1102017084
TRAKEA
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra
torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher
sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum
superior. Ujung cabang trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat
fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita
yang terdiri dari 16-20 cincin. Kartilago berbentuk huruf C dan pada cincin
tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang
mensekresikan lendir (mucus).
BRONKUS
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan
kebawah dan kesamping kearah tampak paru–paru. Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6–8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari
9–12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus principal bercabang–cabang menjadi
bronkus lobaris kemudian bronkus segmentalis.
Broncus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan
broncus sinistra 45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari yang
kiri. Dengan posisi anatomi tersebut di atas maka benda asing dari trache lebih
mudah masuk ke broncus dextra dan mudah terjadi infeksi broncus =
BRONCHITIS.
PULMO (PARU)
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk
kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus( superior, media,
inferior ) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua
lobus ( superior, inferior ). Kelima lobus tersebut
dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar lobus dektra
disebut fisura obliq dan horizontal sedangkan pemisah
antar lobus sinistra disebut fisura obliq. Setiap paru-
paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum
(Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru,
esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta
kelenjar timus terdapat pada mediastinum).
Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura
pada Facies mediastinalis, dimana terjadinya peralihan
dari pleura parietalis menjadi pleura Viseralis. Pada jaringan paru bagian posterior
di dapatkan jejas ( Alur ) Dari Alat alat yang lewat yang menekan jaringan paru,
Antara Lain : Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena cava, Sulcus
aorta Thoracica, Sulcus Esophagia
ALVEOLI
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru.
Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan
kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus
respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O₂ dan CO₂. Fungsi utama dari
unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas:
Bronkiolus Respiratory → Ductus Alveolaris → Saccus alveolaris → Alveoli
PERDARAHAN PARU
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal
arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler
alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat
septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan
setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor
PERSARAFAN PARU
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari Truncus Sympaticus dan
serabut Parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut Symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang pada paru
membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus prim.
Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat sekresi
bronhcus.
2. Serabut Paasympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus
pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi
tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi broncus,
bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.
1.2.Mikroskopik
Mikroskopis dari saluran pernafasan bagian bawah :
TRAKEA
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat s
Ligamen fibroelastis dan berkas-berkas otot polos
trakealis) terikat pada periostium dan menjembata
ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligam
mencegah overdistensi dari lumen, sedangkan mu
memungkinkan lumen menutup. Kontraksi otot d
penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refle
BRONKUS
Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliat
collumnar dengan sedikit sel goblet. lamina propi
dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit ke
seromukous dan kartilago lebih pipih
Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat kartilago, epitel
torax bersilia dengan beberapa sel goblet. Tanpa
lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil
bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tan
goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara ya
menghasilkan surfaktan (menghasilkan fosfolipid
berfungsi untuk elastisitas paru).
Bronkiolus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat d
epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel otot polos dan
elastic.
Bronkiolus respiratoris
Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel cla
memiliki lapisan otot polos
Ductus Alveolaris
Ductus Alveolaris adalah saluran berdindng tipis, berbentuk kerucut. Epitel selpais gepeng, dilu
dindingnya dibentuk oleh jaringan fibroelastis. Alveoli dipisahkan Septum Interaleolaris
Alveoli
Dipisahkan oleh septum interalveo
alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng, d
terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin,
Antara dinding alveoli yang berdekatan terda
kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stig
(porus alveolaris) untuk sirkulasi udara ata
Intralveolaris.
C
Volume pada Paru-paru:
1. Volume Tidal
Volume udara yang di inspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas
normal. Nilai rata-rata saat istirahat = 500 ml.
2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI)
Volume udara ekstra yang dapat di inspirasi setelah dan diatas volume
alun nafas normal. Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE)
Jumlah udara ekstra yang dapat di ekspirasi oleh ekspirasi kuat pada
akhir ekspirasi alun nafas normal. Nilai rata-ratanya = 1100ml.
4. Volume Residu (VR)
Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi
paling kuat. Volume ini besarnya kira-kira = 1200ml.
Kapasitas Paru-paru:
a) Kapasitas Inspirasi (CI)
Jumlah udara yang dapat dihirup seseorang, dimulai dari tahap ekspirasi
normal dan selanjutya inspirasi dengan pengembangan paru yang
maksimal.
KI = VCI + VT = 3500 ml
b) Kapasitas Residu Fungsional (FRC)
Jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi normal
KRF = VCE + VR = 2300 ml
c) Kapasitas Vital (VC)
Jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru.,
setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian
mengeluarkan sebanyak-banyaknya.
KV = VCI + VT + VCE = 4600 ml.
d) Kapasitas Paru Total (TLC)
Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebebsar mungkin
dengan inspirasi paksa.
KPT = KV + VR = 5800 ml.
MEKANISME BATUK
Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan
agar tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus
ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian
lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat
menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan
pertukaran gas dan lain-lain.
Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:
a) Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, esofagus
dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2
b) Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan
paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan
3. MM penyakit TB Paru
3.1. Definisi
TBC adalah penyakit yang bersifat sistematik sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di Paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer.
3.2. Etiologi
Penyebaran melalui inhalasi droplet nuclei dan masuk ke daalam saluran
pernapasan, kemudian menimbulkan infeksi efek primer. Namun dapat
menyebar pada organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Individu
lainnya dapat mengalami penyakit aktif karna gangguan atau ketidak efektifan
respon imun.
Sifat dan morfologi bakteri
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak
bengkok, berukuran panjang 1 sampai 4 µ dan lebar 0,2 sampai 0,8 µ, dapat
ditemukan bentuk sendiri maupun berkelompok. Kuman ini merupakan
bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak, tidak berspora, dan
tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti manik-
manik atau tidak terwarnai secara merata.
a) Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20
menit.
b) Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c) Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d) Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e) Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat
disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.
f) Mycobakteri tahan terhadap berbagai kimia dan disinfektan antara lain
phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g) Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol
80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
h) Bersifat aerob obligat
b) Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang
membangkitkan reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan,
setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga
dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi.
c) Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida
dalam pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat
menginduksi Hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen
dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.
Klasifikasi bakteri
Ditemukan oleh Robert Kohc.
Kingdom : Bacteria Famili : Mycobacterieae
Filum : Acinobacteria Genus : Mycobacterium
Ordo : Actynomycetales Spesies : M. Tuberculosis
Upordo : Corynebacterineae
Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen:
Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum
M.tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis
disseminate
M.leprae Manusia Leprosi
M.bovis Manusia dan Penyakit mirip tuberculosis
ternak
3.3. Epidemiologi
- Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth
emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 1/4 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.
- Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
- Pada tahun 1998, perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia
adalah 266.000. Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka
kesakitan sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5.
Menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok
sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi
angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.
- Pada tahun 2000, terdapat 8,3 juta kasus baru TB dan 10,7% diantaranya
terjadi pada anak-anak. 70% kasusTB terjadi di negara berkembang, termasuk
di Indonesia. Di Indonesia terjadi pada 23 orang per 100.000 anak. Sebagian
besar terjadi pada usia produktif yaitu 20 – 49 tahun, karena penduduk yang
padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang
baru dan kematian muncul di Asia. 45% di Asia Tenggara dan 2% di Afrika.
- Survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001,
TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.
- Pada tahun 2017, survei laki-laki lebih banyak terinfeksi TBC karen a fskotr
resiko seperti merokok, minum minumn alkohol.
3.4. Klasifikasi
A. Dari sistem lama:
1) pembagian secara patologis:
- tuberculosis primer
- tuberculosis post-primer
2) pembagian secara aktivitas radiologis:
- tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif
- tuberculosis paru non aktif
- tuberculosis paru quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3) pembagian secara radiologis (luas lesi):
- Tuberculosis Minimal
terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Di matikan oleh
makrofag paru (sel
debu / dust cell )
- Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia
3.8. Tatalaksana
Baca di kapsel obatnya.
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS :
- Kehamilan.
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
- Ibu menyusui dan bayinya.
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang
menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian
OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman
TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
- Pasien TB pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB,susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-
hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50
mcg).
- Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS.
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama
efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip
pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV
sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan
Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan
secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan
secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu
dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul
sukareladengan test HIV).
Dilihat dari CD4 kurang 200: ARV 2-8 minggu dri awal OAT dimulai
CD4 200-350: ARV dimulai stlh fase intensif selesai
CD4 lebih 350: pengobatan ARV sampai TB selesai
- Pasien TB dengan hepatitis akut.
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau
klinisikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
Pada keadaan dimana pengobatan Tb bila sangat diperlukan dapat diberikan
streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H)selama 6 bulan.
- Pasien TB dengan kelainan hati kronik.
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali
OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan.
Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan
atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
- Pasien TB dengan gagal ginjal.
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik.
OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui
ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan
ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal
adalah 2HRZ/4HR.
- Pasien TB dengan Diabetes Melitus.
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat
antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol
gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan antidiabetes
oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy
diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena
dapat memperberat kelainan tersebut.
- Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid.
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan
jiwa pasien seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per
hari,kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
- Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan
carakonservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapatdiatasi secara konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB
tulangyang disertai kelainan
3.9. Pencegahan
Tujuh Strategi Nasional (baca di kapsel)
3.10. Komplikasi
Hemoptisis berat: perdarah dri SPB -> syok hipovolemik
Kollaps dari lobus akibat retraksi bronchial
Bronchitaksis & fibrosis pd paru
Pneumotoraks Spontan
Penyebaran infeksi ke orang lain
Kardiopulmonari insufisiensi
3.11. Prognosis
a. Ad vitam: ad bonam
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan
kondisi yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan
lebih lanjut apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.
b. Ad sanationam: dubia ad malam
Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi,
disebabkan oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru
sebelumnya (gambaran fibrotic pada foto Rontgen paru). Selain itu
kemungkinan pengobatan TB paru pasien sebelumnya tidak tuntas.
Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat kuman TB
menjadi resisten.
c. Ad fungsionam: dubia ad malam
Penyakit TB paru biasanya meninggalkan „tanda mata‟ berupa kalsifikasi
dan jaringan fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya
jaringan fibrosis ini terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang
sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat
irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi normal.