Dia
memberinya p-ngetahuan dalam masalah agamanya.” (Muttafaqun ’alaih)

M. HEMOTHORAX

1. Definisi
Hemotoraks adalah akumulasi darah di rongga pleura biasanya terjadi karena cedera dan
operasi di dada. Sebenarnya hemothorax itu salah satu dari efusi pleura. Efusi pleura
adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh proses eksudasi
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 58
atau transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Dalam keadaan normal, hanya
ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Terdapat empat tipe
cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu : cairan serus (hidrothorax), darah
(hemothoraks), chyle (chylothoraks), nanah (pyothoraks atau empyema).
Penyebab efusi pleura antara lain :
a. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif.
b. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru seperti kanker, tuberkulosis, reaksi obat, asbestosis,
sarkoidosis, dan penyakit paru lainnya.
2. Etiologi
a. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura
b. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
c. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya
diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah
dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau
cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah
yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang
dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar
lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah
terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan. Trus,, ada juga yang namanya
hemotorax massif. Apasih hemotaraks massif?
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam
rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma
tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat
adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai
tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di
intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh
vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara
nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 59


hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan
dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat
dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.
Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38
French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis midaksilaris lalu dekompresi
rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan
untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada
awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini
juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi
status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada
indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau
vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya
torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka
di daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur
hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan
oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
4. Manifestasi Klinis
GejalaGejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam).
Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan batuk, cegukan, pernafasan yang cepat, nyeri perut.
5. Penatalaksanaan
Perdarahan yang banyak menyebabkan pasien jatuh dalam syok hemoragik yang berat.
Distres nafas jugaakan terjadi karena paru di sisi hemotoraks akan kolaps akibat tertekan
volume darah. Terapi yang optimal adalah pemasangan pipa / chest tube ukuran besar.
 Hemotoraks 500 - 1500 ml yang berhenti setelah pemasangan pipa toraks cukup
dilanjutkan dengan drain saja.
 Hemotoraks lebih dari 1500 - 2000 ml atau yang perdarahannya berlanjut lebih dari 200
- 300 ml/jam perlu diperiksa lebih lanjut atau perlu torakotomi

Thaifur al-Bathani berkata: ”Malam dan siang adalah modal kekayaan orang mukmin.
Keuntungannya adalah surga, sedangkan kerugiannya adalah neraka.”
(Kitab Al-Waqtu anfaasun la ta’uudu, Abdul Malik Al-Qosim)

Sumber :
1. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru cetakan ke-3. Surabaya: Airlangga University Press.
2. fisiologi Guyton
RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 60
3. trauma thorax, http://medlinux.blogspot.com/2008/06/trauma-thorax.html.
4. Hemotorax,
http://www.primarytraumacare.org/PTCMain/Training/pfd/PTC_INDO.pdf
5. efusi pleura, http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/efusi-pleura.html

N. TUBERCULOSIS (TBC)

1. Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis dengan gejala bervariasi.
2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis (tersering), Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium
africanum. Ketiganya merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili
microbacteriaseae. Penularan penyakit lewat inhalasi, atau luka di kulit. Karena kuman
TBC merupakan bakteri aerob, ia menyukai jaringan yang kaya akan O 2. Itulah alasan
mengapa paru-paru merupakan daerah yang sering terkena.
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-
paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis
pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit neutrofil, terkena sekret
makrofag, dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan
tetap hidup karena kuman TBC bersifat intraseluler. Selain itu, M. tuberculosis merupakan
basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap
asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag,
dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya. Kuman yang lolos dan tetap hidup akan
membentuk sarang yang disebut “Ghon”. Disitu dia memicu reaksi inflamasi dengan
manifestasi sesak napas dan demam. kuman yang terus berkembang akan menyebar
secara perikontuinitatum ke bagian paru yang lain. Di pleura, inflamasi menyebabkan
nyeri dada. Bila infeksi sampai bronkus, pasien sering batuk, sebagai usaha
mengeluarkan produk inflamasi  hasilkan sputum. Bila penyakitnya semakin parah
terjadi batuk darah. Saat batuk, ada kuman yang menempel di mulut dan tertelan sehingga
infeksi terjadi lewat gastrointestinal. Infeksi lanjut dapat menyebar secara limfogen
(menyebabkan limdenitis dengan manifestasi pembesaran kelenjar limfe) dan hematogen
(terjadi infeksi ke seluruh tubuh). Infeksi sistemik dan menahun menyebabkan penurunan
berat badan.
4. Manifestasi Klinis
BB turun, demam lama, pembesaran kelenjar limfe, batuk lama (>)30 hari, diare persisten.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda infiltrat; tanda-tanda penarikan paru,
mediastinum, dan diafragma; sekret di saluran napas; suara nafas amforik karena adanya
cavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
5. Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atu meningkat, limfositosis)
c. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 61


 Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
 Bayangan perawan (patchy) atau bercak (nodular)
 Adanya cavitas, tunggal atau ganda
 Kelaianan bilateral, terutama di lapangan atas paru
 Adanya klasifikasi
 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
 Bayangan milier
d. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan ini kurang sensitif karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan ini.
e. Tes PAP (peroksidase anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
f. Tes Mantoux/Tuberculin
g. Teknik PCR / Pollymerase Chain Reaction
Dapat mendeteksi meskipun hanya 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya resistensi.
h. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh M. tuberculosis
i. ELISA
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
j. MYCODODOT
Deteksi antibodi menggunakan antigen lipoarabinomannan yang dilekatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila
terdapat antibodi spesifik dengan jumlah memadai, sisir akan berubah warna.
6. Penatalaksanaan
a. Obat Anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid
dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT :
 Membuat konversi sputum BTA (+) menjadi BTA (-) melalui kegiatan bakterisid
 Mencegah kekambuhandalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan
sterilisasi
 Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis
Pengobatan dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
 Tahap intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman
yang membelah dengan cepat
 Tahap lanjutan, dengan kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek
atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
OAT yang biasa digunakan : isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Streptomisin (S), dan Ethambutol (E). HRZS = bakterisid; E = bakteriostatik
(klo masalah dosis trz berapa lama diberikan, teman2 udh belajar di FL kn?? Jadi ga

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 62


perlu aq tulis lagi y..ngirit space..hehehe)
b. Pembedahan pada TB Paru
 Indikasi Mutlak Pembedahan
- Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
- Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
 Indikasi Relatif pembedahan
- Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang-ulang
- Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
- Sisa kavitas yang menetap
c. DOTS
I’m sure that all of you have known it well, so I don’t have to elaborate it again..okay!!!

Sumber : IPD, Kapsel, Modul FL P2M TB

Hamid Al-Qushairi berkata, “Setiap orang diantara kita yakin akan datangnya
kematian, sementara kita tidak melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian
itu. Setiap orang diantara kita yakin adanya surga, sementara kita tidak melihat ada
yang ada yang berbuat agar bisa masuk ke surga. Setiap orang diantara kita yakin
adanya neraka, sementara kita tidak melihat orang yang takut terhadap neraka. Untuk
apa kalian bersenang-senang ? Apa yang sedang kalian tunggu ? Tiada lain adalah
kematian. Kalian akan mendatangi Alloh dengan membawa kebaikan ataukah
keburukan. Maka hampirilah Alloh dengan cara yang baik.”

Alhamdulillahirabbil’alamin…..Akhirnya ringkasan materi ini dapat


terselesaikan. Mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam
pembuatan ringkasan materi. Semoga bemanfaat.
(Tim Akademis Insulin 2007)

RINGKASAN BLOK SISTEM RESPIRASI BY TIM AKADEMIS INSULIN 2007 63

Anda mungkin juga menyukai