1102017084
1. MM Asthma Bronchial
1.1. Definisi
Penyakit Asthma berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘sukar bernapas’. Penyakit ini
merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel &
elemennya. Proses inflamasi kronik (pajanan berulang Hipersensitifitas Tipe 1) ini
menyebabkan saluran napas menjadi hiper-responsif, sehingga memudahkan terjadinya bronko-
konstriksi, edema, dan hiper-sekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara di
saluran pernapasan dengan manifestasi klinis bersifat periodik. (INFODATIN – pusat data dan
informasi kementrian kesehatan RI, 2013)
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas
kronis. Hal ini ditandai oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada
dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intens, dengan pembatasan aliran udara
ekspirasi variabel. (GINA, 2018)
Asma adalah mengi berulanag dan/atau batuk persisten dengan kharakteristik timbul secara
episodic, cenderung malam/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat
riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau riwayat keluarga [ CITATION Nas08 \l 1033 ].
1.2. Epidemiologi
Antara 100 – 150 juta orang di seluruh dunia (setara dengan populasi Federasi Rusia),
menderita asma dan jumlah ini terus meningkat. Di seluruh dunia, kematian akibat kondisi ini
telah mencapai lebih dari 180.000 per tahun.
Sekitar 8% dari populasi Swiss menderita asma dibandingkan dengan hanya 2% sekitar 25-
30 tahun yang lalu.
Di Jerman, diperkirakan ada 4 juta penderita asma.
Di Eropa Barat secara keseluruhan, asma telah berlipat dua dalam sepuluh tahun, menurut
UCB Institute of Allergy di Belgia.
Di Amerika Serikat, jumlah penderita asma telah melonjak lebih dari 60% sejak awal 1980-
an dan kematian meningkat dua kali lipat menjadi 5.000 per tahun.
Ada sekitar 3 juta penderita asma di Jepang di antaranya 7% menderita parah dan 30%
menderita asma sedang.
Di Australia, satu anak di antara enam di bawah usia 16 dipengaruhi.
Asma bukan hanya masalah kesehatan masyarakat untuk negara maju. Di negara-negara
berkembang, bagaimanapun, insiden penyakit ini sangat bervariasi.
India diperkirakan memiliki 15-20 juta penderita asma.
Di Wilayah Pasifik Barat WHO, kejadian bervariasi dari lebih dari 50% di antara anak-anak
di Kepulauan Caroline hingga hampir nol di Papua Nugini.
Di Brasil, Kosta Rika, Panama, Peru dan Uruguay, prevalensi gejala asma pada anak-
anak bervariasi dari 20% hingga 30%.
Di Kenya, ia mendekati 20%.
Di India, perkiraan kasar menunjukkan prevalensi antara 10% dan 15% pada anak berusia 5-
11 tahun.
(WHO, 2019)
1.3. Etiologi
1.3.1. Prediposisi (faktor resiko)
a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
riwayat atopi pada penderita atau keluarganya,
hipersensitif saluran napas,
jenis kelamin,
ras atau etnik.
b) Faktor risiko yang dapat diubah:
Obat-obatan tertentu seperti aspirin, antibiotic, steroid
Parfum dan bau-bauan yang merangsang.
Ekspresi emosi yang berlebihan.
Faktor lingkungan meliputi:
- Bahan-bahan di dalam ruangan (tungau, debu rumah, binatang, kecoa).
- Bahan-bahan di luar ruangan (tepung sari bunga, jamur).
- Makanan-makanan tertentu (eperti ikan laut, udang, kedelai, telur, susu, minuman
bersoda, serta makanan yang mengandung bahan pengawet, penyedap dan
pewarna makanan).
- Asap rokok
- Polusi udara dari luar dan dalam ruangan.
- Infeksi saluran napas.
- Asma kambuh ketika melakukan aktivitas fisik tertentu
- Perubahan cuaca
(Buku Pintar Posbindu PTM, Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko,2016)
Urbanisasi tampaknya berkorelasi dengan peningkatan asma. Sifat risiko tidak jelas karena
penelitian belum memperhitungkan alergen dalam ruangan meskipun telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko yang signifikan (WHO, 2019).
Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma alergi
sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga. Asthma
merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang
sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari
bronkial, inflamasi dan remodeling saluran pernafasan.
1.4. Klasifikasi
Kelompok yang dapat dikenali dari karakteristik demografi, klinis dan / atau patofisiologis
sering disebut 'fenotip asma'. Tersedia pengobatan fenotipe dengan tingkat asma yang parah.
Namun, sampai saat ini, tidak ada penemuan kuat antara fitur patologis spesifik dan pola klinis
tertentu atau respons pengobatan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami utilitas
klinis klasifikasi fenotipik pada asma. Identifikasi Fenotip Asthma:
Asma alergi
- mudah dikenali, sering dimulai pada masa kanak-kanak dan dikaitkan dengan
riwayat penyakit alergi di masa lalu dan/atau keluarga (seperti eksim, rinitis alergi,
atau alergi makanan/obat).
- Pemeriksaan dahak yang dii nduksi dari pasien-pasien ini sebelum pengobatan
sering mengungkapkan peradangan saluran napas eosinofilik.
- Pasien responsif terhadap pengobatan inhalasi corticosteroid (ICS).
Asma non-alergi
- beberapa orang dewasa menderita asma yang tidak berhubungan dengan alergi.
- Profil seluler dahak pasien ini dapat bersifat neutrofilik, eosinofilik atau hanya
mengandung beberapa sel inflamasi (paucigranulocytic).
- Pasien dengan asma non-alergi sering kurang responsif terhadap ICS.
Asma dengan onset lambat
- Orang dewasa, terutama wanita, menderita asma untuk pertama kalinya dalam
kehidupan orang dewasa.
- Pasien-pasien ini cenderung non-alergi.
- Membutuhkan ICS dosis tinggi atau relatif refrakter terhadap pengobatan
kortikosteroid.
Asma dengan batasan aliran udara tetap
- beberapa pasien dengan asma lama mengalami keterbatasan aliran udara tetap yang
diduga disebabkan oleh renovasi dinding saluran udara.
Asma dengan obesitas
- beberapa pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang menonjol
dan sedikit peradangan saluran napas eosinofilik. (GINA, 2018)
1.5. Patofisiologi
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan
perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas (merupakan
respon terhadap berbagai mediator bronko-konstriktor dan neurotransmiter, efeknya dapat
dikembalikan dengan bronko-dilasator), edema pada saluran napas (adanya proses
inflamasi akut yang penting terutama pada eksaserebasi akut), penebalan dinding saluran
napas (merupakan proses penyembuhan yang menghasilkan perbaikan & pergantian sel –
sel yang rusak dengan jaringan yang baru / jaringan parut, dan menghasilkan perubahan
struktur komplek/airway remodelling. Remodelling berulang menyebabkan asma) dan
hipersekresi mukus (inflamasi eosinofilik karna peningkatan deposisi protein matirks
ekstraseluler didalam otot halus bronkial serta hipertropi/hipeplasia).
Hiperreaktivitas saluran napas menimbulkan perubahan otot polos saluran napas
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan
kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah
peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot
polos.
1.8.2. Farmakologi
Controller Drugs Reliever Drugs
Agonis β2 long Sifat: antiinflamasi, Agonis β2 short Sifat: antiinflamasi,
acting: bronkodilatasi acting: bronkodilatasi
- Salmoterol Sediaan: inhalasi (lebih - Formeterol Sediaan: Per – oral & inhalasi
- formoterol baik) & Per – oral - Salbutamo (onset cepat).
MK: efek relaksasi otot l MK: relaksasi otot polos
polos, me↑ pembersihan saluran nafas, meningkatkan
mukosilier, me↓ pembersihan mukosilier,
permeabilitas pembuluh menurunkan permeabilitas
darah dan memodulasi pembuluh darah dan
pelepasan mediator dari sel memodulasi pelepasan
mast dan basofil. Efek dari mediator dari sel mast dan
Salmoterol dapat bertahan basofil. Efek salbutamol hanya
hingga 12 jam, pemakaian 6 jama dan bila dipakai terus
dosis tunggal memberikan menerus dapat menmbulkan
proteksi dan efek menetap toleransi.
sampa 12 minggu. ES: kardiovaskular, tremor
ES: sistemik (lebih parah otot rangka dan
pemberian per – oral) hipokalemia. Pemberian
secara inhalasi jauh lebih
sedikit menimbulkan efek
samping.
Gluko – Sediaan: inhalasi (jangka Antikolinergik Sediaan: inhalasi
kortikosteroid panjang) MK: memblok efek
inhalasi MK: menekan proses pelepasan asetilkolin dari
inflamasi dan komponen saraf kolinergik dari jalan
yang berperan dalam nafas, Menimbulkan
remodeling pada bronkus bronkodilatasi dengan
yang menyebabkan asma. menurunkan tonus kolinergik
Pada tingkat vascular, vagal intrinsik, selain itu juga
glukokortikosteroid inhalasi menghambat refleks
bertujuan menghambat bronkokonstriksi yang
terjadinya hipoperfusi, disebabkan iritan.
mikrovaskular, ES: rasa kering di mulut dan
hiperpermeabilitas, rasa pahit.
pembentukan mukasa udem,
dan pembentukan pembuluh
darah baru (angiogenesis)
ES: kandidiasis orofaring,
disfonia dan batuk karena
airitasi saluran nafas atas
(lokal).
Gluko – Sifat: pengontrol pada Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada
kortikosteroid keadaan asma persisten asma eksaserbasi sedang sampai
sistemik berat. berat, bila tidak tersedia agonis
Sediaan: Per – oral (jangka β2, atau tidak respon dengan
waktu tertentu) atau agonis β2 kerja singkat.
Parenteral, inhalasi (jangka
panjang)
MK: menghambat
pelepasan mediator dari sel
mast melalui reaksi yang
diperantarai IgE yang
bergantung pada dosis dan
seleksi serta supresi pada
sel inflamasi tertentu &
enghambat saluran kalsium
pada sel target.
ES: osteoporosis, hipertensi,
diabetes, supresi aksis
adrenal pituitari
hipotalamus, katarak,
glaukoma, obesitas,
penipisan kulit, striae, dan
kelemahan otot (efek jangka
panjang).
Kromolin Sifat: antiinflamasi non – Metilsantin Sifat: anti-inflamasi,
steroid bronkodilatasi (lemah
Sediaan: inhalasi dibanding β2 kerja singka).
MK: menghambat Sediaan: Per – oral
pelepasan mediator dari sel MK: Teofilin kerja singkat
mast melalui reaksi yang tidak menambah efek
diperantarai IgE yang bronkodilatasi agonis β2 kerja
bergantung pada dosis dan singkat dosis adekuat, tetapi
seleksi serta supresi pada mempunyai manfaat untuk
sel inflamasi tertentu & respiratory drive, memperkuat
enghambat saluran kalsium fungsi otot pernafasan dan
pada sel target. mempertahankan respon
ES: batuk atau rasa tidak terhadap agonis β2 kerja
enak obat saat melakukan singkat diantara pemberian
inhalasi satu dengan berikutnya.
Metilsantin Sifat: antiinflamasi,
bronkodilatasi
Sediaan: Per – oral
MK: mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru
dengan di kombinasi
antiinflamasi yang tepat.
ES: gejala gastrointestinal
seperti nausea, muntah
pemberian pada dosis
tinggi); kardiopulmoner
(takikardi, aritmia,
rangsangan pusat nafas,
intoksikasi teofilin dpt
menyebabkan kejang hingga
kematian)
Leukotriene modifiers Sifat: antiasma (relatif
baru), antiinflamasi, &
bronkodilator.
Sediaan: Per – oral
MK: menghambat 5-
lipoksigenase sehingga
memblok sintesis semua
leukotrien atau resptor –
reseptor leukotrien → efek
bronkodilator minimal &
menurunkan
bronkokonstriksi.
1.8.3. Non-farmakologi
1.8.4. Edukasi
a) PILIH
Pilih perangkat inhaler yang paling tepat untuk pasien sebelum meresepkan.
Pertimbangkan opsi pengobatan, perangkat yang tersedia, keterampilan pasien, dan
biaya.
Jika opsi yang berbeda tersedia, dorong pasien untuk berpartisipasi dalam pilihan
Untuk pMDI (pressurized metered dose inhalers), penggunaan spacer meningkatkan
pengiriman dan (dengan ICS) mengurangi potensi efek samping
Pastikan tidak ada hambatan fisik, misal radang sendi, yang membatasi penggunaan
inhaler
Hindari penggunaan beberapa jenis inhaler yang berbeda jika mungkin, untuk
menghindari kebingungan
b) PERIKSA
Periksa teknik inhaler di setiap kesempatan
Minta pasien untuk menunjukkan kepada Anda bagaimana mereka menggunakan
inhaler mereka (jangan hanya bertanya apakah mereka tahu cara menggunakannya)
Identifikasi kesalahan apa pun menggunakan checklis khusus perangkat
c) BENARKAN
Bagaimana cara pasien menggunakan perangkat dengan benar dengan demonstrasi
fisik, mis. menggunakan inhaler plasebo
Periksa kembali teknik, perhatikan langkah-langkah bermasalah. Anda mungkin perlu
mengulangi proses ini 2–3 kali.
Hanya pertimbangkan alat alternatif jika pasien tidak dapat menggunakan inhaler
dengan benar setelah beberapa kali pelatihan.
Periksa kembali teknik inhaler secara rutin. Setelah pelatihan awal, kesalahan sering
muncul dalam 4-6 minggu ke depan
d) PASTIKAN
Dokter harus dapat menunjukkan teknik yang tepat untuk masing-masing inhaler
yang mereka resepkan.
Apoteker dan perawat dapat memberikan pelatihan keterampilan inhaler yang sangat
efektif
1.9. Pencegahan
Pada anak – anak :
Anak-anak tidak boleh terpapar asap tembakau lingkungan selama kehamilan atau
setelah kelahiran
Menyusui disarankan , untuk alasan selain pencegahan alergi dan asma
Penggunaan antibiotik spektrum luas selama tahun pertama kehidupan harus dicegah.
Pencegahan sekunder dengan pemberian antihistamin dan meghindari allergen
Pencegahan tersier dengan terapi pengendali (controller) berupa kortkosteroid tunggal
ataupun dengan kombinasi agonis beta atau antileukotrien
1.10. Komplikasi
Gak dapet maaf
1.11. Prognosis
Maaf gak dapet juga
DAFTAR PUSTAKA
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.19_no.3_5.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1528e39fecb8852f233cd5915c6f
220c.pdf
https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2018/04/wms-GINA-2018-report-
tracked_v1.3.pdf
file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/infodatin-asma.pdf
https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs206/en/
Nastiti N. Rahajoe, B. S. D B. D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. 1 st ed.
Jakarta:IDAI