Anda di halaman 1dari 44

1.

MM Anatomi saluran pernafasan bawah


1.1 Anatomi makro

TRACHEA (BATANG TENGGOROK)

Terdiri dari tulang rawan dan otot berbentuk pipa yang terletak di tengah-tengah leher
sampai incisura jugularis, di belakang manubrium sterni, kemudian masuk ke cavum thorax
melalui aperture thoracis superior, tepatnya pada mediastinum superior.

Dimulai dari bagian bawah cartilage cricoid setinggi Vertebrae Cervical VI sampai
bercabang menjadi bronchus principles dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV-
V. percabangan ini disebut Bifurcatio Trachealis.

Panjang trachea (10-12) cm, pria 12 cm dan wanita 10 cm yang terdiri dari 16-20
cincin yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilage
cricoidea oleh ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat
ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare).

Trachea adalah saluran napas yang penting. Bila terjadi penymbatan saluran napas
terutama daerah larynx (obstruksi larynx), maka harus dilakukan tindakan darurat berupa
saluran napas buatan dengan cara membuat lubang pada trachea yang disebut tracheostomy.
Lubang di buat 1-2 cm diatas incisura jugularis sterni.
Beberapa otot yang melekat pada dinding dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
 M. intercostalis externus
 M. levator costae
 M. serratus posterior
 M. scaleneus
 Diafraghma
 M. serratus anterior
 M. sternocleidomastoideus
b. Otot-otot expirasi
 M. intercostalis internus
 M. transversus thoracis
 M. serratus inferior
 M. subcosalis
CAVITAS THORACIS (THORACICA)

Cavitas thoracis adalah ruangan di dada yang terletak antara region colli (leher)
dengan region abdominal (perut). Ruangan ini dibatasi oleh :
Ventral : os. Sternum, os. Clavicula, os. Costae yang melingkar dari depan ke
belakang
Dorsal : columna vertebralis thoracalis, os. Scapulae
Inferior/dasar : diapraghma. Aperture thoracis dibentuk oleh diapraghma, processus
xiphoideus, arcus costae dan T 12
Superior : aperture thoracis superior, dibentuk oleh incisura jugularis sterni, os. Costae I
dan corpus vertebrae TI
Terdapat lubang pada diapraghma yang ditembus oleh aortae, V. cava inferior dan esophagus.
Diapragma diinervasi oleh N. Pherenicus.

CAVUM THORAX

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Sedangkan ditengahnya terdapat
mediastinum. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.
Cavum thorax terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan)
2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)
3. Rongga dada tengah (mediastinum)

PULMO DAN PLEURA

Paru-paru terletak pada rongga dada, diantaranya menghadap ke tengah cavum


thorax/cavum mediastinum. Pada bagian posteromedialnya terdapat hilum pulmonis yang
merupakan tempat keluar masuknya alat-alat ke dan dari paru.
Apex Pulmo menonjol kearah leher, keluar dari aperture thoracis superior kira0kira
2,5 cm diatas clavicula mencapai ujung costae I. daerah ini lebih mudah terkena infeksi
terutama kuman Tuberculosis (TBC), sebab pergerakan jaringan paru lebih sedikit
dibandingkan dari bagian lain. Selain itu, apex pulmo dapat rusak oleh luka tusuk atau luka
tembak pada tempat tersebut.
Basis Pulmo terletak diatas diapraghma dan permukaan dalam mediatinal.
Pada pemeriksaan fisik paru, lobus superior pulmo mudah diperiksa dari dada depan,
sedangkan lobus inferior dari punggung, dan pada region axilla dapat diperiksa semua lobus
paru.
Antara lobus superior dan media terdapat fissure horizontal dan antara lobus media
dengan inferior terdapat fissure oblique.
Pulmo dibagi menjadi dua, yakni:
1. Paru kanan, terdiri dari 3 lobus :
a. Bronchus lobaris superior
b. Bronchus lobaris medius
c. Broncus lobaris inferior

Tiap bronchus lobaris tersusun oleh bronchus segmentalis.


Paru-paru kanan mempunyai 10 bronchus segmentalis, yakni:
 3 buah bronchus segmentalis pada lobus superior
 2 buah bronchus segmentalis lobus medialis
 5 buah bronchus segmentalis pada lobus inferior

2. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus :


a. Bronchus lobaris superior, dan
b. Bronchus lobaris inferior

Tiap bronchus lobaris terdiri dari 10 bronchus segmentalis, yaitu:


 5 buah bronchus segmentalis pada lobus superior, dan
 5 buah bronchus segmentalis pada lobus inferior
PLEURA

Paru-paru dibungkus oleh selaput-selaput yang disebut pkeura. Pleura adalah selaput tipis
yang membungkus paru-paru. Pleura terdiri dari 2 lapis, yaitu:
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru-paru
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada

Pleura visceralis dan pleura parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup
yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi atau gesekan antara kedua pleura.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas:
a) Pleura costalis, yang terdapat pada daerah iga-iga (costae)
b) Pleura diapraghmatica, pada daerah diapraghma
c) Pleura mediatinalis, pada daerah mediastinum
d) Pleura cervicalis (capula pleura), pada daerah apex paru.

Receccus pleura : kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis, disebabkan
paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Pada saat inspirasi, paru akan mengembang
sehingga receccus tersebut terisi.

Dalam cavum pleura tidak pernah ada udara. Terutama thorax seperti fraktur costae
yang serpihannya merobek pleura parietal dan menembus cavum pleura, dapat
mengakibatkan udara masuk ke cavum thorax sehingga terjadi Pneumothorax, akibatnya paru
kolaps akibat tekanan udara yang masuk dari dinding dada, sehingga menekan paru
mengembang dan menyebabkan sesak napas. Bila menembus pleura visceralis udara masuk
paru dan naik ke apex pulmo.
Punksi pleura adalah tindakan yang dilakukan untuk pengambilan cairan dalam cavum
pleura, biasanya pada intercostal IV-V. Pada bagian bedah di kenal dengan WSD (Water
Shield Drainage).
BRONCHI (BRONCHUS)

Percabangan trachea setinggi batas vertebrae Thoracalis IV-V yang dikenal dengan
Bifurcatio Trachealis memberi 2 cabang yaitu Bronchus primarus/bronchi principles
dextra dan sinistra. Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian
posterior berbentuk membrane disebut paries membranaceus tracheae.
Bronchus dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan broncus sinistra, hal
ini disebabkan :
1. Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus sinistra
2. Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm, terdiri dari 6-8 buah cincin,
sedangkan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm tersusun oleh 9-12 buah cincin.
3. Bronchus dextra membentuk sudut 25o dengan garis tengah, sedangkan bronchus
sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan lebih curam dari yang kiri.

Dengan posisi anatomi tersebut, selain mudah terjadi infeksi, benda asing dari trachea lebih
mudah masuk ke bronchus dextra selanjutnya dapat menyebabkan infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.

1.2 Anatomi mikro (Jaringan paru pada penderita TB)

Mikroskopis dari saluran pernafasan bagian bawah :


TRAKHEA

Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-
berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas
tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan
muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea
akibat bekerjanya refleks batuk.

BRONKUS DAN BRONKIOLUS


Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa
sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya
epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang
menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat
di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel
otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel
clara dan memiliki lapisan otot polos

Ductus Alveolaris

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.

ALVEOLI

Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng,


didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding
alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma mengandung
multilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).
Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

2. MM Fisiologi saluran pernafasan bawah


2.1 Fungsi

Fungsi utama respiratorik adalah untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi tubuh.
Fungsi nonrespiratorik sistem pernapasan:
1. Mengeluarkan air dan panas, udara atmosfer dilembabkan dan dihangatkan oleh
saluran napas untuk mencegah alveolus mengering.
2. Meningkatkan aliran darah vena.
3. Kita dapat berbicara, bernyanyi, dll.
4. Sebagai sistem peertahanan tubuh terhadap benda asing yang terhirup.
5. Mengeluarkan dan mengaktifkan angiotensin 1 dengan mengeluarkan ACE
6. Menonaktifkan prostaglandin.

2.2 Mekanisme

Disfungsi mekanisme pertahanan tersebut mendasari banyak penyakit respirasi. Debu


dan partikel dengan ukuran lebih besar dari 10 µm akan dihambat oleh rambut dan mukus
pada lubang hidung dan nasofaring. Transpor mukosilier pada akhirnya akan memindahkan
partikel tersebut ke faring dan kemudian ditelan. Hanya partikel yang kurang dari 5 µm
biasanya kemudian masuk melewati trakea. Nasofaring juga memiliki fungsi sebagai
penghangat dan pelembab penting bagi udara inhalasi, sehingga mencegah kekeringan epitel.
Partikel iritan dalam hidung dan trakea yang diinhalasi atau dibawa dari regio distal melalui
transpor mukosilier merangsang reseptor iritan mencetuskan bersin dan batuk untuk
mengeluarkan benda asing(Rahmatullah 2007).

Transpor mukosilier adalah pemindahan pemindahan benda asing menuju faring untuk
kemudian ditelan. Transpor mukosilier melibatkan silia dan mukus pada epitel respiratori.
Epitel respiratori dilapisi oleh 5-10 µm lapisan mukus gelatinosa (fase gel) yang
mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol). Silia pada sel - sel
epitel berdenyut secara sinkron membawa partikel debris dan seluler bersamanya. Waktu
yang diperlukan mukus dari bronkus besar untuk mencapai faring adalah sekitar 40 menit dan
dari bronkolus respiratorius perlu beberapa hari. Banyak faktor yang dapat mengganggu
mekanisme tersebut misalnya peningkatan viskositas atau ketebalan mukus. Transpor
mukosilier dapat mengalami penurunan akibat merokok, polutan, anestetik dan infeksi, serta
pada fibrosis kistik (Rahmatullah 2007).
Mukus dihasilkan oleh sel - sel goblet pada epitel dan kelenjar submukosa. Unsur
utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat (musin) yang memberikan sifat seperti gel
pada mukus. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh sel - sel epitel atau sel
- sel yang berasal dari plasma seperti α 1-antitripsin. α1-antitripsin akan menghambat aksi
protease yang dilepaskan oleh bakteri dan neutrofil yang akan mendegradasi protein.
Defisiensi α1-antitripsin merupakan predisposisi terjadinya gangguan elastin dan
perkembangan emfisema (Rahmatullah 2007).

rotein surfaktan A memperkuat fagositosis dengan menyelubungi atau mengopsonisasi


bakteri dan partikel - partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar pada jalan nafas dan
memiliki sifat anti jamur dan bakterisidal. Lisozim, protein antimikroba, laktoferin,
peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil akan membentuk imunitas nonspesifik
pada saluran nafas. Imunoglobulin A sekretori (IgA) adalah imunoglobulin utama dalam
sekresi jalan nafas. IgA, IgM, dan IgG akan mengaglutinisasi dan mengopsonisasi partikel
antigenik. IgA juga menahan perlekatan mikroba ke mukosa (Rahmatullah 2007).
Makrofag adalah fagosit mononuklear yang ditemukan di sepanjang saluran nafas.
Makrofag memberikan proteksi halus melawan mikroorganisme yang diinhalasi dan partikel
lain dengan fagositosis (menelan semua). Bahan organik yang difagosit biasanya ditelan,
sedangkan bahan anorganik disekuestrasi di dalam sel. Karena epitel alveolar tidak memiliki
silia, maka makrofag alveolar merupakan kunci untuk membuang materi. Pada infeksi yang
lebih berat makrofag dapat menginisiasi respons radang dan melalui
pelepasan chemoattractant seperti leukotrienB4 meningkatkan infiltrasi neutrofil dari plasma.
Fungsi lain dari makrofag adalah bersihan protein surfaktan dan supresi respons imun yang
tidak diperlukan dengan menghasilkan sitokin anti-inflamasi seperti interleukin-10 (IL-10)
dan transforming growth factor β (TGFβ) (Rahmatullah 2007).
2.3 Regulasi

Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh


sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas
terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula
terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

3. MM Bakteri Mycobacterium Tuberculosis


3.1 Definisi

Bakteri penyebab penyakit tuberkulosis. Mycobacterium tuberculosis pertama kali


dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini juga disebut
abasilus Koch.

3.2 Morfologi

Mikobakteria berbentuk batang ramping yang sering menunjukkan bentuk


koloni filamen bercabang menyerupai miselium jamur. Maka nama “mikobakteria“
artinya adalah bakteri yang seperti jamur. Dalam kultur cair mereka membentuk
cetakan seperti kulit tipis (pelikel) (Ananthanarayan dan Paniker, 2005).
Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan Zielh-Nelssen, oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam
(BTA). Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat
bertahan lama selama beberapa tahun (Ichwan, 2009).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob obligat dan parasit
intraseluler fakultatif dan memiliki waktu generasi yang lambat antara 15-20 jam.
Mycobacterium tuberculosis tidak bisa diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif
atau gram negatif karena tidak memiliki karakteristik kimia yang baik, meskipun
bakteri ini mengandung peptidoglikan dalam dinding sel mereka. Jika pewarnaan
gram dilakukan pada Mycobacterium tuberculosis maka akan terlihat warna yang
sangat lemah pada gram positif atau tidak terlihat sama sekali (Todar, 2012).
Sebagian besar Mycobacterium tuberculosis menyerang paru tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh yang lain. Sumber penularan dari bakteri ini adalah melalui
inhalasi dari manusia ke manusia secara kontak langsung lewat udara melalui
percikan sputum yang mengandung partikel Mycobacterium tuberculosis
(Widyaningsih, 2008).
Mikobakteria adalah genus basil gram-positif yang menunjukkan karakteristik
pewarnaan tahan asam. Mycobacterium tuberculosis adalah agen etiologik
tuberkulosis yang paling penting. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit tertua
dan penyebab utama kematian akibat penyakit infeksi di seluruh dunia saat ini (Ryan
dan Ray, 2010).
Mycobacterium tuberculosis termasuk genus Mycobacterium dari familia
Mycobacteriaceae, ordo Actinomycetales . Bersifat non-motil , aerob obligat yang
tidak membentuk spora. Dinding sel terdiri dari peptidoglikan, dan mirip dengan
organisme gram-positif lainnya yang banyak mengandung polisakarida rantai cabang,
protein dan lipid (Ryan dan Ray, 2010).

3.3 Klasifikasi (penggolongan)

Mycobacteria merupakan mikroba tahan asam, bakteri ini lebih mirip dengan bakteri
Nocardia. Tingkat ketahanan bakteri ini terhadap asam alkohol sangat bervariasi, tergantung
spesiesnya. Beberapa jenis dari Mycobacteria ini ada yang tidak patogen dan sering
ditemukan pada manusia dan lingkungan tempat tinggal. Beberapa jenis Mycobacteria yang
sering ditemukan pada manusia dan lingkungan tempat tinggal antara lain Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium fortuitum-
chelonaecomplex (Girsang, 2012).
Dari sudut pandang kecepatan tumbuh dan jenis pigmen, Mycobacterium dapat dibagi atas:

1. Photochromogen dengan koloni berpigmen kuning.


Bakteri golongan ini koloninya akan berwarna jika inkubasi dilakukan dengan
pencahayaan. Bakteri Mycobacterium yang termasuk golongan ini adalah M. kansasii,
M. marinum, M. simiae, M. asiticum.
2. Non Photochromogen

Bakteri golongan ini koloninya tidak berpigmen. Bakteri Mycobacterium yang


termasuk golongan ini adalah M. tuberculosis, M. gastrii, M. malmoense, M.
haemophilum, M. xenopi.

3. Scotochromogen dengan koloni berpigmen kuning atau orange. Bakteri golongan ini
koloninya akan berwarna jika inkubasi dilakukan dalam keadaan gelap. Bakteri
Mycobacterium yang termasuk golongan ini adalah M. szulgai, M. flavesens, M.
gordonae, M. scrofulaceum.
4. Rapid grower
Bakteri golongan ini merupakan Mycobacterium yang pertumbuhannya cepat. Bakteri
Mycobacterium yang termasuk golongan ini adalah M. fortuitum – chelonae complex.

Bakteri yang tidak termasuk golongan rapid grower mempunyai waktu pembelahan puluhan
jam. Oleh karena itu koloni yang diisolasi dari spesimen biasanya mulai tampak setelah 2
minggu. Sementara bakteri yang termasuk golongan rapid grower biasanya akan tampak
dalam waktu 1 minggu (Sjahrurachman, 2008).

3.4 Identifikasi bakteri

Identifikasi Mycobacterium dimulai dengan menilai waktu pertumbuhan, warna pigmen,


morfologi koloni dan hasil pewarnaan BTA. Identifikasi yang lebih rinci dilakukan dengan
berbagai uji biokimia yaitu antara lain uji niasin, uji reduksi nitrat, dan uji katalase. Langkah
awal untuk identifikasi Mycobacterium adalah:

1. Seleksi koloni

a. Amati jumlah dan jenis koloni. Deskripsikan apakah kasar, halus cumbung,
halus menyebar, halus dengan tepi berkeriput, kasar transparan, kasar keruh
dan sebagainya.

b. Amati pigmen pasca inkubasi ditempat gelap

c. Jika terdapat lebih dari satu jenis koloni, dilakukan subkultur untuk tiap jenis
koloni.

2. Pewarnaan BTA dengan Ziehl-Neelsen


3. Kecepatan tumbuh. Rapid grower akan tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan
slow grower akan tumbuh setelah itu. Namun hal tersebut tidak selalu jelas batasnya
M. chelonae atau M. thermoresistible pada suhu 35 - 37oC akan tampak sebagai slow
grower.
4. Pencahayaan. Mycobacterium yang termasuk photokromogen akan menghasilkan
pigmen jika dipaparkan cahaya. Namun pigmen hanya optimal jika koloni kuman
terpisah, jika pertumbuhannya sangat padat pigmen tidak akan muncul
(Sjahrurachman, 2008).

3.5 Struktur dan sifat

4. MM TB paru
4.1 Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya (Kemenkes RI,2016)

4.2 Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB


Paru:

1. Tuberkulosis paru BTA positif

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberculosis

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1. TB paru BTA negatif foto toraks positif

dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,


tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis


eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin. Catatan:

*Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
*Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe


pasien, yaitu:

1. Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus Kambuh (Relaps)


Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).

3. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)


Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.

4. Kasus Gagal (Failure)


Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default
maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik,
bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

4.3 Etiologi

Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA positif


pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan,
kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut .

4.4 Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan


melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian
lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi
primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama
batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi
yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem
pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural,
dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis
serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).

4.5 Manifestasi klinik

Gejala sistemik/umum:

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
- Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

4.6 Diagnosis dan diagnosis banding

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
- Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
- Rontgen dada (thorax photo).
- Uji tuberkulin.

 Diagnosis TB Ekstra Paru


• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.

• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.

Pemeriksaan fisik

- Tergantung organ yang terkena


- Pada TB paru tergantung. Luas kelainan biasanya pada apeks lobus atas (S1&S2) dan
apeks lobus bawah (S6), dapat ditemukan berbagai bunyi napas pokok pada
auskaultasi
- Pada pleuritis TB tergantung dari jumlah cairan di rongga pleura, pada perkusi pekak,
auskultasi suara napas melemah sampai hilang
- Pada linfadenitis TB, pembesaran kgb leher, ketiak dapat menjadi ‘cold abscess’

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa
di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis
fluoresens di mana ` pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk
penapisan).

1. S (sewaktu)

Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali.
1Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pada pagi hari kedua

2. P (pagi)

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.

3. S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari. Pemeriksaan
mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di
mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis
fluoresens di mana ` pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya
untuk penapisan).

 Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik untuk Tb paru.
Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai
sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh pende rita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
LED yang normal juga tidak me nyingkirkan diagnosa TBC.

 Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS
positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila:

- Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)

- Hemoptisis berulang atau berat

- Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologi


yang dicurigai lesi Tb paru aktif:

- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.

- Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.

- Bayangan bercak milier.

- Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:

- Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.
- Kalsifikasi.

- Penebalan pleura.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan


dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat bagan alur di
lampiran 2)

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). (lihat bagan alur lampiran 2)

• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).

 Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada 1⁄2 bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca
vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.


Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untukpembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan
kini ada beberapa teknik yang lebihbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis
secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan
uji kepekaan.

2. Polymerase chain reaction (PCR):


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati
masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR
positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan
deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara
lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik
untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis
warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol
dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan
bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir
dan dapat dideteksi dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati
hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

Diagnosis banding

1. Pneumonia

- Infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan paru yang

diakibatkan bakteri, virus, jamur atau parasit.

- Disebabkan oleh virus atau bakteri dan jarang karena mikroorganisme.


- Gejala pneumonia juga akut atau cepat dan mendadak

- Gejala demam tinggi bahkan sampai menggigil, batuk berdahak yang kental

berwarna hijau, kuning bahkan berkarat, dan sesak nafas.

TB Paru:

- Biasanya menyerang paru-paru, tapi dapat juga menyerang bagian tubuh

lainnya.

- Disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

- Gejalanya kronik

- Gejalanya batuk ringan, namun berlangsung lama, demam pada TB pun tidak

tinggi seperti pneumonia, dan berat badan penderita turun.


2. Abses paru
3. Tumor paru
- Tumor paru biasanya menyerang mereka yang sudah berusia 40 tahun ke atas,

baik pria maupun wanita.

- Pemeriksaan CT-Scan, atau dipastikan melalui pemeriksaan biopsy

TB Paru:

- TB pada umumnya bisa menyerang seluruh usia, mulai dari anak-anak sampai

dewasa.

- Untuk menegakkan diagnosis TB, diperlukan pemeriksaan dahak yang

menyatakan bahwa terdapat kuman TB dalam dahak.


4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi

6. Asma

- Peradangan dan penyempitan jalur udara.

- Sesak napas saat asma disertai dengan mengi, nyeri di dada, dan tersengal-

sengal.
- Batuk asma bisa kering dan berdahak, biasanya dahak berwarna putih atau

bening. Batuk asma biasanya muncul saat pagi, malam dan saat udara sedang
dingin.

- Asma tidak akan menyebabkan berat badan turun, tetapi para penderita asma

memang disarankan untuk menjaga bobot tubuhnya demi menjaga sistem kerja
jantung. Jika jantung sehat, maka dengan mudah ia menyebarkan oksigen ke
seluruh tubuh lewat peredaran darah.

TB Paru:

- Penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

- Menular karena adanya pertukaran udara yang terjadi antara pengidap TBC

dengan orang lain.

- Sesak napas pada TB, terjadi karena infeksi yang merusak jaringan paru-paru..

4.7 Tatalaksana

Tujuan, dan Prinsip Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan


pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
[ CITATION Pro11 \l 1033 ].
Obat-obat antituberkulosis

Isoniazid (INH) merupakan obat yang cukup efektif dan murah. Seperti rifampisin, INH
harus diberikan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada kontraindikasi.

Efek samping :
Mual, muntah, anoreksia, konstipasi, pusing, sakit kepala, vertigo, neuritis perifer, neuritis
optik, kejang, episode psikosis; reaksi hipersensitivitas seperti eritema multiform, demam,
purpura, anemia, agranulositosis; hepatitis (terutama pada usia lebih dari 35 tahun); sindrom
SLE, pellagra, hiperglikemia dan ginekomastia, pendengaran berkurang, hipotensi, flushing.
Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 5-10 mg/hari. Efek samping lain
seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.

Kontraindikasi : 
penyakit hati yang akut; hipersensitivitas terhadap isoniazid; epilepsi; gangguan fungsi ginjal
dan gangguan psikis.

Rifampisin merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan. Sebagaimana


halnya INH, rifampisin juga sebaiknya selalu diikutkan kecuali bila ada kontraindikasi.
Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara
pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan
penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang
mengharuskan penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Selama
fase intermiten (fase lanjutan) dilaporkan adanya 6 gejala toksisitas: influenza, sakit perut,
gejala pernafasan, syok, gagal ginjal, purpura trombositopenia, dialami oleh 20-30% pasien.
Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain
seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea dan antikoagulan; interaksi: lihat
Lampiran 1. Penting: efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara
KB yang lain.

Efek Samping : 
gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia, diare; pada terapi intermiten dapat
terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi (napas pendek), kolaps dan syok, anemia
hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, purpura trombo-sitopenia; gangguan fungsi hati, ikterus;
flushing, urtikaria, ruam; gangguan sistem saraf pusat meliputi sakit kepala, pusing,
kebingungan, ataksia, lemah otot, psikosis. Efek samping lain seperti udem, kelemahan otot,
miopati, lekopenia, eosinofilia, gangguan menstruasi; warna kemerahan pada urin, saliva dan
cairan tubuh lainnya; tromboplebitis pada pemberian per infus jangka panjang.

Pirazinamid bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif
membelah dan Mycobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga bulan
pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk TB meningitis karena penetrasinya ke dalam
cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycobacterium bovis. Toksisitas hati yang serius kadang-
kadang terjadi.

Efek Samping : 
hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati; mual,
muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria, flushing, sakit kepala, pusing, insomnia,
gangguan vascular, hipertensi, hiperurikemia, arthalgia.
Kontraindikasi : 
gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap pirazinamid, gout, wanita
hamil dan menyusui.

Etambutol digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi. Jika risiko
resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang tidak diawasi,
etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg bb/hari pada fase intensif dan 15 mg/kg bb
bb/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg bb/hari selama pengobatan). Pada pengobatan
intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg bb 3 kali
seminggu atau 45 mg/kg bb 2 kali seminggu.

Efek samping etambutol :


yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visus, buta warna dan
penyempitan lapang pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada
gangguan fungsi ginjal.Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif. Bila hal ini terjadi
maka etambutol harus segera dihentikan sehingga diharapkan fungsi penglihatan akan
pulih.

Kontraindikasi: 
hipersensitivitas terhadap zat aktif atau zat rambahan obat, neuritis optik, gangguan visual;
ANAK di bawah 6 tahun

Streptomisin saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus resistensi. Obat ini
diberikan secara intramuskuler dengan dosis 15 mg/kg bb, maksimal 1 gram perhari. Untuk
berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-750 mg/hari.
Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan
diturunkan menjadi 750 mg tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk
anak diberikan dosis 15-20 mg/kg bb/ hari atau 15-20 mg/kg bb tiga kali seminggu untuk
pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma sebaiknya diukur terutama untuk pasien
dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g,
yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.
Obat-obat sekunder diberikan untuk TB yang disebabkan oleh kuman yang resisten,
atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat
sekunder adalah sikloserin, makrolida generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), dan
kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin).

Efek Samping : 
Gangguan kulit/alergi: ruam, indurasi, atau abses di sekitar lokasi suntikan, mati rasa dan
kesemutan di sekitar mulut, vertigo.

Kontraindikasi : 
kehamilan; lihat aminoglikosida.

Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada
lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Pengobatan TBC Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
[ CITATION Pro11 \l 1033 ]

1. Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan
tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri sidal),
menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah
timbulnya resistensi obat.

2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per
hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan
yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu
makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan
konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada
akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa
pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam
evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan
sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan
paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

- Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H


(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.

- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H


(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide,
sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Notes :

Angka 2 didepan seperti pada “2HRZE” artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi
tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada “4H3R3” artinya dipakai 3 kali
seminggu (selama 4 bulan). Sebagai contoh untuk tuberkulosis kategori I dipakai 2HRZE/4H3R3
artinya Tahap intensif adalah 2HRZE lama pengobatan 2 bulan, masing masing OAT (HRZE)
diberikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 lama pengobatan 4 bulan, masing masing OAT
(HR) diberikan 3 kali seminggu (Depkes RI, 2005).

 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau
4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. [ CITATION Pro11 \l 1033 ]
 Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:


1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien [ CITATION Pro11 \l 1033 ]

Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Notes:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).[ CITATION Pro11 \l 1033 ]

c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk
tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping
itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

4.8 Komplikasi

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.Komplikasi-


komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy.

2. Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

1. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik

2. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat


pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

4. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal

Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TBC milier dan
kavitas TBC (Sudoyo, 2007).

4.9 Pencegahan

 Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang
lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif
 Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil
di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka jendela dan
gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.
 Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja
ini merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang
masker secara teratur.
 Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air
sabun).
 Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
 Hindari udara dingin.
 Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
 Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
 Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan
tidak boleh digunakan oleh orang lain.
 Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.

4.10 Prognosis

Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan


immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu penelitian
TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko terjadinya kematian diduga
akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan keterlambatan diagnosa
(Herchline, 2013).

Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan non- XDR TB,
ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi dengan
sistem DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi TB yang
rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan biasanya
diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi,
dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi (Herchline, 2013).

5. MM Epidemiologi TB paru
5.1 Promosi Kesehatan

Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk meningkatkan


pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan, pengobatan,
pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran
program TB terkait dengan hal tersebut serta menghilangkan stigma serta diskriminasi
masyakarat serta petugas kesehatan terhadap pasien TB.

A. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:

1. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen dari masyarakat.
2. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa. Diharapkan dapat
berperan dalam penanggulangan TB sebagai berikut:

 Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan diskriminasi terkait TB.
 Membantu menyebarluaskan informasi tentang TB dan PHBS.
 Mendorong pasien TB untuk menjalankan pengobatan secara tuntas.
 Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri ke layanan TB yang
berkualitas.

3. Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-undangan dibidang


kesehatan dan bidang lain yang terkait serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Peran yang diharapkan adalah:
1. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan untuk mendukung
penanggulangan TB.
2. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) untuk
meningkatkan capaian program TB.

B. Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB


Promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diselenggarakan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat, advokasi dan kemitraan.

1. Pemberdayaan masyarakat

Proses pemberian informasi tentang TB secara terus menerus serta berkesinambungan


untuk menciptakan kesadaran, kemauan dan kemampuan pasien TB, keluarga dan
kelompok masyarakat. Metode yang dilakukan adalah melalui komunikasi efektif,
demontrasi (praktek), konseling dan bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan
kesehatan ataupun saat kunjungan rumah dengan memanfaatkan media komunikasi
seperti lembar balik, leaflet, poster atau media lainnya.

2. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk memperoleh komitmen dan
dukungan dari pemangku kebijakan yang dilakukan secara persuasif, dengan
menggunakan informasi yang akurat dan tepat. Advokasi Program Penanggulangan
TB adalah suatu perangkat kegiatan yang terencana, terkoordinasi dengan tujuan:
1. Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam agenda politik
2. mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan yang ditandai adanya
peraturan atau produk hukum untuk program penanggulangan TB
3. meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan dan sumber
daya lainnya untuk TB

Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan melalui forum
kerjasama.

3. Kemitraan
Kemitraan merupakan kerjasama antara program penanggulangan TB dengan institusi
pemerintah terkait, pemangku kepentingan, penyedia layanan, organisasi
kemasyarakatan yang berdasar atas 3 prinsip yaitu kesetaraan, keterbukaan dan saling
menguntungkan.

C. Pelaksanaan

Promosi kesehatan untuk Penanggulangan TB dilakukan disemua tingkatan


administrasi baik pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan.

Promosi TB selain dapat dilakukan oleh petugas khusus juga dapat dilakukan oleh kader
organisasi kemasyarakatan yang menjadi mitra penanggulangan TB.

Dalam pelaksanaaannya promosi kesehatan harus mempertimbangkan:


1. Metode komunikasi, dapat dilakukan berdasarkan:

a. Teknik komunikasi, terdiri atas:

- metode penyuluhan langsung yaitu kunjungan rumah, pertemuan umum,


pertemuan diskusi terarah (FGD), dan sebagainya; dan

- metode penyuluhan tidak langsung dilakukan melalui media seperti pemutaran


iklan layanan masyarakat di televisi, radio, youtube dan media sosial lainnya,
tayangan film, pementasan wayang, dll.

b. Jumlah sasaran dilakukan melalui pendekatan perorangan, kelompok dan massal.


c. Indera Penerima
1. Metode melihat/memperhatikan.

Pesan akan diterima individu atau masyarakatmelalui indera penglihatan


seperti: pemasangan spanduk, umbul-umbul, poster, billboard, dan lain-lain.

2. Metode mendengarkan.
Pesan akan diterima individu atau masyarakat melalui indera pendengaran
seperti dialog interaktif radio, radio spot, dll.
3. Metode kombinasi.

Merupakan kombinasi kedua metode di atas, dalam hal ini termasuk


demonstrasi/peragaan. Individu atau masyarakat diberikan penjelasan dan
peragaan terlebih dahulu lalu diminta mempraktikkan, misal: cara
mengeluarkan dahak.

2. Media Komunikasi
Media komunikasi atau alat peraga yang digunakan untuk promosi penanggulangan
TB dapat berupa benda asli seperti obat TB, pot sediaan dahak, masker, bisa juga
merupakan tiruan dengan ukuran dan bentuk hampir menyerupai yang asli (dummy).
Selain itu dapat juga dalam bentuk gambar/media seperti poster, leaflet, lembar balik
bergambar karikatur, lukisan, animasi dan foto, slide, film dan lain-lain.
3. Sumber Daya
Sumber daya terdiri dari petugas sebagai sumber daya manusia (SDM), yang
bertanggung jawab untuk promosi, petugas di puskesmas dan sumber daya lain berupa
sarana dan prasarana serta dana.

5.2 Penemuan kasus

Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif, intensif, aktif, dan masif. Upaya
penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua
terduga TB dapat ditemukan secara dini. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan no. 67/ 2016 tentang Penanggulangan TB yang mengatur
strategi penemuan terduga dan pasien TB.

1. Penemuan pasien TB secara pasif-intensif

Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring


layanan TB melalui Public-Private Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan.

Jejaring layanan
Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan PPM. Penemuan pasien TB di fasyankes
dilakukan melalui penguatan jejaring layanan antar fasyankes yang memberikan layanan
diagnosis TB, untuk menghindari terjadinya miss-opportunity yang disebabkan keterbatasan
sarana diagnosis yang dimiliki oleh fasyankes yang kontak pertama dengan pasien TB.
Dalam kegiatan ini fasyankes yang tidak memiliki alat TCM akan merujuk pemeriksaan ke
fasyankes yang memiliki alat TCM.

Kolaborasi layanan
Berupa kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien TB ke dalam layanan kesehatan
lain yang tersedia di fasyankes, misalnya di poliklinik umum, unit layanan HIV, DM
(Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik berhenti merokok, klinik KIA dan ANC. Secara
manajemen layanan, penemuan pasien TB juga harus diintegrasikan kedalam strategi atau
sistem manajemen kesehatan yang diterapkan di fasyankes misalnya: Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru/ PPKP (PAL = Practical Approach to Lung health), Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS). Penjaringan terduga TB
di faskes dapat juga dilakukan melalui penapisan batuk oleh petugas yang meregistrasi pasien
atau perawat yang memberi layanan pada pasien. Upaya penemuan pasien TB harus
didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan
secara dini.

2. Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga dan masyarakat,
Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga/ pasien TB yang dilakukan di luar fasyankes.
Kegiatan ini bisa melibatkan secara aktif semua potensi masyarakat yang ada antara lain:
Kader kesehatan, kader posyandu, pos TB desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Kegiatan ini dapat berupa:
1) Invstigasi kontak
Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB. Kontak erat
adalah orang yang tinggal serumah (kontak serumah) maupun orang yang berada di ruangan
yang ada pasien TB dewasa aktif (index case) sekurang-kurangnya 8 jam sehari minimal satu
bulan berturutan. Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB
seperti anak usia <5 tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita
hamil, perokok dan mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang
ditemukan bertujuan untuk mencari sumber penularan.

2) Penemuan di tempat khusus:


Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan yang mudah terjadi
penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah,
panti jompo. Kegiatan penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan dengan skrining
masal tahunan, skrining kesehatan warga baru, skrining kontak dan pemantauan batuk secara
rutin

3) Penemuan di populasi berisiko:


Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang memiliki akses terbatas ke
layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh dan DTPK
(Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).

4) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan
pengawasan batuk terhadap orang yang tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang
dengan batuk untuk memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan pemantuan batuk ini
dapat diintegrasikan pada kegiatan kader kesehatan yang sudah rutin berjalan misalnya
kegiatan ketuk pintu kader kesehatan, kegiatan jumantik, kader posyandu dan kegiatan upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) lain.

5) Penemuan aktif berkala


Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai daerah kantung TB,
yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat) dan analisis data
TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang. Penemuan aktif berkala dilakukan dengan
kegiatan skrining aktif setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada kegiatan
penemuan aktif berkala 2 kali berturut-turut.

6) Skrining masal
Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan penemuan
pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja
sama dengan aparat desa/kelurahan, kader kesehatan dan potensi masyarakat melakukan
skrining gejala TB secara masif di masyarakat dan membawanya ke layanan kesehatan luar
gedung.

5.3 Transmisi

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.

 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.

 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi


percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

5.4 Prinsip dasar P2M TB

Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis
paling efektif (cost-effective). Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik,
pengalaman, dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari 2
dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan
juga mencegah berkembangnya MDR-TB (Multi Drugs Resistent-TB).

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
demikian menurunkan insiden TB di masyarakat, serta merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu :

1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan

Strategi DOTS telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam penanggulangan TB ( Stop
TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS sebagai berikut :

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset
Pencegahan Penyakit

1. Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain
selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif.

2. Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di
mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka jendela dan gunakan
kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.

3. Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini
merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker
secara teratur.

4. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan.

5. Hindari udara dingin.

6. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.

7. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.

8. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain.

9. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.

5.5 PMO (Pengawas minum obat)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung.Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Persyaratan PMO :

- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

- Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

- Bersedia membantu pasien dengan sukarela.


- Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-samadengan pasien

Tugas Seorang PMO

- Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai


pengobatan.

- Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.

- Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai


gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.

- Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil


obat dari unit pelayanan kesehatan.

5.6 Kunjungan puskesmas ke rumah pasien

6. MM Etika batuk dalam islam


6.1 Etika batuk
 
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di
saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi
di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung,
saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke
pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk
mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk. 
Etika batuk : 

- Tutup hidung dan mulut dengan tisu, saputangan atau kain.

- Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan
dalam baju.

- Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah 

- Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol 

- Saat menderita infeksi saluran pernafasan, sangat disarankan untuk


menggunakan masker selama berada di area umum. Hal ini dilakukan untuk
menghindari penyebaran mikroorganisme ke lingkungan sekitar.

6.2 Hukum dahak, darah dan droplet

Dalam bahasa arab, ada banyak kata untuk menyebut kata “dahak” : nukha’ah, nukhamah,
mukhath, balgham, atau nughafah. Ibn Hajar mengatakan: “Tidak ada beda dalam makna,
antara nukhamah dan mukhath. Karena itu, salah satu diantara keduanya sering digunakan
untuk dalil bagi yang lain.” (Fathul Bari, 1:510)

Dahak dan ludah memiliki hukum yang sama. Ibn Hajar mengatakan: “Imam Bukhari
berpendapat bahwa hukum dahak dan ludah adalah sama, karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melihat dahak yang menempel di masjid, kemudian beliau
bersabda: ‘Janganlah kalian meludahkan…’. Ini menunjukkan bahwa hukum kedua cairan
tersebut adalah sama. Allahu a’lam” (Fathul Bari, 1:511)

Hukum Dahak

Kesimpulan yang nampak berdasarkan banyak dalil bahwa dahak, ludah dan segala
jenisnya adalah cairan suci dan tidak najis. Disebutkan dalam riwayat Bukhari, dari Anas
bin Malik radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat
dahak yang menempel di tembok masjid. Kemudian beliau kerik dengan tangannya,
kemudian bersabda: “Ketika kalian sedang melaksanakan shalat, sesungguhnya dia sedang
bermunajat dengan Rabnya (Allah). Karena itu janganlah dia meludah ke arah kiblat,
namun meludahlah ke arah kirinya atau ke arah bawah sandalnya. Kemudian dia ambil
ujung pakaiannya dan dia ludahkan di pakaiannya.”

Kandungan hadis ini menjadi dalil bahwa orang yang shalat dibolehkan untuk meludah di
tengah-tengah shalat. Dan aktivitas ini tidak membatalkan shalatnya. Dalam hadis ini juga
terdapat dalil bahwa ludah, demikian pula dahak adalah cairan suci. Tidak sebagaimana
pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang menjijikkan maka
hukumnya haram. Allahu a’lam. (Aunul Ma’bud, 2: 98 – 99)

Syaikh Sholeh al-Fauzan pernah ditanya: Apa hukum ludah yang keluar dari seseorang
ketika tidur? Apakah cairan ini keluar dari mulut ataukah dari lambung?

Beliau menjawab:

Air liur yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur bukanlah cairan najis. Karena
hukum asal: segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia adalah suci, kecuali ada dalil
yang menjelaskan bahwa itu najis. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.”(HR. Bukhari dalam shahihnya, dari
sahabat Abu Hurairah). Karena itu, air liur, keringat, air mata, dan cairan yang keluar dari
hidung, semua ini adalah benda suci. Karena inilah hukum asal. Sedangkan air kencing,
kotoran, dan semua yang keluar dari dua lubang, depan dan belakang adalah najis. Air liur
yang keluar dari seseorang ketika tidur, termasuk benda-benda yang suci. Demikian pula
dahak dan semacamnya. Oleh karena itu, tidak wajib bagi seseorang untuk mencucinya dan
mencuci bagian pakaian dan karpet yang terkena liur atau dahak. (al-Muntaqa min Fatawa
al-Fauzan, Volume 5 no. 8)

https://muslimah.or.id/2189-hukum-menelan-dahak-dan-ludah-ketika-puasa-dan-
shalat.html

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/126/5/128700015_file5.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125833-S-5761-Faktor%20risiko-Literatur.pdf

http://www.ljj-kesehatan.kemkes.go.id/pluginfile.php/4606/coursecat/description/Penemuan
%20Pasien%20TB.pdf

https://fk.uns.ac.id/static/filebagian/MODUL_P2M_TB.pdf
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/126/5/128700015_file5.pdf

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._67_ttg_Penanggulangan_Tuber
kolosis_.pdf

Anda mungkin juga menyukai