Anda di halaman 1dari 76

1

ILMU PENYAKIT PARU DAN


KEDOKTERAN RESPIRASI

Editor
Wahyuni Lukita Atmodjo
Professor Of Anatomy Medicine
FKUPH, Karawaci

Reviewer
Frans Abednego Barus

Bernard S. M. Hutabarat
Anatomy Medicine
FKUPH, Karawaci

Jan Tambayong
Head of Histology Medicine
FKUPH, Karawaci

Neneng Suryadinata
Histology Medicine
FKUPH, Karawaci

i
PRAKATA

Salam Sejahtera,

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa karena telah memberikan kesempatan dalam
proses pembuatan Buku Ilmu Penyakit Paru dan
Kedokteran Respirasi ini hingga selesai. Buku ajar ini
berisikan topik embriologi, histologi, dan anatomi
sistem pernafasan manusia mulai dari hidung sampai
alveolus yang disusun secara sistematis dan
informatif.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada editor Prof.


dr. Wahyuni Lukita Atmodjo, PhD ; reviewer dr Frans
Abednego Barus, SpP, dr. Bernard Hutabarat, PAK; dr.
Jan Tambayong, PHK; dan dr. Neneng Suryadinata,
M. Psi.T.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Maggie Stella Hung, Christian Mayumi
Semeru, dan Olivia Jeany Darmawan Adji Saroso yang
telah berkontribusi dalam penerbitan buku ini.

Harapan kami agar buku ini dapat membantu


mahasiswa mempelajari embriologi, anatomi serta
histologi paru dengan lebih mudah.

Karawaci, Juli 2017

ii
Penulis & Dekan atau Ketua Paru Pusat

iii
Kontributor

Maggie Stella Hung


Kontributor isi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan 2013

Christian Mayumi Semeru


Kontributor isi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan 2013

Olivia Jeany Darmawan Adji


Saroso
Kontributor isi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan 2013

Jessica Kwenandar
Desain Grafis
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan 2013

iv
Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Paru 3
DAFTAR ISI

PRAKATA ..................................................................................... ii
KONTRIBUTOR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
Embriologi Sistem Respirasi .......................................................... 4
Anatomi Sistem Respirasi .............................................................. 9
Hidung .......................................................................... 9
Rongga Hidung ........................................................... 11
Faring .......................................................................... 15
Laring .......................................................................... 17
Trakea .......................................................................... 22
Bronkus dan Bronkiolus .............................................. 24
Toraks dan Rongga Toraks .......................................... 28
Mediastinum ................................................................ 31
Pleura ........................................................................... 36
Paru .............................................................................. 41
Histologi Sistem Respirasi ............................................................ 45
Rongga Hidung ........................................................... 45
Faring .......................................................................... 49
Laring .......................................................................... 51
Trakea ......................................................................... 52
Bronkus dan Bronkiolus ............................................. 55
Pleura .......................................................................... 60
Paru ............................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 67

v
EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN HISTOLOGI
SISTEM RESPIRASI
Allen Widysanto, Wahyuni Lukita Atmodjo, Bernard Hutabarat, Jan
Tambayong, Neneng Suryadinata, Christian Mayumi Semeru, Maggie
Stella Hung, Olivia Jeany Darmawan Adji Saroso

Sistem respirasi atau sistem pernapasan


merupakan salah satu sistem yang berkontribusi
dalam menjaga keseimbangan tubuh
(homeostasis) dengan cara mengatur pertukaran
gas – Oksigen dan Karbon dioksida – antara udara
atmosfer, darah, dan jaringan, serta mengatur
tingkat keasaman tubuh (pH). Struktur yang
berperan dalam sistem respirasi terdiri dari
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru
(Gambar 1.1 & 1.2). Setiap bagiannya dapat
dibedakan berdasarkan posisi / letak dan
fungsinya.
Berdasarkan posisinya, sistem respirasi
saluran napas dibagi menjadi dua bagian : [1]
a. Saluran napas atas, yang terdiri dari
hidung, rongga hidung,faring, laring dan
trakea

1
b. Saluran napas bawah, yang terdiri dari
bronkus, dan parenkim paru
Berdasarkan fungsinya, sistem respirasi dapat
dibagi menjadi : [1]
a. Zona konduksi, terdiri dari hidung,
rongga hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus
terminalis. Pada bagian ini, tidak terjadi
pertukaran gas, melainkan berfungsi
untuk menyaring, menghangatkan, dan
melembapkan udara yang masuk, serta
menjadi penghubung sehingga udara luar
dapat masuk sampai pada bagian
respirasi.
b. Zona Respirasi, terdiri dari saluran-saluran
dan jaringan pada paru yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya pertukaran gas.
Saluran-saluran dan jaringan ini meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris
dan sakus alveolaris.
Perjalanan udara dari luar sampai paru saat
inspirasi normal adalah : [1]

2
Gambar 1.1 Struktur Sistem
Respirasi
Arteri karotis komunis kanan Kelenjar Tiroid
Otot skalin anterior
Trakea
Arteri Subklavia
Arteri Subklavia kanan Saraf frenikus
Arteri brakiosefalika Arteri karotis komunis kiri
Vena kava superior
Arkus aorta

Tulang iga

Paru kanan Paru kiri

Jantung dalam perikardium

Hepar Diafragma

Gambar 1.2 Penampang Anterior paru dan jantung


setelah pelepasan dinding anterolateral toraks dan
pleura 3
Lubang Hidung → Rongga Hidung → Faring →
Laring → Trakea → Bronkus Utama → Bronkus
Lobaris → Bronkus Segmentalis → Bronkiolus →
Bronkiolus Terminalis → Bronkiolus
Respiratorius → Alveolus (duktus dan sakus).

EMBRIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Perkembangan organ-organ sistem


respirasi di mulai ketika embrio berumur 4
minggu, dimana terjadi pertumbuhan diverticulum
respiratorius (lung bud) dari dinding ventral
foregut (Gambar 1.3). Pertumbuhan ini terjadi
akibat adanya

peningkatan retinoic acid yang dihasilkan oleh


jaringan mesoderm. [2]

4
Gambar 1.3. Embrio menunjukkan
diverticulum respiratorius

Awalnya, lung bud terhubung dengan


foregut, tetapi dengan perpanjangan lung bud,
terbentuk septum tracheoesophageal yang
membagi foregut menjadi dua bagian, yaitu
bagian dorsal (esofagus), yang berhubungan
dengan organ-organ sistem pencernaan dan bagian
ventral (trakea dan lung bud), yang berhubungan
dengan organ-organ respirasi. Lung bud tetap

5
terhubung dengan faring melalui orificium
laryngeal (Gambar 1.4). [2]

Gambar 1.4. Bakal Paru

Selama pemisahan dari foregut, lung bud


membentuk trakea dan bronchial buds. Pada awal
minggu kelima, tiap bronchial buds membesar
dan membentuk bronkus princialis kanan dan kiri.
Kemudian, bronkus utama dextra membentuk tiga
bronkus lobaris dan bronkus utama sinistra
membentuk dua bronkus lobaris.
Dengan bertumbuhan kearah kaudal dan
lateral, lung bud membesar memenuhi rongga
tubuh. Rongga untuk paru, kanalis
perikardioperitonealis,

6
merupakan cikal bakal dari rongga pleura yang
berada disamping foregut. Rongga ini dipisahkan
dari rongga peritoneal dan rongga perikardium
oleh pleuroperitoneal dan pleuropericardial folds
(Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Pleuropericardial fold

Mesoderm yang melingkupi bagian luar


paru akan berkembang menjadi pleura visceralis
dan mesoderm yang melingkupi dinding tubuh
bagian dalam, akan berkembang menjadi pleura
parietalis. [2]
Dalam perkembangannya, bronkus lobaris
bercabang lagi membentuk 10 bronkus
segmentalis pada bronkus kanan dan 8 bronkus

7
segmentalis pada bronkus kiri. Pada akhir bulan
keenam, sudah terbentuk 17 generasi percabangan
pohon bronkial. Percabangan ini kemudian
mengalami pertambahan lagi sebanyak 6 cabang
yang terbentuk sesudah kelahiran. [2]
Sampai pada bulan ketujuh, bronkiolus
terus mengalami pembelahan dan terus terjadi
peningkatan vascular supply. Bronkiolus
terminalis juga mengalami percabangan
membentuk bronkiolus respiratorius yang pada
ujungnya terbentuk 3-6 duktus alveolus. Pada
akhir bulan ketujuh, sudah terdapat jumlah sakus
alveolus yang matang dan kapiler yang cukup
sehingga bayi prematur dapat bertahan hidup. Sel
pneumosit tipe 1 dan 2 juga sudah terbentuk sejak
akhir bulan keenam. [2]
Pada minggu kehamilan yang ke-34,
terdapat konsentrasi surfaktan yang tinggi pada
alveolus dan beberapa surfaktan ini ada yang
masuk ke cairan amnion dan berperan sebagai
makrofag pada cairan amnion. Surfaktan ini
kemudian bermigrasi melewati chorion menuju

8
uterus dan mulai memproduksi interleukin-1β.
Peningkatan interleukin ini menstimulasi produksi
prostaglandin yang akan menyebabkan kontraksi
uterus sebagai sinyal untuk memulai proses
kelahiran. [3]

ANATOMI SISTEM RESPIRASI


I. HIDUNG

Hidung merupakan organ pertama pada


sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal
dan bagian internal dalam kepala, yaitu rongga
hidung. Hidung yang terlihat pada wajah adalah
bagian eksternal dari hidung. Bagian ini terdiri
dari kerangka tulang guna sebagai penyokong dan
kerangka kartilago hialin yang dilapisi dengan
lapisan otot, kulit, dan membran mukosa.
Kerangka tulang dibentuk oleh tulang frontalis,
tulang nasalis, dan maksila, sedangkan kerangka
kartilago hialin dibentuk oleh tiga kartilago yang
terhubung satu dengan yang lain dan kartilago

9
yang terhubung dengan tulang kepala dengan
jaringan ikat fibrosa (Gambar 1.6). [1]
Hidung eksternal dapat dibagi menjadi
beberapa bagian : Root, Apex, dan Bridge. Pada
bagian bawah dari hidung eksternal terdapat dua
lubang yaitu external nares atau nostril (Gambar
1.7). [2]

Gambar 1.6 Penampang anterolateral


hidung menunjukkan kerangka tulang
dan kerangka kartilago

10
Gambar 1.7 Bagian-bagian
hidung eksternal, dikutip dari
[1].

II. RONGGA HIDUNG

Rongga hidung adalah ruangan besar pada


bagian anterior kepala yang berada di bawah
tulang nasalis dan diatas rongga mulut. Ruangan
ini dilapisi oleh otot dan membran mukosa.

11
Terdapat suatu lapisan yang membagi rongga
hidung menjadi dua rongga – Rongga kanan dan
kiri – yaitu septum nasi. Septum ini dibentuk oleh
tulang ethmoidalis di bagian superior, vomer di
bagian inferior, dan kartilago septal di bagian
anterior (Gambar 1.9). Kedua rongga hidung ini
kemudian terbagi lagi menjadi beberapa rongga
udara – meatus nasi superior, meatus nasi medius,
dan meatus nasi inferior – yang berkelok-kelok
(Gambar 1.8). [1]

Gambar 1.8 Konka dan Meatus

12
Gambar 1.9 Tulang-tulang pembentuk septum
nasi (kiri) dan Pembagian daerah faring (kanan)

Pada bagian anterior, rongga hidung


berhubungan langsung dengan hidung eksternal
dan pada bagian posterior, rongga hidung
berhubungan dengan faring melalui dua lubang
yang bernama internal nares atau choanae.
Dinding lateral dari hidung bagian dalam
terbentuk dari tulang ethmoidalis, tulang maksila,
tulang lakrimalis, tulang palatinum, dan tulang

13
conchae nasalis inferior. Tulang ethmoidalis juga
membentuk atap dari hidung bagian dalam,
sedangkan lantainya dibentuk oleh tulang
palatinum dan processus palatinus (Gambar 1.10).
[1]

Gambar 1.10 Tulang Palatinum


dan Processus Palatinus
III. FARING
Faring merupakan salah satu organ yang
menyusun sistem respirasi. Organ ini berbentuk

14
seperti corong dengan panjang ± 13cm atau 5 inch
yang bermula pada internal nares and berakhir
pada kartilago krikoideus. Faring terletak pada
sebelah posterior terhadap rongga hidung dan
rongga mulut, superior terhadap laring, dan
anterior terhadap vertebra servikalis.
Dinding faring tersusun atas otot-otot dan
membran mukosa. Kontraksi otot-otot ini
berperan pada proses menelan. Faring berfungsi
sebagai saluran atau jalan bagi makanan dan udara
agar dapat masuk ke dalam tubuh. Selain itu,
faring juga berfungsi sebagai tempat terbentuknya
resonansi suara dan tempat terdapatnya tonsil
yang berperan dalam sistem imun tubuh. [4]
Faring terbagi menjadi tiga daerah, yaitu
(Gambar 1.9) :
1. Nasofaring
2. Orofaring
3. Laringofaring
Nasofaring merupakan bagian superior dari
faring. Daerah ini berada di belakang rongga
hidung dan berakhir pada palatum molle. Terdapat

15
lima lubang pada dinding nasofaring : dua internal
nares, dua tuba eustachius, dan satu lubang yang
menghubungkan nasofaring dengan orofaring.
Pada dinding posterior juga terdapat tonsil
(pharyngeal tonsil) atau adenoid.[4]
Orofaring merupakan bagian tengah dari
faring (berada diantara nasofaring dan
laringofaring). Daerah ini berada dibelakang
rongga mulut ; berawal dari palatum molle dan
berakhir pada tulang hyoideus. Daerah ini hanya
memiliki satu lubang, yaitu fauces atau lubang
yang menghubungkan rongga mulut dengan
orofaring.
Laringofaring atau hipofaring merupakan
bagian paling inferior dari faring yang bermula
pada tulang hyoideus. Pada bagian inferior
laringofaring, terdapat dua lubang. Lubang
pertama adalah lubang yang berada pada sebelah
posterior yang menghubungkan laringofaring
dengan esofagus. Esofagus adalah organ yang
berperan pada sistem pencernaan. Lubang yang
kedua adalah lubang yang berada pada sebelah

16
anterior yang menghubungkan laringofaring
dengan laring. Lubang inilah yang berperan pada
sistem respirasi.

IV. LARING

Laring atau kotak suara merupakan sebuah


saluran yang menghubungkan laringofaring
dengan trakea. Laring berada di sebelah anterior
esofagus setinggi vertebra servikalis 4 sampai 6
(C3-C6) (Gambar 1.11). Dinding laring terbentuk
dari susunan 9 buah kartilago. Kartilago-kartilago
tersebut adalah : Kartilago tiroideus, kartilago
epiglottis, kartilago hyoideus, sepasang kartilago
arytenoideus, sepasang kartilago cuneiformis, dan
sepasang kartilago corniculata (Gambar 1.12).
Seluruh kartilago yang menyusun laring terbentuk
dari jaringan kartilago hialin kecuali kartilago
epiglottis, terbentuk dari jaringan kartilago elastis.
Kartilago arytenoideus dan kartilago corniculata
merupakan kartilago yang penting pada laring
karena kartilago ini berperan dalam proses

17
pembuatan suara. Laring berakhir pada sisi
inferior kartilago krikoideus.

Gambar 1.11 Tampak Sam

Gambar 1.12 18Laring ; Tampak


Anterior (atas kiri), Tampak Posterior
(atas kanan), dan Tampak Samping
Rongga pada laring dapat dibagi menjadi
dua berdasarkan letak vestibular folds (false
vestibular cords) : Laryngeal Vestibule, rongga
laring yang berada diatas vestibular folds dan
Rongga Infraglottic, rongga laring yang berada di
bawah vestibular folds (Gambar 1.13). [3]
Kartilago Tiroideus (Jakun) terdiri dari
dua kartilago yang menyatu pada sisi anterior
sehingga memberikan bentuk seperti segitiga yang
bernama laryngeal prominence (Gambar 1.14).
Kartilago ini ada pada pria dan wanita. Namun,
pada pria, kartilago ini lebih besar karena
pengaruh hormon pria selama pubertas. Terdapat
ligamen yang menghubungkan kartilago tiroideus
dengan tulang hyoideus yaitu membrana
tirohyoidea (Gambar 1.12). [1]

19
Gambar 1.14 Kartilago Tiroideus

Gambar 1.15 Kartilago Epiglottis

Epiglottis adalah satu-satunya kartilago


penyusun dinding laring yang terbentuk dari

20
kartilago elastis. Kartilago ini berbentuk seperti
daun besar (Gambar 1.15). Bagian inferiornya
menempel pada lereng anterior dari kartilago
tiroideus, sedangkan bagian superiornya tidak
menempel dan dapat bergerak naik-turun seperti
sebuah pintu. Pada proses menelan, faring dan
laring akan bergerak naik. Faring yang bergerak
naik akan membuat faring menjadi lebih lebar
sehingga makanan dan minuman dapat masuk ke
esofagus. Laring yang bergerak naik akan
menyebabkan epiglottis bergerak ke bawah
menutup glottis sehingga tidak terjadi aspirasi
atau masuknya benda asing ke dalam saluran nafas
ketika menelan. [1]
Kartilago krikoideus adalah kartilago yang
membentuk dinding inferior dari laring. Kartilago
ini menempel pada kartilago pertama pada trakea
dengan ligamentum krikotrakeale dan menempel
pada kartilago tiroideus dengan ligamentum
krikotiroideum (Gambar 1.12). Dalam keadaan
darurat, kartilago krikoideus ini merupakan suatu

21
tanda untuk mengetahui posisi sayatan untuk
membuat jalan nafas pada prosedur trakeotomi. [1]
Kartilago yang berperan pada proses
pembentukan suara adalah kartilago arytenoidea
dan kartilago corniculata. Kedua kartilago ini akan
melakukan gerakan adduksi dan abduksi yang
juga dibantu oleh otot-otot laring sehingga akan
menggerakan ligamentum vocale untuk membuka
atau menutup glottis. Saat glottis terbuka, udara
dapat dengan bebas melewati glottis dan
menggetarkan pita suara. Dengan adanya getaran
tersebut, terbentuklah suatu suara. Semakin lebar
glottis, frekuensi suara yang dihasilkan akan
semakin rendah dan sebaliknya, semakin sempit
glottis, frekuensi suara yag dihasilkan akan
semakin tinggi.

V. TRAKEA

Trakea merupakan sebuah saluran udara


berbentuk pipa dengan panjang ± 12cm (5 inch)
dan diameter ± 2,5 cm (1 inch). Trakea terletak

22
anterior terhadap esofagus dan berjalan
memanjang dari laring sampai vertebra torakalis 5

Gambar 1.16 Lokasi Trakea terhadap


Esofagus

(T5). Trakea terdiri dari 16-20 kartilago berbentuk


C yang terbentuk dari kartilago hialin dan tersusun
secara vertikal yang dihubungkan oleh jaringan
ikat padat.

Kartilago yang berbentuk C ini


terbuka pada bagian posterior, dimana trakea
bertemu dengan esofagus (Gambar 1.16). Pada
bagian ini, terbentang membran fibromuskuler
yang terdiri atas otot trakealis dan jaringan ikat
elastis diantara dua ujung kartilago tersebut.

23
Bagian yang terbuka ini berfungsi untuk
memberikan tempat bagi rongga esofagus yang
berada posterior dari trakea untuk membesar
dengan apabila terdapat makanan yang masuk.
Apabila kartilago yang ada pada trakea berbentuk
sirkuler, makanan yang masuk ke dalam esofagus
dapat tersangkut pada kartilago-kartilago ini saat
melewati esogafus. [1, 3]

VI. BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Bronkus merupakan percabangan dari


trakea (Gambar 1.26). Trakea terbagi menjadi dua
cabang – bronkus utama dextra dan sinistra – pada
bifurcatio tracheae setinggi vertebra torakalis 5
(T5) (Gambar 1.17). Bronkus utama dextra akan
masuk ke paru kanan dan bronkus utama sinistra
akan masuk ke paru kiri. Kedua bronkus utama ini
memasuki paru melalui bagian medial paru yang
disebut sebagai hilus. Pada lokasi ini juga terdapat
arteri dan vena pulmonalis yang keluar dan masuk
paru. Bronkus utama dextra posisinya lebih

24
vertikal, lebih pendek, dan lebih lebar dibanding
dengan bronkus utama sinistra, oleh karena itu,
objek yang teraspirasi lebih cenderung memasuki
bronkus utama dextra. Seperti trakea, bronkus
juga memiliki cincin kartilago yang berbentuk C
dan juga dilapisi oleh epitel silindris bertingkat
dengan silia. [1, 3, 5]
Pada percabangan trakea (bifurcatio
tracheae), terdapat suatu daerah yang terbentuk
oleh pemanjangan kartilago terakhir dari trakea
yang dinamakan karina. Membran mukosa pada
karina merupakan membran yang paling
sensitif untuk mencetuskan terjadinya refleks
batuk. Bronkus akan bercabang menjadi 2 yaitu
bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Paru
dextra memiliki tiga lobus dan paru sinistra
memiliki dua lobus, sehingga akan terdapat tiga
bronkus lobaris dextra dan dua bronkus lobaris
sinistra. Bronkus lobaris juga akan bercabang
kembali menjadi bronkus-bronkus yang lebih
kecil, yaitu bronkus segmentalis yang akan
memasuki tiap segmen paru (Gambar 1.17). Lalu,

25
bronkus segmentalis akan bercabang menjadi
cabang-cabang lain yang lebih kecil yang tidak
memiliki kartilago lagi, disebut bronkiolus
(Gambar 1.38). [5]

Gambar 1.17 Bronkus

Bronkiolus akan mempercabangkan banyak sekali


cabang. Cabang yang paling kecil dengan

26
diameter yang paling kecil dinamakan bronkiolus
terminalis (Gambar 1.28). Bronkiolus terminalis
merupakan batas akhir dari zona konduksi.
Percabangan dari trakea sampai bronkiolus
terminalis ini berupa seperti percabangan pohon.
Karena itu, percabangan ini sering dikenal sebagai
Bronchial tree (Gambar 1.20). [5]

Gambar 1.20 Struktur Pohon


Bronkial
27
VII. TORAKS DAN RONGGA
TORAKS

Toraks adalah bagian dari tubuh manusia


yang terletak diantara leher dan abdomen atau
perut (Gambar 1.18).

Gambar 1.18 Gambar 1.19 Tulang-


Toraks [3] tulang penyusun Rongga
Toraks [3]

Rongga Toraks dan dindingnya adalah


bagian dalam toraks yang berbentuk seperti
kerucut yang terpotong pada bagian superior.

28
Dinding toraks melingkupi rongga toraks
sehingga terlihat seperti sebuah sangkar atau
kandang burung (Gambar 1.19). Penyusun
dinding rongga toraks ini adalah tulang costae dan
kartilagonya pada sisi lateral, tulang sternum pada
sisi anterior dan tulang vertebra torakalis pada sisi
posterior. Pintu atas toraks terdiri dari incisura
jugularis sterni pada sisi anterior, costae 1 pada
sisi lateral, dan vertebra torakalis 1 (T1) pada sisi
posterior dan pintu bawah toraks terdiri dari
angulus infrasternalis dan processus xiphoideus
pada sisi anterior, arcus costae pada sisi
anterolateral, costae 11 dan 12 pada sisi
posterolateral, dan vertebra torakalis 12 (T12)
pada sisi posterior (Gambar 1.19). [3]
Dinding toraks juga disusun oleh otot-otot.
Otot-otot penyususn dinding toraks yang juga
berperan secara langsung dalam sistem respirasi
adalah m. interkostalis interna dan eksterna.
Muskulus interkostalis eksterna berjalan dari sisi
superolateral menuju sisi inferomedial dan
berperan pada proses inspirasi sedangkan M.

29
interkostalis interna berjalan dari sisi
superomedial menuju sisi inferolateral dan
berperan pada proses ekspirasi (Gambar 1.21). [3]

Gambar 1.21 M. interkostalis


eksterna dan M. interkostalis interna
Rongga toraks dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu dua rongga paru dan mediastinum
yang berada diantara rongga paru (Gambar 1.22).
Mediastinum merupakan bagian tengah dari
rongga toraks yang ditempati oleh jantung,
sedangkan rongga paru merupakan bagian kanan
dan kiri dari rongga toraks yang berisikan paru dan
membran pleura. [1]

30
VIII. MEDIASTINUM

Mediastinum merupakan bagian tengah


dari rongga toraks yang berada diantara kedua
rongga paru.[3,5,6] Kedua sisi mediastinum
dilapisi oleh pleura mediastinalis. Di sini,
terdapat seluruh organ toraks kecuali paru.
Mediastinum dibatasi oleh pintu atas toraks
pada bagian superior, diafragma pada inferior
mediastinum, sternum dan kartilago costae
pada bagian anterior, dan corpus ossis.
Vertebrae thoracales pada bagian posterior.[3]

Gambar 1.22 Rongga Toraks

31
Sebagian besar isi dari mediastinum
adalah organ berongga yang berisikan cairan
atau udara. Setiap organ-organ ini disatukan
dengan jaringan ikat longgar dan lemak.
Kondisi ini membuat pergerakan dari organ-
organ yang ada pada mediastinum dan sekitar
mediastinum akibat perubahan volume dan
tekanan menjadi mungkin terjadi, misalnya
pergerakan diafragma, dinding toraks, dan
pohon bronkial pada saat proses bernafas;
kontraksi jantung dan denyutan arteri-arteri
besar; dan pergerakan esofagus ketika bolus
alimentarius melewati esofagus menuju
lambung.[3]
Mediastinum dibagi menjadi dua bagian
berdasarkan garis imajiner yang berada
diantara angulus sternalis pada bagian anterior
dan diskus intervertebralis T4-T5 pada bagian
posterior. Garis imajiner ini sering disebut
sebagai transverse thoracic plane. Dua bagian
tersebut adalah mediastinum superior dan

32
mediastinum inferior (Gambar 1.22 dan
1.23).[3]
Mediastinum superior terletak di atas
garis imajiner. Daerah ini dibatasi oleh pintu
atas rongga toraks pada bagian superior,
transverse thoracic plane pada inferior,
manubrium sterni pada anterior mediastinum
superior, corpus ossis vertebrae thoracales 1-4
pada bagian posterior, dan pleura pada kedua
sisi lateral.[3, 5] Sebagian besar organ-organ
berada di mediastinum superior seperti
pembuluh-pembuluh darah besar, seperti
Arcus aortae, Truncus brachiocephalicus, V.
cava superior, Vv. brachiocephalicae, dan
bagian proksimal dari Aa. carotis communis
sinistra dan subclavia sinistra. Selain itu,
terdapat juga struktur-struktur lain: N. vagus,
N. cardiacus, N. phrenicus, N. laryngeus
recurrens sinistra, trakea, esophagus, dan
ductus thoracicus.[5]

33
Gambar 1.23 Mediastinum
Mediastinum inferior terletak di bawah
garis imajiner dan dibatasi oleh transverse
thoracic plane pada bagian superior, diafragma
pada bagian inferior, dan pleura dikedua sisi
lateral, serta corpus os. sternum di anterior dan
corpus ossis vertebrae thoracalis di sebelah

34
posteriornya. Mediastinum inferior dibagi lagi
menjadi tiga bagian berdasarkan posisi
pericardium dan jantung, yaitu mediastinum
anterior, mediastinum medius, dan
mediastinum posterior, dengan perikardium
dan jantung menjadi mediastinum medius itu
sendiri (Gambar 1.23).[3]
Mediastinum anterior adalah daerah
terkecil dari seluruh bagian mediastinum yang
terletak anterior terhadap perikardium.[3]
Daerah ini dibatasi oleh sternum pada sebelah
anterior dan perikardium pada sebelah
posterior.[3, 6] Pada mediastinum anterior
orang dewasa terdapat jaringan ikat longgar
(ligamentum sternopericardial), lemak, sisa
dari kelenjar timus, pembuluh limfe, dll. [3, 6]

Pada anak-anak, mediastinum anterior


berisikan bagian inferior kelenjar timus.
Mediastinum medius adalah daerah
terluas dari seluruh bagian mediastinum.
Bagian ini berisikan jantung yang dilingkupi

35
oleh perikardium, aorta ascendens, Vena Cava
Superior, Arteri dan Vena Pulmonalis, N.
Phrenicus, dan percabangan trakea (bifurcatio
tracheae).[6]
Mediastinum posterior terletak
disebelah posterior dari perikardium yang
dibatasi oleh perikardium dan hilus paru pada
sebelah anterior dan corpus ossis vertebrae
thoracalis 5-12 pada sebelah posterior.[3, 6]

Bagian ini berisikan aorta descendens, ductus


thoracicus, truncus lymphaticus, limfonodi
mediastinales posteriores, V. azygos dan
hemiazygos, V. intercostalis superiors, N.
splachnicus dan pneumogastricus (N. vagus),
esophagus, dan plexus esophageus. [3, 5, 6]

IX. PLEURA

Pleura atau membran pleura merupakan


suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dari rongga paru sampai kepada permukaan

36
luar paru.[a] Posisi membran pleura terhadap paru
seperti ketika kita mendorong kepalan tangan kita
kepada sebuah balon (Gambar 1.24). Hal ini
menunjukkan bahwa paru berada diluar rongga
pleura, tetapi dikelilingi oleh pleura. Bagian
pleura yang melekat pada permukaan dinding
toraks, bernama pleura parietalis dan bagian
pleura yang melekat pada paru, bernama pleura
visceralis. Kedua lapisan ini bersambung pada
hilum dan keduanya terdiri dari sel mesotelial
pipih selapis pada lapisan jaringan ikat yang
mengandung kolagen dan serat elastik. [a] Diantara
kedua bagian pleura terdapat rongga potensial
yang berisi cairan serosa, disebut rongga pleura.
Cairan serosa ini berfungsi sebagai pelumas bagi
pleura supaya dapat bergerak dengan baik ketika
bernapas. [3]
Pleura Visceralis melingkupi seluruh
permukaan paru, termasuk permukaan yang
berada dalam fissura horizontalis dan obliqua.
Pleura visceralis bersambung dengan pleura
parietalis pada hilus paru.

37
Gambar 1.22 Rongga Toraks

Pleura parietalis menempel pada


permukaan dinding toraks, mediastinum, dan
diafragma. Pleura parietalis dapat dibagi menjadi

38
empat bagian : (1) Pleura pars kostalis, (2) Pleura
pars mediastinalis, (3) Pleura pars diafragmatika,
dan (4) Pleura pars servikalis. Pleura pars
servikalis melingkupi bagian apikal paru dan
merupakan perpanjangan dari pleura pars
mediastinalis dan pleura pars kostalis. Karena
bentuknya yang seperti kubah, pleura pars
servikalis sering juga disebut sebagai cupula
pleuralis. [3]

Gambar 1.24 Lapisan pada Rongga Pleuralis


dan Paru

Ketika ekspirasi, paru tidak


memenuhi seluruh rongga paru. Karena itu,

39
bagian perifer pleura diafragmatika akan bertemu
dengan bagian bawah dari pleura pars kostalis dan
membentuk ruang potensial yang bernama resesus
kostophrenikus atau resesus kostodiafragmatikus.
Hal yang sama juga terjadi pada posterior sternum,
dimana pleura pars kostalis bertemu dengan
pleura pars mediastinalis. Ruang potensial ini
bernama resesus kostomediastinalis. [3]
Jika terjadi peradangan atau inflamasi
pada membran pleura – pleurisy atau pleuritic –,
akan terasa nyeri karena adanya gesekan antara
pleura pars parietalis dan pleura pars visceralis.
Dalam keadaan patologis tertentu, rongga pleura
dapat berisikan cairan atau udara. Seperti halnya
dinding rongga peritoneum dan pericardium,
serosa rongga pleura bersifat permeabel terhadap
air dan cairan eksudat dari plasma darah umumnya
berkumpul dalam rongga pleura (sebagai efusi
pleura) selama peradangan dan keadaan abnormal
lainnya.[7] Untuk mengeluarkan atau mengambil
cairan dari rongga pleura, perlu dilakukan

40
prosedur thoracocentesis, dimana jarum ditusukan
pada toraks setinggi ruang interkostalis 7. [3]

X. PARU

Paru merupakan organ vital pada sistem


respirasi. Fungsi utama dari paru adalah
membawa udara yang masuk ke dalamnya dekat
dengan pembuluh darah tubuh sehingga dapat
terjadi proses difusi oksigen dari udara menuju ke
pembuluh darah. Paru yang sehat seperti sebuah
busa, ringan, lembut, dan menempati seluruh
rongga paru. Selain itu, paru juga elastis. Kedua
paru dipisahkan oleh rongga yang berada diantara
dua rongga paru, yaitu mediastinum (Gambar
1.22). [3, 5]
Setiap paru memiliki (Gambar 1.25 dan
Gambar 1.26):
a. Apikal, ujung superior paru yang
terlingkupi oleh pleura servikalis

41
b. Basal, permukaan inferior paru yang
berbentuk konkaf

Gambar 1.25 Paru kanan (kiri) dan kiri


(kanan), Tampak Lateral [2]

Paru kanan memiliki tiga lobus – lobus superior,


lobus media, dan lobus inferior – yang terbentuk
karena adanya fissura horizontalis dan fissura
obliqua (Gambar 1.25 dan Gambar 1.26). Paru
kanan lebih besar dan lebih berat dari pada paru

42
kiri, tetapi lebih pendek dan lebih lebar karena
adanya hati. Paru kanan memiliki tiga permukaan
paru, yaitu permukaan kostalis, permukaan
mediastinalis, dan permukaan diafragmatika, serta
tiga batas, yaitu batas anterior, batas inferior, dan
batas posterior. Paru kiri memiliki dua lobus –
lobus superior dan lobus inferior – yang terbentuk
karena adanya fissura obliqua (Gambar 1.25 dan
Gambar 1.26). Seperti paru kanan, paru kiri juga
memiliki tiga permukaan paru, yaitu permukaan
kostalis, permukaan mediastinalis, dan permukaan
diafragmatika, serta tiga batas, yaitu batas anteri
or, batas inferior, dan batar posterior. Pada batas
anterior paru kiri, terdapat cekungan akibat
terdapat jantung yang bernama incisura cardiaca.
Cekungan ini menyebabkan terbentuknya lingula,
bagian paling anterior dan inferior dari lobus
superior yang berbentuk seperti lidah (Gambar
1.26). [3]
Paru dapat melekat pada mediastinum
karena adanya struktur hilus pada permukaan
mediastinalis paru, yang terdiri dari bronkus,

43
arteri pulmonalis, vena pulmonalis, nervus
pulmonalis (saraf simpatik, parasimpatik, dan
aferen), dan pembuluh limfe (Gambar 1.26).
Inferior dari hilus terdapat perpanjangan dari
pleura visceralis dan parietalis yang membentuk
ligamentum pulmonale (Gambar 1.26). [3]

Gambar 1.26 Paru kanan (kiri) dan kiri


(kanan), Tampak Medial

Pada paru terdapat struktur pohon bronkial


yang masuk ke dalam paru melalui hilus paru.

44
Pada bagian ujung dari pohon bronkial terdapat
bronkiolus respiratorius dan alveolus.
Bronkiolus respiratorius dan alveolus adalah
struktur yang berperan pada pertukaran gas pada
paru. Oleh sebab itu, bagian respiratori di mulai
pada bronkiolus respiratorius sampai kepada
kumpulan-kumpulan alveolus yang berbentuk
seperti anggur (Gambar 1.27).

HISTOLOGI SISTEM RESPIRASI


I. RONGGA HIDUNG

Rongga hidung kiri dan kanan masing-


masing memiliki dua komponen : bagian
eksternal, vestibul yang berdilatasi dan rongga
hidung bagian internal. Bagian vestibulus meliputi
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan vibrissae
(rambut) kasar dan halus yang menyaring material
Gambar 1.27 Struktur Alveolus
partikulat dari udara yang dihirup. [a] Rongga
hidung juga terbagi menjadi daerah respiratorius
yang terletak pada bagian inferior dan daerah
olfaktori yang terletak pada bagian superior.

45
Daerah respiratori dilapisi oleh lapisan mukosa
dengan epitel silindris bertingkat bersilia dengan
sel goblet. Lapisan ini sering kali disebut sebagai
epitel respiratorius (Gambar 1.28).

Gambar 1.28 Mukosa Nasal


(H&E)
RE = epitel silindris bertingkat
bersilia dengan sel goblet ; V =
pembuluh darah ; S = kelenjar
serosa ; M = kelenjar mukosa.

46
Selain pada daerah respiratori, mukosa ini
juga dapat ditemukan pada seluruh saluran
pernafasan (bagian konduksi). Mukosa ini
disokong oleh lamina propria yang kaya akan
pembuluh darah, dan kelenjar serosa, serta
kelenjar mukosa. Pembuluh darah inilah yang
membentuk sinus kavernosus. [3, a]
Bagian anterior dari rongga hidung, tepat
setelah nostril, terdapat vestibulum nasi. Daerah
ini dilapisi oleh kulit dengan rambut-rambut yang
berfungsi untuk menyaring udara yang akan
masuk dari debu dan kotoran. Selain itu, terdapat
tiga bagian yang menonjol keluar dari dinding
lateral rongga hidung yang bernama konka nasalis
superior, konka nasalis media dan konka nasalis
inferior (Gambar 1.28). Konka nasalis superior
dan konka nasal media dibentuk oleh tulang
ethmoidalis, sedangkan konka nasalis inferior
terbentuk dari beberapa tulang yang terpisah.
Ketiga konka inilah yang membagi rongga hidung
kanan dan kiri menjadi tiga rongga udara yang
lebih kecil yang dinamakan meatus nasi superior,

47
[3]
meatus nasi medius dan meatus nasi inferior.
Mukosa yang melapisi dinding rongga hidung
memiliki lamina propria yang berperan penting
dalam proses menghirup nafas. Kompleks
pembuluh darah dengan kapiler dekat dengan
permukaan epitel membawa darah dengan arah
berlawanan dengan arah aliran udara yang dihirup
dan melepas panas untuk menghangatkan dan
melembabkan udara oleh air yang disekresi dari
kelenjar seromukosa kecil. Sekresi ini
mengandung immunoglobulin A (IgA) dari sel
plasma dalam lamina propria.[a]
Sel basalis, sel penyokong, dan sel
reseptor olfaktorius berada pada daerah respiratori
dekat konka nasalis superior. Sel-sel ini
membentuk epitel olfaktori.[b] Epitel ini memiliki
silia yang berasal dari sel-sel olfaktori tanpa
adanya sel goblet (Gambar 1.29). Yang
membedakan silia pada epitel respiratori dan silia
pada epitel olfaktori adalah silia pada epitel
olfaktori tidak dapat bergerak, tetapi dapat

48
merespon pada stimulus bau karena adanya
reseptor olfaktori pada membran selnya. [3]

Gambar 1.29 Reseptor Olfaktori


(Skematik dan H&E)
B = Terminal Bar ; G = Bowman’s gland ; N
= Serabut Saraf Aferen

II. FARING

49
Gambar 1.30 Nasofaring (H&E)
RE = epitel silindris bertingkat
Faring terbagi atas tiga daerah:
a. Nasofaring
b. Orofaring
c. Laringofaring / hipofaring
Nasofaring dilapisi oleh epitel silindris
bertingkat dengan silia (Gambar 1.30), tetapi
dengan bertambahnya umur, akan timbul epitel
berlapis gepeng. Epitel berlapis gepeng ini juga
banyak ditemukan pada perokok. Lamina Propria
pada nasofaring terdapat kelenjar serosa dan
mukosa, tetapi ciri yang dominan pada lamina
propria nasofaring adalah adanya jaringan limfoid
yang besar yang merupakan komponen-
komponen dari jaringan limfoid Waldeyer ring.[b]
Jaringan limfoid ini terlihat sangat jelas pada
anak-anak dan dewasa muda.[3]

50
Orofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
tanpa lapis tanduk (Gambar 1.31) karena daerah
ini rawan terjadi gesekan dari makanan-makanan
yang masuk ke dalam tubuh. Pada daerah ini juga
dapat ditemukan adanya dua pasang tonsil, yaitu
tonsila palatina dan tonsila lingual. [3]
Karena, laringofaring juga dilewati oleh
makanan dan rawan akan gesekan-gesekan dari
makanan-makanan tersebut, maka laringofaring
juga dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapis tanduk (Gambar 1.31). [3]

Gambar 1.31 Epitel berlapis gepeng


tanpa lapis tanduk (H&E)

III. LARING

51
Dinding laring yang berada pada bagian
laryngeal vestibule dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapis tanduk (Gambar 1.31),
sedangkan dinding laring yang berada pada bagian
rongga infraglottic dilapisi oleh epitel silindris
bertingkat dengan silia (Gambar 1.30).
Selain itu, juga terdapat sel goblet dan sel
basal pada epitel yang melapisi rongga
infraglottic. Sel goblet berfungsi untuk
menghasilkan mukus yang berperan dalam proses
penyaringan udara yang masuk ke paru, sehingga
paru tidak terpapar oleh benda asing. [4]
Oleh karena harus menahan getaran-
getaran yang terus terjadi, maka pita suara dilapisi
oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapis tanduk
(Gambar 1.31). [4]

IV. TRAKEA

Trakea terdiri dari 16-20 kartilago


berbentuk C yang terbentuk dari kartilago hialin

52
dan tersusun secara vertikal yang dihubungkan
oleh jaringan ikat padat. Jaringan ikat ini terdiri
dari serat-serat kolagen longitudinal dan serat-
serat elastis, yang bernama ligamen annular
(Gambar 1.32). Ligamen inilah yang
memungkinkan terjadinya pemanjangan dan
pemendekan dari trakea. Kartilago-kartilago yang
berbentuk C berfungsi untuk membuka trakea
sehingga trakea tidak tertutup dan menghambat
masuknya udara ketika inspirasi.

Gambar 1.32 Trakea


C = Kartilago berbentuk C ; T =
Otot trakealis ; L = Otot
longitudinal

53
Dinding dalam trakea dilapisi oleh lapisan
mukosa yang terdiri atas epitel silindris bertingkat
dengan silia dan lapisan lamina propria yang
mengandung serabut-serabut elastin dan retikuler
(Gambar 1.33).[b] Serabut-serabut elastin yang
terdapat pada bagian bawah dari lamina propria
terkondensasi dan membentuk membran elastin
yang berfungsi untuk membatasi lapisan mukosa
dengan lapisan submukosa yang berada di
bawahnya.
Lapisan mukosa pada trakea memiliki
fungsi yang sama dengan lapisan membran yang
melapisi rongga hidung dan laring, yaitu untuk
menangkap partikel-partikel debu, kotoran ,
bakteri, dan lainnya yang ikut masuk dengan udara
dan “menyapu” kotoran-kotoran yang sudah
tertangkap ke faring sehingga kotoran tersebut
dapat ditelan. Selain epitel dan lamina propria,
terdapat juga sel-sel lain pada lapisan mukosa
trakea, seperti : sel brush, sel bergranul kecil yang
belum diketahui fungsinya secara jelas, sel Clara
yang berfungsi untuk menghasilkan surfaktan, dan

54
sel serosa. Lapisan submukosa yang berada di
bawah lapisan mukosa terdiri atas jaringan-
jaringan ikat yang berisikan kelenjar seromukosa.
[3]

V. BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Struktur jaringan yang melapisi bronkus


sama dengan struktur jaringan yang melapisi
trakea, yaitu lapisan mukosa yang terdiri atas
epitel silindris bertingkat dengan silia dan lapisan
lamina propria yang mengandung serabut-serabut
elastin dan retikuler (Gambar 1.33).

Gambar 1.33 Lapisan


Mukosa Trakea

55
Terdapat perubahan struktur ketika
bronkus berubah menjadi bronkiolus. Perubahan-
perubahan itu adalah : [1, 3]
a. Membran mukosa berubah dari epitel
silindris bertingkat dengan silia pada
bronkus utama, bronkus lobaris, dan
bronkus segmentalis (Gambar 1.30)
menjadi epitel silindris bersilia dengan sel
goblet pada bronkiolus yang lebih besar
(Gambar 1.34), lalu berubah kembali
menjadi epitel selapis kuboid bersilia
tanpa sel goblet pada bronkiolus yang
lebih kecil dan epitel selapis kuboid tanpa
silia pada bronkiolus terminalis (Gambar
1.35). Pada bagian yang tidak memiliki
silia, partikel-partikel yang masuk ke paru
akan dibuang oleh sel makrofag.
b. Kartilago yang berbentuk C akan sedikit
demi sedikit berubah menjadi potongan-
potongan kartilago dan akhirnya akan
menghilang pada bagian distal dari
bronkiolus.

56
c. Dengan berkurangnya kartilago, otot polos
akan meningkat (Gambar 1.34). Namun,
karena tidak adanya kartilago yang
menjaga jalan udara tetap terbuka, jalan
udara akan tertutup jika terjadi spasme
atau kontraksi otot. Selama berolahraga,
akan terjadi peningkatan aktivitas saraf
simpatis. Saraf simpatis ini akan
menyebabkan relaksasi dari otot-otot pada
bronkiolus. Akibatnya, lumen bronkiolus
akan menjadi lebih besar dan udara pun
dapat keluar-masuk paru dengan lebih
mudah. Sebaliknya, jika terdapat aktivasi
dari saraf parasimpatik dan mediator-
mediator reaksi alergi seperti histamin,
dan lainnya, maka akan terjadi kontraksi
otot-otot bronkiolus yang akan
mengakibatkan terjadinya penyempitan
lumen bronkiolus.

57
Gambar 1.34 Bronkiolus (H&E) [3]

Gambar 1.35 Bronkiolus


58 Gambar 1.36 Bronkus
Terminalis (H&E) (H&E)
Epitel kuboid dari bronkiolus terminalis
sebagian besar terdiri atas sel club (sel pemukul)
atau sel eksokrin bronkiolar (sebelumnya dikenal
sebagai sel clara), dengan ujung apikal berbentuk
kubah, tanpa silia, yang mengandung granul
sekresi. Sel-sel eksokrin ini berfungsi untuk: (1)
Mensekresi lipoprotein surfaktan dan musin
dalam lapis cair pada permukaan epitel, (2)
Detoksifikasi senyawa xenobiotik yang terhirup,
oleh enzim dari SER, (3) Sekresi peptida
antimikrobial dan sitokin untuk pertahanan imun
lokal[6].
Pada epitel bronkiolus terminalis juga
terdapat sel sikat (brush cell) dan Diffuse
Neuroendocrine System (DNES) sel granul kecil
seperti yang terdapat pada epitel bagian lebih
tinggi dari sistem pernafasan. Sedikit sel punca
menyediakan cadangan penggantian jenis sel
bronkiolus lain.[6]

59
Lamina propia bronkiolus masih
mengandung serat elastin dan otot polos,
mengadakan lipatan dalam mukosa. Kontraksi
otot dalam bronki dan bronkioli terutama
dikendalikan oleh saraf dari susunan saraf
otonom.[6]

VI. PLEURA

Permukaan luar paru dan dinding dalam rongga


toraks ditutupi membran serosa yang disebut
pleura. Pleura memiliki dua bagian, yaitu bagian
yang menempel pada dinding toraks – pleura
parietalis – dan bagian yang melekat pada jaringan
paru – pleura visceralis. Kedua lapis ini menyatu
pada hilus dan keduanya terdiri atas selapis sel
mesotel gepeng di atas selapis tipis jaringan ikat
yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin.
Serat elastin dari lapis pleura visceral menyatu
dengan serat elastin dari parenkim paru.[6] Selain
itu, terdapat juga lapisan fibrosa yang terdiri dari
serat-serat kolagen dan elastin, pembuluh limfe,

60
pembuluh darah kecil, dan pembuluh kapiler
(Gambar 1.39). [2]

Gambar 1.37 Bronkiolus Gambar 1.38 Duktus Alveolaris


Respiratorius (H&E) (H&E)

Rongga pleura yang sempit di antara lapis


parietal dan visceral seluruhnya dilapisi sel-sel
mesotel yang normalnya menghasilkan selaput
tipis cairan serosa yang berfungsi sebagai
pelumas, memudahkan luncuran permukaan
pleura parietal terhadap pleura visceral selama
gerakan pernafasan.[6]

61
Gambar 1.39 Pleura Visceralis
M = Mesothelium ; F = Jaringan Fibrosa ; L =
Pembuluh Limfe ; P = Pleura Visceralis

VII. PARU

Pada bagian ujung dari pohon bronkial


yang memasuki paru pada hilus paru, terdapat
bronkiolus terminalis yang secara mikroskopik
dapat dibedakan menjadi bronkiolus respiratorius

62
dan alveolus pada dinding-dindingnya (Gambar
1.37).
Lapisan epitel yang melapisi bronkiolus
respiratorius berubah dari epitel selapis kuboid
menjadi epitel selapis gepeng (Gambar 1.38 dan

Gambar 1.40 Sakus Alveolus


(H&E)

Gambar 1.40). Dari tiap bronkiolus respiratorius


ini, bercabanglah 2-11 duktus alveolaris yang
dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Pada tiap
duktus alveolaris, terdapat 5-6 sakus alveolaris.

63
Sakus alveolaris juga dilapisi oleh epitel selapis
gepeng. Selain itu, juga terdapat basement
membrane sebagai penyokong. [3, 4]
Sakus alveolaris terdiri dari 2 atau lebih
alveolus yang memiliki “pintu” yang sama.
Dindingnya terdiri atas tiga komponen jaringan :
jaringan epitel, jaringan penyokong, dan
pembuluh darah. Jaringan epitel memberikan
suatu susunan alveolus yang saling tersambung
dan saling terhubung.
Terdapat dua jenis sel yang menyusun
epitel alveolus (Gambar 1.41). Yang pertama
adalah pneumosit tipe 1. Sel ini merupakan sel
gepeng yang paling banyak ditemukan pada epitel
alveolus. Yang kedua adalah pneumosit tipe 2 atau
sel septal. Sel ini berbentuk bulat dan hanya
menempati sekitar 5% dari seluruh permukaan
alveolus.9 Sel pneumosit tipe 2 memiliki banyak
granul yang bernama cytosimes atau badan
multilamelar yang berfungsi untuk mensekresi
surfaktan, yang berfungsi untuk menurunkan
surface tension alveolus, sehingga mencegah

64
terjadinya paru kempes (collapse). Jaringan
penyokong membentuk lapisan yang mengelilingi
pembuluh darah pada dinding alveolus. Jaringan
ini terdiri dari serat-serat retikuler, kolagen,
elastin, dan kadang-kadang terdapat fibroblast.
Pembuluh darah dan pembuluh kapiler saling
beranyam satu sama lain dan membentuk
anyaman pembuluh darah pada dinding alveolus.
Gabungan antara pembuluh darah dan dinding
alveolus dinamakan membran respiratorius.
Membran ini sangat tipis, yaitu sekitar ± 0,5 µm
[3, 4]
(Gambar 1.43). Karena ketipisannya inilah,
membran respiratorius dapat menjadi tempat
terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida. Selain itu, terdapat juga makrofag atau
sel dust yang berfungsi untuk memakan partikel-
partikel debu, kotoran, dan benda asing lainnya
(Gambar 1.41 dan Gambar 1.42). [3, 4]

65
Gambar 1.41 Pneumosit 1 dan 2 (kiri)
; Alveolus Mikroskop Elektron (kanan)
Gambar 1.42 Skema Alveolus

Gambar 1.43 Membran Pleura


(Mikroskop Elektron)

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Schuenke M, Schulte E, Schumacher U.


Thieme Atlas of Anatomy: Neck and
Internal Organs. 13th ed. Ross LM,
Lamperti ED, editors. New York:
Thieme; 2010.
2. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore
Clinically Oriented Anatomy. 7th ed.
Taylor C, editor. Philadelphia:
Lippincott William's & Wilkins, a
Wolter's Kluwer business; 2014.
3. Young B, Lowe JS, Stevens A, Heath W.
Wheater's Functional Histology: A Text
and Colour Atlas. 5th ed.: Elsevier, Inc;
2011.
4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of
Anatomy & Physiology. 14th ed. Roesch
B, Elfers L, Trost K, Cheetham B, Ault E,

67
Volano C, et al., editors. United States of
America: John Wiley & Sons, Inc; 2014.
5. Sadler TW. Respiratory System. In
Sadler TW. Langman's Medical
Embryology. 12th ed.: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012.
6. Mescher AL. Junqueira's Basic
Histology: Text and Atlas. 14th ed. New
York: McGraw-Hill Education; 2016.
7. Gray H. Gray's Anatomy: A Facsimile
Charlotte: TAJ Books International LLC;
2014.
8. Mescher A. Junqueira's Basic Histology
Text & Atlas. 13th ed. New York:
McGraw-Hill; 2013.
9. Kumar B. HISTOLOGY Text & Atlas. 1st
ed. Sangeetha P, editor. New Delhi:
Wolters Kluwer; 2013.

68

Anda mungkin juga menyukai