Anda di halaman 1dari 35

1.

MM anatomi saluran pernapasan bawah


1.1 MM makroskopik saluran pernapasan bawah
Trachea
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di
tengah tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum
masuk mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi
cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi
vertebrae thoracal ke IV V. Percabangan tersebut dikenal dengan bifurcatio
trachea.
Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri
dari (16-20 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx
melalui cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan
terdapat jaringan ikat ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare).
Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas

terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi (membuat lubang pada


trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis
sterni.
Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens,
dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana
mucosa yang melapisi trachea.
Bronchus
Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal iv-v disebut bifurcatio
trachea. Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus
primarius dextra dan sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan
1 | Prima Paramitha

cabang-cabang ke setiap lobus paru, disebut bronchus secunderius. Broncus


secunderius bercabang lagi menjadi bronchus tersier (bronchus segmentalis).
Bronchus dextra (terdapat 10 cabang bronchus segmentalis)
1) Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior.
2) Lobus media: Segmen medial dan lateral.
3) Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan
posterior basal.
Bronchus sinistra (terdapat 9 cabang bronchus segmentalis)
1) Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan
lingularis inferior.
2) Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan
posterobasal.

Diantara lobus pulmo (paru) terdapat pembatas, yaitu fissure horizontal yang
membatasi antar lobus superior dengan lobus media pada pulmo dextra, dan
fissure obliq yang membatasi lobus media dengan lobus inferior pada pulmo
dextra atau antara lobus superior dengan lobus inferior pada pulmo sinistra.
Perbedaan bronchus dextra dan sinistra
1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah
cincin, sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 dengan garis tengah, sedangkan
sinistra 45 sehingga posisi bronchus kanan lebih curam.
Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi.
Pulmo
2 | Prima Paramitha

Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut,
dimana bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru
terletak dalam cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari
mediastinum.
Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura.
Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pleura parietalis
Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia
endothoracica.
2. Pleura visceralis
Bagian pleura yang melekat ke paru-paru.
Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut
dengan cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan
pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai
pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura.
1.
2.
3.
4.

Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas :


Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga.
Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma.
Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum.
Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru.
Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura
parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi
recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan
mengisi recessus tersebut.
Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung
longgar diatas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum
pulmonale berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama
proses respirasi.

Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu :


1. Pulmo dextra
Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior.
2. Pulmo sinistra
Terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior.
Alat alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis :
1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis :
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf.
2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur :
1. impresio cardiaca.
3 | Prima Paramitha

2. sulcus vena cava.


3. sulcus aorta thoracalis.
4. sulcus oesophagia

Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos
dan vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal
arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler
alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat
septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan
setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut
eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus
symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan
vasokonstriksi.
Serabut-serabut
eferen
parasimpatis
mengakibatkan
bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang
pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan
parasimpatis.
4 | Prima Paramitha

(Diktat Sistem Respirasi dr.Inmar 2014)


1.2 MM mikroskopik saluran pernapasan bawah
BRONCHUS
Broncus yang belum masuk ke dalam pulmonal disebut bronchus extrapulmonal,
bentuknya sama seperti trachea dimana
cincin tulang rawannya mengelilingi
seluruh lumen hanya saja diameternya
lebih kecil.
Bronchus yang sudah masuk ke dalam
pulmonal
disebut
bronchus
intrapulmonal. Pada bronchus ini masih
terdapat tulang rawan (yang sebelumnya
masih berbentuk cincin tulang rawan
digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan
dan lebih tidak teratur), epitelnya bertingkat torak bersilia dengan sel goblet. Pada
bronchus terdapat kelenjar campur di lamina propia dan otot polos mengelilingi
bronchus.
BRONCHIOLUS
Pada bronchiolus dindingnya tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan
pada lamina propia tidak lagi terdapat kelenjar, melainkan diisi oleh serat otot
polos dan serat elastin. Pada bronchiolus besar, mukosa dilapisi oleh epitel
bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin keujung sel bersilia semakin
jarang, dengan itu sel gobletpun menghilang dan sel epitel semakin rendah. Pada
bronchiolus kecil, mukosa dilapisi oleh sel-sel kuboid atau torak rendah, tidak
terdapat sel bersilia dan tidak terdapat sel goblet. Diantar sel epitel terdapat sel
torak tidak bersilia berbentuk kubah yang disebut juga sel clara, memiliki granul
sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan
neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
BRONCHIOLUS TERMINALIS
Pada bronchiolus terminalis, mukosa dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada
lamina propianya dapat terlihat serat-serat otot polos.

5 | Prima Paramitha

BRONCHIOLUS RESPIRATORIUS
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus
sehingga epitelnya putus-putus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel
kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus
menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang atau tidak dijumpai. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
DUKTUS ALVEOLARIS
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat
muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai
duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang
semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat
elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan
dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi
muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal,
mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada
kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

ATRIA, SACCUS ALVEOLARIS, dan ALVEOLUS


Duktus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang
berhubungan degan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau
lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu yang menuju ke setiap
alveolus.
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua
alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis
dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.

6 | Prima Paramitha

Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya
untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah.
Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam
penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan
partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom
dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat
melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran
basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan
sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi
menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang
bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
(http://sectiocadaveris.wordpress.com/)
2. MM Fisiologi saluran pernapasan bawah
Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat
bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti
halnya dua lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat
dipisahkan. Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura)
bersifat subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru
7 | Prima Paramitha

kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel


shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar
2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg.
Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih
negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai
menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan
kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran
udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama
pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi
otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat
kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru
dan memperlambat ekspirasi.
VOLUME PARU
Jumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi dinamakan
volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam
paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan inspirasi
(inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi
biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara
yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu
(residu volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta
dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi
pernapasan.

SURFAKTAN
Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya
surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang
melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC),
berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak
dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum
LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya
edema paru.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu organel
yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam selsel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan
gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah
lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan
8 | Prima Paramitha

mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali.
Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan
bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline),
suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya
berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon
glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar
kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.
Mekanisme pernapasan, dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Pernapasan Dada, adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk,


yang berperan mengangkat tulang rusuk, sedangkan otot antartulang rusuk dalam
berperan menurunkan tulang rusuk ke posisi semula.
Mekanisme pernapasan dada dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Fase inspirasi, berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga volume
rongga dada membesar. Akibatnya, tekanan dalam rongga dada menjadi lebih
kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
b) Fase ekspirasi, merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk
ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga volume rongga
dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi
lebih besar daripada tekanan luar sehingga udara dalam rongga dada yang kaya
karbon dioksida keluar.

2. Pernapasan Perut, merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktivitas


otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme
pernapasan perut dapat sebagai berikut.
1. Fase inspirasi, otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar.
Akibatnya, volume rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga
udara luar masuk.
9 | Prima Paramitha

2. Fase ekspirasi, merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi


semula) sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar.
Akibatnya, udara keluar dari paru-paru keluar.

Tiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu:


1) Pusat Respirasi
Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini
terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.
2) Pusat Apneustik
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi.
Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari
reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi
apneustik.
3) Pusat Pneumotaksis
Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik
secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.

Proses fisiologi pernapsan yaitu proses O 2 dipindahkan dari udara ke jaringanjaringan,dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagai menjadi tiga stadium,
yaitu ventilasi,transportasi, dan repirasi sel.

1) Ventilasi
Merupakan gerak udara masuk paru yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan
antara atmosfer dan alveoli akibat gerakan paru dalam rongga dada yang diperkuat
oleh otot-otot pernapasan. Tekanan intrapleura menjadi lebih negatif selama
inspirasi dan kurang negatif selama ekspirasi. Udara bergerak ke dalam paru selama
inspirasi bila tekanan alveolus lebih rendah daripada tekanan atmosfir, dan udara
keluar dari paru selama ekspirasi bila tekanan atmosfir.

2) Transportasi
a) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dan sel-sel jaringan. Penggerak kekuatan difusi gas melewati
membran alveolokapiler terdiri dari perbedaan tekanan parsial antara darah
dan rongga alveolar. Perbedaan tekanan parsial untuk difusi O 2 relatif besar : O2
alveolar kira-kira 100 mmHg dan sekitar 40 mmHg dalam darah kapilar paru
venosa campuran. Difusi CO2 dari darah ke alveolus membutuhkan perbedaan
10 | P r i m a P a r a m i t h a

tekanan parsial yang lebih kecil daripada O2 karena CO2 lebih dapat larut dalam
lipid.
b) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus. Hal ini berkaitan dengan hubungan
antara ventilasi(dalam paru)-perfusi(aliran darah dalam kapiler). Idealnya,
efisiensi pertukaran gas yang optimal akan diberikan melalui distribusi dan
perfusi sehingga ventilasi-perfusi hampir seimbang (pada orang normal).
Keseluruhan V/Q normal adalah 0,8(4L/menit : 5L/menit). Karena gaya gravitasi
aliran darah pulmonal, V/Q pada apex paru lebih tinggi dari 0,8 (V lebih tinggi
dari Q), sedangkan V/Q pada basis paru lebih rendah dari 0,8(V lebih rendah
dari Q). Ketidaksamaan V/Q yang menyebabakan hipoksemi terjadi pada
kebanyakan penyakit pernapasan.
1. Unit untung rugi (V/Q > 0,8), ventilasi normal tanpa perfusi (pada
embolisme paru)
2. Unit pirau (V/Q <0,8), tanpa ventilasi perfusi normal (pada edema paru,
pneumonia)
3. Unit diam, tanpa ventilasi dan perfusi
c) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
1. Transpor O2 dalam darah
Hampir semua O2 yang dibawa ke jaringan dalam darah terikat pada
hemoglobin , dan hanya sedikit jumlah yang larut dalam plasma (karena
O2 tidak larut dalam plasma). Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi ,
namun sekitar 75% Hb masih berikatan dengan O 2 pada waktu Hb
kembali ke paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya 25% O 2
dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan.
2. Transpor CO2 dalam darah
Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga
cara:

Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma,

Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam


eritrosit.

Sekitar 70% CO2 diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma

3) Respirasi sel
Merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk
mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel.
11 | P r i m a P a r a m i t h a

3. MM Mycobeacterium Tuberculosis
3.1. Definisi
Taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo
: Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus
: Mycobacterium
Spesies
: Mycobacterium tuberculosis
3.2. MM Morfologi Mycobacterium Tuberculosis
Spesies yang Potensial Patogen terhadap Manusia
Spesies
M.
Tuberculosis
M. leprae
M. bovis

Reservoir
Manusia
Manusia
Manusia dan ternak

Manifestasi Klinis Umum


Tuberkulosis Paru dan
Disseminata
Lepra
Penyakit mirip TB

Spesies
M.
avium
complex
M. kansaii
M. africanum

Reservoir
Tanah, air, unggas, burung,
ternak, dan lingkungan
Air, ternak
Manusia, kera

M.
genavense
M.
malmoense
M. marinum

Manusia, burung

Manifestasi Klinis Umum


Disseminata, paru-paru,
sangat umum pada AIDS
Paru-paru
Biakan paru-paru mirip
TB
Tidak diketahui

Tidak diketahui

Mirip TB Paru

M.
scrofulaceum
M. simiae
M. szulgai
M. ulcerans
M. xenopi
M. fortuitum
dan

Ikan, air

Nodul subkutaneus dan


abses
Tanahm air, makanan yang Limfadenitis servical
lembab
Kera, air
Pulmonary, disseminated
pada pasien AIDS
Tidak diketahui
Pulmonary
Manusia, lingkungan
Nodul
dan
ulser
subkutaneus
Air, burung
Pulmonary
Tanah, air, binatang
Seb. besar lesi kutaneus,
abses subkutan

12 | P r i m a P a r a m i t h a

M. chelonae
(Jawets, dkk, 2008)
3.3. Klasifikasi
Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosis berdasarkan epidemiologi adalah
1. Mycobacterium tuberculosae
2.Varian asian
3.Varian african
4.Varian african II
5.Varian bovis
Kelompok kuman Mycobacterium lainnya adalah
1.M.kansasi 2.M.avium 3.M.intracellulare 4.M.Scrofilaceum 5.M.malmacerse 6.M.
xenopi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1
4 mm. Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%).Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks
(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cor d factor, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak
berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan
glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat
pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M .
tuber culosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebutdengan larutan asamalkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid,polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi
denganmenggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens
dengan beratmolekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan
sensitifitas danspesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang
menggolongkan antigen M .tuber culosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan
yang tidak disekresi (somatik).Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang
hidup, contohnya antigen 30.000 a,protein MTP 40 dan lain lain
Pada jaringan,
karbon

basil tuberkulosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar


0,4 x 3 m. Mycobacterium adalah aerob obligat dan
mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen
sederhana. Terdapat tiga formulasi untuk biakan
mycobacterium, yaitu :
1.Medium agar semisintetik
2.Medium telur inspissated
3.Medium kaldu

13 | P r i m a P a r a m i t h a

Komponen Basil Tuberkel :


a.Lipid
Mycobacterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Didalam
sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari
peptidoglikan) yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan
pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis caseosa. Lipid pada beberapa
hal bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya.
b.Protein
Setiap mycobacterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberkulin. Protein berikatan dengan
wax fraction can, setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberkulin. Protein ini
juga merangsang pembentukan berbagai antibodi.
c.Polisakarida
Peran polisakarida dalam patogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut
dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen
dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

Sifat
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung
selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam.
Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil
ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai
khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan
NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 %
akan hancur dalam 2-10 menit Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara
kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.
Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat
dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk
berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan
pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi dari oksidasi
berbagai senyawa karbon sederhana.
Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari
kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang
impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam.
Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik tuberculosis
dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak dengan
baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam
dari pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab
Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran
pernafasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap
masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium
tuberculosissendiri adalah paru-paru manusia. Droplet yang terhirup sangat kecil
14 | P r i m a P a r a m i t h a

ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus
berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru
Pemeriksaan Biakan
Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria meliputi perbenihan nonselektif dan
selektif (mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri dan
jamur). Terdapat 3 formulasi umum yang digunakan, yaitu:
1. Perbenihan Agar Semisintetik
misal: Middlebrook 7H10 dan 7H11. Digunakan untuk pemantauan morfologi koloni, uji
kepekaan, dan dengan penambahan antibiotik, sebagai perbenihan selektif.
Mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol,
glukosa, dan malasit hijau. Albumin menetralisasi efek toksik dan efek penghambatan
asam lemak dalam bahan atau perbenihan.
2.Perbenihan Telur Tebal
misal: Lowenstein-Jensen. Perbenihan ini mengandung garam tertentu, gliserol, dan
substansi organik kompleks (misal: telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan
bahan lain dalam bentuk kombinasi).
3. Perbenihan Kaldu
misal: Middlebrook 7H9 dan 7H12. Perbenihan ini mendukung proliferasi inokula kecil.
Mikobakteria tumbuh dalam bentuk kelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik
permukaan selnya. Jika ditambah Tweens (asam lemak yang dapat larut dalam air), akan
membasahkan permukaan sehingga memudahkan penguraian pertumbuhan dalam
perbenihan cair. Perbenihan 7H12 dengan penambahan antibiotik, suplemen, dan asam
14C palmitat adalah dasar untuk sistem biakan BACTEC untuk mikobakteria. Selama
pertumbuhan: Mikobakteria menggunakan asam 14C palmitat, melepas 14CO2, yang
terdeteksi oleh mesin. Biakan positif dideteksi dengan sistem ini dalam waktu kurang
lebih 2 minggu.
Reaksi terhadap Faktor Fisik dan Kimia
mikobakteria lebih resisten terhadap faktor Kimia daripada bakteri lain karena sifat
hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol. Zat-zat warna
atau antibiotik bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan kedalam
perbenihan tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkel. Asam dan basa
memungkinkan sebagian basil tuberkel yang terkena tetap hidup, sifat ini digunakan
untuk memekatkan bahan dari klinik dengan membunuh sebagian organisme lain yang
mengkontaminasi. Basil tuberkel cukup resisten terhadap pengeringan dan dapat hidup
lama dalam dahak yang kering.
Va r i a s i
variasi terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen, produksi faktor cord, virulensi,
suhu pertumbuhan optimal, dan sifat-sifat sel atau sifat pertumbuhan lainnya
Bakteri tahan asam (BTA) dan Bakteri tidak tahan asam (BTTA) dapat dibedakan dengan
pewarnaan ziehl nelseen.Dengan pewarnaan ini pori-pori lipid pada bakteri akan melebu,
sehingga zat warna dapat masuk kedaalam tubuh bakteri. Bila preparat dingin zat warna
tidak dapat terlepas kembali walaupun dipengaruhi dengan asam, sehingga kuman yang
15 | P r i m a P a r a m i t h a

tidak dapat tahan asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan berikutnya.
Basil tahan asam berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru.
4. MM Tuberkulosis paru
4.1. Menjelaskan Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
penyakit tuberculosis, sedangkan 20% lainnya merupakan tuberculosis
ekstrapulmonar.
(R. Darmanto, 2009)
Karena bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch, TB paru kadang
disebut sebagai Koch Pulmonum.
(www.medicastore.com)

4.2. Menjelaskan Etiologi Tuberkulosis Paru


TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dapat menular melalui :
Percikan dahak (droplet) saat penderita tuberculosis BTA (+) batuk atau bersin.
Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
(Bambang Ruswanto, 2010)
Selain itu, dapat juga melalui inokulasi langsung pada TB kulit.
Bila infeksi oleh M. bovis dapat disebabkan karena meminum susu yang tidak
steril.
(Zulkifli Amir, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB :
1. Faktor Sosial Ekonomi
Berkaitan dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,
lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB,
karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan
memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi
16 | P r i m a P a r a m i t h a

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lainlain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting
yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada
anak anak.
3. Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif
(15-50 tahun). Namun, sekarang ini pada orang lansia (>55 tahun) juga sering
ditemukan, karena sistem imunologis menurun, sehingga sangat rentan
terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.
4. Jenis Kelamin
Penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibanding
perempuan, karena banyak laki-laki yang suka merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahannan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
(Hiswani, 2004)
4.3. MM epidemiologi Tuberkulosis Paru
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi didunia setelah
China dan India. Perkiraan kejadian BTA di sputum yangpositif di Indonesia adalah
266.000 tahun 1998. berdasarkan surveikesehatan rumah tangga tahun 1985 dan
survey kesehatan nasional2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai
penyebab kematiantertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru
diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative
terlepasdari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya
infeksiHIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat
semakinmeningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-indonesia/article/55/000100150017/2
4.4. Menjelaskan Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi, seperti :
Secara patologis, dibedakan menjadi :
1. TB Primer (Childhood TB
2. TB Post-primer (Adult TB)
Berdasar aktivitas radiologis, dibedakan menjadi :
1. TB Paru Aktif
2. TB Paru Non-Aktif
3. TB Paru Queiscent (bentuk aktif yang sudah mulai sembuh)
Berdasarkan radiologis dilihat dari luas lesi, dibedakan menjadi :

17 | P r i m a P a r a m i t h a

1. TB minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonkavitas pada satu paru/


keduanya, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2. Moderately advanced TB, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru dan bayangan
kasarnya tidak lebih dari satu bagian paru.
3. Far advanced TB, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan diatas.
Tahun 1974, American Thoracic Society membuat klasifikasi baru berdasarkan
aspek masyarakat, yaitu :
1. Kategori 0
Tidak pernah terpajan dan terinfeksi, riwayat kontak (-), tes tuberkulin (-)
2. Kategori 1
Terpajan TB, tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak (+), tes tuberkulin (-)
3. Kategori 2
Terinfeksi TB, tapi tidak sakit, tes tuberkulin (+), tes radiologis dan sputum (-)
4. Kategori 3
Terinfeksi TB dan sakit.
Klasifikasi berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis merupakan
klasifikasi yang paling sering dipakai di Indonesia, meliputi :
1. Tuberkulosis Paru (Aktif)
2. Bekas Tuberkulosis Paru
3. Tuberkulosis Paru Tersangka, dibagi menjadi :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif + tanda lainnya positif)
b. TB paru yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif + tanda lainnya
meragukan)
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka harus dipastikan apakah termasuk TB aktif atau
bekas TB. Dalam klasifikasi ini, perlu pula dicantumkan status bakteriologi,
mikroskopis sputum BTA (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis terkait
TB, dan status kemoterapi (riwayat pengobatan TB).
(Zulkifli Amir, 2009)
Selain itu, beberapa klasifikasi TB lainnya adalah sebagai berikut :
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru, tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru, tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
18 | P r i m a P a r a m i t h a

1. Tuberkulosis paru BTA positif


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced) dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
(Depkes, 2006)

4.5. Menjelaskan Patofisiologi Tuberkulosis Paru

19 | P r i m a P a r a m i t h a

Penularan TB terutama terjadi melalui udara, apabila penderita batuk, bersin, atau
meludah. Droplet yang dikeluarkan bersifat infeksius, apalagi bila dalam jumlah
besar dengan potensi penularan di setiap dropletnya. Penularan hanya dapat
berlangsung dari orang yang menderita TB aktif, bukan laten. Kemungkinan
transmisi tergantung dari jumlah droplet infeksius, lama paparan, serta virulensi
strain.
Patogenesis TB pada orang yang sebelumnya belum pernah terpajan, bergantung
pada perkembangan respon imun anti-mikobakterium, sel yang bermediasi akan
menimbulkan resistensi pada mikobakterium dan berakhir pada timbulnya
hipersensitivitas terhadap antigen mikobakterium. Manifestasi patologis TB seperti
granuloma dan kavitas timbul karena adanya hipersensitivitas tersebut.
Makrofag merupakan sel utama yang diserang M. tuberculosis. Pada awal infeksi,
basil M. tuberculosis, bereplikasi tanpa hambatan, namun nantinya karena ada
respon dari T-Helper1 (TH1) akan menstimulasi makrofag agar membatasi
proliferasi M. tuberculosis.
M. tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, masuk dan bereplikasi di dalam makrofag. M. tuberculosis masuk ke dalam
makrofag dengan cara endositosis yang dimediasi beberapa reseptor pada
makrofag, reseptor mannose akan melekat pada lipoarabinomannan pada dinding
20 | P r i m a P a r a m i t h a

bakteri, selain itu komplemen juga dapat mengopsonisasi bakteri. Setelah berada
di dalam makrofag, M. tuberculosis akan bereplikasi di dalam fagosom dan secara
aktif menghambat fusi fagosom-lisosom. M. tuberculosis memiliki beberapa
mekanisme untuk menghambat formasi fagolisosom, salah satunya melalui
hambatan sinyal Ca2+ dan hambatan rekrutmen protein dasar yang berperan
dalam formasi fagolisosom. Oleh karena itu, kurang dari 3 minggu (pada stadium
primer) pada individu yang belum tersensitisasi, TB ditandai adanya proliferasi
bakteri pada makrofag alveolar dan ruang udara.
M. tuberculosis akan membentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
atau afek primer. Sarang ini dapat timbul pada seluruh bagian paru. Dari sarang
primer, akan terjadi peradangan saluran limfe menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Selanjutnya kompleks primer dapat berkembang
menjadi :
Sembuh tanpa cacat.
Sembuh dengan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus).
Menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, hematogen dan limfogen yang
pada akhirnya mengakibatkan bakterimia. Walaupun terjadi bakterimia,
kebanyakan pasien pada stadium primer asimptomatik atau hanya flu-like
illness ringan.
Sekitar 3 minggu setelah infeksi, respon TH1 terhadap M. tuberculosis akan
mengaktifkan makrofag menjadi bakterisidal. TH1 distimulasi oleh antigen M.
tuberculosis yang dipresentasikan APC dengan MHC kelas II pada nodus limfe.
Diferensiasi TH1 bergantung pada adanya IL-12 yang diproduksi oleh APC yang
bertemu antigen bakteri. TH1 yang matur baik pada nodus limfe dan paru akan
menghasilkan IFN-. IFN- merupakan mediator yang penting sehingga makrofag
menjadi kompeten untuk membatasi infeksi M. tuberculosis. IFN- menstimulasi
formasi fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi melalui pajanan bakteri pada
lingkungan yang asam. Selain itu IFN- juga menstimulasi ekspresi inducible nitric
oxide synthase (iNOS) yang akan memproduksi nitric oxide (NO). NO selanjutnya
akan mencetus pembentukan nitrogen reaktif dan radikal bebas yang dapat
mengoksidasi komponen M. tuberculosis.
Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh M. tuberculosis, TH1 juga
menimbulkan respon pembentukan granuloma dan nekrosis perkijuan. Makrofag
yang teraktivasi dan distimulasi IFN- akan memprodukasi TNF yang selanjutnya
akan merekrut monosit. Monosit tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel
epiteloid yang menjadi ciri khas respon granulomatosa. Granuloma yang terbentuk
berfungsi untuk mencegah penyebaran kuman dan menyediakan lingkungan untuk
komunikasi sel imun. Di dalam granuloma, limfosit T akan mensekresikan sitokin21 | P r i m a P a r a m i t h a

sitokin seperti IFN-, yang akan mengaktivasi makrofag untuk menghancurkan


bakteria. Walaupun begitu, bakteri tidak selalui dapat dieliminasi sepenuhnya oleh
granuloma, tetapi bisa berubah menjadi keadaan dorman, menyebakan adanya
infeksi laten. Selain itu, pusat granuloma juga dapat terjadi nekrosis, membentuk
suatu nekrosis perkijuan (kaseosa).
Tuberkulosis post primer dapat timbul bertahun-tahun sesudah tuberkulosis primer,
biasanya pada usia 15-40 tahun. Bentuk TB ini menjadi suatu masalah kesehatan
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apical lobus superior atau lobus
inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil, dengan
perjalanan:
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat.
2. Meluas, namun segera mengalami penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis. Selanjutnya akan mengalami pengapuran dan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan dibatukkan keluar.
3. Meluas dan membentuk jaringan keju (kaseosa). Apabila jaringan dibatukkan
keluar akan muncul kavitas. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian akan
menjadi tebal (kavitas sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengalami perkapuran dan menyembuh, tetapi mungkin
aktif kembali, mencair dan menjadi kavitas lagi.
Bersih dan menyembuh, disebut sebagai open healed cavity atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga terlihat
seperti bintang (stellate shaped).
(http://www.exomedindonesia.com)
4.6. Menjelaskan Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.
Demam, menyerupai demam influenza yang hilang timbul, keadaan ini
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi.
Batuk atau batuk darah, terjadi karena iritasi bronchus, batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang
lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

22 | P r i m a P a r a m i t h a

Sesak napas, ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada, timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik
atau melepaskan napasnya.
Malaise, sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus, sakit kepala, dll.
(Zulkifli Amir, 2009)
4.7. Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Tuberkulosis Paru
Diagnosis dimulai dengan melakukan anamnesis terhadap pasien, biasanya akan
mengatakan keluhan-keluhan seperti yang dIjelaskan diatas, yaitu batuk
berkepanjangan, demam, dsb. Pemeriksaan fisik lalu pemeriksaan penunjang jika
belum dapat di pastikan.
Berikut adalah gambaran alur diagnosis TB

Gold standard dari diagnosis TB adalah ditemukannya kuman BTA pada


pemeriksaan sputum.
(Bambang Riswanto, 2010)
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia
Tumor atau keganasan paru
Jamur paru
Penyakit paru akibat kerja
23 | P r i m a P a r a m i t h a

(http://www.exomedindonesia.com)
4.8. MM pemeriksaan Fisik dan Penunjang Tuberkulosis Paru
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat,
badan kurus (BB menurun). Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks paru, akan didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara
napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki basah, kasar, nyaring.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.
Dari pemeriksaan radiologis didapatkan :
Lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas
atau segmen apikal lobus bawah), dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang tersebar
rata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di
bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), radiolusen di pinggir paru/pleura.
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya tidak sensitif dan
tidak spesifik. Jumlah leukosit sedikit meninggi dengan pergeseran ke kiri,
jumlah limfosit di bawah normal, LED meningkat. Bila penyakit mulai sembuh
sebaliknya. Didapatkan juga anemia ringan (normositik normokrom), gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan serologis
yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi, pemeriksaan ini menunjukkan
proses TB masih aktif atau tidak
2. Sputum
Pemeriksaan ini penting karena dapat ditemukan kuman BTA. Kriteria sputum
BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan.
3. Tes tuberculin
Membantu diagnosis TB terutama pada anak-anak. Biasanya yang dipakai
adalah tes Mantoux yaitu menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. intrakutan
berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacteria dan vaksin BCG. Setelah
48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul indurasi kemerahan.
Berikut adalah kriteria hasil tes Mantoux :
Mantoux negative
: indurasi 0-5 mm
24 | P r i m a P a r a m i t h a

Hasil meragukan : indurasi 6-9 mm


Mantoux positif : indurasi 10-15 mm
Mantoux positif kuat
: indurasi lebih dari 15 mm
(Zulkifli Amir, 2009)
Menjelaskan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Penderita TB harus diobati dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB
memakan waktu minimal 6 bulan. Setiap negara mempunyai pedoman dalam
pengobatan TB yang disebut Program Pemberantasan TB. Prinsipnya adalah
menggunakan multidrugs regimen, untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB
terhadap obat.
Obat anti tuberkulosis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
1. Obat lini pertama : isoniazid (H), etambutol (E), rifampisin (R), streptomisin (S),
dan pirazinamid (Z).
2. Obat lini kedua : etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin, kapreomisin,
siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin, dan rifabutin.
Terdapat dua alternatif terapi pada TB paru, yaitu :
1. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)
Terapi ini menggunakan isoniazid, etambutol, streptomisin, pirazinamid dalam
jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun.
2. Terapi jangka pendek
Terapi ini menggunakan regimen rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid dalam
jangka waktu minimal 6 bulan, dan terdapat kemungkinan bahwa terapi
dilanjutkan sampai 9 bulan. Namun, biayanya lebih mahal, karena harga obat
rifampisin yang tinggi.
Terdapat 3 kategori paduan OAT menurut Program Pemberantasan TB paru yang
digunakan di Indonesia sesuai dengan rekomendasi WHO, sebagai berikut :
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
(R. Darmanto, 2009)
Menjelaskan Komplikasi Tuberkulosis Paru
Komplikasi TB paru diantaranya adalah :
1. TB Tulang
2. Potts disease (rusaknya tulang belakang)
3. Distroyed lung
4. Efusi Pleura
25 | P r i m a P a r a m i t h a

5. TB Milier
6. Meningitis TB
(arifwr.wordpress.com)
Menjelaskan Prognosis Tuberkulosis Paru
Prognosis umumnya baik, jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi
disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut,
dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, serta pada orang yang
beresiko tinggi menderita TB primer.
(Robbins, dkk, 2007)
Amir, Zulkifli. 2009. Tuberkulosi Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing.

Obat Anti Tuberkulosis


Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
(Depkes, 2006)
26 | P r i m a P a r a m i t h a

Obat yang digunakan untuk TB digolongkan atas 2 kelompok, yaitu :


1. Obat lini pertama : isoniazid (H), etambutol (E), rifampisin (R), streptomisin (S),
dan pirazinamid (Z), memiliki efektivitas yang tinggi dan toksisitas dapat diterima.
2. Obat lini kedua : antibiotik golongan fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, dan
levofloksasin), etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin, kapreomisin,
klofazimin, dan rifabutin.
Berikut adalah penjelasan dari obat anti tuberculosis lini pertama :
1. Isoniazid
Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya
hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif, dapat menembus ke dalam
sel dengan mudah.
Mekanisme kerja : menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium dimana isoniazid mencegah
perpanjangan rantai asam yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat,
sehingga dapat menghilangkan sifat tahan asam pada kuman ini.
Farmakokinetik : mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral.
Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua jaringan tubuh, 75-95% diekskresikan
melalui urin dalam bentuk metabolit (asetil isoniazid).
Efek samping : reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan
kulit. Reaksi hematologic menyebabkan anemia, trombositopenia, eosinophilia, dan
agranulositosis. Neuritis perifer paling banyak terjadi, dapat diberikan profilaksis
dengan pridoksin. Efek samping lainnya adalah mulut terasa kering, rasa tertekan
pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
Sediaan dan posology : terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg
serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan vitamin B6.
Biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5
mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10 mg/kgBB,
maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis besar lbih efektif. Anak
< 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara
intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.
2. Rifampisin
Aktivitas antibakteri : menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif
dan gram-negatif.
Mekanisme kerja : terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh.
Menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan
mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA.
27 | P r i m a P a r a m i t h a

Farmakokinetik : pemberian per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma


setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi
melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya
dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam
berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan
warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
Efek samping : jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Efek samping
yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
Sediaan dan posology : tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg,
terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100
mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid.
Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam
setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg
ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk
anak-anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
3. Etambutol
Aktivitas antibakteri : menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme
sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
Farmakokinetik : pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna.
Diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10% dalam bentuk metabolit. Tidak
dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat
ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
Efek samping : jarang menimbulkan efek. Efek samping yang paling penting ialah
gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar
yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan
membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun
lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien.
Sediaan dan posology : tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah
dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15
mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB
selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
4. Pirazinamid
Aktivitas antibakteri : di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase
menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media
yang bersifat asam. Mekanisme kerja obat belum diketahui.
28 | P r i m a P a r a m i t h a

Farmakokinetik : mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh,


ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping : yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat
ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan
muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
Sediaan dan posology : bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35
mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari
5. Streptomisin
Aktivitas antibakteri : bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB,
juga menghambat pertumbuhan kuman. Obat ini mudah mencapai kavitas, tetapi
relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
Farmakokinetik : setelah diserap hampir semua streptomisin berada dalam
plasma, hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit, kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping : umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi
sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering
terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu dan pasien dengan usia diatas
65 tahun, sehingga tidak diberikan.
Sediaan dan posology : bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20
mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian
frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
(Yati H, dkk, 2009)
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis
obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
29 | P r i m a P a r a m i t h a

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi
pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT dan peruntukannya
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

30 | P r i m a P a r a m i t h a

3. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Prognosis
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan
follow-up sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
(Depkes, 2006)
5.MM Pengawas Minum Obat (PMO)
a. Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
31 | P r i m a P a r a m i t h a

Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.


Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
b. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat,
Pekarya Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan
Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat
dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
Program Pemerintah menangani tb paru
Survei prevalensi TB yang dilakukan di enam provinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar antara 0,2 - 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TB dilakukan berdasarkan analisis
dari semua data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan
penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat
pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV,
angka kematian dan demografi.
Saat ini Survei Prevalensi TB yang didanai GFATM telah dilaksanakan oleh National
Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja sama dengan National
Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini
mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah tangga di
32 | P r i m a P a r a m i t h a

30 provinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru yang dapat digunakan untuk
memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang
lebih akurat mengenai masalah TB.
Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan
Tingkat Pelaporan 1995 - 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak
tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan
kasus TB meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus
BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan
berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah
kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian
besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment : Age
Specific Notification Rate 2004]
Kekebalan Obat Ganda (Multi Drug Resistance/MDR)
Meskipun saat ini data mengenai kekebalan obat ganda/MDR di Indonesia belum
tersedia, namun telah disiapkan sebuah survei untuk dilaksanakan pada akhir tahun
2005. Data mengenai hal ini dianggap penting karena beberapa alasan:
1. Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat
pemantau dan indikator program yang amat penting.
2. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TB melalui
Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk
kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan
pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
3. Karena belum adanya jaringan laboratorium nasional dengan standar dan kualitas
yang memadai, generalisasi dan kualitas dari data yang tersedia tidak dapat
ditentukan.
(http://www.tbindonesia.or.id)
6. MM Etika batuk dalam Islam
Apakah menelan dahak membatalkan puasa?
Ulama berselisih pendapat tentang hukum menelan dahak ketika puasa, apakah
termasuk pembatal ataukah tidak?
Ibn Qudamah menyebutkan satu pembahasan khusus di al-Mughni. Beliau
mengatakan:
Sub-bab: jika ada orang puasa yang menelan dahak, dalam hal ini ada dua pendapat
dari Imam Ahmad: pertama, puasanya batal. Hambal pernah mengatakan: Saya
mendengar Imam Ahmad mengatakan: Jika ada orang mengeluarkan dahak,
kemudian dia telan lagi maka puasanya batal. Karena dahak berasal kepala (pangkal
hidung). Sementara ludah berasal dari mulut. Jika ada orang yang mengeluarkan
dahak dari perutnya (pangkal tenggorokannya) kemudian menelannya kembali maka
puasanya batal. Ini juga merupakan pendapat Imam Syafii. Karena orang tersebut
33 | P r i m a P a r a m i t h a

masih memungkinkan untuk menghindarinya, sebagaimana ketika ada darah yang


keluar atau karena dahak ini tidak keluar dari mulut, sehingga mirip dengan muntah.

Kedua, pendapat kedua Imam Ahmad, menelan dahak tidaklah membatalkan puasa.
Beliau mengatakan dalam riwayat dari al-Marudzi: Kamu tidak wajib qadha, ketika
menelan dahak pada saat berpuasa, karena itu satu hal yang biasa berada di mulut,
bukan yang masuk dari luar, sebagaimana ludah. (al-Mughni, 3:36)
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya tentang hukum menelan
dahak bagi orang yang puasa, beliau menjelaskan:
Menelan dadak, jika belum sampai ke mulut maka tidak membatalkan puasa. Ulama
madzhab hambali sepakat dalam hal ini. Namun jika sudah sampai ke mulut,
kemudian dia telan, dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Ada yang mengatakan:
Itu membatalkan puasa, karena disamakan dengan makan dan minum. Ada juga
yang mengatakan: Tidak membatalkan puasa, karena disamakan dengan ludah.
Karena ludah tidak membatalkan puasa. Bahkan andaikan ada orang yang
mengumpulkan ludahnya kemudian dia telan maka puasanya tidak batal.
Sikap yang tepat, ketika terjadi perselisihan ulama, kembalikan kepada al-Quran dan
sunnah. Jika kita ragu dalam suatu hal, apakah termasuk pembatal ibadah ataukah
tidak, hukum asalnya adalah tidak membatalkan ibadah. Berdasarkan hal ini,
menelan dahak tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, yang lebih penting,
hendaknya seseorang tidak menelan dahak dan tidak berusaha mengeluarkannya
dari mulutnya ketika berada di tenggorokan. Namun jika sudah sampai mulut,
hendaknya dia membuangnya. Baik ketika sedang puasa atau tidak lagi puasa.
Adapun, keterangan ini bisa membatalkan puasa, maka keterangan ini butuh dalil.
Sehingga bisa menjadi pegangan seseorang di hadapan Allah bahwa ini termasuk
pembatal puasa. (Majmu Fatawa Ibn Utsaimin, Volume 17, no. 723)
Sayyid Sabiq ketika membahas tentang hal-hal yang dibolehkan ketika puasa, beliau
mengatakan: Demikian pula, dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak
mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan tepung,
atau dedak (Fiqh Sunnah, 1:342)

Sebagaimana yang kita pahami, keluarnya dahak, ludah dan semacamnya, adalah
satu hal yang biasa bagi manusia. Karena ini merupakan bagian metabolisme dalam
tubuhnya. Karena kita yakin bawa hal ini juga dialami banyak sahabat di masa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam. Andaikan menelan ludah atau dahak bisa membatalkan
puasa, tentu akan ada riwayat, baik hadis maupun perkataan sahabat yang akan
menjelaskannya. Karena Allah tidak lupa ketika menurunkan syariatnya, sehingga
tidak ada satupun yang ketinggalan untuk dijelaskan. Lebih-lebih, ketika hal itu
berkaitan dengan masalah ibadah. Demikian, kesimpulan yang lebih kuat dalam
masalah ini. Allahu alam
34 | P r i m a P a r a m i t h a

Menelan ludah ketika shalat


Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ditanya apakah menelan dahak bisa
membatalkan puasa dan membatalkan shalat?
Beliau menjelaskan:
Pertama, para ulama tidaklah sepakat dalam hal ini. Bahkan pendapat Imam Ahmad
dalam hal ini ada dua riwayat, apakah membatalkan ataukah tidak.
Kedua, yang dimaksud menelan dahak yang bisa membatalkan puasa adalah dahak
yang sampai di mulut. Adapun dahak yang masih di tenggorokan, kemudia masuk ke
dada maka ini tidak membatalkan puasa. Saya tidak membayangkan ada orang yang
menelan dahaknya ketika sudah sampai di mulutnya. Karena benda ini menjijikkan.
Hanya saja, apapun itu, para kebanyakan ulama madzhab hambali berpendapat
bahwa jika dahak sudah sampai di mulut kemudian di telan maka puasanya batal.
Diqiyaskan dengan keterangan di atas, jika menelan dahak ini terjadi di dalam shalat
maka shalatnya batal. Ini jika kita katakan, menelan dahak sama dengan makan.
Namun belum pernah aku jumpai bahwa mereka (ulama madzhab hambali)
menjelaskan tentang masalah menelan dahak ketika shalat. Disamping, pendapat
yang menyatakan bahwa menelan dahak yang sudah sampai mulut bisa
membatalkan puasa adalah pendapat yang perlu dikritisi. Karena menelan dahak
tidak bisa disebut makan atau minum, dan dahak itu tidak masuk ke perutnya, tapi
memang sejak awal sudah berada di dalam perutnya. Meskipun mulut dianggap
bagian luar perut dan bukan bagian dalam. (Liqa al-Bab al-Maftuh, vol. 17, no. 116)

Syaikh Shaleh Munajid memberikan kesimpulan:


Mengingat dahak tidaklah najis, bukan termasuk makanan maupun minuman, dan
juga tidak bisa dianalogikan dengan makan maupun minum, maka jika orang yang
shalat menelan dahaknya, shalatnya sah. Lebih-lebih jika dia terpaksa harus
menelannya dan tidak mungkin meludahkannya.

35 | P r i m a P a r a m i t h a

Anda mungkin juga menyukai