Fakultas Kedokteran
2012-2013
DAFTAR ISI
STRUKTURAL
1. Hidung Luar
1. Pangkal hidung
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung
1. Hidung dalam
a. Vestibulum
b. Septum nasi
c. Kavum nasi
Faring
b. Kartilago krikoidea
c. Kartilago aritenoidea
d. Kartilago kornikulata
e. Kartilago kuneiformis
f. Epiglottis
Trakea
1. Pulmo Dextra
pulmo dextra terdiri dari 3 lobus, yaitu :
a) Lobus superior
b) Lobus madius
c) Lobus inferior
c) Arteri bronkialis
1. Pulmo Sinistra
Pulmo sinistra terdiri dari 2 lobus, yaitu:
a) Lobus superior
b) Lobus inferior
d) Arteri bronkialis
d) Arteri bronkialis
vaskularisasi paru
Pada radix setiap paru terdiri dapat plexus pulmonalis yg terdiri atas
serabut eferen dan aferen saraf otonom.
FUNGSIONAL
1. Zona Konduksi
1. berperan sebagai:
1 lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan
menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh
Respirasi eksternal adalah proses absorpsi oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari
tubuh yang mencakup empat tahapan yaitu
2. Difusi pertukaran oksigen dan karbonmonoksida di alveolus dan darah kapiler paru
4. Difusi oksigen dan karbondioksida di jaringan dan darah di kapiler jaringan sistemik
Proses pertama dan kedua dilakukan oleh sistem pernafasan dan sisanya dilakukan oleh
sistem sirkulasi
Respirasi internal adalah penggunaan (utilisasi) oksigen dan penghasilan karbondioksida oleh
mitokondria sel selama penyerapan energy dari molekul nutrien.
Fungsi sistem pernafasan non-respiratorik
7. Mencium bebauan
Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Pada sistem pernafasan terdapat 3 tekanan
yang berperan dalam mekanisme bernafas, yaitu
1. Tekanan atmosfer (barometrik) yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap
benda-benda di permukaan bumi (760 mmHg)
3. Tekanan intrapleural (intratoraks) adalah tekanan di luar paru tetapi di dalam toraks (756
mmHg) saat istirahat
Rongga toraks berukuran lebih besar dari paru tetapi ada dua gaya yang menyebabkan paru-paru
berhadapan erat dengan rongga toraks dan dapat meregang, yaitu
Terdapat gaya tarik menarik antar molekul air polar di cairan intrapleura yang dapat bertahan
dari peregangan sehingga menahan permukaan pleura menyatu (parietalis dan viseralis)
2. Gradien tekanan transmural
Tekanan intraalveolar sama dengan tekanan atmosfer yang lebih besar dari tekanan intrapleural
sehingga menyebabkan gaya tekan keluar paru lebih besar dari gaya tekan ke dalam,
menyebabkan peregangan paru-paru. Begitu juga sebaliknya bila tekanan atmosfer yang
menekan dinding dada lebih besar dari tekana intrapleural yang menekan keluar maka dinding
dada akan menciut.
Hukum Boyle : Pada suhu konstan, tekanan yang dihasilkan oleh gas berbanding terbalik
dengan volume gas
P1V1=P2V2
Fase Respirasi
Siklus pernafasan dibagi menjadi dua fase yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi selalu
aktif karna hanya ditimbulkan oleh kontraksi otot inspirasi yang menggunakan energi sedangkan
ekspirasi selalu pasif karena terjadi akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas,
tanpa pengeluaran energi.
Sebelum inspirasi dimulai, otot pernafasan melemas, tidak ada udara yang mengalir dan
tekanan intraalveolus sama dengan tekanan atmosfer.
Pada inspirasi paksa, otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum dan otot skalenus
mengangkat iga kedua sehingga memperbesar rongga toraks, menyebabkan tekanan intraalveolar
makin menurun sehingga udara masuk lebih banyak.
Pada akhir inspirasi, diafragma dan otot interkostalis eksternus relaksasi sehingga rongga
toraks kembali mengecil menyebabkan paru-paru yang memiliki sifat elastisitas kembali menciut
ke ukuran semula. Volume paru yang mengecil menyebabkan tekanan intraalveolar meningkat
(sebanyak 1 mmHg) menyebabkan udara mengalir keluar hingga mencapai equilibrium.
Pada ekspirasi paksa, otot dinding abdomen dan otot interkostalis internus berkontraksi
dan menekan rongga toraks hingga mengecil. Menyebabkan penurunan volume yang
mengakibatkan peningkatan tekanan intraalveolar semakin tinggi. Sehingga udara lebih banyak
keluar dari paru-paru, mengalir ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.
Otot-otot pernafasan
- M.Scalenus
- M. Sternocleidomastoideus
1. Otot ekspirasi :
Pola pernapasan
Pola bernapas Tidal Frekuensi Volume ruang Ventilasi Ventilasi
Volume napas mati paru Alveolus
Bernapas tenang 500ml 12x/menit 150ml 6000ml 4200ml
pada saat istrahat
Bernapas lambat 500ml 5x/menit 150ml 6000ml 5250ml
dalam
500ml 40x/menit 150ml 6000ml 0ml
1. Compliance paru à luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan
transpulmonal
Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus-kapiler dan
berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi CO (D LCO) diukur sebagai indeks kapasitas
difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. D LCO sebanding dengan jumlah CO yang
memasuki alveoli dikurangi tekanan parsial CO dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir
ini mendekati no sehingga dapat diabaikan, kecuali pada perokok habitual
Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 mL/menit/mmHG. Nilai ini meningkat 3 kali selama
latihan fisik akibat dilatasi kapiler dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif.
PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah 40
mmHG. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25 mL/menit/mmHg, dan
PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg. Nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2 alveolus.
Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas (shunt) fisiologis. D LO2
meningkat mencapai 65 mL/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti
sarkoidosis dan keracunan birilium (biriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab
lain fibrosis paru adalah sekresi PDGP berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel
mesenkim di sekitarnya.
PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sehingga CO 2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih
tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO 2 mampu menembus sleuruh
membran biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO 2 jaub lebih besar dibandingkan O2.
inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus
welaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O 2 yang nyata.
Intinya:
Pertukaran gas ditingkat kapiler paru dan kapiler jaringan terjadi melalui difusi pasif sederhana
O2 dan CO2 mengikuti penurunan gradient tekanan parsial.
Tekanan parsial adalah setiap tekanan yang secara independen ditimbulkan oleh gas tertentu
didalam campuran gas, yang dinyatakan sebagai Pgas.
>> Hukum Dalton : “Tekanan udara merupakan gabungan tekanan parsial masing-masing gas
yang terkandung didalamnya”
>> Hukum Henry : “Presentasi jumlah kandungan gas diudara sebanding dengan tekanan parsial
gas didalamnya”
Tekanan udara luar atau tekanan atmosfer sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan
parsial O2 adalah 20% ± 760 mmHg yakni sekitar 160 mmHg. Tetapi ketika memasuki alveolus,
tekanan ini akan berkurang oleh karena mengalami humidikasi dari saluran napas yang lembap
dan ketika diparu, oksigen bercampur dengan udara sebelumnya yang berada di paru, sehingga
ketika memasuki alveolus tekanan parsial yang akan memasuki kapiler darah arteri± 100 mmHg,
dan di vena± 40mmHg. Hal ini menyebabkan O2 berdifusi dari udara ke dalam darah.
Sementara pada CO2, tekanan parsial CO2 di atmosfer sekitar 0,3 mmHg, sedangkan didalam
alveolus tekanannya 40 mmHg dan di dalam sel >46 mmHg sehingga CO2 selalu menuruni
gradient tekanan parsial untuk dipompakan keluar sel dan juga keluar alveolus.
1. Di alveolus
1. Di jaringan
à PCO2 jaringan > PCO2 darah à CO2 dari jaringan masuk ke darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan
terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena
O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas yang melalui membran adalah :
2. Ketebalan sawar udara & darah ketika melewati membran à semakin tipis sawar, maka
akan semakin mudah difusi.
3. Luas permukaan membran alveolus à semakin besar luas permukaan alveolus, semakin
besar kecepatan difusi.
4. Koefisien difusi gas à semakin besar koefisien gasnya, semakin besar juga kecepatan
difusinya.
1. Oksigen 0,024
4. Nitrogen 0,012
5. helium 0,008
Transport O2 & CO2
Transport oksigen
Transport Oksigen
Dalam darah oksigen diikat oleh hemoglobin (dalam eritrosit) à di paru oksigen diikat, di
jaringan oksigen dilepas
- Aliran darah ke jaringan à tergantung dari derajat konstriksi vaskuler di jaringan dan curah
jantung.
- Kapasitas darah mengangkut oksigen à tergantung : jumlah O2 yang larut, jumlah Hb dalam
darah dan afinitas Hb untuk O2.
Reaksi Hb dan O2
Hb terdiri dari Heme dan Globin à dalam Heme ada 1 atom Besi (Ferro) yang dapat mengikat
satu molekul O2
Transport Karbondioksida
Transport CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara sebagai berikut:
2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (30%)
Karbon dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:
Kelompok Dorsal
Terutama terdiri atas neuron inspirasi yang serat desendensnya berakhir pada motor
neuron di medula yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Secara periodik, neuron ini akan
melepas impuls dengan frekuensi 12-15/menit. Sebagian serat saraf dari dorsal akan berjalan ke
kelompok ventral.
Kelompok Ventral
Terdiri neuron inspirasi dan neuron ekspirasi yang keduanya tidak aktif selama
pernapasan tenang. Apabila kebutuhan ventilasi meningkat, neuron I pada kelompok ventral
diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal. Impuls melalui serat saraf yang keluar dari
neuron I kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi
tambahan melalui n. IX dan n. X. Demikian pula neuron E akan dirangsang untuk mengeluarkan
impuls yang akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi, sehingga terjadi ekspirasi aktif.
Pusat Pneumotaksik
1. Berfungsi membatasi lama inspirasi dan meningkatkan laju respirasi, dengan
menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal atau kuat.
2. Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang menghambat neuron I, membatasi
durasi inspirasi.
Pusat Apneustik
1. Sebaliknya, mencegah penghambatan neuron I dan memberikan kekuatan ekstra untuk
inspirasi, dihambat oleh impuls aferen melalui n. vagus.
2. Pada sistem ini, pusat pneumotaksik mendominasi, membantu menghentikan inspirasi
dan memberikan kesempatan ekspirasi.
3. Bila pengaruh pusat pneumotaksik dan n. vagus dihilangkan, pengaruh tonik pusat
apneustik terhadap pusat respirasi menjadi dominan, sehingga terjadi apneusis (henti
napas pada fase inspirasi).
4. Sedangkan apabila pengaruh hambatan n. vagus masih ada, terjadi irama pernapasan
yang lebih lambat dan dalam Selama pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik
membantu peningkatan intensitas inhalasi sampai 2 detik.
5. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik dapat merespon input sensori dari
nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong WF: Fisiologi Kedokteran. Penerbit ECG Buku Kedokteran Jakarta, edisi 10
2. Guyton, Arthur C. 2006. Textbook of Medical Physiology Guyton and Hall Eleventh
Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders