Anda di halaman 1dari 28

Struktur dan Mekanisme Sistem Pernapasan

Ida Bagus Indrayana

10.2009.119

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

*
Alamat Korespondensi:

Ida Bagus Indrayana

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510

No Telp (021) 5694-2051 email: appucrawler@yahoo.com

Pendahuluan

Sistem pernafasan mencakup paru dan sistem yang menghubungkan tempat


berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar. Juga terdapat suatu mekanisme
ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, diaphragma, dan unsur elastis serta
kolagen paru, penting dalam memindahkan udara melalui konduksi dan respirasi paru.
Biasanya sistem pernafasan dibagi dalam 2 bagian utama:

- Bagian konduksi, terdiri atas: rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus, bronkious terminalis.
- Bagian respirasi, terdiri atas: bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris
dan alveolaris.

Fungsi utama dari bagian konduksi adalah menyiapkan udara yang masuk. Sebelum
memasuki paru, udara inspirasi dibersihkan, dilembabkan dan dihangatkan. Untuk dapat
melaksanakan fungsi ini, mukosa bagian konduksi dilapisi epitel respirasi khusus, dan
terdapat banyak kelenjar serosa dan mukosa selain jalinan vaskular luas di lamina propia.
Sewaktu udara memasuki hidung, vibrisa besar berfungsi menahan partikel-partikel besar.
Sesampainya udara di fosa nasal, partikel-partikel halus serta gas-gas tertentu terperangkap
dalam lapisan mukus. Mukus ini, bersama sekret serosa, juga berfungsi melembabkan udara
yang masuk, melindungi pelapis alveolar yang halus dan lembut agar tidak kekeringan. Udara
yang masuk juga menjadi hangat oleh jalinan vaskular superfisial yang luas.

Struktur Pernapasan

Struktur Makroskopis Saluran Pernapasan

Sistem pernapasan melibatkan rongga hidung, naso-, oro- dan bagian atas laryngo-
pharynx, larynx, trachea, bronchi, dan cabang-cabang pulmonal bronchi tersebut. Jaringan
paru sebagai kumpulan seluruh cabang pulmonal bronchi, berada dalam rongga potensial,
yakni cavum pleurae, terlindung oleh dinding thorax.1

Saluran udara pernapasan dibagi menjadi saluran udara pernapasan bagian atas., yang
terdiri dari hidung, faring, dan laring dan saluran udara pernapasan bagian bawah atau saluran
napas.1

Saluran udara pernapasan bagian atas

Sepertiga anterior rongga hidung dibagi menjadi dua oleh septum nasi. Ostium nasalis
interna merupakan bagian yang paling sempit di rongga hidung. Udara yang dihirup melalui
ostium ini mendapat tahanan lima puluh persen lebih dibandingkan jika dihirup melalui
mulut. Palatum molle memisahkan faring menjadi dua bagian, yaitu region nasofarng dan
region ororfaring. Pada nasofaring terdapat jaringan limfoid yang membentuk lingkaran;
adenoid termasuk di dalamnya. Tonsil yang terletak antara tenggorok anterior dan posterior
membatasi rongga mulut dengan ororfaring. Laring terdiri atas kartilago, pita suara, otot dan
ligamentum; semuanya menjaga agar jalan napas terbuka selama bernapas dan menutup
ketika sedang menelan.1,2

Saluran udara pernapasan bagian bawah

Batas saluran udara pernapasan bagian atas dan saluran udara pernapasan bagian
bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea. Saluran udara pernapasan bagian bawah
dimulai dari ujung trakea sampai bronkiolus terminalis trakea, yang panjangnya antara 10-12
cm , dibentuk oleh sekitar 20 lapis kartilago yang berbentuk huruf Cdan berakhir ketika
bercabang dua di trakea. Bagian yang tidak berkartilago disebut trakea membranasea dan
berada di sebelah posterior. Pada ketinggian vertebra torakalis ke 4 atau setinggi sambungan
antara manubrium dengan iga kedua kanan, trakea bercabang dua di karina menjadi bronkus
utama kanan dan bronkus utama kiri. Trakea adalah struktur fibroelastik yang kaku. Kartilago
hialin berbentuk setengah cincin yang saling menyambung mempertahankan bentuk lumen
trakea. Bagian dalam trakea dibatasi oleh epitel kolumnar bersilia. Di belakang trakea
berjalan esofagus. Cincin trakea ke-2, 3, dan 4 dilewati oleh istmus tirois di sebelah anterior.
Trakea menerima pasokan darah dari cabang-cabang aa.tiroidea inferior dan bronkial. Di atas
tempat masuknya bronkus utama, kedua ujung kartilago bertemu membentuk cincin yang
sempurna, tidak lagi berbentuk huruf C melainkan berbentuk huruf O.1,2

Saluran napas bronkus (jamak=Bronki)

Saluran napas bronki yang digolongkan sebagai conducting airways, adalah bagian dari
saluran napas yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Bagian ini sering pula
disebut sebagai central airways. Sifat anatomic saluran napas bronki adalah:1,2

Dibentuk atau ditopang oleh cicncin kartilago


Dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
Mengandung otot polos
Mendapat vaskularisasi dari arteria bronkialis
Diameternya lebih dari 2 mm
Tidak ada alveoli pada dindingnya

Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal letaknya daripada yang
kiri. Oleh karena itu benda asing yang terhirup lebih cenderung masuk ke bronki kanan dan
terus ke lobus kanan tengah dan lobus bawah bronki.2

Bronkus utama kiri memasuki hilus dan terbagi menjadi bronkus lobus superior dan
inferior. Bronkus utama kanan bercabang menjadi bronkus ke lobus atas sebelum memasuki
hilus dan begitu masuk hilus terbagi menjadi bronki lobus medial dan inferior.1,2

Tiap bronkus lobus bercabang menjadi bronki segmental. Tiap bronkus segmental
memasuki sebuah segmen bronkopulmonalis. Tiap segmen bronkopulmonalis berbentuk
piramid dengan apeks ke arah hilus. Segmen merupakan unit struktural lobus yang memiliki
bronkus segmental, arteri, dan sistem limfatikus sendiri.1,2
Saluran napas intrapulmonal

Saluran napas yang berkartilago disebut bronkus sedangkan yang tidak berkartilago
disebut sebagai bronkiolus. Dinding bronkus besar maupun bronkus kecil mengandung
kelenjar lendir submukosal. Bronkiolus paling ujung distal disebut bronkiolus terminalis.
Tiga sampai lima bronkiolus terminalis membentuk lobulus. Bagian paru yang terletak di
sebelah distal bronkiolus terminalis disebut asinus. Asinus dianggap sebagai satuan unit
respirasi paru.1

Pulmo (Paru)[6]

Masing-masing paru berbentuk kerucut dan


diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas
di dalam cavitas pleuralisnya masing-masing,
hanya dilekatkan pada mediastinum oleh
radixpulmonis, seperti terlihat pada gambar 1.

Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis


yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam
leher sekitar 1 inchi (2,5 cm) di atas clivicula;
basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat
Gambar 1. Struktur Paru diafragma; facies costalis yang konveks yang

Sumber: disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf;


http://luchinurfitri.blog.friendster.com/ facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan
2009/01/fisioterapi-dada/ cetakan perikardium dan struktur mediastinum
lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu
cekungan tempat bronkhus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis
masuk dan keluar dari paru.

Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung; pada margo anterior pulmo sinister terdapat
incisura cardiaca pulmonis sinstri. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna
vertebralis.

Lobus dan Fissura

a. Pulmo Dexter (Paru Kanan)


Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura oblique
dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior (gambar 1). Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior
ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong
pinggir posterior sekitar 2,5 inchi (6,25 cm) di bawah apex pulmonis. Fissura
horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago
costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus
medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura
horizontalis dan fissura obliqua.
b. Pulmo Sinistra (Paru Kiri)
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus,
lobus superior dan lobus inferior (gambar 1). Pada pulmo sinister tidak ada fissura
horizontalis.

Segmenta Bronchopulmonalia
Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchi
segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur
dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchopulmonalia, dan dikelilingi oleh
jaringan ikat. Brochus segmetalis diikuti oleh sebuah cabang arteria pulmonalis, tetapi
pembuluh-pembuluh balik ke venae pulmonalis berjalan di dalam jaringan ikat di antara
segmenta bronchopulmonalia yang berdekatan. Masing-masing segmen mempunyai
pembuluh limfe dan persarafan otonom sendiri. Segmenta bronchopulmonalia utama dapat
terlihat pada tabel 1 :

Tabel 1 : Segmenta Utama Bronchopulmonalia

Pulmo Dexter Pulmo Sinister


Lobus Superior Lobus Superior
a. Segmentum apicale a. Segmentum apicoposterior
b. Segmentum posterius b. Segmentum anterius
c. Segmentum anterius c. Segmentum lingulare superius
d. Segmentum lingulare inferius
Lobus Medius
e. Segmentum superius
a. Segmentum laterale
Lobus Inferior
b. Segmentum mediale
a. Segmentum superius
Lobus Inferior
b. Segmentum basale mediale
a. Segmentum superius c. Segmentum basale anterius
b. Segmentum basale mediale d. Segmentum basale laterale
c. Segmentum basale anterius e. Segmentum basale posterius
d. Segmentum basale laterale
e. Segmentum basale posterius

Pleura

Masing-masing pleura mempunyai dua


bagian, seperti yang tampak pada gambar 2 :
(1) lapisan pleura parietalis, yang
membatasi dinding thorax, meliputi
permukaan thoracal diafragma dan

Gambar 2 : Pleura Parietal dan Pleura permukaan lateral mediastinum, dan meluas
Visceral sampai ke pangkal leher untuk membatasi
Sumber :
permukaan bawah membrana suprapleura pada apertura thoracis; dan (2) lapisan pleura
visceralis, yang meliputi seluruh permukaan luar paru dan meluas ke dalam fissura
interlobaris.

Lapisan parietalis dan visceralis pleura dipisahkan satu dengan yang lain oleh suatu ruangan
sempit, cavitas pleuralis. Normalnya cavitas pleuralis mengandung sedikit cairan jaringan,
cairan pleura, yang meliputi permukaan pleura sebagai lapisan tipis dan memungkinkan
kedua lapisan pleura bergerak satu dengan yang lainnya.

Alveolus
Alveolus adalah penonjolan mirip kantung. Alveoli adalah bagian terminal dari
percabangan bronkus; merekalah yang memberi struktur paru sponsnya. Secara struktural,
alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya, mirip sarang lebah. Di
dalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung peertukaran oksigen dan CO 2 antara udara dan
darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi
antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding teretak diantara 2 alveolus
bersebelahan dan karenanya disebut sebagai septum atau dinding interalveolus. Satu septum
interalveolus terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dan mengandung kapiler, fibroblas, serat
elastin dan retikular, makrofag. Kapiler dan matriks jaringan ikat membentuk interstisium. Di
dalam interstisium dari septum iteralveolus terdapat jaringan kapiler yang paling luas di
dalam tubuh. Secara kolektif disebut sebagai sawar darah-udara: lapisan permukaan dan
sitoplasma sel alveolus; lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel; dan
sitoplasma sel endotel.
Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh 3 unsur yang secara kolektif
disebut sebagai sawar darah-udara: lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus; lamina
basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel; dan sitoplasma sel endotel. Di dalam
septum interalveolus, kapiler paru bersinambungan ditunjang oleh jalinan serat retikulin dan
elastin. Serat-serat ini, yang disusun agar dinding alveolus dapat mengembang dan mengerut,
adalah alat penyangga struktural utama dari alveolus. Membran basal, leukosit, makrofag,
dan fibroblas juga terdapat dalam interstisium septum.
Septum interalveolus terdiri atas 5 se utama: sel endotel kapiler; sel alveolus tipe 1; sel
tipe 2; sel interstisial, termasuk fibroblas dan sel mast; dan makrofag alveolar. 4

Persarafan diafragma

- Saraf motoris: seluruh saraf motoris berasal dari n. Frenikus (C3, 4, 5). Kontraksi
diafragma adalah mekanisme utama inspirasi.
- Saraf sensoris: bagian perifer diafragma mendapat serabut sensoris dari n.
interkostalis bawah. Saraf sensoris bagian sentral berasal dari n. frenikus.2

Struktur Mikroskopis Sistem Pernafasan

Pada sistem pernapasan, secara histologi, dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian Konduksi
yang berfungsi sebagai penghubung antara bagian luar dengan bagian respirasi di distal.
Bagian konduksi ini mencakup rongga hidung, faring, laring, trakea, dan sistem bronkiolus
yang berawal dengan percabangan bronkus (ekstrapulmonal dan intrapulmonal) dan
percabangan bronkiolus terminalis.4 Bagian Respirasi dimana pada bagian repirasi ini terjadi
pertukaran gas oleh darah. Gas yang bertukar disini adalah oksigen dan karbondioksida.
Bronkiolus respiratorius, duktus alveolares, dan alveoli merupakan bagian dari bagian
repirasi ini bersama-sama merupakan bagian terbesar dari volume paru.5

Hidung

Hidung ini ditutupi kulit yang dilapisi rambut yang sangat halus, dengan kelenjar
sebasea besar-besar. Bagian dalamnya dilapisi 4 jenis epitel. Epitel berlapis gepeng kulit
berlanjut ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum, dimana sejumlah rambut kaku dan
besar menonjol ke saluran udara. Rambut kasar ini diduga membantu menahan partikel-
partikel debu yang besar dalam udara yang dihirup. Beberapa milimeter ke dalam vestibulum,
epitel berlapis gepeng berubah menjadi epitel kolumnar atau kuboid tanpa silia. Kemudian
berlanjut menjadi epitel bertingkat kolumnar bersilia, yang menutupi sisa dari rongga hidung,
kecuali daerah kecil di dinding dorsal, yang dilapisi epitel olfaktorius sensoris.5,6

Bagian dalam hidung yang berguna sebagai alat penghidu atau penciuman disusun
oleh epitel olfaktorius. Pada epitel ini terdapat kemoreseptor penghidu yang merupakan suatu
daerah khusus dari membran mukosa yang terdapat pada pertengahan cavum nasi dan pada
permukaan konka nasalis superior. Epitel olfaktorius terbagi menjadi 3 jenis sel yaitu sel
olfaktorius, sel sustenkular atau penyokong, dan sel basal.5,6

Sel olfaktorius adalah neuron bipolar, yang tersebar merata di antara sel-sel
sustentakular atau sel penyokong. Intinya bulat dan menempati zona lebih rendah dari yang
berasal dari sel-sel penyokong. Pada bagian apikalnya menyempit menjadi juluran-juluran
halus, yang meluas keatas ke permukaan epitel, dan tempat berakhirnya agak melebar
membentuk bulbus olfaktorius. Bentuknya sedikit menonjol di atas permukaan sel-sel
penyokong dan mengandung badan-badan basal dari 6-8 silia olfaktoria yang memancar.
Pada bagian basal sel olfaktorius meruncing menjadi juluran merupakan akson dari sel saraf.
Mereka menembus lamina basal ke dalam jaringan ikat dibawahnya, tempat berhubungan
dengan lainnya membentuk fesikel-fesikel akson tanpa mielin. Kemudian melewati lempeng
kribosa dari tulang etmoid membentuk fila olfaktorius yang tampak secara makroskopik
memasuki dan bersinaps membentuk N.I (Nervous Olfaktorius).5

Terdapat pula lamina propria dari muksa olfaktoria yang menutupi jaringan ikat padat
dan membentuk periosteum dari lempeng kribriformis. Ia mengandung sedikit pigmen, sel
limfoid, dan pleksus kapiler darah luas. Pada bagian yang lebih dalam, terdapat juga pleksus
vena besar dan banyak juga terdapat pembuluh limfe. Lamina prorpia mengandung kelenjar
olfaktoria Bowman, kelenjar tubulo-alveolar yang bercabang, terdiri atas sel-sel serosa
piramidal dengan granul sekresi pucat. Mereka terus mensekresikan cairan berair yang
agaknya penting untuk melarutkan odoran dari udara.5

Faring

Merupakan ruangan dibelakang kavum nasi yang menghubungkan traktus pencernaan


dan traktus respiratorius. Dibagi menjadi 3 jenis yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Dinding laringofaring ini tersusun atas otot skelet dan sebagian besar tersusun
atas epitel belapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Nasofaring terdapat muara dari saluran yang
menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah yang disebut osteum faringeum tuba
auditiva. Pada orofaring tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan terletak
di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Semakin keatas akan menjadi epitel
mulut, dan semakin ke bawah menjadi epitel oesophagus.5

Laring

Merupakan organ berongga dan terletak diantara faring dan trakea. Fungsinya adalah
untuk membentuk suara dan menutup trakea sewaktu menelan untuk mencegah masuknya
makanan dan liur ke dalam saluran napas dan paru. Dindingnya dibentuk oleh tulang rawan
tiroid dan krikoid serta sepotong tulang rawan fibroelastis tipis, yaitu epiglotis. Sewaktu
menelan, epiglotis tertekan kedepan oleh pangkal lidah, menutup laring dan merupakan
permukaan licin bagi bolus makanan memasuki oesofagus. Ada 2 otot yang mengatur
pergerakan pada laring yaitu muskulus intrinsik dan muskulus ekstrinsik. Muskulus ekstrinsik
mengikat laring pada tulang hioid, mengangkatnya sewaktu deglutasi. Sedangkan muskulus
intrinsik berhubungan dengan tulang rawan tiroid dan krikoid dan apabila berkontraksi akan
mengubah tensi pita suara sehingga mempengaruhi perubahan fonasi. Epiglotis dan pita suara
terusun atas epitel berlapis gepeng. Bagian lainnya dari laring disusun oleh epitel bertingkat
bersilia, dan arah lecutan silia ke arah faring, menggeser partikel asing, bakteri, dan mukus ke
arah luar.5

Trakea

Trakea disusun oleh sederetan keping tulang hialin yang berbentuk C dan
mengelilingi bagian ventral dan lateral dari trakea, bagian ini disebut pars kartilagenia. Cincin
tulang rawan yang tidak utuh ini dipisahkan oleh celah-celah yang dijembatani jaringan ikat-
fibroelastis. Susunan demikian membuat trakea leluasa bergerak, dan kegunaan cincin-cincin
tulang rawan berguna dalam menahan tekanan dari luar yang dapat menutup jalan napas. Di
luar tulang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin. Dinding
posteriornya tidak dilengkapi oleh tulang rawan. Sebagai gantinya terdapat pita tebal dari
otot polos yang berbentuk melintang, ujungnya berbaur dengan lapis jaringan ikat padat di
luar tulang rawan tadi, bagian ini disebut sebagai pars membranasea. 5,6

Bronkus

Dari trakea akan bercabang menjadi 2 cabang utama yaitu bronki primer atau bronki
utama. Mereka berjalan ke bawah dan luar, bercabang menjadi bronki lobaris. Paru kiri terdiri
atas lobus superior dan lobus inferior, sedangkan paru kanan terdiri atas lobus superior,
medius, dan inferior. Jadi terdapat 2 bronki lobar di kiri dan 3 buah di kanan. Mereka akan
bercabang lagi menjadi bronki segmental menuju berbagai segmen bronkopulmonar dalam
masing-masing paru. Bronki segmental ini pun akan berlanjut bercabang membentuk bronki
subsegmental.5

Bronki primer memiliki struktur yang kurang lebih mirip dengan trakea. Namun
setelah memasuki paru, cincin tulang rawan dindingnya digantikan lempeng-lempeng tulang
rawan hialin tidak teratur yang tersebar mengelilingi lingkaran tabung. Karena bronki
intrapulmonar itu silindris dan bagian posteriornya tidak mendatar seperti pada trakea dan
bronki ekstrapulmonal. Semakin ke distal, lempeng-lempeng tulang rawan semakin
berkurang jumlahnya sampai menghilang sama sekali pada bronki subsegmental yang
berdiameter kurang lebih 1 mm. Dengan berkurangnya tulang rawan, semakin banyak
ditemukan otot polos yang tersusun seperti berkas-berkas yang saling menganyam, seperti
berjalan melingkar.5

Epitel yang berada di bronkus pun ternyata tidak berbeda jauh dengan yang ada di
trakea yaitu terdiri atas epitel kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan juga kelenjar
submukosa. Jumlah kelenjar ini juga semakin berkurang dan hilang pada tingkat bronkiolus.
Tinggi epitel ini akan berangsur menurun dan berganti menjadi epitel kuboid bersilia pada
bronkiolus dan kuboid rendah di bronkiolus terminalis.5,6

Bronkiolus

Merupakan generasi percabangan keduabelas sampai kelima belas dari pohon


bronkus. Tidak ada lempengan tulang rawan pada dindingnya dan juga tidak ditemukan
kelenjar pada bagian lamina proprianya, hanya ada sedikit sel goblet pada epitel di segmen
awalnya. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris
bersilia, yang semakin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis
silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Pada epitel
di bronkiolus juga mengandung sel clara yang permukaannya tidak ditutupi mikrovili dan
sitoplasma apikalnya mengandung sedikit granul sekresi padat di bagian atasnya (apexnya)
yang berguna untuk menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan
oksidatif dan inflamasi. Di dekat permukaan bebas, sel clara berhubungan dengan sel-sel
didekatnya dengan zonula occludens. Pada bronkiolus ini juga memperlihatkan daerah
spesifik yang disebut badan neuroepitel. Pada badan ini mengandung banyak sekali granul
sekretorik dan menerima ujung saraf kolinergik. Fungsi dari badan neuroepitel ini belum
diketahui, namun badan-badan ini mungkin merupakan kemoreseptor yang bereaksi terhadap
perubahan komposisi gas dalam jalan napas. Selain itu juga ikut berperan pada proses
pemulihan sel-sel epitel jalan napas yang mengalami cedera.5,6

Bronkiolus Respiratorius

Pada bagian ini adalah bagian peralihan dari bagian konduksi ke bagian respirasi di
paru. Mukosa bronkiolus respiratorius secara sturktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis kecuali dindingnya yang dikelilingi oleh banyak alveolus tempat terjadinya
pertukaran gas. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan juga
sel clara, namun pada muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus
gepeng. Makin ke arah distal di sepanjang bronkiolus, jumlah alveolus semakin bertambah
dan jarak diantaranya semakin memendek. Di antara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri
atas epitel kuboid bersilia; akan tetapi silia tidak dapat dijumpai di bagian yang lebih distal.
Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel bronkiolus respiratorius.5,6

Duktus Alveolaris

Makin ke distal jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus semakin banyak
sampai semua dindingnya ditempati muara tersebut, dan saluran napas tersebut dinamakan
duktus alveolaris. Duktus ini dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat
halus. Dalam lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus dimana terdapat anyaman sel
otot polos. Berkas otot polos mirip sfingter ini tampak sebagai tombol di antara alveoli yang
berdekatan. Otot polos tidak lagi dijumpai pada ujung distal duktus alveolaris.5,6

Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium yang berhubungan dengan sakus


alveolaris. Dua atau lebih sakus alveolaris berasal dari setiap atrium. Banyak serat elastin dan
retikulin membentuk membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium, sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang sewaktu
inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serat-serat ini berfungsi sebagai
penunjang yang mencegah pengembangan yang berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-
kapiler halus dan septa alveolar.5,6

Alvoelus
Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung bergaris tengah lebih kurang
200 m, dari bronkiolus, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli adalah bagian
terminal dari percabangan bronkus, merekalah yang memberi paru struktur sponsnya.
Didalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung pertukaran oksigen dan CO 2 antara udara
dan darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar
difusi antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak diantra dua
alveolus bersebelahan dan karenannya disebut sebagai septum atau dinding interalveolus.
Satu septum interalveolus terdiri atas dua lapis epitel gepeng tipis, dan mengandung kapiler,
fibroblast, serat elastin dan retikulan, makrofag. Kapiler dan matriks jaringan ikat membentuk
intertisium. Didalam intertisium dari septum interalveolus terdapat jaringan kapiler yang
paling luas dalam tubuh. Lebih kurang 300 juta alveoli yang terdapat dalam paru sangat
memperluas permukaan dalam untuk pertukran gas, yang diperkirakan mencapai lebih kurang
140 m2. Septum interalveolus terdiri dari lima jenis sel utama: sel endotel kapiler, sel alveolus
tipe 1 (gepeng), sel alveol tipe 2 (septal, alveoli besar), sel intersisial, termasuk fibroblast dan
sel mast, dan makrofag alveolar.5,6-7

Sel endotel sangat tipis dan mudah dikacaukan dengan sel alveolar tipe 1. Pelapis
endotel itu utuh dan tidak bertingkat. Ciri paling mencolok pada sitoplasma bagian gepeng
dari sel adalah banyaknya vesikel pinositotik.5

Sel tipe I, juga disebut sel alveolus gepeng, adalah sel yang sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe 1 merupakan 97% dari permukaan alveolus. Fungsi utama sel
ini adalah mengadakan sawar dengan ketebalan minimal yang mudah dilalui gas.5,7

Sel tipe II, juga disebut sel alveolar besar ditemukan terselip diantara sel alveolar tipe
1. Kedua jenis sel ini melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 berbentuk agak
kuboid yang biasanya berkelompok 2 atau 3 sepanjang permukaan alveolus pada tempat
pertemuan dinding alveolus dan membentuk sudut. Sel ini, yang tempat diatas membrane
basal adalah bagian dari epitel karena mempunyai asal yang sama dengan sel tipe 1 yang
melapisi dinding alveolus. Sel ini mirip dengan sel sekresi biasa, mereka memiliki
mitokondria, RE kasar, kompleks golgi yang baik dan mikrofili pada permukaan apical
bebasnya.5,7

Pleura
Pleura adalah membrane serosa yang membungkus paru. Ia terdiri atas dua lapisan,
parietal dan visceral yang saling berhubungan didaerah hilum. Kedua membrane itu terdiri
atas sel mesotel yang bertempat diatas jaringan ikat halus yang mengandung serat elastin dan
kolagen. Dalam keadaan normal rongga pleura ini mengandung sedikit cairan bekerja sebagai
bagian pelumas, memungkinkan permukaan satu terhadap yang lainnya secara halus selama
gerakan bernapasan.5

Mekanisme Pernafasan

Pengembangan dan Pengempisan Paru


Peranan Otot Pernafasan

Paru-paru dapat dikebang-kempiskan melalui dua cara: (1) dengan gerakan naik
turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior
rongga dada.8

Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metoda
pertama, yaitu melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik
permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian, selama ekspirasi, diafragma mengadakan
relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan struktur
abdomen akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama bernafas kuat,
daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga
diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-otot abdomen, yang
mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma, sehingga mengkompresi paru.8

Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga.
Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah,
dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka
iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan
menjauhi spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama
inspirasi maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang
mengelevasikan rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi, dan otot-otot
yang menurunkan rangka dada diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot paling
penting yang mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksterna, tetapi otot-otot lain
yang membantunya adalah (1) sternokleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas, (2)
serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga; dan (3) skalenus, mengangkat dua iga
pertama.8

Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah (1) rektus
abdominis, yang mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat kuat terhadap iga-iga
bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini dan otot-otot abdomen lainnya
menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma, dan (2) interkostalis internus.8

Pengaruh Gradien Tekanan


Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah,
yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses
bernafas dengan mengikuti penurunan gradien tekanan yang berubah berselang-seling antara
alveolus dan atmosfer akibat aktivitas siklik otot-otot pernafasan. Terdapat tiga tekanan
berbeda yang penting untuk ventilasi:7

a. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer terhadap benda-benda di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut,
tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan
penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena kolom udara di atas permukaan
bumi menurun. Dapat terjadi fluktuasi minor tekanan atmosfer akibat perubahan
kondisi-kondisi cuaca (yaitu, pada saat tekanan barometrik meningkat atau menurun)
b. Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah
tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui
saluran pernafasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradien
tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan tekanan
atmosfer; udara terus mengalir sampai keduanya seimbang (ekuilibrum).
c. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga
dikenal sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru di dalam
rongga toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer,
rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan
menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik rujukan (yaitu, tekanan sistolik 120
mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau
dalam realitas 880 mmHg), 756 mmHg kadang-kadang disebut sebagai tekanan -4
mmHg, walaupun sebenarnya tidak ada apa yang disebut sebagai tekanan negatif
absolut. Tekanan -4 mmHg adalah tekanan yang negatif jika dibandingkan dengan
tekanan atmosfer normal 760 mmHg. Tekanan intrapleura tidak diseimbangkan
dengan tekanan atmosfer atau intra-alveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung
antara rongga pleura dan atmosfer atau paru.7

Kohesivitas cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural

Rongga toraks lebih besar


daripada paru yang tidak teregang
karena dinding toraks tumbuh
lebih cepat daripada paru selama
masa perkembangan. Namun ada
dua gaya, yaitu kohesivitas cairan
intrapleura dan gradien tekanan
transmural yang menahan dinding
toraks dan paru untuk mengisi
rongga toraks yang lebih besar.
Gambar 3. Tekanan Transmural
Sumber: Molekul-molekul air polar di
http://otoymarotoy.blogspot.com/2010/11/pneumotorak
dalam cairan intrapleura bertahan
s-katamenial.html
dari peregangan karena adanya
gaya tarik menarik antara sesama mereka. Kohesivitas cairan intrapleura yang
ditimbulkannya cenderung menahan kedua permukaan pleura menyatu. Dengan demikian,
cairan intrapleura secara lepas dapat dianggap sebagai perekat atau lem antara dinding
toraks dan paru, akan tetapi cairan intrapleura itu sediri memungkinkan adanya pergerakan
paru terhadap permukaan interior dinding dada. Hubungan ini ikut berperan dalam
menentukan kenyataan bahwa perubahan dimensi-dimensi toraks selalu disertai oleh
perubahan dimensi-dimensi paru; yaitu, ketika toraks mengembang, paru, karena melekat ke
dinding toraks akibat kohesivitas cairan intrapleura, juga mengembang.7

Alasan yang lebih penting mengapa paru mengikuti gerakan dinding dada adalah
adanya gradien tekanan transmural yang melintasi dinding paru, seperti yang terlihat pada
gambar 6. Tekanan intra-alveolus, yang setara dengan tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg,
lebih besar daripada tekanan intrapleura sebesar 756 mmHg, sehingga di dinding paru gaya
yang menekan ke arah luar lebih besar daripada gaya yang menekan ke arah dalam.
Perbedaan tekanan netto ke luar ini, yaitu gradien tekanan transmural, mendorong paru ke
arah luar, meregangkan atau mengembangkan paru. Karena gradien tekanan inilah, paru
selalu terdorong untuk mengembang mengisi rongga toraks.7
Gradien tekanan transmural serupa juga terdapat di antara kedua sisi dinding toraks.
Tekanan atmosfer yang menekan dinding toraks ke arah dalam lebih besar daripada tekanan
intrapleura yang mendorong dinding tersebut ke arah luar, sehingga dinding dada cenderung
menciut atau terkompresi dibandingkan dengan apa yang akan terjadi apabila dada tidak
mengalami tekanan-tekanan tersebut. Namun, efek gradien tekanan transmural di dinding
paru jauh lebih menonjol, karena jaringan paru yang mudah teregang jauh lebih terpengaruh
oleh perbedaan tekanan yang sedang tersebut dibandingkan dengan dinding toraks yang lebih
kaku.7

Karena baik dinding paru maupun dinding dada tidak berada dalam posisi alami
mereka sewaktu keduanya berhadapan erat satu sama lain, keduanya terus menerus berusaha
mencapai dimensi-dimensi inheren mereka. Paru yang teregang cenderung tertarik ke arah
dalam menjauhi dinding dada, sementara dinding dada yang tertekan cenderung bergerak ke
arah luar menjauhi paru. Namun, gradien tekanan transmural dan kohesivitas cairan
intrapleura mencegah kedua struktur tersebut menjauhi, kecuali sedikit. Walaupun demikian,
pengembangan rongga pleura yang kecil ini saja cukup untuk menyebabkan penurunan
tekanan di dalam rongga ini sebesar 4 mmHg, sehingga tekanan intrapleura berada dalam
tekanan subatmosfer sebesar 756 mmHg.7

Sifat Elastik Paru

Elastisitas paru melibatkan dua konsep yang saling berkaitan: recoil elastik dan
compliance. Recoil elastik (penciutan elastik) mengacu kepada seberapa mudah paru kembali
ke bentuknya setelah diregangkan. Sifat ini menentukan kembalinya paru ke volume pra-
inspirasinya sewaktu otot-otot inspirasi melemas di akhir inspirasi.7

Compliance mengacu kepada seberapa besar usaha yang diperlukan untuk


meregangkan atau mengembangkan paru. Secara spesifik, compliance adalah ukuran tingkat
perubahan volume paru yang ditimbulkan oleh gradien tekanan transmural (gaya yang
meregangkan paru) tertentu. Untuk peningkatan perbedaan tekanan tertentu, lebih besar
daripada paru yang compliance-nya rendah. Dengan kata lain, semakin rendah compliance
paru, semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Pada gilirannya, gradien tekanan transmural
yang lebih besar dari normal dapat dicapai hanya dengan membuat tekanan intrapleura lebih
subatmosferik dibandingkan biasanya. Hal ini dilakukan dengan ekspansi toraks yang lebih
besar melalui kontraksi otot inspirasi yang lebih kuat. Dengan demikian, semakin rendah
compliance paru, semakin besar kerja yang diperlukan untuk menghasilkan inflasi dalam
derajat tertentu. Paru yang compliance-nya rendah disebut paru kaku, karena tidak
memiliki daya regang seperti paru normal. Compliance pernafasan dapat menurun akibat
inhalasi serat asbestos atau iritan serupa.7

Tegangan Permukaan Alveolus

Sifat elastik paru terutama bergantung pada dua faktor : jaringan ikat paru yang sangat
elastik dan tegangan permukaan alveolus. Selain memperlihatkan sifat elastik, serat-serat ini
juga tersusun dalam suatu jaringan yang semakin memperkuat daya elastik tersebut.7,9

Faktor yang lebih penting lagi yang mempengaruhi sifat elastik paru adalah tegangan
permukaan alveolus yang diperlihatkan oleh lapisan cairan tipis yang meliputi semua
alveolus. Pada pertemuan air-udara, molekul-molekul air di permukaan melekat lebih erat ke
molekul air di sekitarnya dibandingkan ke udara di atas permukaan. Tarik menarik yang tidak
seimbang ini menciptakan suatu gaya yang dikenal sebagai tegangan permukaan di
permukaan cairan. Tegangan permukaan menimbulkan dua efek. Pertama, lapisan cairan
menahan setiap gaya yang meningkatkan luas permukaannya; yaitu, lapisan tersebut melawan
ekspansi alveolus karena molekul-molekul air permukaan menentang memisahkan mereka.
Dengan demikian, semakin besar tegangan permukaan, semakin rendah compliance paru.
Kedua, luas permukaan cairan cenderung menjadi sekecil-kecilnya karena molekul-molekul
air permukaan, yang lebih tertarik satu sama lain, mencoba berdekatan satu sama lain.
Dengan demikian, tegangan permukaan cairan yang melapisi sebuah alveolus cenderung
memperkecil ukuran alveolus, dan memeras udara yang berada di dalamnya. Sifat ini,
bersama dengan adanya serat elastin, menyebabkan paru menciut kembali ke ukuran pra-
inspirasinya setelah inspirasi berakhir.7,9

Peran Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Permukaan Paru

Tegangan permukaan yang rendah ketika alveolus mengecil disebabkan oleh adanya
surfaktan (suatu zat lemak yang menurunkan tegangan permukaan) dalam cairan yang
melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC),
berbagai lipid lain, dan protein. Jika tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah
saat alveolus kolaps akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi untuk membantu mencegah
terjadinya edema paru. Bedasarkan perhitungan diketahui bahwa bila tidak terdapat surfaktan,
tegangan permukaan alveolus yang tidak dilawan akan menimbulkan tekanan sebesar 20
mmHg yang menimbulkan transudasi cairan dari darah ke dalam alveolus. Surfaktan
dihasilkan oleh sel epitel tipe II.9

Pertukaran Gas

Inspirasi dan Ekspirasi

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, tekanan intra-alveolus


harus lebih rendah daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke paru selama
inspirasi. Demikian juga, tekanan intra-alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer
agar udara mengalir ke luar dari paru selama ekspirasi.7,10

Selama inspirasi, dinding dada


mengembang dan tekanan intrapleura
menurun. Keadaan tersebut
meningkatkan gradien tekanan di antara
ruang interpleura dan alveolus, sehingga
meregangkan paru. Pada inspirasi biasa,
tekanan intra-alveolus menurun 1
mmHg menjadi 759 mmHg. Karena
Gambar 4. Pergerakan Tulang Iga dan
Diafragma Saat Inspirasi dan Ekspirasi tekanan intra-alveolus sekarang lebih
Sumber: rendah daripada tekanan atmosfer, udara
http://www2.estrellamountain.edu/faculty/farabee
mengalir masuk ke paru mengikuti
/biobk/biobookrespsys.html
penurunan gradien tekanan dari tekanan
tinggi ke rendah. Udara terus mengalir ke dalam paru sampai tidak ada lagi terdapat gradien;
yaitu, sampai tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Dengan demikian,
pengembangan paru bukan disebabkan oleh perpindahan udara ke dalam paru; melainkan,
udara mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus akibat paru yang
mengembang.7,10

Sedangkan, selama ekspirasi, baik tekanan intrapleura maupun tekanan alveolar


meningkat. Pada pernafasan tenang, tekanan intrapleura tetap negatif selama inspirasi dan
positif selama ekspirasi. Tekanan alveolar selalu lebih tinggi daripada tekanan intrapleura
akibat recoil paru. Pada ekspirasi biasa, otot-otot inspirasi melemas. Saat melemas diafragma
kembali ke bentuknya seperti kubah (gambar 7); sewaktu otot antariga eksternal melemas,
sangkar iga yang terangkat turun karena adanya gravitasi; dan dinding dada dan paru yang
teregang kembali menciut ke ukuran pra-inspirasinya. Sewaktu paru menciut dan berkurang
volumenya, tekanan intra-alveolusnya meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih
besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi sekarang
terkompresi ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi istirahat, tekanan intra-
alveolus meningkat sekitar 1 mmHg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mmHg. Udara
sekarang keluar paru megikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan intraalveolus yang
tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti jika tekanan
intraalveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan tidak lagi terdapat gradien
tekanan.7,10

Difusi Oksigen dan Karbon Dioksida

Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah


Kapiler Paru dan dari Kapiler
Jaringan ke dalam Jaringan
Alveolus paru yang berbatasan dengan kapiler paru, memperlihatkan difusi molekul-molekul
oksigen antara udara alveolus dan darah paru. PO 2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata
104 mmHg, sedangkan PO2 darah vena yang masuk kapiler paru pada ujung arterinya, rata-
rata hanya 40 mmHg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah
melalui jaringan perifer (gambar 5). Oleh karena itu,
perbedaan tekanan awal yang menyebabkan oksigen
berdifusi ke dalam kapiler paru adalah 104 40, atau
64 mmHg. Terjadi peningkatan PO2 yang cepat dalam
darah sewaktu darah melewati kapiler; PO2 darah
meningkat hampir sebanding dengan peningkatan
yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah telah
melewati sepertiga panjang kapiler, yang menjadi

Gambar 8. Difusi Oksigen dan Karbon Dioksida hampir 104 mmHg.8


Sumber: http://ruangilmu.com/index.php?
action=artikel&cat=84&id=66&artlang=id&hi Kira-kira 98% darah dari paru yang memasuki
ghlight=GOLONGAN+DARAH atrium kiri, mengalir melalui kapiler alveolus dan
menjadi teroksigenisasi sampai PO2 kira-kira 104
mmHg. Sekitar 2 persennya lagi melewati aorta melalui sirkulasi bronkial, yang terutama
menyuplai jaringan dalam pada paru dan tidak terpapar dengan udara paru. Aliran darah ini
disebut aliran pintas, yang berarti darah yang memintas daerah pertukaran gas. Pada waktu
meninggalkan paru, PO2 darah pintas hampir sama dengan darah vena sistemik normal, kira-
kira 49 mmHg. Ketika darah ini bercampur dalam vena paru dengan darah yang
teroksigenisasi dari kapiler alveolus; campuran darah ini disebut campuran darah vena, dan
menyebabkan PO2 darah yang masuk ke jantung kiri dan dipompa ke dalam aorta, menjadi
turun sampai sekitar 95 mmHg.8

Oksigen selalu dipakai oleh sel. Oleh karena itu, PO 2 intrasel dalam jaringan perifer
tetap lebih rendah daripada PO 2 dalam kapiler perifer. Bila darah arteri sampai ke jaringan
perifer, PO2 dalam kapiler masih 95 mmHg. Sedangkan PO 2 dalam cairan interstisial yang
mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mmHg. Dengan demikian, terdapat perbedaan
tekanan awal yang sangat besar yang menyebabkan oksigen terdifusi secara cepat dari kapiler
ke dalam jaringan. Begitu cepatnya sehingga PO 2 kapiler turun hampir sama dengan tekanan
dalam interstisium, yaitu 40 mmHg. Oleh karena itu, PO 2 darah yang meninggalkan kapilet
jaringan dan memasuki vena sistemik juga kira-kira 40 mmHg.8
Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam Kapiler Jaringan dan dari
Kapiler Paru ke dalam Alveoli

Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon
dioksida, sehingga PCO2 intrasel meningkat; karena PCO2 sel jaringan yang tinggi ini, karbon
dioksida berdifusi dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh darah ke
paru. Di paru, karbon dioksida berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan kemudian
dikeluarkan.8

Dengan demikian, pada tiap tempat dalam rantai pengangkutan gas, karbon dioksida
berdifusi dalam arah yang berlawan dengan difusi oksigen. Meskipun demikian, terdapat satu
perbedaan besar antara difusi karbon dioksida dan oksigen: karbon dioksida dapat berdifusi
kira-kira 20 kali lebih cepat dari oksigen. Oleh karena itu, perbedaan tekanan yang
dibutuhkan untuk menimbulkan difusi karbon dioksida, pada setiap keadaan, jauh lebih kecil
daripada perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan difusi oksigen. Tekanan-
tekanan CO2 ini kurang lebih sebagai berikut (gambar 5):
a. PCO2 intrasel, kira-kira 46 mmHg; PCO 2 interstisial, kira-kira 45 mmHg. Dengan
demikian, hanya ada perbedaan tekanan 1 mmHg.
b. PCO2 darah arteri yang masuk ke jaringan, 40 mmHg; PCO 2 darah vena yang
meninggalkan jaringan, 45 mmHg. Dengan demikian, darah kapiler jaringan hampir
sama dengan PCO2 interstisial, yaitu 45 mmHg.
c. PCO2 darah yang masukkapiler paru pada ujung arteri, 45 mmHg; PCO 2 udara
alveolus, 40 mmHg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk
menyebabkan difusi karbon dioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli hanya 5
mmHg. PCO2 darah kapiler paru turun hampir mendekati PCO 2 alveolus, 40 mmHg,
sebelum darah melewati lebih dari kira-kira sepertiga jarak kapiler. Efek ini sama
dengan efek yang diamati pada permulaan difusi oksigen, hanya saja efek ini
berlangsung dalam arah yang berlawanan.

Transpor Gas

Darah merupakan alat untuk komunikasi metabolik diantara organ-organ tubuh. Darah
juga merupakan alat untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan dan
untuk mengangkut CO2 yang terbentuk selama metabolisme respirasi jaringan ke paru-paru
untuk dieksresi. Hampir semua oksigen dibawa darah diangkut oleh hemoglobin sel darah
merah. 3
Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit adalah sel gepeng berbentuk piringan yang di bagian tengah kedua sisinya
mencekung, seperti sebuahdonat dengan bagian tengah menggepeng bukan berlubang.
Bentuk khas ini ikut berperan, melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsi
mereka mengangkut O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf menghasilkan luas
permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran daripada yang dihasikan oleh
sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, tipisnya sel memungkinkan O 2 berdifusi secara
lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya.7

Molekul hemoglobin terdiri dari daua bagian: (1) bagian globin, suatu protein yang
terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat, dan (2) gugus nitrogenosa
nonprotein mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem (heme), yang masing-masing
terikat ke satu polipeptida. Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu
molekul O2; dengan demikian, setiap molekul hemoglobin dapat mengangkut empat
penumpang O2. Karena O2 yang kurang larut dalam plasma, 98,5% O 2 yang diangkut dalam
darah terikat pada hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen (yaitu, secara ilmiah
bewarna). Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan apabila berikatan
dengan O2 dan kebiruan apabila mengalami deoksigenisasi. Dengan demikian, darah arteri
yang terosigenisasi sempurna tampak merah, dan darah vena yang telah kehilangan sebagian
O2-nya dijaringan memperlihatkan rona kebiruan.7

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat berikut:
a. Karbon dioksida. Dengan demikian, hemoglobin ikut berperan mengangkut gas ini
dari jaringan kembali ke paru.
b. Bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi, yang dibentuk
dari CO2 pada tingkat jaringan. Hemoglobin, dengan demikian, menyangga asam ini,
sehingga pH tidak terlalu terpengaruh.
c. Karbon monoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat dalam darah
tetapi, jika terhirup, menempati tempat pengikatan O2 di hemoglobin, sehingga terjadi
keracunan karbon monoksida.

Dengan demikian, hemoglobin berperan penting dalam pengangkutan O 2 sekaligus ikut serta
dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. 7

Enzim penting lain di dalam sel darah merah adalah karbonat anhidrase, yang penting
dalam pengangkutan CO2. Enzim ini mengkatalisis sebuah reaksi kunci yang akhirnya
menyebabkan perubahan CO2 hasil metabolisme menjadi ion bikarbonat (HCO3-), yaitu
bentuk utama transportasi CO2 di dalam darah. Dengan demikian, eritrosit ikut serta dalam
pengangkutan CO2 melalui dua cara, yaitu melalui pengangkutan dengan hemoglobin dan
melalui konversi ke HCO3- oleh karbonat anhidrase.7

Pengangkutan O2

Hemoglobin mengandung dua rantai dan dua rantai , serta 4 gugus heme, yang
masing-masing berikatan dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat
mengikat satu molekul oksigen secara dapat balik. Jumlah oksigen yang diikat oleh
hemoglobin bergantung kepada empat faktor: (1) tekanan parsial O2, (2) pH, (3) konsentrasi
2,3-difosfogliserat dan (4) konsentrasi CO2. Gambar 9 memperlihatkan kurva kejenuhan
oksigen bagi hemoglobin. Bentuk sigmoid kurva ini menunjukan bahwa pengikatan molekul
pertama oksigen meningkatkan afinitas subunit hemoglobin sisanya untuk mengikat lebih
banyak molekul oksigen. Karena tekanan parsial oksigen selanjutnya meningkat maka
dicapai bentuk puncak yang mendatar di mana masing-masing molekul hemoglobin menjadi
jenuh, dan mengandung empat molekul oksigen.
Peningkatan oksigen yang reversibel oleh
hemoglobin disertai oleh pembebasan proton,
menurut persamaan reaksi berikut:11

HHb + O2 HbO2 + H+

Dengan demikian peningkatan pH akan menggeser


kesetimbangan ke kanan (gambar 9) dan
menyebabkan hemoglobin mengikat lebih banyak
oksigen pada tekanan parsial oksigen tertentu,
sebaliknya, penurunan pH akan menurunkan jumlah
oksigen yang terlarut.11

Pada paru, dimana tekanan parsial oksigen tinggi dan


pH juga relatif tinggi, hemoglobin cenderung
menjadi hampir jenuh maksimal dengan oksigen.
Sebaliknya, di dalam kapiler pada bagian dalam
jaringan perifer di mana tekanan oksigen rendah dan juga pH relatif rendah, terjadi
pembebasan oksigen yang terikat ke dalam massa jaringan yang melakukan respirasi. Di
dalam vena darah yang meninggalkan jaringan, hemoglobin hanya jenuh 65%. Oleh karena
itu, hemoglobin berdaur di antara kejenuhan oleh oksigen 65 dan 97 persen, dalam sirkuit
berulang di antara paru dan jaringan perifer.11

Gambar 6.Kurva Kejenuhan Suatu pengatur derajat oksigenisasi hemoglobin yang penting
Oksigen bagi Hemoglobin
adalah 2,3-difosfogliserat (DPG). Konsentrasi DPG lebih tinggi di
Sumber:
http://science.kennesaw.edu/~jdirnb dalam sel menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
er/Bio2108/Lecture/LecPhysio/Phys yang lebih rendah. Jika pengiriman oksigen ke jaringan sangat
ioRespiratory.html
terbatas seperti pada orang yang mengalami defisiensisel darah
merah atau orang yang hidup di dataran tinggi, konsentrasi DPG di dalam sel menjadi lebih
tinggi daripada individu normal yang hidup di daerah permukaan laut. Pengaturan biokimia
ini menyebabkan hemoglobin membebaskan oksigen yang diikatnya segera ke dalam
jaringan, untuk mengimbangi penurunan oksigenisasi hemoglobin di dalam paru.11

Gambar 7. Pengangkutan CO2


Sumber: http://www2.estrellamountain.edu/faculty/farabee/biobk/biobookrespsys.html

Pengangkutan CO2

Darah juga mengangkut karbon dioksida yang terbentuk sebagai hasil akhir oksidasi
bahan bakar; dari jaringan ke paru. Selanjutnya karbon dioksida di paru dibebaskan dalam
bentuk hembusan udara. Dalah di dalam vena yang meninggalkan jaringan mengandung
karbon dioksida yang setara dengan 60 ml gas CO2 per 100 ml darah, sedangkan darah di
dalam arteri yang meninggalkan paru mengandung hanya sekitar 50 ml CO 2 per 100 ml. Kira-
kira dua pertiga bagian dari CO2 darah total berada di dalam plasma dan sekitar sepertiga
bagian berada di dalam sel darah merah. Akan tetapi, hampir semua CO 2 darah harus masuk
dan keluar ke/dari sel darah merah selama pengangkutan CO 2 dari jaringan ke paru. Di dalam
plasma darah dan sel darah merah, CO2 total berada dalam dua bentuk yaitu sebagai CO 2
terlarut dan sebagai bikarbonat (HCO3-). Karena CO2 yang terlarut dapat dihidrasi secara
sistem penyangga, di mana H2CO3 merupakan donor proton dan ion HCO3- sebagai akseptor
proton. Sistem H2CO3-HCO3- adalah penyangga utama plasma darah.11

Berikut ini adalah urutan proses pengangkutan CO2 dari jaringan ke paru, dapat juga
dilihat pada gambar 10. CO2 terlarut, suatu produk oksidasi siklus asam sitrat seperti halnya
reaksi dekarboksilasi enzimatis yang lain, ke luar dari jaringan dengan cara difusi,
selanjutnya masuk ke dalam plasma darah, dan kemudian ke dalam eritrosit. Di dalam
eritrosit, CO2 dengan cepat dihidrasi menghasilkan asam karbonat bebas dalam reaksi yang
reversibel:

CO2 + H2O H2CO3

Jika tidak terdapat katalis, reaksi ini berjalan relatif lambat dan tidak cukup cepat untuk
mengimbangi produksi CO2 dari jaringan yang melakukan respirasi. Akan tetapi eritrosit
mengandung enzim karbonat anhidrase, yaitu, enzim aktif yang secara ekstrim meningkatkan
kecepatan reaksi. Sekali H2CO3 terbentuk, secara spontan molekul ini akan mengalami
ionisasi menjadi bikarbonat.

H2CO3 H+ + HCO3-

HCO3- yang terbentuk keluar dari sel darah merah, dan masuk ke dalam plasma darah, dengan
penukaran ion klorida (Cl-). H+ yang dihasilkan dari ionisasi asam karbonat (H 2CO3) di dalam
eritrosit menyebabkan terjadinya pelepasan oksigen dari oksihemoglobin seperti yang
digambarkan pada reaksi ini:

H+ + HbO2 HHb + O2

Dengan demikian pembentukan H+ sebagai akibat dari masuknya CO2 dan perubahannya
menjadi HCO3- dalam sel darah merah menyebabkan pembebasan oksigen oleh hemoglobin
pada saat darah melewati jaringan perifer.
Jika darah dalam vena yang banyak mengandung CO2 kembali ke paru, maka terjadi
kebalikan siklus ini. Pengikatan oksigen oleh hemoglobin di dalam kapiler paru
menyebabkan pembentukan H+.

HHb + O2 H+ + HbO2

H+ yang terbentuk sekarang melangsungkan pembentukan asam karbonat dari HCO 3- di


dalam eritrosit :

H+ + HCO3- H2CO3

Dan H2CO3 yang terbentuk selanjutnya didehidrasi oleh karbonat anhidrase menghasilkan
CO2 terlarut.

H2CO3 H2O + CO2

CO2 yang telah dilarutkan sekarang keluar dari eritrosir melalui plasma darah dan kapiler
(pembuluh) darah, dan keluar ke udara melalui permukaan paru. Dengan cara ini
pengangkutan oksigen dan pengangkutan CO2 saling membantu melalui aksi hemoglobin,
yang dengan baiknya beradaptasi untuk fungsi pengangkutan khusus ini.

Kesimpulan

Sistem pernapasan berperan penting untuk mengatur pertukaran oksigen dengan


karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk
menghasilkan sumber energi, adenosin trifosfat (ADP). Karbondioksida dihasilkan oleh sel-
sel yang secara metabolis aktif dan membentuk asam yang harus dibuang oleh tubuh. Sistem
pernapasan melakukan dua fungsi terpisah: ventilasi dan respirasi.
Daftar Pustaka

1. Gunardi S. Anatomi system pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2007. H. 1-101.

2. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002.h.1-22.

3. Scribd. Awasi racun dalam rokok. Edisi Januari 2011. Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/47118862/AWASI-RACUN-DI-DALAM-ROKOK , 21 Mei
2011.

4. Tambayong Jan. Histologi dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran;
2007.p.366-347.

5. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC : 2002. 629-45

6. Eroschenko VP. Atlas histology difiore dengan korelasi fungsional. Edisi 11. Jakarta:
EGC; 2010.

7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. H. 410-47.

8. Guyton AC, Hall JF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008: 495-538.

9. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008: 678-84.

10. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At glance sistem respirasi. Edisi ke-2. Jakarta:
Erlangga; 2007: 14.

11. Lehningher A. Dasar-dasar biokimia jilid 3. Jakarta: Erlangga; 1988: 29-36.

Anda mungkin juga menyukai