Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktikum Fisiologi

Kelompok C2 Blok Sistem Kardiovaskular

Nama Anggota: Annizada Intan P 1010211010

Hendra Leofirsta 1010211013

Riska Kurniawati 1010211051

Anna Andany Lestari 1010211056

Dondy Juliansyah 1010211148

Fakultas Kedokteran

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

2012-2013
DAFTAR ISI

Dafar isi .............................................................................. 2


Anatomi pernapasan .............................................................................. 3
Fisiologi pernapasan ………………………………………………….. 9
Ventilasi pernapasan .............................................................................. 11
Pertukaran gas .............................................................................. 16
Transpor gas .............................................................................. 20
Kontrol pernapasan .............................................................................. 23
Daftar pustaka .............................................................................. 24
ANATOMI SISTEM RESPIRASI

STRUKTURAL

1. Saluran Nafas Atas


Hidung/Nasal

1. Hidung Luar
1. Pangkal hidung
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung

1. Hidung dalam
a. Vestibulum
b. Septum nasi

c. Kavum nasi

Faring

1. Faring terletak antara internal


nares sampai kartilago krikoid
dan memiliki panjang kurang
kebih 13 cm dan berfungsi
sebagai saluran respirasi dan
saluran pencernaan. Faring terdiri
dari:
1. Nasofaring
2. Orofaring
3. Laringofaring

1. Saluran Nafas bawah


Laring

1. Struktur rangka laring


a. Kartilago tiroidea

b. Kartilago krikoidea
c. Kartilago aritenoidea

d. Kartilago kornikulata

e. Kartilago kuneiformis

f. Epiglottis

1. Otot -Otot Laring


2. Inervasi Laring
3. Vaskularisasi Laring
4. Aliran Limfe Laring

Trakea

1. Trakea adalah tabung yang


dapat bergerak dengan
panjang kurang lebih 5 inchi
(13cm) dan berdiameter 1
inchi (2,5 cm)
2. Trakea memiliki dinding
fibroelastis yang tertanan di
balok-balok cartilago hialin
yang berbentuk huruf U agar
lumen tetap terbuka. Di ujung
postrior kartilo yang bebas di
hubungkan dengan otot polos
(otot trakea)
3. Trakea berpangkal di leher
dibawah kartilaho crikoidea
lating setinggi korpus
vetebralis S6, sedangkan pada
ujung bawahnya setinggi
angulus sterni/vetebra T4
4. Hubungaa trakea dengan
sekitarnya:
1. Anterior: sternum, thymus, v.brachiocephalica sinistra, pangkal
truncus brachiocephalus, a.caomunis sinistra, dan arcus aorta
2. Posterior: oesofhagus dan laryngeus recuren sinistra
3. Dextra: v.azygos,nervus vagus dextra, dan pleura
4. Sinistra: Arcus aorta, a.karotis komunis sinistra, a.subclavia
sinistra, n.phrenicus sinistra, dan pleura
5. Persarafan trakea
cabang n.vagus, n.laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-
saraf ini mengurus otot trakea dan mucosa yang melapisi trakea.
Bronkus

1. Bronkus merupakan percabangan dari


trakea.
2. Terletak pada ICS ke V
3. Terbagi menjadi bronkus primary kanan
dan bronkus primary kiri oleh carina
(bagian yang sensitif dan reflek batuk).
1. Bronkus primary kanan terdiri dari
3 bronkus sekunder (superior,
medial, inferior).
2. Sedangkan bronkus primary kiri
terdiri dari 2 bronkus sekunder
(superior dan inferior).
Lung/pulmo

4. Pulmo (Paru – paru) adalah


organ manusia yang berperan
penting dalam system respirasi,
berbentuk kerucut dan berada di
rongga torax, serta dilapisi oleh 2
membran yaitu membran viseral
dan membran parietal.
5. Pulmo terbagi menjadi:
1. pulmo dextra (kanan)
2. pulmo sinistra (kiri).

1. Pulmo Dextra
pulmo dextra terdiri dari 3 lobus, yaitu :

a) Lobus superior

b) Lobus madius

c) Lobus inferior

Lobus superior dengan lobus medius dipisahkan oleh


fissura horizontalis, sedangkan yang memisahkan lobus superior
dan lobus medius dengan lobus inferior adalah fissura obliqua.
Pada hilus paru kanan terdapat struktur – struktur dibawah ini:

a) Bronkus pinsipalis dan cabang lobus superior disebelah


belakang atas hilus
b) Arteri pulmonalis disebelah depan atas hilus

c) Arteri bronkialis

d) Noduli limpatici bronkopulmonalis

1. Pulmo Sinistra
Pulmo sinistra terdiri dari 2 lobus, yaitu:

a) Lobus superior

b) Lobus inferior

Lobus superior dan lobus inferior dipisahkan oleh fissura obliqua.


Pada hilus kiri terdapat struktur – struktur :

a) 2 bronkus lobaris di sebelah belakang hilus

b) Arteri pulmonalis disebelah atas hilus

c) 2 vena pulmonalis disebelah depan dan bawah hilus

d) Arteri bronkialis

e) Noduli lympatici bronkopulmonalis

Lobus superior dan lobus inferior


dipisahkan oleh fissura obliqua. Pada
hilus kiri terdapat struktur – struktur :

a) 2 bronkus lobaris di sebelah


belakang hilus

b) Arteri pulmonalis disebelah atas


hilus
c) 2 vena pulmonalis disebelah depan dan bawah hilus

d) Arteri bronkialis

e) Noduli lympatici bronkopulmonalis

vaskularisasi paru

1. Bronchi, jar,ikat paru, dan pleura viceralis menerima darah dari


a,bronchiales yg merupakan cabang aorta descenden
2. Venae bronchiales (yg berhub dgn vena pulmonal) mengalirkan darah ke
vena azygos dan vena hemiazygos
3. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal
arteri pulmonales, lalu dari alveoli masuk ke cabang-cabang venae
pulmones yang mengikuti jar.ikat septa intersegmentaliske radix
pulmonalis. Dua vena pulmonales meninggalkan radix pulmonis untuk
bermuara ke atrium

Aliran Limf Paru

Pembuluh limf berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus.

1. Plexus superfisialis terletak di bawah pleura viceralisdan mengalir kan


cairan melalui permukaan paru ke arah hilum pulmonis (tempat muara
pembuluh limf ke nodi bronchopulmonales
2. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteriae, venae
pulmonalis menuju ke hilum pulmonis (mengalirkan ke nodi intra
pulmonales)
Semua cairan meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke nodi
tracheobronchiales dan masuk ke dalam truncus lymphaticus
bronchomediastinalis
Persarafan paru

Pada radix setiap paru terdiri dapat plexus pulmonalis yg terdiri atas
serabut eferen dan aferen saraf otonom.

plexus ini di bentuk dari cabang truncus sympathikus dan menerima


serabut para simpatis dari N.vagus

1. serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi


2. Serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstriksi,
vasodilatasi, dan meningkatkan sekresi kelenjar

FUNGSIONAL

1. Zona Konduksi
1. berperan sebagai:
1 lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan
menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh

2. Proses pembentukan suara

1. terdiri dari: hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.


2. Zona Respiratorik
1. terdiri dari: alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara
dan darah terjadi dalam alveoli.
FISIOLOGI RESPIRASI

Respirasi eksternal adalah proses absorpsi oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari
tubuh yang mencakup empat tahapan yaitu

1. Mekanisme pernafasan (ventilasi) yaitu pertukaran udara atmosfer dan alveolus.


Kecepatan aliran disesuaikan dengan kebutuhan metabolik tubuh untuk menyerap
oksigen dan mengeluarkan karbonmoniksida

2. Difusi pertukaran oksigen dan karbonmonoksida di alveolus dan darah kapiler paru

3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida darah dari paru-paru ke jaringan

4. Difusi oksigen dan karbondioksida di jaringan dan darah di kapiler jaringan sistemik

Proses pertama dan kedua dilakukan oleh sistem pernafasan dan sisanya dilakukan oleh
sistem sirkulasi

Respirasi internal adalah penggunaan (utilisasi) oksigen dan penghasilan karbondioksida oleh
mitokondria sel selama penyerapan energy dari molekul nutrien.
Fungsi sistem pernafasan non-respiratorik

1. Sebagai jalan untuk mengeluarkan air dan panas

2. Meningkatkan aliran balik vena

3. Mengatur keseimbangan asam basa

4. Berbicara, menyanyi, fonasi

5. Mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing

6. Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan dan menginaktivasi bahan-bahan yang


melewati sirkulasi paru, contohnya inaktivasi prostaglandin dan aktivasi angiotensin II

7. Mencium bebauan

Aliran Udara di Saluran Pernafasan


Mekanika Pernafasan (Ventilasi)

Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Pada sistem pernafasan terdapat 3 tekanan
yang berperan dalam mekanisme bernafas, yaitu

1. Tekanan atmosfer (barometrik) yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap
benda-benda di permukaan bumi (760 mmHg)

2. Tekanan intraalveolar (intrapulmonaris) yaitu tekanan di alveolus (760 mmHg)

3. Tekanan intrapleural (intratoraks) adalah tekanan di luar paru tetapi di dalam toraks (756
mmHg) saat istirahat

Rongga toraks berukuran lebih besar dari paru tetapi ada dua gaya yang menyebabkan paru-paru
berhadapan erat dengan rongga toraks dan dapat meregang, yaitu

1. Kohesivitas cairan intrapleura

Terdapat gaya tarik menarik antar molekul air polar di cairan intrapleura yang dapat bertahan
dari peregangan sehingga menahan permukaan pleura menyatu (parietalis dan viseralis)
2. Gradien tekanan transmural

Tekanan intraalveolar sama dengan tekanan atmosfer yang lebih besar dari tekanan intrapleural
sehingga menyebabkan gaya tekan keluar paru lebih besar dari gaya tekan ke dalam,
menyebabkan peregangan paru-paru. Begitu juga sebaliknya bila tekanan atmosfer yang
menekan dinding dada lebih besar dari tekana intrapleural yang menekan keluar maka dinding
dada akan menciut.

Hukum Boyle : Pada suhu konstan, tekanan yang dihasilkan oleh gas berbanding terbalik
dengan volume gas

P1V1=P2V2
Fase Respirasi

Siklus pernafasan dibagi menjadi dua fase yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi selalu
aktif karna hanya ditimbulkan oleh kontraksi otot inspirasi yang menggunakan energi sedangkan
ekspirasi selalu pasif karena terjadi akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas,
tanpa pengeluaran energi.

Sebelum inspirasi dimulai, otot pernafasan melemas, tidak ada udara yang mengalir dan
tekanan intraalveolus sama dengan tekanan atmosfer.

Saat awitan inspirasi, impuls menstimulasi saraf frenikus di diafragma menyebabkan


diafragma mendatar dan memperluas rongga toraks. Impuls juga mengalir ke saraf interkostalis
menyebabkan otot interkostalis eksternus berkontraksi dan iga terangkat ke atas dan keluar
sehingga rongga toraks membesar. Pembesaran rongga toraks menyebabkan paru-paru terpaksa
mengembang untuk mengikuti rongga toraks dan menyebabkan peningkatan volume paru-paru.
Sesuai hukum boyle, seiring peningkatan volume, terjadi penurunan tekanan intraalveolar
sehingga udara dari luar dapat masuk ke dalam dan hal ini berlangsung hingga tekanan
intraalveolar dan tekanan atmosfer seimbang.

Pada inspirasi paksa, otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum dan otot skalenus
mengangkat iga kedua sehingga memperbesar rongga toraks, menyebabkan tekanan intraalveolar
makin menurun sehingga udara masuk lebih banyak.

Pada akhir inspirasi, diafragma dan otot interkostalis eksternus relaksasi sehingga rongga
toraks kembali mengecil menyebabkan paru-paru yang memiliki sifat elastisitas kembali menciut
ke ukuran semula. Volume paru yang mengecil menyebabkan tekanan intraalveolar meningkat
(sebanyak 1 mmHg) menyebabkan udara mengalir keluar hingga mencapai equilibrium.

Pada ekspirasi paksa, otot dinding abdomen dan otot interkostalis internus berkontraksi
dan menekan rongga toraks hingga mengecil. Menyebabkan penurunan volume yang
mengakibatkan peningkatan tekanan intraalveolar semakin tinggi. Sehingga udara lebih banyak
keluar dari paru-paru, mengalir ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.
Otot-otot pernafasan

1. Otot inspirasi utama :

- Otot Diafragmaà mendatar dan peningkatan


dimensi vertikal rongga thoraks.

- M.intercostalis externus à iga terangkat,

sternum tertarik keluar, diameter antero-

posterior & laterolateral rongga dada membesar

1. Otot inspirasi tambahan :

- M.Scalenus

- M. Sternocleidomastoideus

1. Otot ekspirasi :

- M. intercostalis internus à menarik

rongga dada ke bawah.

- Otot abdomen anterior à menarik iga ke

bawah dan meningkatkan tekanan

intraabdomen sehingga mendorong


diafragma ke atas.

Faktor yang berpengaruh


Gradient tekanan = selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menyebabkan udara
mengalir ke dalam paru sampai tekanan jalan napas pada akhirnya sama dengan tekanan
Contohnya pada saat inspirasi , volume thoraks bertambah menyebabkan penurunan tekanan
intrapleura (-4mmHg menjadi -8mmHg) dan penurunan tekanan intrapulmonal / tekanan jalan
napas (0mmHg menjadi -2mmHg). Terlihat
ada perbedaan tekanan antara tekan
intrapulmonal dan tekanan intrapleura, hal
ini yang menyebabkan udara masuk pada
saat innspirasi
1. Ventilasi paru :
Rumus à tidal volume x frekuensi
pernafasan
Nilai normalnya yaitu 6L./menit
2. Ventilasi alveolus
Rumus à (volume tidal – volume
ruang mati) x fekuensi pernapasan
Nilai normalnya yaitu 4200ml/menit
Volume ruang mati / death space = volume udara yang tetap tinggal di saluran pernapasan
dan tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Volume ruang mati orang dewasa = 150ml.

Pola pernapasan
Pola bernapas Tidal Frekuensi Volume ruang Ventilasi Ventilasi
Volume napas mati paru Alveolus
Bernapas tenang 500ml 12x/menit 150ml 6000ml 4200ml
pada saat istrahat
Bernapas lambat 500ml 5x/menit 150ml 6000ml 5250ml
dalam
500ml 40x/menit 150ml 6000ml 0ml

Faktor lain yang mempengaruhi ventilasi :

1. Compliance paru à luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan
transpulmonal

2. Recoil elastic à kemampuan paru (alveolus) untuk kembali ke bentuk semula.

3. Tegangan permukaan alveolus (dipengaruhi adanya surfaktan).


4. Resistensi saluran pernapasan.
Pertukaran Gas Dalam Paru

Komposisi Udara Alveolus


Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli (udara alveolus) ke dalam aliran darah,
dan CO2 terus-menerus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Pada keadaan seimbang, udara
inspirasi bercampur dengan udara alveolus, menggantikan O2 yang telah masuk ke dalam darah
dan mengencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara campuran ini akan
dikeluarkan. Kandungan O2 udara alveolus akan menurun dan kandungan CO2 -nya meningkat
sampai inspirasi berikutnya. Pada akhir ekspirasi tenang (kapasitas residu fungsional), volume
udara di dalam alveoli sekitar 2L, sehingga setiap perubahan sejumlah 350 mL selama inspirasi
dan ekspirasi sangat sedikit mengubah besar PO2 dan PCO2. Pada kenyataannya, komposisi udara
alveolus relatif tetap konstan, tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada berbagai keadaan
lain (Ganong FW, 1998).

Pengambilan Contoh Udara Alveolus


Secara teoritis, udara yang diekspirasikan merupakan udara alveolus, kecuali 150 mL, kecuali 150 mL
udara ekspirasi awal, walaupun selalu terdapat udara campuran pada fase peralihan antara udara ruang
rugi dengan udara alveolus. Dengan demikian, untuk melakukan analisis gas diambil bagian terakhir
udara ekspirasi. Dengan menggunakan alat mutakhir yang dilengkapi dengan katup otomatis uang sesuai,
dimungkinkan untuk mengambil 10 mL terakhir udara ekspirasi selama pernapasan tenang.

Difusi Melalui Membran Alveolus-Kapiler


Gas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran alveolus-
kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membran basalis masing-
masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam
darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan untuk melewati kapiler paru pada saat istirahat
bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah. Sebagai contoh gas anestesi nitrogen oksida
tidak bereaksi, dan N2O mencapai keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini, jumlah
N2O yang masuk ke dalam tubuh tidak dibatasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh jumlah darah yang
mengalir melalui kapiler paru (perfusion-limited). Di pihak lain, karbon monoksida diambil oleh
hemoglobin dalam sel darah merah dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan parsial CO di
dalam kapiler tetap sangat rendah dan keadaan seimbang tida dapat tercapai dalam waktu 0,75 detik saat
darah berada dalam kapiler baru. Oleh sebab itu, pada keadaans istirahat perpindahan CO bukan dibatasi
oleh besarnya perfusi, melainkan oleh kemampuan difusi (difusion-limited). Perpindahan O 2 terletak
antara N2O dan CO; O2 diambil oleh hemoglobin tetapi jauh lebih lambat dibandingkan CO, dan
mencapai keseimbangan dengan darah kapiler dalam waktu sekitar 0,3 detik. Jadi, ambilan O 2 juga
dibatasi ileh perfusi.

Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus-kapiler dan
berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi CO (D LCO) diukur sebagai indeks kapasitas
difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. D LCO sebanding dengan jumlah CO yang
memasuki alveoli dikurangi tekanan parsial CO dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir
ini mendekati no sehingga dapat diabaikan, kecuali pada perokok habitual
Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 mL/menit/mmHG. Nilai ini meningkat 3 kali selama
latihan fisik akibat dilatasi kapiler dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif.

PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah 40
mmHG. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25 mL/menit/mmHg, dan
PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg. Nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2 alveolus.
Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas (shunt) fisiologis. D LO2
meningkat mencapai 65 mL/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti
sarkoidosis dan keracunan birilium (biriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab
lain fibrosis paru adalah sekresi PDGP berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel
mesenkim di sekitarnya.

PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sehingga CO 2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih
tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO 2 mampu menembus sleuruh
membran biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO 2 jaub lebih besar dibandingkan O2.
inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus
welaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O 2 yang nyata.

Intinya:
Pertukaran gas ditingkat kapiler paru dan kapiler jaringan terjadi melalui difusi pasif sederhana
O2 dan CO2 mengikuti penurunan gradient tekanan parsial.

Tekanan parsial adalah setiap tekanan yang secara independen ditimbulkan oleh gas tertentu
didalam campuran gas, yang dinyatakan sebagai Pgas.

2 hukum yang berkaitan dengan tekanan parsial:

>> Hukum Dalton : “Tekanan udara merupakan gabungan tekanan parsial masing-masing gas
yang terkandung didalamnya”

>> Hukum Henry : “Presentasi jumlah kandungan gas diudara sebanding dengan tekanan parsial
gas didalamnya”

P atmosfer = PN2 + PO2 + Pgas lain

Tekanan udara luar atau tekanan atmosfer sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan
parsial O2 adalah 20% ± 760 mmHg yakni sekitar 160 mmHg. Tetapi ketika memasuki alveolus,
tekanan ini akan berkurang oleh karena mengalami humidikasi dari saluran napas yang lembap
dan ketika diparu, oksigen bercampur dengan udara sebelumnya yang berada di paru, sehingga
ketika memasuki alveolus tekanan parsial yang akan memasuki kapiler darah arteri± 100 mmHg,
dan di vena± 40mmHg. Hal ini menyebabkan O2 berdifusi dari udara ke dalam darah.

Sementara pada CO2, tekanan parsial CO2 di atmosfer sekitar 0,3 mmHg, sedangkan didalam
alveolus tekanannya 40 mmHg dan di dalam sel >46 mmHg sehingga CO2 selalu menuruni
gradient tekanan parsial untuk dipompakan keluar sel dan juga keluar alveolus.

1. Di alveolus

à PO2 udara > PO2 darah à O2 alveoli masuk ke dalam darah

à PCO2 darah > PCO2 alveoli à CO2 darah keluar ke alveoli

1. Di jaringan

à PO2 darah > PO2 jaringan à O2 darah masuk ke jaringan

à PCO2 jaringan > PCO2 darah à CO2 dari jaringan masuk ke darah

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan
terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena
O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas yang melalui membran adalah :

1. Perbedaan tekanan parsial gas

2. Ketebalan sawar udara & darah ketika melewati membran à semakin tipis sawar, maka
akan semakin mudah difusi.
3. Luas permukaan membran alveolus à semakin besar luas permukaan alveolus, semakin
besar kecepatan difusi.

4. Koefisien difusi gas à semakin besar koefisien gasnya, semakin besar juga kecepatan
difusinya.

1. Oksigen 0,024

2. Karbon dioksida 0,57

3. Karbon monoksida 0,018

4. Nitrogen 0,012

5. helium 0,008
Transport O2 & CO2

Transport oksigen

1. 98,5% terikat dengan Hb

2. 1,5% terlarut dalam cairan plasma dan sel

Transport karbon dioksida

1. CO2 dalam bentuk terlarut(10%)

2. Terikat Hb membentuk karbaminohemoglobin (30%)

3. Ion Bikarbonat (60%)

Transport Oksigen

Dalam darah oksigen diikat oleh hemoglobin (dalam eritrosit) à di paru oksigen diikat, di
jaringan oksigen dilepas

Transport oksigen tergantung pada :

- Jumlah O2 yang masuk ke paru

- Baik tidaknya pertukaran gas di paru

- Aliran darah ke jaringan à tergantung dari derajat konstriksi vaskuler di jaringan dan curah
jantung.

- Kapasitas darah mengangkut oksigen à tergantung : jumlah O2 yang larut, jumlah Hb dalam
darah dan afinitas Hb untuk O2.
Reaksi Hb dan O2

Hb terdiri dari Heme dan Globin à dalam Heme ada 1 atom Besi (Ferro) yang dapat mengikat
satu molekul O2

Hb4O2 + O2 à Hb4O2 + O2 à Hb4O4 + O2 à Hb4O6 + O2 à Hb4O8

Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen merupakan kurva yang menggambarkan hubungan


persentase saturasi kemampuan pengangkutan O2 oleh hemoglobin dengan PO2 à memiliki
bentuk sigmoid yang khas.

Yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen : PCO2, pH, Suhu , 2,3-difosfogliserat


(DPG / 2,3-DPG), karbon monoksida (CO).

à peningkatan suhu, PCO2 dan penurunan pH


menggeser kurva ke kanan à dibutuhkan PO2 yang
lebih tinggi agar Hb dapat mengikat sejumlah tertentu
O2.

à kadar 2,3-DPG menurun bila pH rendah.

Transport Karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar


dari kelarutan O2 sehingga lebih banyak CO2 dalam
darah.

Transport CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara sebagai berikut:

1. Secara fisk larut dalam plasma (10 %)

2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (30%)

3. ditransport sebagai bikarbonat plasma (60%)

Karbon dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:

CO2 + H2O H2CO3 H+ +HCO3-


Kontrol Pernafasan

Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan tiga komponen terpisah :


1. Komponen yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi atau ekspirasi
berganti-ganti,
2. Komponen yang mengatur kekuatan ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas)
agar sesuai dengan kebutuhan tubuh,
3. Komponen yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk memenuhi tujuan lain.

Kontrol Pusat Respirasi


1. Pusat respirasi merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral di
dalam substansia retikularis medula oblongata dan pons.
2. Pusat respirasi dibagi menjadi DRG (Dorsal Respiratory Group) dan VRG (Ventral
Respiratory Group)
3. DRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot eksternal interkostal dan
otot diafragma. DRG ini berfungsi pada seluruh proses respirasi normal.
4. VRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot respirasi aksesori, yang
berfungsi saat bernapas dengan kuat, yaitu saat inhalasi maksimal dan ekshalasi aktif.

Kelompok Dorsal
Terutama terdiri atas neuron inspirasi yang serat desendensnya berakhir pada motor
neuron di medula yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Secara periodik, neuron ini akan
melepas impuls dengan frekuensi 12-15/menit. Sebagian serat saraf dari dorsal akan berjalan ke
kelompok ventral.

Kelompok Ventral
Terdiri neuron inspirasi dan neuron ekspirasi yang keduanya tidak aktif selama
pernapasan tenang. Apabila kebutuhan ventilasi meningkat, neuron I pada kelompok ventral
diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal. Impuls melalui serat saraf yang keluar dari
neuron I kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi
tambahan melalui n. IX dan n. X. Demikian pula neuron E akan dirangsang untuk mengeluarkan
impuls yang akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi, sehingga terjadi ekspirasi aktif.

Pusat Apneustik dan Pneumotaksik


1. Apneustik dan pneumotaxic center merupakan sepasang nuceli yang mempengaruhi
output respirasi.
2. Keduanya merupakan pusat respirasi di pons yang memproduksi inspirasi-ekspirasi
normal dan halus.

Pusat Pneumotaksik
1. Berfungsi membatasi lama inspirasi dan meningkatkan laju respirasi, dengan
menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal atau kuat.
2. Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang menghambat neuron I, membatasi
durasi inspirasi.

Pusat Apneustik
1. Sebaliknya, mencegah penghambatan neuron I dan memberikan kekuatan ekstra untuk
inspirasi, dihambat oleh impuls aferen melalui n. vagus.
2. Pada sistem ini, pusat pneumotaksik mendominasi, membantu menghentikan inspirasi
dan memberikan kesempatan ekspirasi.
3. Bila pengaruh pusat pneumotaksik dan n. vagus dihilangkan, pengaruh tonik pusat
apneustik terhadap pusat respirasi menjadi dominan, sehingga terjadi apneusis (henti
napas pada fase inspirasi).
4. Sedangkan apabila pengaruh hambatan n. vagus masih ada, terjadi irama pernapasan
yang lebih lambat dan dalam Selama pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik
membantu peningkatan intensitas inhalasi sampai 2 detik.
5. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik dapat merespon input sensori dari
nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong WF: Fisiologi Kedokteran. Penerbit ECG Buku Kedokteran Jakarta, edisi 10

2. Guyton, Arthur C. 2006. Textbook of Medical Physiology Guyton and Hall Eleventh
Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders

3. Richard S.Snell. Anatomi Klinik


4. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC

5. Sobota. Atalas Anatomi Manusia jilid 1

Anda mungkin juga menyukai