Editor
Wahyuni Lukita Atmodjo
Professor Of Anatomy Medicine
FKUPH, Karawaci
Reviewer
Frans Abednego Barus
Bernard S. M. Hutabarat
Anatomy Medicine
FKUPH, Karawaci
Jan Tambayong
Head of Histology Medicine
FKUPH, Karawaci
Neneng Suryadinata
Histology Medicine
FKUPH, Karawaci
i
PRAKATA
Salam Sejahtera,
ii
Penulis & Dekan atau Ketua Paru Pusat
iii
Kontributor
Jessica Kwenandar
Desain Grafis
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan 2013
iv
Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Paru 3
DAFTAR ISI
PRAKATA ..................................................................................... ii
KONTRIBUTOR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
Embriologi Sistem Respirasi .......................................................... 4
Anatomi Sistem Respirasi .............................................................. 9
Hidung .......................................................................... 9
Rongga Hidung ........................................................... 11
Faring .......................................................................... 15
Laring .......................................................................... 17
Trakea .......................................................................... 22
Bronkus dan Bronkiolus .............................................. 24
Toraks dan Rongga Toraks .......................................... 28
Mediastinum ................................................................ 31
Pleura ........................................................................... 36
Paru .............................................................................. 41
Histologi Sistem Respirasi ............................................................ 45
Rongga Hidung ........................................................... 45
Faring .......................................................................... 49
Laring .......................................................................... 51
Trakea ......................................................................... 52
Bronkus dan Bronkiolus ............................................. 55
Pleura .......................................................................... 60
Paru ............................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 67
v
EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN HISTOLOGI
SISTEM RESPIRASI
Allen Widysanto, Wahyuni Lukita Atmodjo, Bernard Hutabarat, Jan
Tambayong, Neneng Suryadinata, Christian Mayumi Semeru, Maggie
Stella Hung, Olivia Jeany Darmawan Adji Saroso
1
b. Saluran napas bawah, yang terdiri dari
bronkus, dan parenkim paru
Berdasarkan fungsinya, sistem respirasi dapat
dibagi menjadi : [1]
a. Zona konduksi, terdiri dari hidung,
rongga hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus
terminalis. Pada bagian ini, tidak terjadi
pertukaran gas, melainkan berfungsi
untuk menyaring, menghangatkan, dan
melembapkan udara yang masuk, serta
menjadi penghubung sehingga udara luar
dapat masuk sampai pada bagian
respirasi.
b. Zona Respirasi, terdiri dari saluran-saluran
dan jaringan pada paru yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya pertukaran gas.
Saluran-saluran dan jaringan ini meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris
dan sakus alveolaris.
Perjalanan udara dari luar sampai paru saat
inspirasi normal adalah : [1]
2
Gambar 1.1 Struktur Sistem
Respirasi
Arteri karotis komunis kanan Kelenjar Tiroid
Otot skalin anterior
Trakea
Arteri Subklavia
Arteri Subklavia kanan Saraf frenikus
Arteri brakiosefalika Arteri karotis komunis kiri
Vena kava superior
Arkus aorta
Tulang iga
Hepar Diafragma
4
Gambar 1.3. Embrio menunjukkan
diverticulum respiratorius
5
terhubung dengan faring melalui orificium
laryngeal (Gambar 1.4). [2]
6
merupakan cikal bakal dari rongga pleura yang
berada disamping foregut. Rongga ini dipisahkan
dari rongga peritoneal dan rongga perikardium
oleh pleuroperitoneal dan pleuropericardial folds
(Gambar 1.5).
7
segmentalis pada bronkus kiri. Pada akhir bulan
keenam, sudah terbentuk 17 generasi percabangan
pohon bronkial. Percabangan ini kemudian
mengalami pertambahan lagi sebanyak 6 cabang
yang terbentuk sesudah kelahiran. [2]
Sampai pada bulan ketujuh, bronkiolus
terus mengalami pembelahan dan terus terjadi
peningkatan vascular supply. Bronkiolus
terminalis juga mengalami percabangan
membentuk bronkiolus respiratorius yang pada
ujungnya terbentuk 3-6 duktus alveolus. Pada
akhir bulan ketujuh, sudah terdapat jumlah sakus
alveolus yang matang dan kapiler yang cukup
sehingga bayi prematur dapat bertahan hidup. Sel
pneumosit tipe 1 dan 2 juga sudah terbentuk sejak
akhir bulan keenam. [2]
Pada minggu kehamilan yang ke-34,
terdapat konsentrasi surfaktan yang tinggi pada
alveolus dan beberapa surfaktan ini ada yang
masuk ke cairan amnion dan berperan sebagai
makrofag pada cairan amnion. Surfaktan ini
kemudian bermigrasi melewati chorion menuju
8
uterus dan mulai memproduksi interleukin-1β.
Peningkatan interleukin ini menstimulasi produksi
prostaglandin yang akan menyebabkan kontraksi
uterus sebagai sinyal untuk memulai proses
kelahiran. [3]
9
yang terhubung dengan tulang kepala dengan
jaringan ikat fibrosa (Gambar 1.6). [1]
Hidung eksternal dapat dibagi menjadi
beberapa bagian : Root, Apex, dan Bridge. Pada
bagian bawah dari hidung eksternal terdapat dua
lubang yaitu external nares atau nostril (Gambar
1.7). [2]
10
Gambar 1.7 Bagian-bagian
hidung eksternal, dikutip dari
[1].
11
Terdapat suatu lapisan yang membagi rongga
hidung menjadi dua rongga – Rongga kanan dan
kiri – yaitu septum nasi. Septum ini dibentuk oleh
tulang ethmoidalis di bagian superior, vomer di
bagian inferior, dan kartilago septal di bagian
anterior (Gambar 1.9). Kedua rongga hidung ini
kemudian terbagi lagi menjadi beberapa rongga
udara – meatus nasi superior, meatus nasi medius,
dan meatus nasi inferior – yang berkelok-kelok
(Gambar 1.8). [1]
12
Gambar 1.9 Tulang-tulang pembentuk septum
nasi (kiri) dan Pembagian daerah faring (kanan)
13
conchae nasalis inferior. Tulang ethmoidalis juga
membentuk atap dari hidung bagian dalam,
sedangkan lantainya dibentuk oleh tulang
palatinum dan processus palatinus (Gambar 1.10).
[1]
14
seperti corong dengan panjang ± 13cm atau 5 inch
yang bermula pada internal nares and berakhir
pada kartilago krikoideus. Faring terletak pada
sebelah posterior terhadap rongga hidung dan
rongga mulut, superior terhadap laring, dan
anterior terhadap vertebra servikalis.
Dinding faring tersusun atas otot-otot dan
membran mukosa. Kontraksi otot-otot ini
berperan pada proses menelan. Faring berfungsi
sebagai saluran atau jalan bagi makanan dan udara
agar dapat masuk ke dalam tubuh. Selain itu,
faring juga berfungsi sebagai tempat terbentuknya
resonansi suara dan tempat terdapatnya tonsil
yang berperan dalam sistem imun tubuh. [4]
Faring terbagi menjadi tiga daerah, yaitu
(Gambar 1.9) :
1. Nasofaring
2. Orofaring
3. Laringofaring
Nasofaring merupakan bagian superior dari
faring. Daerah ini berada di belakang rongga
hidung dan berakhir pada palatum molle. Terdapat
15
lima lubang pada dinding nasofaring : dua internal
nares, dua tuba eustachius, dan satu lubang yang
menghubungkan nasofaring dengan orofaring.
Pada dinding posterior juga terdapat tonsil
(pharyngeal tonsil) atau adenoid.[4]
Orofaring merupakan bagian tengah dari
faring (berada diantara nasofaring dan
laringofaring). Daerah ini berada dibelakang
rongga mulut ; berawal dari palatum molle dan
berakhir pada tulang hyoideus. Daerah ini hanya
memiliki satu lubang, yaitu fauces atau lubang
yang menghubungkan rongga mulut dengan
orofaring.
Laringofaring atau hipofaring merupakan
bagian paling inferior dari faring yang bermula
pada tulang hyoideus. Pada bagian inferior
laringofaring, terdapat dua lubang. Lubang
pertama adalah lubang yang berada pada sebelah
posterior yang menghubungkan laringofaring
dengan esofagus. Esofagus adalah organ yang
berperan pada sistem pencernaan. Lubang yang
kedua adalah lubang yang berada pada sebelah
16
anterior yang menghubungkan laringofaring
dengan laring. Lubang inilah yang berperan pada
sistem respirasi.
IV. LARING
17
pembuatan suara. Laring berakhir pada sisi
inferior kartilago krikoideus.
19
Gambar 1.14 Kartilago Tiroideus
20
kartilago elastis. Kartilago ini berbentuk seperti
daun besar (Gambar 1.15). Bagian inferiornya
menempel pada lereng anterior dari kartilago
tiroideus, sedangkan bagian superiornya tidak
menempel dan dapat bergerak naik-turun seperti
sebuah pintu. Pada proses menelan, faring dan
laring akan bergerak naik. Faring yang bergerak
naik akan membuat faring menjadi lebih lebar
sehingga makanan dan minuman dapat masuk ke
esofagus. Laring yang bergerak naik akan
menyebabkan epiglottis bergerak ke bawah
menutup glottis sehingga tidak terjadi aspirasi
atau masuknya benda asing ke dalam saluran nafas
ketika menelan. [1]
Kartilago krikoideus adalah kartilago yang
membentuk dinding inferior dari laring. Kartilago
ini menempel pada kartilago pertama pada trakea
dengan ligamentum krikotrakeale dan menempel
pada kartilago tiroideus dengan ligamentum
krikotiroideum (Gambar 1.12). Dalam keadaan
darurat, kartilago krikoideus ini merupakan suatu
21
tanda untuk mengetahui posisi sayatan untuk
membuat jalan nafas pada prosedur trakeotomi. [1]
Kartilago yang berperan pada proses
pembentukan suara adalah kartilago arytenoidea
dan kartilago corniculata. Kedua kartilago ini akan
melakukan gerakan adduksi dan abduksi yang
juga dibantu oleh otot-otot laring sehingga akan
menggerakan ligamentum vocale untuk membuka
atau menutup glottis. Saat glottis terbuka, udara
dapat dengan bebas melewati glottis dan
menggetarkan pita suara. Dengan adanya getaran
tersebut, terbentuklah suatu suara. Semakin lebar
glottis, frekuensi suara yang dihasilkan akan
semakin rendah dan sebaliknya, semakin sempit
glottis, frekuensi suara yag dihasilkan akan
semakin tinggi.
V. TRAKEA
22
anterior terhadap esofagus dan berjalan
memanjang dari laring sampai vertebra torakalis 5
23
Bagian yang terbuka ini berfungsi untuk
memberikan tempat bagi rongga esofagus yang
berada posterior dari trakea untuk membesar
dengan apabila terdapat makanan yang masuk.
Apabila kartilago yang ada pada trakea berbentuk
sirkuler, makanan yang masuk ke dalam esofagus
dapat tersangkut pada kartilago-kartilago ini saat
melewati esogafus. [1, 3]
24
vertikal, lebih pendek, dan lebih lebar dibanding
dengan bronkus utama sinistra, oleh karena itu,
objek yang teraspirasi lebih cenderung memasuki
bronkus utama dextra. Seperti trakea, bronkus
juga memiliki cincin kartilago yang berbentuk C
dan juga dilapisi oleh epitel silindris bertingkat
dengan silia. [1, 3, 5]
Pada percabangan trakea (bifurcatio
tracheae), terdapat suatu daerah yang terbentuk
oleh pemanjangan kartilago terakhir dari trakea
yang dinamakan karina. Membran mukosa pada
karina merupakan membran yang paling
sensitif untuk mencetuskan terjadinya refleks
batuk. Bronkus akan bercabang menjadi 2 yaitu
bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Paru
dextra memiliki tiga lobus dan paru sinistra
memiliki dua lobus, sehingga akan terdapat tiga
bronkus lobaris dextra dan dua bronkus lobaris
sinistra. Bronkus lobaris juga akan bercabang
kembali menjadi bronkus-bronkus yang lebih
kecil, yaitu bronkus segmentalis yang akan
memasuki tiap segmen paru (Gambar 1.17). Lalu,
25
bronkus segmentalis akan bercabang menjadi
cabang-cabang lain yang lebih kecil yang tidak
memiliki kartilago lagi, disebut bronkiolus
(Gambar 1.38). [5]
26
diameter yang paling kecil dinamakan bronkiolus
terminalis (Gambar 1.28). Bronkiolus terminalis
merupakan batas akhir dari zona konduksi.
Percabangan dari trakea sampai bronkiolus
terminalis ini berupa seperti percabangan pohon.
Karena itu, percabangan ini sering dikenal sebagai
Bronchial tree (Gambar 1.20). [5]
28
Dinding toraks melingkupi rongga toraks
sehingga terlihat seperti sebuah sangkar atau
kandang burung (Gambar 1.19). Penyusun
dinding rongga toraks ini adalah tulang costae dan
kartilagonya pada sisi lateral, tulang sternum pada
sisi anterior dan tulang vertebra torakalis pada sisi
posterior. Pintu atas toraks terdiri dari incisura
jugularis sterni pada sisi anterior, costae 1 pada
sisi lateral, dan vertebra torakalis 1 (T1) pada sisi
posterior dan pintu bawah toraks terdiri dari
angulus infrasternalis dan processus xiphoideus
pada sisi anterior, arcus costae pada sisi
anterolateral, costae 11 dan 12 pada sisi
posterolateral, dan vertebra torakalis 12 (T12)
pada sisi posterior (Gambar 1.19). [3]
Dinding toraks juga disusun oleh otot-otot.
Otot-otot penyususn dinding toraks yang juga
berperan secara langsung dalam sistem respirasi
adalah m. interkostalis interna dan eksterna.
Muskulus interkostalis eksterna berjalan dari sisi
superolateral menuju sisi inferomedial dan
berperan pada proses inspirasi sedangkan M.
29
interkostalis interna berjalan dari sisi
superomedial menuju sisi inferolateral dan
berperan pada proses ekspirasi (Gambar 1.21). [3]
30
VIII. MEDIASTINUM
31
Sebagian besar isi dari mediastinum
adalah organ berongga yang berisikan cairan
atau udara. Setiap organ-organ ini disatukan
dengan jaringan ikat longgar dan lemak.
Kondisi ini membuat pergerakan dari organ-
organ yang ada pada mediastinum dan sekitar
mediastinum akibat perubahan volume dan
tekanan menjadi mungkin terjadi, misalnya
pergerakan diafragma, dinding toraks, dan
pohon bronkial pada saat proses bernafas;
kontraksi jantung dan denyutan arteri-arteri
besar; dan pergerakan esofagus ketika bolus
alimentarius melewati esofagus menuju
lambung.[3]
Mediastinum dibagi menjadi dua bagian
berdasarkan garis imajiner yang berada
diantara angulus sternalis pada bagian anterior
dan diskus intervertebralis T4-T5 pada bagian
posterior. Garis imajiner ini sering disebut
sebagai transverse thoracic plane. Dua bagian
tersebut adalah mediastinum superior dan
32
mediastinum inferior (Gambar 1.22 dan
1.23).[3]
Mediastinum superior terletak di atas
garis imajiner. Daerah ini dibatasi oleh pintu
atas rongga toraks pada bagian superior,
transverse thoracic plane pada inferior,
manubrium sterni pada anterior mediastinum
superior, corpus ossis vertebrae thoracales 1-4
pada bagian posterior, dan pleura pada kedua
sisi lateral.[3, 5] Sebagian besar organ-organ
berada di mediastinum superior seperti
pembuluh-pembuluh darah besar, seperti
Arcus aortae, Truncus brachiocephalicus, V.
cava superior, Vv. brachiocephalicae, dan
bagian proksimal dari Aa. carotis communis
sinistra dan subclavia sinistra. Selain itu,
terdapat juga struktur-struktur lain: N. vagus,
N. cardiacus, N. phrenicus, N. laryngeus
recurrens sinistra, trakea, esophagus, dan
ductus thoracicus.[5]
33
Gambar 1.23 Mediastinum
Mediastinum inferior terletak di bawah
garis imajiner dan dibatasi oleh transverse
thoracic plane pada bagian superior, diafragma
pada bagian inferior, dan pleura dikedua sisi
lateral, serta corpus os. sternum di anterior dan
corpus ossis vertebrae thoracalis di sebelah
34
posteriornya. Mediastinum inferior dibagi lagi
menjadi tiga bagian berdasarkan posisi
pericardium dan jantung, yaitu mediastinum
anterior, mediastinum medius, dan
mediastinum posterior, dengan perikardium
dan jantung menjadi mediastinum medius itu
sendiri (Gambar 1.23).[3]
Mediastinum anterior adalah daerah
terkecil dari seluruh bagian mediastinum yang
terletak anterior terhadap perikardium.[3]
Daerah ini dibatasi oleh sternum pada sebelah
anterior dan perikardium pada sebelah
posterior.[3, 6] Pada mediastinum anterior
orang dewasa terdapat jaringan ikat longgar
(ligamentum sternopericardial), lemak, sisa
dari kelenjar timus, pembuluh limfe, dll. [3, 6]
35
oleh perikardium, aorta ascendens, Vena Cava
Superior, Arteri dan Vena Pulmonalis, N.
Phrenicus, dan percabangan trakea (bifurcatio
tracheae).[6]
Mediastinum posterior terletak
disebelah posterior dari perikardium yang
dibatasi oleh perikardium dan hilus paru pada
sebelah anterior dan corpus ossis vertebrae
thoracalis 5-12 pada sebelah posterior.[3, 6]
IX. PLEURA
36
luar paru.[a] Posisi membran pleura terhadap paru
seperti ketika kita mendorong kepalan tangan kita
kepada sebuah balon (Gambar 1.24). Hal ini
menunjukkan bahwa paru berada diluar rongga
pleura, tetapi dikelilingi oleh pleura. Bagian
pleura yang melekat pada permukaan dinding
toraks, bernama pleura parietalis dan bagian
pleura yang melekat pada paru, bernama pleura
visceralis. Kedua lapisan ini bersambung pada
hilum dan keduanya terdiri dari sel mesotelial
pipih selapis pada lapisan jaringan ikat yang
mengandung kolagen dan serat elastik. [a] Diantara
kedua bagian pleura terdapat rongga potensial
yang berisi cairan serosa, disebut rongga pleura.
Cairan serosa ini berfungsi sebagai pelumas bagi
pleura supaya dapat bergerak dengan baik ketika
bernapas. [3]
Pleura Visceralis melingkupi seluruh
permukaan paru, termasuk permukaan yang
berada dalam fissura horizontalis dan obliqua.
Pleura visceralis bersambung dengan pleura
parietalis pada hilus paru.
37
Gambar 1.22 Rongga Toraks
38
empat bagian : (1) Pleura pars kostalis, (2) Pleura
pars mediastinalis, (3) Pleura pars diafragmatika,
dan (4) Pleura pars servikalis. Pleura pars
servikalis melingkupi bagian apikal paru dan
merupakan perpanjangan dari pleura pars
mediastinalis dan pleura pars kostalis. Karena
bentuknya yang seperti kubah, pleura pars
servikalis sering juga disebut sebagai cupula
pleuralis. [3]
39
bagian perifer pleura diafragmatika akan bertemu
dengan bagian bawah dari pleura pars kostalis dan
membentuk ruang potensial yang bernama resesus
kostophrenikus atau resesus kostodiafragmatikus.
Hal yang sama juga terjadi pada posterior sternum,
dimana pleura pars kostalis bertemu dengan
pleura pars mediastinalis. Ruang potensial ini
bernama resesus kostomediastinalis. [3]
Jika terjadi peradangan atau inflamasi
pada membran pleura – pleurisy atau pleuritic –,
akan terasa nyeri karena adanya gesekan antara
pleura pars parietalis dan pleura pars visceralis.
Dalam keadaan patologis tertentu, rongga pleura
dapat berisikan cairan atau udara. Seperti halnya
dinding rongga peritoneum dan pericardium,
serosa rongga pleura bersifat permeabel terhadap
air dan cairan eksudat dari plasma darah umumnya
berkumpul dalam rongga pleura (sebagai efusi
pleura) selama peradangan dan keadaan abnormal
lainnya.[7] Untuk mengeluarkan atau mengambil
cairan dari rongga pleura, perlu dilakukan
40
prosedur thoracocentesis, dimana jarum ditusukan
pada toraks setinggi ruang interkostalis 7. [3]
X. PARU
41
b. Basal, permukaan inferior paru yang
berbentuk konkaf
42
kiri, tetapi lebih pendek dan lebih lebar karena
adanya hati. Paru kanan memiliki tiga permukaan
paru, yaitu permukaan kostalis, permukaan
mediastinalis, dan permukaan diafragmatika, serta
tiga batas, yaitu batas anterior, batas inferior, dan
batas posterior. Paru kiri memiliki dua lobus –
lobus superior dan lobus inferior – yang terbentuk
karena adanya fissura obliqua (Gambar 1.25 dan
Gambar 1.26). Seperti paru kanan, paru kiri juga
memiliki tiga permukaan paru, yaitu permukaan
kostalis, permukaan mediastinalis, dan permukaan
diafragmatika, serta tiga batas, yaitu batas anteri
or, batas inferior, dan batar posterior. Pada batas
anterior paru kiri, terdapat cekungan akibat
terdapat jantung yang bernama incisura cardiaca.
Cekungan ini menyebabkan terbentuknya lingula,
bagian paling anterior dan inferior dari lobus
superior yang berbentuk seperti lidah (Gambar
1.26). [3]
Paru dapat melekat pada mediastinum
karena adanya struktur hilus pada permukaan
mediastinalis paru, yang terdiri dari bronkus,
43
arteri pulmonalis, vena pulmonalis, nervus
pulmonalis (saraf simpatik, parasimpatik, dan
aferen), dan pembuluh limfe (Gambar 1.26).
Inferior dari hilus terdapat perpanjangan dari
pleura visceralis dan parietalis yang membentuk
ligamentum pulmonale (Gambar 1.26). [3]
44
Pada bagian ujung dari pohon bronkial terdapat
bronkiolus respiratorius dan alveolus.
Bronkiolus respiratorius dan alveolus adalah
struktur yang berperan pada pertukaran gas pada
paru. Oleh sebab itu, bagian respiratori di mulai
pada bronkiolus respiratorius sampai kepada
kumpulan-kumpulan alveolus yang berbentuk
seperti anggur (Gambar 1.27).
45
Daerah respiratori dilapisi oleh lapisan mukosa
dengan epitel silindris bertingkat bersilia dengan
sel goblet. Lapisan ini sering kali disebut sebagai
epitel respiratorius (Gambar 1.28).
46
Selain pada daerah respiratori, mukosa ini
juga dapat ditemukan pada seluruh saluran
pernafasan (bagian konduksi). Mukosa ini
disokong oleh lamina propria yang kaya akan
pembuluh darah, dan kelenjar serosa, serta
kelenjar mukosa. Pembuluh darah inilah yang
membentuk sinus kavernosus. [3, a]
Bagian anterior dari rongga hidung, tepat
setelah nostril, terdapat vestibulum nasi. Daerah
ini dilapisi oleh kulit dengan rambut-rambut yang
berfungsi untuk menyaring udara yang akan
masuk dari debu dan kotoran. Selain itu, terdapat
tiga bagian yang menonjol keluar dari dinding
lateral rongga hidung yang bernama konka nasalis
superior, konka nasalis media dan konka nasalis
inferior (Gambar 1.28). Konka nasalis superior
dan konka nasal media dibentuk oleh tulang
ethmoidalis, sedangkan konka nasalis inferior
terbentuk dari beberapa tulang yang terpisah.
Ketiga konka inilah yang membagi rongga hidung
kanan dan kiri menjadi tiga rongga udara yang
lebih kecil yang dinamakan meatus nasi superior,
47
[3]
meatus nasi medius dan meatus nasi inferior.
Mukosa yang melapisi dinding rongga hidung
memiliki lamina propria yang berperan penting
dalam proses menghirup nafas. Kompleks
pembuluh darah dengan kapiler dekat dengan
permukaan epitel membawa darah dengan arah
berlawanan dengan arah aliran udara yang dihirup
dan melepas panas untuk menghangatkan dan
melembabkan udara oleh air yang disekresi dari
kelenjar seromukosa kecil. Sekresi ini
mengandung immunoglobulin A (IgA) dari sel
plasma dalam lamina propria.[a]
Sel basalis, sel penyokong, dan sel
reseptor olfaktorius berada pada daerah respiratori
dekat konka nasalis superior. Sel-sel ini
membentuk epitel olfaktori.[b] Epitel ini memiliki
silia yang berasal dari sel-sel olfaktori tanpa
adanya sel goblet (Gambar 1.29). Yang
membedakan silia pada epitel respiratori dan silia
pada epitel olfaktori adalah silia pada epitel
olfaktori tidak dapat bergerak, tetapi dapat
48
merespon pada stimulus bau karena adanya
reseptor olfaktori pada membran selnya. [3]
II. FARING
49
Gambar 1.30 Nasofaring (H&E)
RE = epitel silindris bertingkat
Faring terbagi atas tiga daerah:
a. Nasofaring
b. Orofaring
c. Laringofaring / hipofaring
Nasofaring dilapisi oleh epitel silindris
bertingkat dengan silia (Gambar 1.30), tetapi
dengan bertambahnya umur, akan timbul epitel
berlapis gepeng. Epitel berlapis gepeng ini juga
banyak ditemukan pada perokok. Lamina Propria
pada nasofaring terdapat kelenjar serosa dan
mukosa, tetapi ciri yang dominan pada lamina
propria nasofaring adalah adanya jaringan limfoid
yang besar yang merupakan komponen-
komponen dari jaringan limfoid Waldeyer ring.[b]
Jaringan limfoid ini terlihat sangat jelas pada
anak-anak dan dewasa muda.[3]
50
Orofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
tanpa lapis tanduk (Gambar 1.31) karena daerah
ini rawan terjadi gesekan dari makanan-makanan
yang masuk ke dalam tubuh. Pada daerah ini juga
dapat ditemukan adanya dua pasang tonsil, yaitu
tonsila palatina dan tonsila lingual. [3]
Karena, laringofaring juga dilewati oleh
makanan dan rawan akan gesekan-gesekan dari
makanan-makanan tersebut, maka laringofaring
juga dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapis tanduk (Gambar 1.31). [3]
III. LARING
51
Dinding laring yang berada pada bagian
laryngeal vestibule dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapis tanduk (Gambar 1.31),
sedangkan dinding laring yang berada pada bagian
rongga infraglottic dilapisi oleh epitel silindris
bertingkat dengan silia (Gambar 1.30).
Selain itu, juga terdapat sel goblet dan sel
basal pada epitel yang melapisi rongga
infraglottic. Sel goblet berfungsi untuk
menghasilkan mukus yang berperan dalam proses
penyaringan udara yang masuk ke paru, sehingga
paru tidak terpapar oleh benda asing. [4]
Oleh karena harus menahan getaran-
getaran yang terus terjadi, maka pita suara dilapisi
oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapis tanduk
(Gambar 1.31). [4]
IV. TRAKEA
52
dan tersusun secara vertikal yang dihubungkan
oleh jaringan ikat padat. Jaringan ikat ini terdiri
dari serat-serat kolagen longitudinal dan serat-
serat elastis, yang bernama ligamen annular
(Gambar 1.32). Ligamen inilah yang
memungkinkan terjadinya pemanjangan dan
pemendekan dari trakea. Kartilago-kartilago yang
berbentuk C berfungsi untuk membuka trakea
sehingga trakea tidak tertutup dan menghambat
masuknya udara ketika inspirasi.
53
Dinding dalam trakea dilapisi oleh lapisan
mukosa yang terdiri atas epitel silindris bertingkat
dengan silia dan lapisan lamina propria yang
mengandung serabut-serabut elastin dan retikuler
(Gambar 1.33).[b] Serabut-serabut elastin yang
terdapat pada bagian bawah dari lamina propria
terkondensasi dan membentuk membran elastin
yang berfungsi untuk membatasi lapisan mukosa
dengan lapisan submukosa yang berada di
bawahnya.
Lapisan mukosa pada trakea memiliki
fungsi yang sama dengan lapisan membran yang
melapisi rongga hidung dan laring, yaitu untuk
menangkap partikel-partikel debu, kotoran ,
bakteri, dan lainnya yang ikut masuk dengan udara
dan “menyapu” kotoran-kotoran yang sudah
tertangkap ke faring sehingga kotoran tersebut
dapat ditelan. Selain epitel dan lamina propria,
terdapat juga sel-sel lain pada lapisan mukosa
trakea, seperti : sel brush, sel bergranul kecil yang
belum diketahui fungsinya secara jelas, sel Clara
yang berfungsi untuk menghasilkan surfaktan, dan
54
sel serosa. Lapisan submukosa yang berada di
bawah lapisan mukosa terdiri atas jaringan-
jaringan ikat yang berisikan kelenjar seromukosa.
[3]
55
Terdapat perubahan struktur ketika
bronkus berubah menjadi bronkiolus. Perubahan-
perubahan itu adalah : [1, 3]
a. Membran mukosa berubah dari epitel
silindris bertingkat dengan silia pada
bronkus utama, bronkus lobaris, dan
bronkus segmentalis (Gambar 1.30)
menjadi epitel silindris bersilia dengan sel
goblet pada bronkiolus yang lebih besar
(Gambar 1.34), lalu berubah kembali
menjadi epitel selapis kuboid bersilia
tanpa sel goblet pada bronkiolus yang
lebih kecil dan epitel selapis kuboid tanpa
silia pada bronkiolus terminalis (Gambar
1.35). Pada bagian yang tidak memiliki
silia, partikel-partikel yang masuk ke paru
akan dibuang oleh sel makrofag.
b. Kartilago yang berbentuk C akan sedikit
demi sedikit berubah menjadi potongan-
potongan kartilago dan akhirnya akan
menghilang pada bagian distal dari
bronkiolus.
56
c. Dengan berkurangnya kartilago, otot polos
akan meningkat (Gambar 1.34). Namun,
karena tidak adanya kartilago yang
menjaga jalan udara tetap terbuka, jalan
udara akan tertutup jika terjadi spasme
atau kontraksi otot. Selama berolahraga,
akan terjadi peningkatan aktivitas saraf
simpatis. Saraf simpatis ini akan
menyebabkan relaksasi dari otot-otot pada
bronkiolus. Akibatnya, lumen bronkiolus
akan menjadi lebih besar dan udara pun
dapat keluar-masuk paru dengan lebih
mudah. Sebaliknya, jika terdapat aktivasi
dari saraf parasimpatik dan mediator-
mediator reaksi alergi seperti histamin,
dan lainnya, maka akan terjadi kontraksi
otot-otot bronkiolus yang akan
mengakibatkan terjadinya penyempitan
lumen bronkiolus.
57
Gambar 1.34 Bronkiolus (H&E) [3]
59
Lamina propia bronkiolus masih
mengandung serat elastin dan otot polos,
mengadakan lipatan dalam mukosa. Kontraksi
otot dalam bronki dan bronkioli terutama
dikendalikan oleh saraf dari susunan saraf
otonom.[6]
VI. PLEURA
60
pembuluh darah kecil, dan pembuluh kapiler
(Gambar 1.39). [2]
61
Gambar 1.39 Pleura Visceralis
M = Mesothelium ; F = Jaringan Fibrosa ; L =
Pembuluh Limfe ; P = Pleura Visceralis
VII. PARU
62
dan alveolus pada dinding-dindingnya (Gambar
1.37).
Lapisan epitel yang melapisi bronkiolus
respiratorius berubah dari epitel selapis kuboid
menjadi epitel selapis gepeng (Gambar 1.38 dan
63
Sakus alveolaris juga dilapisi oleh epitel selapis
gepeng. Selain itu, juga terdapat basement
membrane sebagai penyokong. [3, 4]
Sakus alveolaris terdiri dari 2 atau lebih
alveolus yang memiliki “pintu” yang sama.
Dindingnya terdiri atas tiga komponen jaringan :
jaringan epitel, jaringan penyokong, dan
pembuluh darah. Jaringan epitel memberikan
suatu susunan alveolus yang saling tersambung
dan saling terhubung.
Terdapat dua jenis sel yang menyusun
epitel alveolus (Gambar 1.41). Yang pertama
adalah pneumosit tipe 1. Sel ini merupakan sel
gepeng yang paling banyak ditemukan pada epitel
alveolus. Yang kedua adalah pneumosit tipe 2 atau
sel septal. Sel ini berbentuk bulat dan hanya
menempati sekitar 5% dari seluruh permukaan
alveolus.9 Sel pneumosit tipe 2 memiliki banyak
granul yang bernama cytosimes atau badan
multilamelar yang berfungsi untuk mensekresi
surfaktan, yang berfungsi untuk menurunkan
surface tension alveolus, sehingga mencegah
64
terjadinya paru kempes (collapse). Jaringan
penyokong membentuk lapisan yang mengelilingi
pembuluh darah pada dinding alveolus. Jaringan
ini terdiri dari serat-serat retikuler, kolagen,
elastin, dan kadang-kadang terdapat fibroblast.
Pembuluh darah dan pembuluh kapiler saling
beranyam satu sama lain dan membentuk
anyaman pembuluh darah pada dinding alveolus.
Gabungan antara pembuluh darah dan dinding
alveolus dinamakan membran respiratorius.
Membran ini sangat tipis, yaitu sekitar ± 0,5 µm
[3, 4]
(Gambar 1.43). Karena ketipisannya inilah,
membran respiratorius dapat menjadi tempat
terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida. Selain itu, terdapat juga makrofag atau
sel dust yang berfungsi untuk memakan partikel-
partikel debu, kotoran, dan benda asing lainnya
(Gambar 1.41 dan Gambar 1.42). [3, 4]
65
Gambar 1.41 Pneumosit 1 dan 2 (kiri)
; Alveolus Mikroskop Elektron (kanan)
Gambar 1.42 Skema Alveolus
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Volano C, et al., editors. United States of
America: John Wiley & Sons, Inc; 2014.
5. Sadler TW. Respiratory System. In
Sadler TW. Langman's Medical
Embryology. 12th ed.: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012.
6. Mescher AL. Junqueira's Basic
Histology: Text and Atlas. 14th ed. New
York: McGraw-Hill Education; 2016.
7. Gray H. Gray's Anatomy: A Facsimile
Charlotte: TAJ Books International LLC;
2014.
8. Mescher A. Junqueira's Basic Histology
Text & Atlas. 13th ed. New York:
McGraw-Hill; 2013.
9. Kumar B. HISTOLOGY Text & Atlas. 1st
ed. Sangeetha P, editor. New Delhi:
Wolters Kluwer; 2013.
68