SEGMENTA BRONCHIOPULMONALIA
Segmenta bronchiopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan pembedahan.
Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchi
segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur
dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchiopulmonalia, dan dikelilingi
oleh jaringan ikat.
Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah. Pada
saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago yang berbentuk huruf C yang ditemui mulai dari
trachea perlahan-lahan diganti oleh cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit
jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya
<1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel
silindris bercilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang
utuh.
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminales yang mempunyai kantongkantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi
pada dinding kantong-kantong tersebut. Oleh karena itu, kantong-kantong lembut dinamakan
bronchiolus respiratorius. Bronchioli respiratorius berakhir dengan cabang sebagai ductus
alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh membentuk kantong dengan dinding
yang tipis, yang disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli
yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang
padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui
dinding alveoli ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.
Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat tersebut
adalah bronchi, arteriae dan venae pulmonalis, pembuluh limfatik, arteriae dan venae
bronchialis, serta saraf-saraf. Radix pulmonis dikelilingi oleh pleura yang menghubungkan
pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang membungkus paru.
Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena
hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae
pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke
cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke
radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk
bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan
aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan
menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi.
Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan
peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding
alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.
LETAK PARU PARU
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oeh selaput selaput yang bernama pleura. Pleura
dibagi menjadi dua:
Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis
dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang 1. Serabut symphaticus: truncus sympaticus
Pleura parietalis berdasarkanletaknya terbagi atas:
a.
Pleura costalis
b.
Pleura diaphragmtica
c.
Pleura mediatinalis
d.
Pleura cervicalis
Pada hillus terdapat ligamentum pulmonale yng berfungsi untukmengatur pergerakan alat
dalam hillus selama proses respirasi.Alat yang masuk pada hillus pulmonalis: (brouncus
primer, arteripulmonalis, arteri brounchialis, dan syaraf). Alat yang keluar pada
hilluspulmonalis: (vena pulmonalis, vena bronchialis, dan vasa limfatisi).
Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria
yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan
pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang
lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan
mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang
rawan hialin.
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel
goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat
silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel
selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil.
Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki
granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan
neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara
alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal
alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat
otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara
alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris.
Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada
segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen.
Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya
serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli
memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada
waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan
pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
Alveolus
Merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara
udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum
tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin,
retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah.
Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan
kecil.
Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah
perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui
taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk
kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini
memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang
menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang
bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
Tiga jenis sel utama terletak di dalam septum alveolaris:
1. Sel alveolar gepeng 9 tipe 1 atau sel epitel permukaan
Inti sel yang gepeng
Sitoplasmanya sulit dilihat
2. Sel alveolar besar (tipe II) atau sel septa
Sel inti tampak seperti sendiri- sendiri atau sebagai kelompok- kelompok kecil
Sel epitel gepeng akan membentuk taut kedap
Bentuk selnya kubis dan meninjol ke dalam ruangan alveol tetapi biasanya
terletak di sudut dinding alveol
Lapisan mengandung surfaktan
Mempunyai kemampuan mitosis
Sel anak dianggap dapat menjadi sel tipe I, jadi dapat merupakan sumber
utama pembentukan sel baru yang melapisi alveoli
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri
atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel
yang berada di atas serat kolagen dan elastin
PERKEMBANGANPULMO
1.) Fase glanduler (12-16 minggu)
Mula-mula sebagai tonjolan yang akan menjadi trachea yang kemudian bercabang
menjadi 2 sebagai calon bronchus. Tonjolan ini dengan cepat tumbuh memanjang dan
mencapai kelompok sel-sel mesenkhim sehingga akhirnya menyerupai kelenjar. Pars
conductoria tractus respiratorius telah dilengkapi selama kehidupan intrauterin bersama
pula dengan sistem pembuluh darah.
LI. 2.
Tekanan Atmosfer : tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap
benda-benda di muka bumi. Di ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760
mmHg.
Tekanan intra alveolus : dikenal juga sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah tekan di
dalam alveolus.
Tekanan intrapleura : tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal
sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga
toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer.
Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, tekanan intra alveolus harus
lebih rendah dari pada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke paru selama inspirasi.
Demikian juga, tekanan intra alveolus harus lebih besar dari pada tekanan atmosfer, agar
udara mengalir ke luar paru selama ekspirasi. Tekanan intra alveolus dapat diubah dengan
mengubah volume paru sesuai hukum Boyle.
Adapun pengaruh gravitasi terhadap ventilasi dalam posisi tegak yaitu ventilasi per unit paru
bagian basis lebih besar dari pada bagian apeks, pengaruh gravitasi darah bagian basis lebih
besar dari pada bagian apeks, dan tekanan intra pleura lebih tinggi jaringan paru basis
kurang terenggang kemampuan mengembang lebih besar compliance besar.
Pengaruh gravitas menyebabkan tekanan intrapleura apeks -10cm alveol kurang
mengembang, sedangkan pada tekanan intrapleura basis -2,5cm alveol mengembang.
Maka dari itu pada awal inspirasi aliran udara terbanyak ke apeks.
Pengaturan pernafasan ada 2:
1. Pusat pengaturan pernafasan volunter (di bawah kemauan)
Terletak di korteks serebri-traktus kortikospinalis-motor neuron syaraf pernafasan.
2. Pusat pengaturan pernafasan otomatis (spontan)
Letak Pons dan Medula Oblongata-bagian ventral dan medial Medula Spinalis.
Pusat respirasi terletak di Formatio Retikularis Medula Oblongata. Pusat respirasi terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu:
1 Dorsal/ dorsal respiratory group = DRG
Terdiri dari neuron I-impuls frekuensi 12-15x/menit-motor neuron di Medula spinalisotot inspirasi-inspirasi. Sebagian ke ventral.
2 Ventral/ventral respiratory group = VRG
Terdiri dari neuron I dan E. Tidak aktif dalam pernafasan tenag, bila ventilasi meningkatmotor neuron otot inspirasi tambah NIX dan NX dan E-ekspirasi aktif.
Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut
andil dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor
perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam
darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi
CO2 dan H+ di dalam darah.
Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan
aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis
komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus
glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan
aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan
melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata.
Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan
apabila kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat
terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk
meningkatkan frekuensi napas.
Kemoreseptor Pusat/Sentral
Terletak pada bagian ventral medula oblongata dekat pusat respirasi. Reseptor peka terhadap
naik ion H/ turun pH dalam cairan otak. Karbondioksida mudah tembus abar darah-otak dan
abar darah-cairan otak H2CO3 ion H dan HCO3. Dan ion H maka ventilasi naik.
Pertukaran Gas
O2 masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif mengikuti penurunan gradien
tekanan parsial.
Melintasi kapiler paru:
Gradien tekanan parsial O2 dari alveolus ke darah : 60 mmHg
Gradien tekanan parsial CO2 dari darah ke alveolus : 6 mmHg
Melintasi kapiler sistemik:
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Surfaktan
juga
berfungsi
membantu
mencegah
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II.
terjadinya
edema
paru.
Badan Lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada
membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus
secara
eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan
gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah
lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang.
Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali. Defisiensi surfaktan
merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan bayi baru lahir (IRDS =
infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline), suatu penyakit paru serius
yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Proses pematangan
surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur
kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta
jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.
MEKANISME INSPIRASI
Sebelum inspirasi, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan
intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awal inspirasi, otot-otot inspirasi
terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Diafragma
bergerak ke bawah dan memperbesar volume toraks.
Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga
toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intra alveolus menurun, karena
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Karena
tekanan intra alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir
masuk ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tinggi ke rendah.
Mekanisme Ekspirasi
Pada akhir inspirasi, otot-otot melemas. Saat melemas diafragma kembali ke bentuknya,
sewaktu paru menciut dan berkurang volumenya, tekanan intra alveolus meningkat, karena
jumlah molekul udara yang lebih besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar,
pada akhir inspirasi sekarang terkompresi ke dalam volume yang lebih kecil. Udara sekarang
keluar paru mengikuti penurunan gradient tekanan, dari tekanan intra alveolus yang tinggi ke
tekanan atmosfer yang rendah.
Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif, karena terjadi akibat penciutan
elastic paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot atau
pengeluaran energi.
Volume paru dan kapasitas paru ( jumlah dari dua atau lebih volume paru) dapat
ditentukan :
Tidal Volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama 1 kali bernapas.
Nilai rata-rata pada keadaan istirahat = 500 ml.
Volume cadangan inspirasi (VCI). Volume tambahan yang dapat secara maksimal
dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum
diafragma, otot antar iga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya = 3.000
ml.
Kapasitas inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir
ekspirasi normal tenang (KI = VCI + TV). Nilai rata-rata = 3.500 ml.
Volume cadangan ekspirasi (VCE). Volume tambahan udara yang tepat secara aktif
dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada
akhir tidal volume biasa. Nilai rata-rata = 1.000 ml.
Volume residual (VR). Volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata = 1.200 ml.
Kapasitas residual fungsional (KRF). Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasir
normal (KRF = VCE + VR). Nilai rata-rata = 2.200 ml.
Kapasitas vital (KV). Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama 1 kali
bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi
maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum ( KV = VCI + TV + VCE). Nilai
rata-ratanya = 4.500 ml.
Kapasitas paru total (KPT). Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru
(KPT = KV + VR). Nilai rata-ratanya = 5.700 ml.
Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik. Volume udara yang dapat diekspirasikan selama
detik pertama ekspirasi pada penentuan KV.
Menahan Napas
Pernapasan dapat secara sengaja dihambat untuk beberapa saat, tetapi akhirnya kendali
volunter dapat dikalahkan. Titik saat pernapasan tidak dapat dihambat lagi secara volunter
disebut titik lepas (breaking point). Lepasnya kendali volunter ini disebabkan oleh
meningkatnya Pco2 dan turunnya Po2 darah arteri. Setelah pengangkatan glomus karotikum,
kemampuan menahan napas seseorang akan diperpanjang. Bernapas dengan oksigen 100%
sebelum menahan napas akan menaikan Po2 alveol awal, sehingga titik lepas dapat ditunda.
Refleks atau faktor mekanik mempengaruhi titik lepas, karena pada subyek yang menahan
napas selama mungkin kemudian bernapas dengan campuran udara berkadar O2 rendah dan
CO2 tinggi, masih dapat menahan napas kembali selama 20 detik atau lebih. Faktor
psikologis juga memegang peranan, dan subjek dapat menahan napasnya lebih lama bila
dikatakan usahanya sangat baik dibandingkan bila dikatakan tidak.
Pengendalian Kimiawi pada Pernapasan
Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian rupa sehingga Pco2
alveol pada keadaan normal dapat dipertahankan tetap. Dampak kelebihan H+ di dalam darah
akan dilawan, dan Po2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan mencapai tingkat yang
membahayakan. Volume pernapasan semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme,
tetapi penghubung antara metabolisme dan ventilasi adalah kadar Co2, dan bukan O2.
Reseptor di glomus karotikum dan aortikum terangsang oleh penigkatan Pco2, ataupun
konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan Po2.
Setelah denervasi kemoresptor karotikum, respon terhadap penurunan Po2 akan hilang.
Respons terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada kisaran pH 7,3-7,5 juga
dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat menimbulkan efek.
Pengaruh Non-Kimia pada Pernapasan
Reseptor di saluran udara dan paru dipersarafi oleh serat vagus bermelin dan tidak bermielin.
Reseptor yang dipersarafi oleh serat bermielin umumnya dibagi atas reseptor beradaptasi
lambat dan reseptor beradaptasi cepat. Pemendekan waktu inspirasi yang ditimbulkan ole
aktifitas serat aferen nervus vagus diperantarai oleh reseptor beradaptasi lambat. Seperti
refleks Hering-Breuner dimana pemanjangan lama ekspirasi yang ditimbulkan oleh inflasi
paru bertahap, sedangkan rekfleks defiasi Hering-Breuner adalah pemendekan lama
ekspirasi yang ditimbulkan oleh deflasi paru.
Reseptor beradaptasi cepat terangsang oleh zat kimia seperti histamin, sehingga disebut juga
reseptor iritan. Akitifasi reseptor beradaptasi cepat di trakea menyebabkan terjadinya batuk,
bronkikinstriksi dan sekresi mukus.
BATUK
Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk
membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum
di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi
lingkungan, terutama partikulat.
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat
batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor
batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun
di luar rongga toraks.
Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di
pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis,
perikardial dan diafragma.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang
Arnold dari n. Vagus.
Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus
menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari
perikardium dan diafragma.
Aferen
Efektor
Reseptor
Laring
Cabang
vagus
Trakea
Nervus trigeminus
Bronkus
Nervus
glosofaringwus
Telinga
Pleura
Lambung
Hidung
Sinus paranasalis
Faring
nervus
Nervus frenikus
Nervus
vagus
Nervus
Diafragma,
otot-otot
frenikus
intercostal, abdominal, dan
intercostal otot lumbal
dan lumbaris
Saraf-saraf
Tersebar
trigeminus, Otot-otot saluran nafas atas,
merata
di
fasialis,
dan otot-otot bantu nafas
medula
hipoglosus,
oblongata
dan lain-lain
dekat
pusat
pernafasan, di
bawah kontrol
pusat
yang
lebih tinggi
Perikardium
Diafragma
tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara
tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat
Gambar
1. Skema
diagram sangat
menggambarkan
aliran dan
ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara
yang
diinspirasi
bervariasi
perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian
lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai
50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini.
Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat
menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar
akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama
0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100
mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver
ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan
bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain.
Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Fase Batuk
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan
keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan
suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu
3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap.
Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan
pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.
Berbeda dengan reflex batuk, rangsang yang ditangkap oleh reseptor taktil di hidung.
Rangsang kemudian diteruskan ke nervus trigeminusdan dilanjutkan ke pusat pernafasan di
medulla oblongata.
Urutan mekanisme reflex bersin sama dengan mekanisme reflex batuk, namun pada reflex
bersin uvula dikondisikan ke bawah, sehingga memungkinkan aliran udara ekspirasi menjadi
kuat dan dapat melalui rongga mulut dan rongga hidung. Reflex bersin bermanfaat untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk rongga hidung atau saluran pernapasan bagian bawah.
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
2) Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama kalinya Robert
Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun 1900 Theobald Smith
berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi. Kuman ini sangat
virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk lain dari sapi yang
berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat menularkan penyakit.
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk dibandingkan
M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada M.tuberculosis. Suhu optimal
pertumbuhannya adalah 35C. Koloninya mempunyai permukaan datar berwarna putih
agak basah dan mudah pecah bila disentuh. Seperti halnya M.tuberculosis, kuman ini
membutuhkan karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat
keasaman optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8. Pada uji biokimia ternyata M.bovis
tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya negatif dan resisten terhadap pirazinamid. M.bovis
bagi kelinci sangatlah patogen, sedangkan M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari
itu pada percobaan hewan, kelinci digunakan untuk membedakan kedua jenis kuman ini.
3) Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan kadang-kadang
babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula menyerang manusia dan
menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman ini dapat dikatakan resisten
terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis kecuali rifampisin. Pada anak-anak
kuman ini menimbulkan limfadenitis servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari
M.tuberkulosis. koloninya halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41C
dimana spesies laitidak dapat tumbuh.
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan nitrat
memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain dilakukan uji
telurit dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.
4) Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14 tahun sebelum
kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita kusta.Kuman ini dikenal sebagai
parasit yang obligat intraseluler dan manusia adalah satu-satunya hospes yang dikenal
sampai saat ini. Kuman ini dapat ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag
(disebut sel lepra) yang mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta,
kuman ini dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel
pembuluh darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe lepromatous,tipe tuberkuloid,
tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu cara untuk menentukan tipe penyakit
ini adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat dikultur pada media
buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga tidak dapat dikultur pada sel
manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila diinokulasi pada telapak kaki tikus
atau kulit trenggiling (armadillo). Dengan menggunakan hewan tersebut diatas sebagai
hewan percobaan, maka telah berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti
kusta dan berbagai penelitian lain.
LO.3.1.
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh
Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TB).
Bahkan penyakit TB pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Robert
Koch, penemu bakteri Mycobacterium tuberculosis
Kingdom : Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Ordo
: Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili
: Mycobacteriaceae
Genus
: Mycobacterium
Spesies
: Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri
ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat menhan
warnanya walaupun sudah diberikan asam atau alcohol, itulah yang menyebabkan bakteri ini
disebut sebagai basil tahan asam. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
dan merupakan patogen manusia yang sangat penting.Mycobacterium leprae menyebabkan
lepra. Mycobacterium avium-intracellular
(komplek M-Avium,
atau MAC) dam
mikobakterium atipikal lainnya yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen
oppurtunistik pada pasien yang imunokompromais lainnya, dan kadang kadang
menyebabkan penyakit pada pasien dengan system imun normal. Terdapat lebih dari 50
spesies mycobacterium, termasuk banyak yang bersifat saprofit.
Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak komponen
karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia
tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu replikasi
basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih cepat,
untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23oC, untuk memproduksi pigmen, dan tidak
terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.
M. tb cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya karena
sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang berkelompok.
Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang bersifat
bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu
pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama dalam
sputum yang dikeringkan.
LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Biakan Mycobacterium tuberculosis
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3 m.
pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang
bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat
diklasifikasikan menjadi gram ppositif atau gram negative.
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Basil tuberculosis sejati ditandai dengan tahan asam yaotu 95% etil alcohol mengandung
3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri
kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat
dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam.
Pada sediaan apus seputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan
fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan dengan fluorokom (misalnya: auramin,
rodamin).
Cara pengambilan sample:
Karena basil tuberkel dapat mengenai setiap system orgammanifestasinya bervariasi. Fatigue,
lemas, penurunan berat badan dan demam mungkin merupakan tanda penyakit tuberculosis.
Keterlibatan pulmonal yang mengakibatkan batuk kronis dan sputum berbecak darah
biasanya terjadi akibat lesi yang sudah lanjut. Meningitis atau keterlibatan traktus urinarius
dapat muncul, pada saat tanda-tanda lain tuberculosis tidak dijumpai. Penyebaran melalui
aliran darah menyebabkan tuberculosis militer dengan lesi pada banyak organ dan laju
mortalitas yang tinggi.
UJI LABORATORIUM DIAGNOSTIK
Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil
tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.
a Specimen
Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan
serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.
b Dekontaminasi dan konsentrasi specimen
Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-Lsistein, didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi
lainnya), dinetralisir dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen
yang diproses dengan cara ini dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk
biakan. Specimen dari tempat yang steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan
prosedur dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.
c Sediaan apus
Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan
pewarnaan zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum
tidak direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan
menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang
positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada
pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang
sesuai, hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium.
d Biakan, identifikasidan uji sensitifitas
e Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen
Reaksi untai polymerase memberikan janji yang benar untuk deteksi cepat dan langsung
M tuberculosis pada specimen klinis. Sensitivitasnya secara keseluruhan adalah 55-90%
dengan spesifisitas sebesar 99%. Uji ini mempunyai sensitifitas paling tinggi ketika
dipakai pada specimen yang positif pada sediaan apus untuk basil tahan asam; uji PCR
disetujui untuk penggunaan ini pada specimen sputum yang bersifat positif pada
pewarnaaan tahan-asam.
Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi
sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
sama timbul pada aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M
tuberculosis. Tidak satupun metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan
diagnostic rutin.
Medium untuk biakan primer mikobakterium harus meliputi medium nonselektif dan medium
selektif. Medium selektif mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan
bakteri yang mengkontaminasi dan fungi. Terdapat tiga formulasi umum yang dapat
digunakan untuk kedua medium selektif dan nonselektif.
1. Medium agar semisintetik
Medium ini (misalnya, middlebrook 7H10 dan 7H11) mengandung garam, vitamin,
kofaktor, asam oleat, albumin,katalase, gliserol, glukosa, dan melakit hijau; medium 7H11
juga mengandung kasein hidrolisat. Albumin menetralisir efek toksik dan efek inhibisi
asam lemak dalam spesimen atau medium. Inokulum yang besar menunjukan
pertumbuhan pada medium ini dalam beberapa minggu. Karena inokulum besar mungkin
diperlukan, medium ini mungkin kurang sensitif dibandingkan dengan medium lain untuk
isolasi primer mikobakterium.
Medium agar semisintetik digunakan untuk mengobserfasi morvologi koloni, untuk uji
sensitifitas, dan dengan menambah antibiotik, sebagai medium selektif.
2. Medium telur inspisasi
Medium ini (misalnya,Lowenstein-jansen) mengandung garam, gliserol, dan substansi
organik kompleks(misalnya, telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan bahanbahan lain dalam berbagai kombinasi). Malakit hijau dimasukan untuk menghambat
bakteri lain. Inokulum yyang kecil dalam spesimen dari pasien akan tumbuh pada medium
ini dalam waktu 3-6 minggu. Medium ini dengan penambahan antibiotik digunakan
sebagai medium selektif.
3. Medium kaldu
Medium kaldu(misalnya, middlebrook 7H9 dan 7H12) mendorong proliferasi inokulum
kecil. Awalnya, mikobakterium tumbuh dalam bentuk rumpun atau massa karena sifat
hidrofobik permukaan selnya. Jiika ditambah tweens (ester asam lemak yang larut air), zat
ini akan membasahi permukaan dan memungkinkan terjadinya penyebaran pertumbuhan
pada medium cair. Pertumbuhan sering lebih cepat dibandingkan pada medium kompleks.
SIFAT PERTUMBUHAN
Mikobakterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen
karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia
tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri. Waktu
replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih
cepat untuk berploriferasi dengan baik pada suhu 22-23 C, untuk memproduksi pigmen, dan
tidak perlu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.
celup( misalnya malakit hijau) atau zat antibakteri lainnya (misalnya penisilin) yang bersifat
bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukan ke dalam medium tanpa menghambat
pertumbuhan basil tuberkulosis. Asam dan basa memungkinkan beberapa basil tuberkel yang
terpajan dapat hidup dan digunakan untuk membantu mengeleminasi organisme
pengontaminasi dan untuk konsentrasi spesimen klinis. Basil tuberkel tahan pengeringan
dan dapat hidup untuk waktu yang lama pada sputum yang dikeringkan.
VARIASI
Variasi dapat muncul pada penampilan koloni, pigmentasi, virulensi, temperatur pertumbuhan
optimal, dan banyak sifat pertumbuhan atau seluler lainnya.
PATOGENITAS
Terdapat perbedaan yang bermakna dalam kemampuan berbagai mikobakterium untuk
menyebabkan lesi pada berbagai macam spesies pejamu. Manusia dan marmut sangat sensitif
terhadap infeksi M. Tuberculosis, sementara unggas dan sapi resisten. M. Tuberculosis dan
mycobacterium bovis sama-sama patogen untuk manusia. Rute infeksi (respirasi versus
intestinal) menentukan pola lesi. Pada negara maju, M. Bovis saat ini sangan jarang muncul.
Beberapa mycobacterium atipikal (misalnya M. Kansassi) mengghasilkan penyakit
manusia yang tidak dapat dibedakan dari tuberkulosis; mikobakterium yang lain ( misalnya,
mycobacterium fortuitum) hanya menyebabkan lesi pada permukaan atau berfungsi sebagai
oportunis.
LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Virulensi Mycobacterium tuberculosis
Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa
resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya
membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya disensitisasi.
a
Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai
panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat dengan protein
dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat kompleks dengan asam
mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis
kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat asamnya. Penghilangan
lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri
ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan
asam juga dapat dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang
berbeda.
Strain virulen basil tuberkel membentuk serpentine cords mikroskopik; pada bentuk ini
basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord berkaitan dengan
virulensi. Sebuah factor cord (trehalosa -6,6- dimikolat) telah diekstraksi dari basil
virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan
granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai adjuvant imunologik
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan antibodi.
Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum
pasien yang terinfeksi.
LI. 4.
Memahami dan Menjelaskan Tuberculosis
LO.4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Tuberculosis
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan kematian sebanyak 140
ribu. Jumlah penderita di Indonesia ini merupakan jumlah persentase ketiga terbesar di dunia
yaitu 10 %, setelah India 30 % dan China 15 %. 18 Risiko penularan setiap tahun (Annual
Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000
penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak
akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan
ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita
tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif.
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat penduduk,
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang terkait seperti masalah
kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota keluarga, kepadatan
penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan masalah
perilaku sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan
anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll.
Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan
tentang penyakit dan mutu pelayanan kesehatan. Masalah lain yang muncul dalam
pengobatan TB adalah adalah adanya resistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat
(multidrug resistent organism). Kuman yang resisten terhadap banyak obat tersebut semakin
meingkat. Di Amerika tahun 1997 resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resisten
terhadap INH dan Rifampisin 1,4 %.
Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 % kuman dari penderita yang menerima
obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di negara pecahan Uni soviet,
beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina.
LO.4.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Tuberculosis
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatusarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana sajadalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah beningmenuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitisregional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer iniakan mengalami salah satu nasib
sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnyaSalah satu contoh adalah epituberkulosis,
yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkinberakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
TB Primer (masuk-terbentuknya respon imun seluler)
Port dentree inhalasi droplet nuclei (1-3basil)tersaring sebagian di bulu hidung dan
bronkusmasuk ke alveolusfagosit oleh sel dustsebagian mati sebagian
resistenmanipulasi endosomproliferasi tdk terkontrollisis pembentukan lesi ditempat
tsbnekrosis kaseosalesi primer+limfangitis & limfadenitis regionalkompleks primer
(gohn complex)(dapat terjadi tb primer progresifpenyebaran hematogeniktb milier)
pembentukan respon imun seluleruji Tuberkulin (+)lesi latent dormant
B. TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer,
biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam
macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik
ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas Dapat pula memadat
dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat
mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut
open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
Masa inkubasi (2-12) adalah masa yang dimulai sejak masuknya bakteri TB sampai
timbulnya kompleks primer
TB Sekunder
Pola penyakit yang terjadi pada penjamu yang telah tersensitisasi.
- Dapat terjadi reaktivasi fokus lama TB (endogen) akibat menurunnya resistensi host
- Terjadi reinfeksi eksogen pada daerah yang berprevalensi tinggi (eksogen)
- Terjadi di salah satu apeks atau kedua lobus atas
Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya: TB kulit atau
skrofuloderma TB tulang dan sendi, meliputi :
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.
4.) Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan
dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
5.) Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari
bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis seperti
ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
pemakaian dalam klinis praktis.
6.) Respons terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang
atau memperkuat diagnosis TB.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada
tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan Fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pemeriksaan bakteriologik
a. Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
1. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi
2. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
3. Pagi ( keesokan harinya )
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitias, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada
gelas
objek
(difiksasi)
sebelum
dikirim
ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim
ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien
yang
sesuai
dengan
formulir
permohonan
pemeriksaan
laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen
dahak
dapat
dikirim
dengan
kertas
saring
melalui
jasa
pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
1. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
2. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak + 1 ml
3. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak
4. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
misal di dalam dus
5. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik
kecil
6. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
7. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
8. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara:
1. Mikroskopik
2. Biakan
Mikroskopik biasa: Pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: Pwarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
Pemeriksaan mikroskopik:
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease):
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif : BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
bila 3 kali negatif : BTA negatif
1)
2)
3)
4)
5)
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk
memastikan aktiviti proses penyakit
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5),
serta tidak dijumpai kaviti
Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M.
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis
dan melakukan uji kepekaan
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator
Tube (MGIT).
Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati
masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang
ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis TB
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal
dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat. Pemeriksaan serologi,
dengan berbagai metode:
a.) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara
lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b.) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk
mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.
Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa.
Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping
garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen
pada membran.
c.) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan
warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah
d.) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus
hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e.) Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya
akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk
diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk
mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu:
- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
- Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka). Otopsi Pada pemeriksaan
biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin
dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
Diagnosis banding
- TB paru primer (pembesaran kelenjar hilus atau tanpa kelainan parenkim)
- TB paru progresif(pneumonia,TB endobronkial)
- TB paru kronik (kavitas,fibrosi,tuberkuloma)
- TB milier
- Efusi pleura TB
Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalah
memberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai
ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku
dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari,
mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari
meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik
dan seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan
Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
peranserta masyarakat dalam penanggulangan TB.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita
sampai sembuh, 2) mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan
4) menurunkan tingkat penularan.
PRINSIP PENGOBATAN
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah:
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap
OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan
dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
REGIMEN PENGOBATAN
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan anti
infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas
tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah
resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan
rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme
sterilisasi. Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino
Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium
Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin umumnya
mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat primer sudah
resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin
dalam pengobatan kombinasi anti TB.
Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap dan
lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan
dosis tetap. Contoh : 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi. Angka 2 didepan
seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut,
sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali
seminggu ( selama 4 bulan).
Sebagai contoh, untuk TB kategori I dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya :
Tahap awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing masing OAT (HRZE)
diberikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan, masing
masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.
Tabel 1. Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease):
Ta
bel 2. Paduan OAT Kategori 1 dalam paket kombipak untuk penderita dengan berat badan antara 33
50 kg
Catatan : *) 1 bulan = 28 blister (dosis) harian
Satu paket kombipak kategori 1 berisi 104 blister harian yang terdiri dari 56 blister HRZE
untuk tahap intensif, dan 48 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas
dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari.
Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
Ta
bel 3. Paduan OAT Kategori 2 dalam paket kombipak untuk penderita dengan beratbadan antara 33 50
kg
Catatan :
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 144 blister harian yang terdiri dari 84 blister HRZE
untuk tahap intensif, dan 60 blister HRE untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas
dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 28 vial
Streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan aquabidest) untuk tahap
intensif.
KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan,
Penderita TB ekstra paru ringan.
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Tabel 4. Paduan OAT Kategori 3 dalam paket kombipak Untuk penderita dengan berat
badan antara 33 55 kg
Catatan : *) 1 bulan = 28 blister (dosis) harian
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 104 blister harian yang terdiri dari 56 blister HRZ untuk
tahap intensif, dan 50 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil
dan disatukan dalam 1 dos besar.
Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan terjadinya
perbaikan klinis, naiknya berat badan, dan anak menjadi lebih aktif dibanding dengan
sebelum pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Tetap
Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose
Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu rejimen
dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2,
3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan. WHO sangat menganjurkan pemakaian OATFDC karena beberapa keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam
bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a.) Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi tetap
dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.
b.) Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya dan
meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
penderita.
c.) Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak bisa
memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d.) Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya dan
lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC :
Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan penderita dalam
menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya pengawasan minum obat tidak
diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka bio-availability obat, khususnya Rifampisin
akan berkurang. Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau kekurangan dosis (subinhibitory concentration) yang memudahkan berkembangnya resistensi obat. Bila terjadi efek
samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan penyebabnya. Karena paduan OATFDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat
menurunkan nilai pentingnya pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas.
Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana standar dan
pengawasan menelan obat.
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
Dosis Pengobatan
Pada tabel 6 berikut ini disampaikan Dosis Pengobatan Kategori -1 dan Kategori
-3 : {2(HRZE)/4(HR)3}
Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya
Penderita TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB
sangat diperlukan dapat diberikan SE selama 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan
dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan, bila hepatitisnya tidak menyembuh seharus
dilanjutkan sampai 12 bulan.
Penderita TB dengan penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT harus dihentikan.
Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
Penderita TB dengan gangguan ginjal
Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal pada penderitapenderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan Streptomisin dan Etambutol kecuali
dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal dan dengan dosis diturunkan atau interval
pemberian yang lebih jarang. Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan
gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR.
Penderita TB dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan Rifampisin akan
mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu
ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena mempunyai komplikasi
terhadap mata. Penderita-penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa penderita
seperti :
- TB meningitis
- TB milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
- TB Pleuritis eksudativa
- TB Perikarditis konstriktiva.
Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap 510 mg . Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
Pengobatan atau Tindak Lanjut Bagi Penderita Yang Sembuh, Meninggal,
Pindah, Lalai / Drop Out dan Gagal
1. Penderita Yang Sudah Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit 2 (dua) kali berturut-turut
hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan
follow-up sebelumnya) Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali
supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
2. Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada
hasil, pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut: Penderita
diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti
prosedur tetap. Seharusnya terhadap semua penderita BTA positif harus dilakukan
pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan petunjuk.
3. Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun.
4. Pindah
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain. Tindak lanjut :
Penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah (Form TB.09) dan bersama sisa obat
dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirim kembali ke UPK asal, dengan
formulir TB.10.
5. Defaulted atau Drop Out
Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai. Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan
pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan
pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori-2 ; bila negatif sisa
pengobatan kategori-1 dilanjutkan.
6. Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tindak lanjut :
Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal. Penderita
BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau berikan
INH seumur hidup. Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan
ke 2 menjadi positif.Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
LO.4.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Tuberculosis
Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi
pada penderita stadium lanjut:
1.) Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2.) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
3.) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.) Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5.) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6.) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit. Penderita TB
paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat, 15 penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Resistensi
terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai. Resistensi dapat
terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau
dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar. Resistensi ini
menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat
membunuh kuman. Dampaknya, disamping kemungkinan terjadinya penularan kepada orang
disekitar penderita, juga memerlukan biaya yang lebih mahal dalam pengobatan tahap
berikutnya. Dalam hal inilah dituntut peran Apoteker dalam membantu penderita untuk
menjadi lebih taat dan patuh melalui penggunaan yang tepat dan adekuat.
LO.4.9. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Tuberculosis
a.) Terhadap Infeksi Tuberkulosis
1) Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Case finding:
- X-foto toraks yang dikerjakan secara masal
- Uji teberkulin secara Mantoux
Isolasi penderita dan mengobati penderita
Strategi DOTS diatas telah dikembangkan oleh Kemitraan global dalam penanggulangan TB
(stop TB partnership) dengan memperluas strategi dots sebagai berikut :
a. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
b. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
c. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
d. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun swasta
e. Memberdayakan pasien dan masyarakat
f. Melaksanakan dan mengembangankan riset
LO.4.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Tuberculosis
Perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB terjadi ketika basil TB mengatasi pertahanan
sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak. Dalam TB primer penyakit-1-5% dari kasus-ini
terjadi segera setelah infeksi. Risiko meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Pada pasien koinfeksi dengan''M. TB dan HIV'', risiko reaktivasi
meningkat sampai 10% per tahun.
Ada sejumlah faktor yang diketahui yang membuat orang lebih rentan terhadap infeksi TB: dunia
yang paling penting dari ini adalah HIV. Co-infeksi HIV adalah masalah tertentu di Sub-Sahara
Afrika, karena tingginya insiden HIV di negara-negara. Merokok lebih dari 20 batang sehari juga
meningkatkan risiko TB oleh dua sampai empat kali. Diabetes mellitus juga merupakan faktor risiko
penting yang semakin penting di negara berkembang. Negara penyakit lain yang meningkatkan risiko
tuberkulosis berkembang Hodgkin limfoma, stadium akhir penyakit ginjal, penyakit paru-paru kronis,
malnutrisi, dan alkoholisme.
Meskipun hubungan sebab akibat tidak dibuktikan oleh data ini, peningkatan risiko ini bisa
disebabkan oleh defisiensi mikronutrien: mungkin besi, vitamin B12 atau vitamin D. Secara global,
kekurangan gizi yang parah umum di bagian dunia berkembang menyebabkan peningkatan besar
dalam risiko mengembangkan TB aktif, karena efek merusak pada sistem kekebalan tubuh. Seiring
dengan kepadatan penduduk, gizi buruk dapat menyebabkan hubungan kuat diamati antara TBC dan
kemiskinan.
LI.5.
Memahami dan Menjelaskan Program Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas
Berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, maka Dinas Kesehatan bertugas
mengembangkan segala potensi yang ada untuk menjalin kemitraan dan kerja sama semua
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
pihak yang terkait serta memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam pelaksanaan
manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
Selain itu dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dan dengan menyesuaikan tugas pokok
dan fungsi serta uraian kegiatan program P2M, maka strategi operasional yang dilakukan
dalam penanggulangan pemberantasan penyakit menular diantaranya melalui :
1) Pemantapan kelembagaan unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
dalam penanggulangan penyakit menular dengan strategi DOTS;
2) Peningkatan mutu pelayanan di semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta;
3) Penggalangan kemitraan dengan organisasi profesi, lintas sektoral, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), institusi pendidikan, dan lain-lain;
4) Pemberdayaan masyarakat dalam rangka mendorong kemandiriannya untuk mengatasi
masalah TBC;
5) Penelitian dan pengembangan melalui penelitian lapangan atau kerja sama dengan
institusi pendidikan, LSM, organisasi profesi dan lain-lain dalam upaya penanggulangan
penyakit menular.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan program P2M di Dinas Kesehatan Propinsi adalah :
1.
Meningkatkan upaya penemuan penderita di RS;
2.
Meningkatkan peran PKD dalam penemuan tersangka penderita;
3.
Meningkatkan upaya penemuan penderita melalui pesantren;
4.
Meningkatkan penemuan penderita di tempat kerja;
5.
Meningkatkan peran Lapas dalam penemuan penderita; Meningkatkan peran serta PKK,
Muhammadiyah/ Aisyiah/ Fatayat/ NU dan
6.
Meningkatkan petugas PTO dan pengelola Program TBC.
Seksi Yang Terkait Dengan Program P2M
Salah satu misi program penanggulangan penyakit menular dan merupakan tugas pokok dan
fungsi pelaksana program P2M adalah meningkatkan kemitraan dan melakukan koordinasi
lintas program maupun lintas sektor yang terkait dengan program P2M.
Seksi Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (Seksi P3M) adalah yang
bertanggung jawab dan mempunyai tugas menyediakan bahan rencana dan program kerja,
pelaksanaan, pelayanan, fasilitasi teknis, pemantauan dan evaluasi, pelaporan bidang
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Pemutusan Mata Rantai Penularan
melalui Pemberantasan Vektor.10 Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
yang dilaksanakan oleh seksi P3M meliputi beberapa program yaitu program HIV/ AIDS,
TBC, Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), Kusta, Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA), Diare, dan Kecacingan (filariasis).
Pada struktur organisasi Dinas Kesehatan, lintas program yang terkait dengan program P2M
adalah :
Seksi Penyehatan Lingkungan (PL)
Seksi Upaya Kesehatan Khusus dan Penunjang Medik (UKK)
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Ajarkan anak-anak cara yang tepat untuk batuk dan bersin untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit di udara.
PBL FK YARSI 2014 BLOK RESPI SKENARIO 2 | Azizah F Andyra 1102014055
Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan
mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Artinya : Diriwayatkan dari Malik Al Asyari dia berkata, Rasulullah saw. bersabda :
Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan
(timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi,
dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al
Quran adalah pedoman bagimu. (HR. Muslim)
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_tb.pdf
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_TB.pdf