Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH CASE III

ASMA
TUTORIAL D3

Disusun Oleh :
Laksamana Abimanyu B. 1410211134
Teta Dea K.K.W. 1410211046
Aanisah Fraymaytika 1410211103
Nyndi Selviani P. 1410211119
Lingga Etantyo P. 1410211051
Maladewy Puji R. 1410211172
Vania Ayu S. 1410211041
Andre Fernaldy 1310211149
Alya Fonanda 1410211082
Silvana Putri L. 1410211145

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA TA 2016/2017

Anatomi Saluran Pernapasan


Sistem respirasi adalah susunan alat-alat tubuh yang memegang peranan
dalam respiration (pernafasan).
PEMBAGIAN :
1. tractus respiratorius :

Pars superior tractus respiratorius :


- cavum nasi
- pharynx

Pars inferior tractus respiratorius :


- larynx
- trachea
- bronchus dan cabang-cabangnya

2. organa respiratoriae :
- pulmo dextra
- pulmo sinistra

Anatomi Saluran Pernapasan Bawah


Trachea
Merupakan perpanjangan dari laring ,terletak setinggi cervikal 4torakal 6 yang memiliki panjang kira2 10cm tebalnya 4-5mm diameternya
kurang lebih 2,5cm. Terdiri mempunyai dinding fibroelastis yg tertanam di
dalam

cincin

yang

tidak

sempurna

dari

mempertahankan lumen tracea teteap terbuka.

cartilago

hialin

untuk

Ujung posterior cartilago

dihubungkan oleh otot polos yang disebut otot tracealis Berjalan kebawah
ujung bawah tracea setinggi angulus sterni, disebut bifurcatio tracea (carina
) tepat di percabangan dua broncus principalis dextra dan sinistra. Saat
inspirasi carina turun sampai setinggi torakal 4.
Tracea di perdarahi oleh a.thyroidea inferior dan cabang-cabangnya.
Persarafan tracea dari cabang n.vagus, n.laringeus reccurens, dan truncus
simpaticus saraf ini mengurus otot tracea dan membrana mucosa yang
melapisi tracea.

Broncus principalis
Cabang dari bifurcasio tracea, menjadi broncus principalis dextra dan
sinistra.Broncus

principalis

dextra,

Bronchus

dextralebihtegak,

pendek

(2,5cm) danlebar. Sebelum masuk ke hilum pulmonis dextra, broncus dextra


bercabang jadi Bronchus Lobaris Superior dextra. Saat masuk ke hilum
broncus dextra bercabang menjadi, Bronchus Lobaris Mediusdan Inferior
dextra.

Bronchus

lobarisbercabanglgmenjadi

10

cabang

bronchus

segmentalis

Bronchus

br.seg.posterior
Bronchus Lobarismedius : br.seg.lateral dan br.seg.medial

LobarisSuperior

br.

Seg.

Apical,br.seg.anterior,

Bronchus Lobarisinferior : br. Seg. Apicobasalis,br.seg.anterobasalis,


br.seg.posterobasalis, br.seg.laterobasalis dan br.seg.mediobasalis.
Broncus principalis sinistra, lebih sempit, lebih panjang (5cm), dan

lebih horizontal. Berjalan ke kirin dibawah arcus aorta da di dipan esophagus.


Saat masuk ke hilum pulmonis sinistra becabang jadi Bronchus Lobaris
Superior dan inferior sinistra. Bronchus lobarisbercabanglgmenjadi8 cabang
bronchus segmentalis.

Bronchus LobarisSuperior : br. Seg. Apicoposterior, br.seg.anterior,

br.inguaris superior, br.linguaris inferior.


Bronchus Lobarisinferior : br.seg.superior,

br.seg.basalis

medial,

br.seg.basalis anterior, br.seg.basalis lateral, br.seg. basalis posterior.


Bronchus Lobaris Bronchus segmentalisbronchiolussaccusalveolaris
alveolus.

Paru (pulmo)
Selama hidup paru dextra et sinistra lunak & berbentuk seperti spons
& sangat elastis.Pulmonales alat perpasan yang paling penting, berat paru
dextra jika kosong 240gr sinistra 212gr jika berisi darah dextra 625gr sinistra
576gr.

Bentuk

paru

seperti

kerucut

puncaknya setinggi costae 1.


a. Pulmo dextra
Kedua paru punya :

b.pulmo sinistra

letaknya

diatas

diaprgama

dan

apex pulmonis yang menonjol ke dalam leher sekitar 2,5cm diatas clavicula,
basis pulmonal bagian yang konkaf tempat adanya diapragma
facies pulmonis, facies mediastinalis bagian yang konkaf merupakan cetakan
dari pericardium dan struktus mediastinum lainnya, pertengahan facies
mediastinalis terdapat hilus pulmonis yaitu cekungan

Dextra :Bronchus dan Vv. Pulmonalesdextra


Sinistra :R. sinistra a. pulmonalis, Bronchus, dan v. pulmonales

Margo pulmonalis
Margo anterior tipis tajam dan terletak diantara corpus sterni dan
pericardium. Margo inferior tajam dan menonjol kedalam sinus phrenico
costalis.
paru kanan( pulmo dextra )sedikit lebih besar dibagi oleh fisura obliqua,
berjalan dari pinggir inferior ke atas dan kebelakang menilang permukaan
medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekita 6,25cm di
bawah apex pulmonalis dan fissura horizontalis menyilang permukaan
costalis setinggi cart. Costalis 4 . Kedua fisura ini membagi menjadi 3 lobus
superior, media, dan inferior.
Paru kiri ( pulmo sinista )
Pada pulmonal terdpat fisura obliqua yang memebagi dengan cara yang
sama dan membagi menjadi 2 lobus superior dan inferior.

Vaskularisasi paru
Arteri pulmonalis
Mengalirkan darah yang banyak oksigen dari ventrikel dextra ke paru,
ada di kiri aorta acsendes lalu bercabang jadi dua
a.pulmonalis dextra, berjalan dari dorsal aorta asendens lalu terdapat
diantara broncus lobus superior dan media sehingga kedua bronchii terpisah
jauh.
a.pulmnalis sinistra, dihubungkan dengan lengkung aorta oleh corda
lig.arteiosum botalli

Vv.pumonalis
Yang nantinya bermuara ke atrium sinistra, pada pulmo sinistra
Vv.pulmonalis berasal dari lobus superior dan inferior. Pada lobus dextra
Vv.pulmonalis atas berasal dari lobus superior dan media dan yang bawah
berasal dari lobus inferior.

a.bronchialis
a.bronchialis sinistra

berasal dari aorta thoracalis dan a.broncialis

dextra berasal dari a.intercostalis . arteri ini meperdarahi bronchi, dinding


pembuluh pembuluh paru,lymphonodul, dan pleura.

Vv.broncialis
Berjalan sesuai arteri broncialis dan menerima dara terutama dari
broncii sedang dan besar. Sebagian pembuluh balik berasal dari anyaman
pembulh kapiler brinci kecil bermuara kekdalam Vv.pulmonalis.
v.broncialis dextra bermuara ke dalam v.azygos dan sinistra bermuara ke
dalam v.intercostalis.

Inervatio paru
Paru dipersarafi oleh susunan saraf vegetatif yg terdiri dari :
a. Serabut

saraf

simpatis,

merupakan bronkodilator

berasal

dari

truncus

simpaticus

yang

b. Serabut

saraf

parasimpatis

yaitu

n.vagus,

serabut

saraf

tsb

membentuk plexus pulmonalis posterior serabutnya berjalan sampai


ke peralihan bronchii jadi alveoli. Serabut aferen n.vagus berjalan dari
alveoli ke otak membentuk respiratori reflex arc. Serabut eferan
n.vagus merupaka bronkokonstriktor dan secretomotor.

Sistemlimfatik
Aliran limf berasal dari plexusus superficialis terletak dibawah pelura
viceral

danmengalirka

hiluspulmonis

tempat

cairannya

melalui

pembuluh-pembuluh

permukaan
limf

paru

ke

arah

bermuara

ke

nodi

brochopulmonales. Plexus profunda berjalan sepanjang bronchi dan arteriae


venae

pulmonalis

menuju

hilus

pulmonis

mengalirkan

limf

ke

nodi

intrapulmonales yang terletak di dalam susbtansi paru.


Limfe lalu masuk ke dalam nodi bronchopulmonales didalam hilum pulmonis.
Semua cairan limf pari akan meninggalkan hilus lalu masuk ke truncus
lymaticus bronchomediastinalis.

Histologi Sistem Pernapasan


Sistem Pernapasan
Sistem respirasi di bagi menjadi 2 bagian utama, yaitu :
1.

bagian konduksi : rongga hidung, nasofaring,

laring,trakea,bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis.bagian respirasi :


Bronkiolus
respiratorius, Duktus
alveolaris, alveoli.

Bagian Konduksi
Fungsi

utama,

yaitu:

menyediakan

sarana

bagi udara yang

keluar

masuk paru dan mengondisikan udara yang dihirup.


Bagian konduksi sebagian besar dilapisi epitel bertingkat silindris
bersilia dan mengandung goblet sel yangg dikenal sebagai epitel
respirasi .
Epitel respirasi terdiri 5 jenis sel, yaitu :
sel silindris bersilia

sel goblet mukosa


sel sikat ( brush border )
sel basal
sel granul kecil

Trakea
Dilapisi mukosa respirasi yang khas.
Di dalam lamina proprianya terdapat 16 20 cincin tulang rawan hialin
berbentuk C yang menjaga lumen agar tetap terbuka dan terdapat
banyak kelenjar seromukosa.
Ligamen fibroelastis & berkas otot polos terikat pada periosteum yang
berguna mencegah distensi berlebihan dan memungkinkan terjaadinya
pengaturan lumen.
Kontraksi otot dan penyempitan lumen terjadi pada refleks batuk,
dimana

akan

memperkecil

lumen

dan

meningkatkan

ekspirasi yang membantu membersihkan jalan napas

kec.aliran

Bronkus
Trakea bercabang 2 bronkus primer (masuk paru di hilus) kanan :

3 bronkus lobaris dan

kiri :

2 bronkus lobaris kiri bronkiolus

(memasuki lobulus paru) 5-7 bronkiolus terminalis.


Bronkus primer

Histologinya = trakea.

Bercabang secara dikotom sebanyak 9-12x dan akan mengecil


sampai diameter sekitar 5mm.

Di susun oleh tulang rawan dan otot polos yang menyilang.

Lamina proprianya

mengandung serat elastin dan kelenjar

serosa dan mukosa, dengan saluran yang bermuara ke lumen


bronkus.

Di lamina propia dan antara sel-sel epitel terdapat limfosit.

Bronkiolus

Jalan nafas intralobular, 5mm,tidak memiliki tulang rawan


maupun kelenjar dalam mukosanya.

Bronkiolus besar epitel bertingkat silindris bersilia,makin


memendek dan sederhana pada bronkiolus terminalis dan
sampai menjadi epitel selapis silindris bersilai atau selapis
kuboid.

Epitel bronkiolus terminalis mngandung sel Clara ,sel ini tidak


memiliki

silia,mempunyai

granul

sekretori

di

apeksnya

,sekresinya berupa protein.

Bronkiolus terminalis terdapat badan neuroepitel yang di bentuk


oleh oleh kumpulan sel ( 80 100 ) yang mengandung granul
sekretoris dan menerima ujung saraf kolinergik .

Lamina proprianya terdiri atas otot polos dan serat elastin .

Bronkiolus Respiratorius

Merupakan percabangan bronkiolus terminalis bercabang


menjadi 2/lebih, dan berfungsi sebagai daerah peralihan antara
bagian konduksi dan bagian respirasi.

Mukosa

bronkiolus

respiratorius

identik

mukosa

bronkiolus

terminalis , kecuali pada bagian dindingnya yang di selingi


banyak alveolus tempat pertukaran gas. Makin ke distal, makin
banyak alveolusnya.

Epitel epitel kuboid bersilia & sel Clara

Epitel bronkiolus respiratorius otot polos dan jaringan ikat


elastik .

Duktus Alveolaris

merupakan

muara

alveolus

pada

bagian

distal

bronkiolus

respiratorius.

Dilapisi sel alveoulus yang sangat halus dan pada lamina


proprianya terdapat anyaman sel otot polos.

Duktus ini bermuara ke dalam atrium, yang berhubungan dengan


sakus alveolaris.

Alveolus
Invaginasi ( penonjolan ) mirip kantung ( 200m) di bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris.
Bertanggung jawab atas terbentuknya struktur berongga di paru paru
Tempat pertukaran gas 02 & CO2 ,antara udara dan darah
Struktur dinding alveoli mempermudah dan memperlancar difusi
antara lingkungan luar dan dalam

dinding alveoli septum interalveolare, dilapisi epitel selapis


gepeng , mempunyai kapiler ,fibroblas ,terdiri dari serat elastik dan
retikulin,matriks dan jaringan ikat.

kapiler & jaringan ikat interstitium

Sawar darah Udara dalam dalam alveoli di pisahkan dari darah


kapiler

Tebal dari ke -3 lapisan bervariasi,yaitu dari : 0,1 1,5m.

Septum interstisium leukosit,makrofag dan fibroblas

Membran basalis di bentuk oleh penyatuan 2 sel lamina basalis dari


sel endotel dan sel epitel alveolar dinding alveolus.

Makrofag Paru
o

Makrofag alveoli sel debu, di temukan di dalam septum alveolaris


dan sering terdapat pada permukaan alveoli

Kerja fagositosis debris yang berasal dari lumen alveoli dan masuk
ke dalam interstisium melalui pinositosis

Makrofag alveoli permukaan luar epitel di dalam lapisan surfaktan


di bawa ke faring telan.

Fisiologi
Sistem Respirasi
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan
energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen
dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :


Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara
darah dan udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran
darah ke sel-sel tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara


dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
Tulang rusuk terangkat ke atas
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam
dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan
udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun
menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen
yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100
mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena
tekanannya hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen
yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana
setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2
yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan
bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 +
CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2

Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 +


CO2
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan
uap

air.

Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa


bernapas terjadi pelepasan energy.
Kapasitas Paru-Paru

Udara

yang

keluar

masuk

paru-paru

pada

waktu

melakukan

pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara


pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal
orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik
napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai
1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik
napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar
1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah
mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam
paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan
udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume
residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus

Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita
hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu
saluran pernapasan dan akhirnya masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang
terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya
masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat
dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke
seluruh tubuh.
Oksigennya
oksihemoglobin

dilepaskan
kembali

ke

menjadi

dalam

sel-sel

hemoglobin.

tubuh

sehingga

Karbondioksida

yang

dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah


yang

akhirnya

sampai

pada

alveolus

Dari

alveolus

karbon

dioksida

dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan


napas. Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen
masuk dan karnbondioksida keluar.
Proses Pernafasan

Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau


inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas,
otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari
berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga
dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk.
Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk
melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam
paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang
bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa
inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan
pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut
terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot
antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga
dada membesar serta

tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot

antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (e


kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot
diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paruparu mengembang tekanan mengecil (inhalasi).Melengkung volume rongga
dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.
Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia
1. Hidung

Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga
hidung. Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu
lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh mukosa. Didalam
hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas
agar tidak masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan
suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2. Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan
jalan masuknya udara dsri ronggs hidung. Pada ruang tersebut
terdapat

klep

(epiglotis)

yang

bertugas

mengatur

pergantian

perjalanan udara pernafasan dan makanan.


3. Laring
Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas
tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang
rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara
terletak di dinding laring bagian dalam.
4. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas
otot polos dan tulang rawan yang berbentuk hurup C pada jarak yang
sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan jaringan epitel
yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan

benda-benda

asing

ke hulu

saluran pernafasan

sebelum masuk ke paru-paru bersama udara penafasan.


5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang,
yang satu menuju ke paru-paru kiri dan yang satunya menuju paruparu kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat, lapisan
jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus
yang menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru kanan lebih mudah
terserang penyakit

6. Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan
salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian
yang lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembunggelembung udara. Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel,
lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus
memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan
penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi
pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan
perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan
tulang rusuk, pada bagian bawah dibatasi oleh otot dafragma yang
kuat.

Paru-paru

merupakan

himpunana

dari

bronkeulus,

saccus

alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan


limfa

yang

berfungsi

untuk

melindungi

paru-paru

pada

saat

mengembang dan mengempis. Mengembang dan mengempisnya


paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Paru-paru kanan
o berlobus tiga
o Bronkus kanan bercabang tiga
Paru-paru kiri
o berlobus dua
o Bronkuis kiri bercabang dua
o Posisinya lebih mendatar
Dibungkus oleh lapisanpleura yang berfungsi menghindari gesekan
saat bernafas

Mekanisme Pernafasan Manusia.


Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
A.Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang
rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang
rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang
rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk
ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang
rusuk akan terangkatsehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah
besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari
pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga
dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke
dalam tubuh, proses ini disebut proses inspirasi
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam,
tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara
didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam
rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut
espirasi.
B.Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan
otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma
akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar
sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara
menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk
ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau
dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.

Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara


dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam
adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel
tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan
tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara
akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500
cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses
bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak
dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu
atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat
dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup
dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar
500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = 500 cc). Kapasitas
tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk pare-paru pada pernapasan
normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam
menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume
= inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan
berikut ini.

Skema udara pernapasan


Udara cadangan inspirasi1500
Udara
pernapasan
biasa
kapasitas total

500
Udara
1500
Udara

cadangan

ekspirasi

kapasitas

vital
sisa

(residu)

1000
Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan
memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc.
Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara
yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
Volume udara pernapasan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut
spirometer.
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan
kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.
Gas-gas dalam Udara Pernapasan
Persentase gas utama pernapasan dalam udara yang keluar masuk paruparu :
Gas

Udara
sebelum
masuk

luar Udara
alveoli
paru- (%)

di Udara

yang

keluar

dari

paru-paru

Nitrogen

paru (%)
79,01

80,7

(%)
79,6

(N2)
Oksigen

20,95

13,8

16,4

(O2)
Karbon

0,04

5,5

4,0

dioksida
(CO2)

Pertukaran udara berlangsung di dalam avelous dan pembuluh darah


yang mengelilinginya. Gas oksigen dan karbon dioksida akan berdifusi
melalui sel-sel yang menyusun dinding avelous dan kapiler darah. Udara
aveolus mengandung zat oksigen yang lebih tinggi dan karbon dioksida lebih
rendah dari pada gas di dalam darah pembuluh kapiler. Oleh karena itu
molekul cenderung berpindah dari konsentrasi yang lebih tinggi ke rendah,
maka oksigen berdifusi dari udara aveolus ke dalam darah, dan karbon
dioksida akan berdifusi dari pembuluh darah ke avelous. Pengangkutan CO
oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara yaitu : (1) Karbondioksida larut
dalam plasma dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhydrase. (2)
Karbondioksida

terikat

pada

hemoglobin

dalam

bentuk

karbomino

hemoglobin (3) Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO)


melalui proses berantai pertukaran klorida.
Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan,
ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen
dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran
tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak.
Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak
daging

akan

membutuhkan

lebih

banyak

oksigen

daripada

seorang

vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen
sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut
berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali
dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang
atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah
yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh

zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel
jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini
tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi
dan globin yang berupa protein.

Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 4 Hb O2oksihemoglobin)berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2),
perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi
oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh
tekanan O2 dalam udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg,
sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di
lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru
dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke
paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan
O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri
sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang
tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari
jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di
jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang

hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang
tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke
paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100
mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40
mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah
vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen
adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung
menurut reaksi kimia berikut:
1. 02 + H20 (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga
mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam
karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara
yakni sebagai berikut.
Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat
dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh C
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui
proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya
adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3
Gangguan

terhadap

pengangkutan

CO2

dapat

mengakibatkan

munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah.


Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya
apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul
gejala alkalosis.

Energi Dan Pernafasan

Energi yang dihasilkan oleh proses pernapasan akan digunakan untuk


membentuk

molekul

berenergi,

yaitu

ATP

(Adenosin

Tri

Phospate).

Selanjutnya,molekul ATP akan disimpan dalam sel dan merupakan sumber


energy utama untuk aktivitas tubuh. ATP berasal dari perombakan senyawa
organik

seperti

karbohidrat,

protein

dan lemak.

Gula

(glukosa)

dari

pemecahan karbohidrat dalam tubuh diubah terlebih dahulu menjadi


senyawa fosfat yang dikatalisis oleh bantuan enzim glukokinase. Selanjutnya
senyawa fosfat diubah menjadi asam piruvat dan akhirnya dibebaskan dalam
bentuk HO dan CO sebagai hasil samping oksidasi tersebut. Proses respirasi
sel dari bahan glukosa secara garis besar, meliputi tiga tahapan, yaitu proses
glikosis, siklus Krebs, dan transfer elektron.
Pada pekerja berat atau para atlit yang beraktivitas tinggi, pembentukan
energy dapat dilakukan secara anaerobic. Hal ini disebabkan bila tubuh
kekurangan suplai oksigen maka akan terjadi proses perombakan asam
piruvat menjadi asam laktat yang akan membentuk 2 mol ATP.
Frekuensi Pernafasan

Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas


disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan
manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya
frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah
frekuensi pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang
dibutuhkan.
Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta
produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin
cepat

frekuensi

pernapasannya,

hal

ini

berhubungan

penigkatan proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.

dengan

Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang


duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok
atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat dengan energy yang dibutuhkan
oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.
Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan
akan

membutuhkan

lebih

banyak

energi

daripada

orang

yang

diamatau santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut


juga lebih tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat
pernapasan yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan
distimulus oleh konsentrasi karbondioksida (CO) dalam darah.

Mekanisme Pertahanan Sistem Respirasi

Paru memiliki sistem pertahanan karena paru/sist. Repirasi selalu


terpajan dengan udara lingkungan yang terpolusi, mengandung
iritan, patogen & alergen.

Sist. Pertaanan organ respiratorik ada 3 unsur:

Reflex batuk (bergantung pada integritas saluran respirasi)

Otot-otot pernafasan

Pusat kontrol pernafasan

Sist. Silia dan aparatus mukosilier bergantung pada integritas bentuk


dan fungsi silia, serta epitel respiratorik.

Pertaanan mekanis terdiri dari:

Penaringan

pertikel,

penghangatan

dan

pelembaban

(humidifikasi), absorbsi asap dan gas berbahya oleh sal.


Resp. atas.

Penghentian napas secara sementara, pendangkalan nafas


secara reflex, laringospasme, bronkospasme mencegah
benda asing masuk lebih jauh

Batuk

Aspirasi makanan, sekret dan benda asing rx menelan &


fx epiglotis

Hidung

Area luas, dilapisi epitel bersilia, kaya pembuluh darah

Udara sampai di bifurkasio, tjd penghangatan dan pelembaban


75%

Partikel udara 10-15mm disaring rambut2 kasar

Partikel >5mm tertahan dipermukaan hidung

Trakea & Bronkus

Dilapisi epitel siliindris bertingkat bersilia dan sel goblet

Sekresi lapisan mukus, setebal 2-5 mm di ujung silia, setiap sel


memiliki 275 silia, yang bergerak 1000 gerakan/menit

menggerakan mucous blanket menuju faring dengan kecepatan


10mm/menit

Penghangatan dan pelembaban 25% tjd di trakea dan bronkus

Partikel 1-5mm mengendap di lap. Mukus trakeobronkial

Partikel <1mm mencapai bronkus respiratorius, dideposit,


dikeluarkan melalui ekspirasi

Sekret sal. Respirasi berasal dari sel-sel mukosa (glikoprotein) dan


serosa pada kelenjar submukosa:

Sel goblet dan sel clara

Transudasi rongga vakuler

Cairan alveolar

Pembersihan partikel

Partikel

yang

dideposit

di

sal.

Respiratori

bag

konduksi

dibersihkan dalam beberapa jam leh sis. Mukosilier

Yang sampai di alveolus beberapa hari bulan oleh makrofag


alveolus

Mukosilier dikeluarkan

Interstitium dihancurkan limfosit dibawa ke nodus


regional

Pembersihan

mukosilier

dibantu

dgn,

batuk

mendorong

kelebihan mukus keluar dari sist. Pernafasan dg tekanan


300mmHg dan kecepatan 5-6mL/dtk

Gangguan sist. Pertahanan

Kemampuan fagositik alveolar dan mekanisme mukosilier dpt


terganttu oleh:

Alkohol

Rokok

Hipoksemia

Kelaparan

Kedinginan

Kortikosteroid

NO2

Ozon

Peningkatan konsentrasi O2

Narkotik

Beberapa gas anestetik

Kemampuan makrofag untuk bunuh bakteri berkurang akibat

Asidosis

Infeksi virus akut (rubella dan influenza)

Zat-zat toksik:

Berilium

Asbes

Debu organik kapas

Sulfur

Klorin

amonia

Pembersihan mukosilier berkurang pada

Hipotermi, hipertermi, morfin, koddein, hipoparatiroidisme

Kerusakan epitel

Reversibel: rinitis, rinosinusitis, bronkitis, bronkiolitis, infeksi


respirasi akut

Ireversibel:

ulserasi

berat,

bronkiektasis,

meraplasia sel skuamosa, fibrosis

bronkiolektasis,

Asma Bronkial
Definisi
NHLBI (2007): penyait inflamasi kronik saluran napas dimana
banyak sel berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T,
makrofag, netrofil, dan epitel.
PNAA (2004): mengi berulang dan atau batuk persisten dgn
karakteristik sbb: timbul episodik, cenderung pada malam/dini
hari, musiman, setelah aktivitas fisik, dan ada riwayat asma
atau atopi lain pd pasien atau keluarganya.
Etiologi
3-5 % belum dapat ditetapkan, tetapi ada hubungan erat dengan
alergi.
(respirologi EGC)
Epidemiologi
Berdasarkan SKRT 10 besar penyakit peyebab
morbiditas&mortalitas di indonesia.
Prevalens tertinggi asma di usia <18thn, menurun dgn
pertambahan usia, tertinggi di usia prasekolah 0-4 tahun.
P > W pada dewasa P = W.
Ras kulit hitam non hispanik > ras kulit putih & ras hispanik.
Faktor Resiko
Faktor Host genetik
Faktor Lingkungan alergen, polusi, asap rokok, occupational
factor, infeksi saluran napas, status sos-eko, dsb.

Faktor resiko asma dewasa


Gender P > W
Usia
Riwayat atopi
Lingkungan
Ras
Asap rokok
Outdoor air pollution
Infeksi respiratorik

Gen asma ADAM-33


Epithelial-mesenchymal trophic unit (EMTU) berkaitan
dengan airway remodelling
Proses inflamasi akut dan kronis
- reaksi fase cepat
- reaksi fase lambat
Airway remodelling

Manifestasi Klinis
Batuk, awalnya tanpa sekret, perkembangan selanjutnya
mengeluarkan sekret mukoid, putih, kadang purulen.
Sesak napas
Mengi/ wheezing
Rasa berat didada
Bersifat episodik, seringkali reversibel dgn/tanpa pengobatan
Timbul memburuk malam/dini hari
Ada faktor pencetus
Mungkin disertai pilek/bersin.

Asma Pada Anak


Definisi
Asma
melibatkan

adalah
dinding

suatu

proses

saluran

inflamasi

respiratorik,

kronis
dan

yang

khas,

menyebabkan

terbatasnya aliran udara serta teradinya penyempitan saluran


respiratori
Prevalensi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada
dewasa, dan 10% pada anak).Angka kematian mencapai 3,8 juta per

1 juta anak dan lebih tinggi pada orang kulit hitam 4,6 kali lebih
tinggi.
FAKTOR RESIKO
Jenis Kelamin
Prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah
1,5 sampai 2 kali lipat anak perempuan dengan rasio
3:2 pada usia 6-11 tahun
8:5 pada usia 12-17 tahun
Sebanding pada orang dewasa 30 tahun
Usia
25% anak dengan asma persisten mendapat serangan pada usia
< 6 bulan, 75% mendapat serangan pertama sebelum usia 3 tahun
Riwayat Atopi
Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma akan terjadi
serangan 2 kali lipat jika anak pernah mengalami hay fever, rinitis
alergi, atau eksema.
Lingkungan
Alergen di lingkungan hidup meningkatkan risiko penyakit asma
seperti serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
kecoa (MMM, 2001)

Ras
Rata-rata prevalens adalah 57,8% per 1000 penduduk pada orang
kulit hitam dan 50,8% per 1000 penduduk pada orang kulit putih
Asap Rokok

Anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi resiko dimulai sejak
janin dalam kandungan, berlangsung terus setelah anak dilahirkan.
Kejadian eksaserbasi lebih tinggi, umumnya fungsi paru lebih buruk
Outdoor air pollution
Partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat
dioksida, karbon monoksida, atau SO2
Infeksi Respiratorik
Perjalanan Alamiah
Penelitian TCRS (Tucson Children Respiratorys Study) di Arizona
AS terdapat 3 fenotipe mengi:
Transient Early Wheezing
1. Terdapat pada kebanyaan anak usia 3 tahun pertama
kehidupan, yang gejalanya hanya timbul sekali (tidak
sering), dan tidak ditmbul lagi pada usia 6 tahun
2. Anak

pada

keluarga

kelompok

asma,

ini

tidak

dermatitis

mempunyai

atopi,

riwayat

eosinofilia,

dan

peningkatan IgE
3. Faktor Resiko Utama adalah Penurunan Fungsi paru
sebelum terkena penyakit infeksi saluran napas bawah,
Ibu merokok selama kehamilan, ibu usia muda
Wheezing of late onset
1. Tidak pernah mengalami penyakit saluran napas bawah
yang disertai mengi, tapi mengalami mengi pada usia 6
tahun
2. Lebih sering ditemukan dengan ibu asma, anak laki-laki,
ada riwayat rinitis pada tahun pertama

3. Fungsi paru tidak berbeda bermakna dengan orang


normal
Persistent Wheezing
1. Paling sedikit satu kali penyakit saluran pernapasan
bawah dengan mengi dalam 3 tahun pertama dan terus
menetap sampai usia 6 tahun
2. Mempunyai ibu dengan riwayat asma lebih banyak
3. Pada masa bayi, fungsi paru tidak berbeda bermakna,
tapi menurun pada usia 6 tahun dengan peningkatan IgE
Konsep Patogenesis
1. Merupakan proses inflamasi kronis, perlukaan epitel
bronkus yang merangasang proses reparasi/perbaikan
yang menghasilkan perubahan struktural fungsional yang
menyimpang pada saluran respirasi (Airway Remodelling)
Gen Asma
1. Asma merupakan complex genetic disorders dengan
sekitar 80 gen diantaranya gen ADAM-33 (a disintegrin
and metalloprotease-33) dikatikan dengan
hiperreaktivitas bronkus dan AR (airway Remodelling)
2. Ekspresi molekul ditemukan pada sel otot polos saluran
respirasi, miofibroblas, dan fibroblas
3. Gangguan ADAM-33 merupakan dasar abnormalitas yang
menyebabkan hiperreaktivitas dan remodelling saluran
respirasi
Epitel-Mesenchymal Trophic Unit

1. Epitel saluran respiratori dan jaringan mesenkim di


bawahnya sebagai trophic unit bahwa inflamasi dan
remodeling berlangsung paralel
2. Secara embriogenesis EMTU untuk Remodeling fisiologis
saluran respirasi untuk meregulasi pertumbuhan dan
percabangan saluran respiratorik.
3. Mengatur keseimbangan EGF, FGF, TGF-Beta
Pada pasien Asma EMTU teraktivasi menyebabkan remodeling
patologis dan proliferasi Airway Smooth Muscle dengan 3
tahap:
1. Inisiasi kepekaan epitel bronkus terhadap inhalan
lingungan
2. Propagasi aktivasi fibroblas dan miofibroblas di bawah
epitel oleh faktor pertumbuhan
3. Amplifikasi aktivasi miofibroblas
melepaskan GF proliferasi miofibroblas dan ASM,
deposisi ECM AR
Sitokin dan Kemokin Th2 mengeluarkan IL-4 dan
IL-3 yang berinteraksi dengan EMTU dan perberat
Remodeling

Reaksi Fase Awal (early phase reaction)


Dihasilkan oleh ativasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen IgE spesifik terutama sel mast dan makrofag
histamin, proteolitik, enzim glikolitik, heparin, PG, LT,
adenosin dan Oksigen reaktif induksi kontraksi otot
polos saluran respiratori dan stimulasi saraf aferen,
hipersekresi mukus, vasodilatasi dan kebocoran
mikrovaskuler
Reaksi Fase Lambat
Timbul beberapa jam lebih lambat dihasilkan dari aktivasi
dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, neutrofil, dan makrofag

2-4 jam fase lambat Th2 IL-2, IL-5, GMCSF untuk


pengerahan dan aktivsi sel-sel inflamasi reaksi fase
lambat semakin lama semakin kuat
Remodeling Saluran Respirasi
Terjadi deposisi jaringan ikat, perubahan strutkur saluran
respirasi melalui proses dediferensiasi migrasi,
diferensiasi, maturasi struktur sel
Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan sel epitel,
ketidak seimbangan Matrix metalloproteinase dan Tissue
inhibitor of metallo proteinase, produksi TGF-B, proliferasi
miofibroblas proses remodelling

Konsekuensi Remodelling
Peningkatan massa otot polos spasme bronus makin
berat selama eksaserbasi

Peningkatan kelenjar mukus sekresi mukus penting


selama eksaserbasi
Sel inflamasi yang menetap proses inflamasi tetap
berjalan
Pelepasan faktor pertumbuhan fibrogenik deposisi
kolagen
Elastolisis penurunan elastisitas dinding saluran
respirasi
Dianosis berdasarkan klasifikasi GINA:

Ringan
Sedang
Berat

Exercise Induced Asthma


Suatu terminologi yang diakai untuk menggambarkan
fenomerna penyempitan saluran respiratorik yang bersifat
sementara setelah melakukan aktivitas fisik berat
Merupakan manifestasi dari hiperreaktivitas bronkial
Banyak ditemuan pada anak dan dewasa muda karena
aktiivitasnya yang cukup tinggi
EPIDEMIOLOGI
Prevalens EIA mencapai 90% pada anak asma, dan sekitar 40%
pada anak dengan rinitis alergika
Banyak dijumpai pada atlet terutama yang melakukan aktivitas
olahraga di lingkungan udara dingin

DIAGNOSIS
Anamnesis untuk mengidentifikasi anak dengan asma
persisten, termasuk riwayat pemakaian short actng B-agonist
serta respon klinisnya,
Riwayat pemeriksaan uji fungsi paru,
Kemampuan melakukan aktivitas fisik yang terbatas
Faktor pencetus dan faktor ang memperberat gejala seperti udara
dingin, jenis olahraga
Temuan subjektif:
Wheezing
Batuk
Napas pendek
Merasa kondisi fisik tidak sehat
Kurang berminat terhadap aktivitas fisik
Temuan Objektif
Penurunan FEV 10-15%
Proteksi terhadap penurunan FEV1 sebesar 15%
Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

PENATALAKSANAAN SERANGAN AKUT

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat


bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan
penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain
penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan
tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala dengan
memberikan pengobatan yang tepat.
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan
serangan akut (lihat tabel 6). Langkah berikutnya adalah memberikan
pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan, dan berikutnya
memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang,
observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan lainlain) Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan, sayangnya seringkali yang
dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan
bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.
Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat
serangan di darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan
yang tidak adekuat, memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat,
pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons
pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan selanjutnya menjadi
tidak tepat. Kondisi penanganan tersebut di atas menyebabkan perburukan
asma yang menetap, menyebabkan serangan berulang dan semakin berat
sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal.

Tabel 16. Klasifikasi berat serangan asma akut


Gejala dan
Tanda
Sesak napas

Berat Serangan Akut


Ringan
Sedang
Berjalan
Berbicara

Berat
Istirahat

Keadaan
Mengancam jiwa

Posisi

Dapat tidur Duduk

Duduk

terlentang
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa
kata
Gelisah

Kesadaran

Mungkin

Frekuensi

gelisah
<20/ menit 20-30/

napas
Nadi
Pulsus

< 100
-

paradoksus
10 mmHg
Otot
Bantu Napas

membungkuk
Kata demi kata
Gelisah

Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun

> 30/menit

menit
100 120
> 120
+ / - 10 20+

Bradikardia
-

mmHg
+

Kelelahan otot
Torakoabdominal

> 25 mmHg
+

dan

paradoksal

retraksi
suprasternal
Mengi

Akhir

Akhir

Inspirasi

dan Silent Chest

ekspirasi

ekspirasi

ekspirasi

APE
PaO2

paksa
> 80%
> 80 mHg

60 80%
80-60

< 60%
< 60 mmHg

PaCO2
SaO2

mmHg
< 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
> 95%
91 95%
< 90%

Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat


terjadi serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang
sehari-hari digunakan, ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi
ke rumah sakit. Konsep itu yang harus dibicarakan dengan dokternya (lihat
bagan

penatalaksanaan

asma

di

rumah). Bila

sampai

membutuhkan

pertolongan dokter dan atau fasiliti rumah sakit, maka dokter wajib menilai
berat serangan dan memberikan penanganan yang tepat (lihat bagan
penatalaksanaan asma akut di rumah sakit).

Kondisi di Indonesia dengan fasiliti layanan medis yang sangat


bervariasi mulai dari puskesmas sampai rumah sakit tipe D A, akan
mempengaruhi bagaimana penatalakasanaan asma saat serangan akut
terjadi sesuai fasiliti dan kemampuan dokter yang ada. Serangan yang
ringan sampai sedang relatif dapat ditangani di fasiliti layanan medis
sederhana, bahkan serangan ringan dapat diatasi di rumah. Akan tetapi
serangan sedang sampai berat sebaiknya dilakukan di rumah sakit (lihat
bagan penatalaksanaan serangan akut sesuai berat serangan dan tempat
pengobatan)

PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH SAKIT


Pemeriksaan analisis gas darah arteri (AGDA) sebaiknya dilakukan pada :
Serangan asma akut berat
Membutuhkan perawatan rumah sakit
Tidak respons dengan pengobatan / memburuk
Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneumotoraks, dll

Pada keadaan fasiliti tidak memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah


tidak perlu dilakukan.

Pada keadaan di bawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan yaitu :
Mengancam jiwa
Tidak respons dengan pengobatan/ memburuk
Gagal napas

Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

Penatalaksanaan di Rumah
Kemampuan

penderita

untuk

dapat

mendeteksi

dini

perburukan

asmanya adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut.


Bila penderita dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah,
maka ia tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga
meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asmanya sendiri. Idealnya
penderita mencatat gejala, kebutuhan bronkodilator dan faal paru (APE)
setiap harinya dalam kartu harian (pelangi asma), sehingga paham
mengenai bagaimana dan kapan:
mengenal perburukan asmanya
memodifikasi atau menambah pengobatan
menilai berat serangan
mendapatkan bantuan medis/ dokter

Tabel 17. Rencana pengobatan serangan asma


berdasarkan berat
serangan dan tempat pengobatan
SERANGAN
RINGAN

PENGOBATAN
Terbaik:

TEMPAT PENGOBATAN
Di rumah

Aktiviti relatif normal Inhalasi agonis beta-2


Berbicara satu kalimatAlternatif:
dalam satu napas

Kombinasi oral agonis beta-2

Nadi <100

dan teofilin

Di praktek dokter/
klinik/ puskesmas

APE > 80%


SEDANG

Terbaik

Jalan jarak jauh

Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam


Darurat Gawat/ RS

timbulkan gejala

Alternatif:

Klinik

Berbicara beberapa

-Agonis beta-2 subkutan

Praktek dokter

kata dalam satu napas-Aminofilin IV


Nadi 100-120

Puskesmas

-Adrenalin 1/1000 0,3ml SK

APE 60-80%
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
BERAT

Terbaik

Sesak saat istirahat

Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam


Darurat Gawat/ RS

Berbicara kata perkataAlternatif:


dalam satu napas

-Agonis beta-2 SK/ IV

Nadi >120

-Adrenalin 1/1000 0,3ml SK

APE<60% atau
100 l/dtk

Aminofilin bolus dilanjutkan drip


Oksigen

Klinik

Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWA Seperti serangan akut berat

Darurat Gawat/ RS

Kesadaran berubah/

Pertimbangkan intubasi dan

ICU

menurun

ventilasi mekanis

Gelisah
Sianosis
Gagal napas

Pada

serangan

ringan

obat

yang

diberikan agonis

beta-2

kerja

singkat inhalasi dapat berbentuk IDT, lebih dianjurkan dengan spacer, DPI
atau nebulisasi. IDT dengan spacer menghasilkan efek yang sama dengan
nebulisasi, mempunyai onset yang lebih cepat, efek samping lebih minimal
dan membutuhkan waktu yang lebih cepat, sehingga lebih mudah dikerjakan
di rumah maupun di darurat gawat/ rumah sakit (bukti A). Walaupun pada
beberapa keadaan pemberian nebulisasi lebih superior misal pada penderita
asma anak. Bila di rumah tidak tersedia obat inhalasi, dapat diberikan agonis
beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi oral agonis kerja singkat dan
teofilin. Dosis agonis beta-2 kerja singkat, inhalasi 2-4 semprot setiap 3-4
jam, atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan tidak dibutuhkan jika
pengobatan tersebut di atas menghasilkan respons komplet (APE > 80% nilai
terbaik/ prediksi) dan respons tersebut bertahan minimal sampai 3-4 jam.
Lanjutkan terapi tersebut selama 24-48 jam. Pada penderita dalam inhalasi
steroid, selain terapi agonis beta-2 , tingkatkan dosis steroid inhalasi,
maksimal sampai dengan 2 kali lipat dosis sebelumnya. Anjurkan penderita
untuk mengunjungi dokter. Bila memberikan respons komplet, pertahankan
terapi tersebut sampai dengan 5-7 hari bebas serangan, kemudian kembali
kepada

terapi

sebelumnya. Pada

serangan

asma

sedang

-berat,

bronkodilator saja tidak cukup untuk mengatasi serangan karena tidak hanya
terjadi bronkospasme tetapi juga peningkatan inflamasi jalan napas, oleh
karena itu mutlak dibutuhkan kortikosteroid. Dengan kata lain pada keadaan
tidak ada respons dengan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, atau bahkan
perburukan, dapat dianjurkan menggunakan glukokortikosteroid oral 0,5-1
mg/kgBB dalam 24 jam pertama, dan segera ke dokter.
Penatalaksanaan di Rumah sakit
Serangan akut berat adalah darurat gawat dan membutuhkan
bantuan medis segera, penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di
rumah sakit/ gawat darurat.

Penilaian
Berat serangan dinilai berdasarkan riwayat singkat serangan termasuk
gejala, pemeriksaan fisis dan sebaiknya pemeriksaan faal paru; untuk
selanjutnya

diberikan

pengobatan

diperkenankan pemeriksaan

faal

yang tepat.
paru

dan

Pada

prinsipnya

laboratorium

tidak

menjadikan

keterlambatan dalam pengobatan/ tindakan.


Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah
digunakan, respons pengobatan, waktu mula terjadinya dan penyebab/
pencetus

serangan

saat

itu,

dan

ada

tidaknya

risiko

tinggi

untuk

mendapatkan keadaan fatal/ kematian yaitu:

Riwayat serangan asma yang membutuhkan intubasi/ ventilasi mekanis

Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat gawat


dalam satu tahun terakhir

Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru


saja menghentikan salbutamol atau ekivalennya

Dengan

gangguan/

penyakit

psikiatri

atau

masalah

psikososial

termasuk penggunaan sedasi

Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma.

Pemeriksaan fisis dan penilaian fungsi paru


Dinilai berdasarkan gambaran klinis penderita (lihat klasifikasi berat
serangan). Pada fasiliti layanan kesehatan sederhana dengan kemampuan
sumber daya manusia terbatas, dapat hanya menekankan kepada posisi
penderita, cara bicara, frekuensi napas, nadi, ada tidak mengi dan bila
dianjurkan penilaian fungsi paru yaitu APE. Pada serangan asma, VEP 1 atau
APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan, tanpa menunda pemberian
pengobatan. Pemantauan saturasi oksigen sebaiknya dilakukan terutama
pada

penderita

anak,

karena

sulitnya

melakukan

pemeriksaan

APE/

VEP1 pada anak dan saturasi O2 92 % adalah prediktor yang baik yang

menunjukkan kebutuhan perawatan di rumah sakit. Pemeriksaan analisis gas


darah, tidak rutin dilakukan, tetapi sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan APE 30-50% prediksi/ nilai terbaik, atau tidak respons dengan
pengobatan awal, dan penderita yang membutuhkan perawatan. Demikian
pula dengan pemeriksaan foto toraks, tidak rutin dlakukan, kecuali pada
keadaan penderita dengan komplikasi proses kardiopulmoner (pneumonia,
pneumomediastinum,

pneumotoraks,

gagal

jantung,

dan

sebagainya),

penderita yang membutuhkan perawatan dan penderita yang tidak respons


dengan pengobatan.
Pengobatan
Pengobatan diberikan bersamaan untuk mempercepat resolusi serangan
akut.
Oksigen:
Pada serangan asma segera berikan oksigen untuk mencapai kadar
saturasi oksigen 90% dan dipantau dengan oksimetri.
Agonis beta-2:
Dianjurkan pemberian inhalasi dengan nebuliser atau dengan IDT
dan spacer yang menghasilkan efek bronkodilatasi yang sama dengan cara
nebulisasi, onset yang cepat, efek samping lebih sedikit dan membutuhkan
waktu lebih singkat dan mudah di darurat gawat (bukti A). Pemberian
inhalasi ipratropium bromide kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi meningkatkan respons bronkodilatasi (bukti B) dan sebaiknya
diberikan sebelum pemberian aminofilin. Kombinasi tersebut menurunkan
risiko perawatan di rumah sakit (bukti A) dan perbaikan faal paru (APE dan
VEP1) (bukti B). Alternatif pemberian adalah pemberian injeksi (subkutan
atau intravena), pada pemberian intravena harus dilakukan pemantauan
ketat (bedside monitoring). Alternatif agonis beta-2 kerja singkat injeksi
adalah epinefrin (adrenalin) subkutan atau intramuskular. Bila dibutuhkan

dapat ditambahkan bronkodilator aminofilin intravena dengan dosis 5-6 mg/


kg BB/ bolus yang diberikan dengan dilarutkan dalam larutan NaCL fisiologis
0,9% atau dekstrosa 5% dengan perbandingan 1:1. Pada penderita yang
sedang menggunakan aminofilin 6 jam sebelumnya maka dosis diturunkan
setengahnya;

untuk

mempertahankan

kadar

aminofilin

dalam

darah,

pemberian dilanjutkan secara drip dosis 0,5-0,9 mg/ kgBB/ jam.


Glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid sistemik diberikan untuk mempercepat resolusi pada
serangan asma derajat manapun kecuali serangan ringan (bukti A),
terutama jika:

Pemberian agonis beta-2 kerja singkat inhalasi pada pengobatan awal


tidak

memberikan respons

Serangan terjadi walau penderita sedang dalam pengobatan

Serangan asma berat


Glukokortikosteroid

sistemik

dapat diberikan

oral atau intravena,

pemberian oral lebih disukai karena tidak invasif dan tidak mahal. Pada
penderita yang tidak dapat diberikan oral karena gangguan absorpsi
gastrointestinal

atau

lainnya

maka

dianjurkan

pemberian

intravena.Glukokortikosteroid sistemik membutuhkan paling tidak 4 jam


untuk

tercapai

perbaikan

klinis.

Analisis

meta

menunjukkan

glukokortikosteroid sistemik metilprednisolon 60-80 mg atau 300-400 mg


hidrokortison atau ekivalennya adalah adekuat untuk penderita dalam
perawatan. Bahkan 40 mg metilprednisolon atau 200 mg hidrokortison sudah
adekuat (bukti B).Glukokortikosteroid oral (prednison) dapat dilanjutkan
sampai

10-14

hari

Pengamatan

menunjukkan

tidak

bermanfaat

menurunkan dosis dalam waktu terlalu singkat ataupun terlalu lama sampai
beberapa minggu (bukti B).
Antibiotik

Tidak rutin diberikan kecuali pada keadaan disertai infeksi bakteri


(pneumonia, bronkitis akut, sinusitis) yang ditandai dengan gejala sputum
purulen dan demam. Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma
adalah bakteri gram positif, dan bakteri atipik kecuali pada keadaan dicurigai
ada infeksi bakteri gram negatif (penyakit/ gangguan pernapasan kronik) dan
bahkan anaerob seperti sinusitis, bronkiektasis atau penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK).
Antibiotik pilihan sesuai bakteri penyebab atau pengobatan empiris
yang tepat untuk gram positif dan atipik; yaitu makrolid , golongan kuinolon
dan alternatif amoksisilin/ amoksisilin dengan asam klavulanat.

Lain-lain
Mukolitik tidak menunjukkan manfaat berarti pada serangan asma,
bahkan memperburuk batuk dan obstruksi jalan napas pada serangan asma
berat.

Sedasi sebaiknya dihindarkan karena berpotensi menimbulkan

depresi napas. Antihistamin dan terapi fisis dada (fisioterapi) tidak berperan
banyak pada serangan asma.
Kriteria

untuk

melanjutkan

observasi

(di

klinik,

praktek

dokter/

puskesmas), bergantung kepada fasiliti yang tersedia :

Respons terapi tidak adekuat dalam 1-2 jam

Obstruksi jalan napas yang menetap (APE < 30% nilai terbaik/
prediksi)

Riwayat serangan asma berat, perawatan rumah sakit/ ICU


sebelumnya

Dengan risiko tinggi (lihat di riwayat serangan)

Gejala memburuk yang berkepanjangan sebelum datang


membutuhkan pertolongan saat itu

Pengobatan yang tidak adekuat sebelumnya

Kondisi rumah yang sulit/ tidak menolong

Masalah/ kesulitan dalam transport atau mobilisasi ke rumah


sakit

Kriteria pulang atau rawat inap


Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat
inap) pada penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons
pengobatan

baik

klinis

maupun

faal

paru.

Berdasarkan

penilaian

fungsi,pertimbangan pulang atau rawat inap, adalah:

Penderita

dirawat

inap

bila

VEP1 atau

APE

sebelum

pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau VEP 1 /APE < 40%
nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal diberikan

Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila VEP1/APE


40-60% nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini
tindak lanjut adekuat dan kepatuhan berobat.

Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan


VEP1/APE > 60% nilai terbaik/ prediksi, umumnya dapat dipulangkan

Kriteria perawatan intensif/ ICU :

Serangan berat dan tidak

respons

walau telah diberikan

pengobatan adekuat

Penurunan kesadaran, gelisah

Gagal napas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu Pa O 2 < 60


mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg, saturasi O2 90% pada penderita
anak. Gagal napas dapat terjadi dengan PaCO2 rendah atau meningkat.

Intubasi dan Ventilasi mekanis


Intubasi dibutuhkan bila terjadi perburukan klinis walau dengan
pengobatan optimal, penderita tampak kelelahan dan atau PaCO 2 meningkat
terus. Tidak ada kriteria absolut untuk intubasi, tetapi dianjurkan sesuai
pengalaman

dan

ketrampilan

dokter dalam

penanganan

masalah

pernapasan. Penanganan umum penderita dalam ventilasi mekanis secara


umum adalah sama dengan penderita tanpa ventilasi mekanis, yaitu
pemberian

adekuat

oksigenasi,

bronkodilator

dan

glukokortikosteroid

sistemik.

KONTROL TERATUR
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu :
1.

Tindak lanjut (follow-up) teratur

2.

Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila


diperlukan

Dokter sebaiknya menganjurkan penderita untuk kontrol tidak hanya bila


terjadi serangan akut, tetapi kontrol teratur terjadual, interval berkisar 1- 6
bulan bergantung kepada keadaan asma. Hal tersebut untuk meyakinkan
bahwa asma tetap terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi
seminimal mungkin.

Rujuk kasus ke ahli paru layak dilakukan pada keadaan :

Tidak respons dengan pengobatan

Pada serangan akut yang mengancam jiwa

Tanda dan gejala tidak jelas(atipik), atau masalah dalam


diagnosis banding, atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid);
seperti

sinusitis,

polip

hidung,

aspergilosis

(ABPA),

rinitis

berat,

disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan PPOK

Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan


standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji
provokasi

bronkus,

uji

latih

(kardiopulmonary

exercise

test), bronkoskopi dan sebagainya.

POLA HIDUP SEHAT


Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah
rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat
salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exerciseinduced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang

melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat


olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan
olahraga.

Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus


serangan asma, terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma
dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan yang tidak mengandung bahanbahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila serangan asma
sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah pekerjaan.
Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap rokok serta
bahan-bahan iritan lainnya.

Penilaian Awal
Penilaian Awal
Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1,
Anamnesis,
(frekuensi
napas,
denyut
jantung,
otot
napasjanin
tambahan,
saturasi
oksigenPemeriksaan
dan pemeriksaanfisik
lainnya
sesuai indikasi.
Mulai
pemeriksaan
janinpenggunaan
(pergunakan alat
pemantau
elektronik
auskultasi).
APE
atau
VPE
1,
saturasi
oksigen
dan
pemeriksaan
lainnya
sesuai
indikasi.
Mulai
secara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.
pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektronik secara kontinyu dan atau profil biofisk
bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.
VEP 1 atau APE > 50%
Ancaman / actual henti napas

Agonis 2 kerja singkat dengan MDI


atau nebulizer sampai dengan 3
dosis pada jam pertama
Oksigen untuk mencapai saturasi >
95%
Steroid oral bila tidak respons segera
atau pasien telah minum steroid oral
sebelumnya

Intubasi dan ventilasi mekanik


dengan O2 100%
Agonis 2 kerja singkat +
ipatropium bromide dengan
nebulizer
Steroid intravena

VEP 1 atau APE < 50%


(Eksaserbasi Berat)

Agonis 2 kerja singkat dosis tinggi setiap


20 menit atau terus menerus selama 1 jam
+ ipatropium bromide inhalasi
Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%
Steroid oral sistemik

PENILAIAN ULANG

Rawat ICU

Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes


lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.

Eksaserbasi Sedang

Eksaserbasi Berat

VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaan


fisik : gejala sedang

VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaan


fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan
otot napas tambahan, retraksi dinding dada.

Agonis 2 kerja singkat setiap 60 menit


Steroid sistemik
Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95%
Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada
perbaikan

Respons Tidak Komplit

Respons Baik

VEP 1 atau APE > 70%


Respons bertahan 60 menit setelah
pengobatan terakhir
Tidak ada distress pernapasan
Pemeriksaan fisik normal
Pastikan kembali keadaan janin

Agonis 2 kerja singkat setiap jam atau terus


menerus + ipatropium bromide inhalasi
Oksigen
Steroid sistemik

VEP 1 atau APE > 50% tapi <


70%
Gejala ringan sedang
Lanjutkan penilaian janin

Respons Buruk

VEP 1 atau APE < 50%


PCO2 >42 mmHg
Pemeriksaan fisik : sesak hebat,
bingung, mengantuk
Lanjutkan penilaian janin

Keputusan perawatan berdasarkan


tiap individu

Dipulangkan ke rumah

Rawat di Rumah Sakit

Rawat di ICU

o Lanjutkan terapi dengan agonis


2 kerja singkat
o Lanjutkan steroid oral
o Mulai atau lanjutkan steroid
inhalasi sampai follow up
selanjutnya
o Edukasi pasien
o Tinjau ulang penggunaan obat
o Tinjau ulang / mulai rencana
tindakan
o Dianjurkan untuk tindak lanjut
secara ketat

o Inhalasi agonis 2 kerja singkat +


ipatropium bromide
o Steroid oral atau intravena
o Oksigen
o Pantau VEP 1 atau APE, saturasi
oksigen, nadi
o Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil

o Inhalasi agonis 2 kerja singkat


setiap jam atau terus menerus +
inhalasi ipapropium bromide
o Steroid intravena
o Oksigen
o Pikirkan kemungkinan intubasi
dan ventilasi mekanik
o Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil

PERBAIKAN

Anda mungkin juga menyukai