Anda di halaman 1dari 38

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan 4. Manfaat Bab II Pembahasan 1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan a. Anatomi b. Fisiologi Organ Pernapasan 2. Pengertian Efusi Pleura 3. Etiologi Efusi Pleura 4. Epidemiologi 5. Manisfestasi Klinis Efusi Pleura 6. Pathofisiologi a. Narasi b. Skematis 7. Pemeriksaan Diagnostik 8. Riwayat keperawatan 9. Analisa data 10. Mediksa b. Adrenergik c. Antikolinergik d. Xanthin 11. Management Medis 12. Management Keperawatan Bab III Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian. Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleur

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura? b. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?

3. Tujuan a. Tujuan Umum Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien denganefusi pleura. b. Tujuan Khusus 1). Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi,manifestasi klinis dan patofisiologi. 2). Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi.

4. Manfaat
a. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi. b. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB II PEMBAHASAN

1. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan a. Anatomi

b. Fisiologi organ pernapasan


Pernapasan adalah pertukaran gas dalam paru. O2 bersifusi kedalam darah dan pada saat yang sama CO2 dikeluarkan dari darah. Udara dialirkan menuju unit pertukaran gas melalui jalan nafas. Secara umum suatu proses pernapasan memerlukan 3 subunit organ pernapasan : a) Jalan nafas atas b) Jalan napas bawah dan c) Unit pertukaran gas

Masing-masing subunit terdiri berbagai organ. Jalan napas atas terdiri atas hidung, sinus, faring dan laring. Jalan napas bawah terdiri atas trakhea dan bronkus serta percabangan. Unit pertukaran gasterdiri atas bagian distal bronkus terminal (bronkiolus respiratorius), dekpus alveolaris, sakes alveolaris, dan alveoli yang kesemnya disebut sebagai asinis.

1. Hidung Rongga hidung dibagi menjadi 2 bagian oleh sekat (septum nasal) dan pada masing-masingsisi lateral rongga hidung terdapat 3 saluran yang dibentuk akibat penonjolan terbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang banyak mengandung vaskoler dan juga ditumbuhi oleh bulu. Fungsi utama hidung, yaitu penyaring , pelembab dan pelembab.

2. Sinus parasmatis Sinus parasmatis adalah rongga tulang tengkorak yang terletak didekat hidung dan mata. Terdapa 4 sinus, yaitu frontalis, etmoidalis, sfenoodalis dan maksilaris. Sinus dilapisi pleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Fungsi sinus adalah memperingankan tulang tongkorak, memproduksi mukosa serosa yang dialirkan kehidung, dan menimbulkan resoransi suara sehingga memberi karakteristik suara yang berbeda pada tiap indivisu. 3. Faring Faring atau tenggorokan adalah yang terhubung antar hidung dan rongga mulut kelaring. Dibagi 3 area, yaitu nasal, oral dan laring. Faring nasal/ disebut rasofaring terletak disisi posterior hidung, diatas palatum terdapat kelenjar adenoid dan mcasa tuba eustachii. Faring oral atau disebut orofaring berlokasi dimulut, are orofaring dibatasi secara superior pleh palatum, inferior oleh pangkal lidah dan lengkung oleh lengkung platinum. Torsil terdapat pada orofaring. Faring larengal atau disebut laringofaring/hipofaring terletak bagian inferior, terdapat epiglottis, kartilago arytenoid sinos puifomis. Fungsi faring adalah sebagai tempat lewatnya udara menuju paru atau lewatnya makanan menuju lambung.

4. Laring Unit terakhir pada bagian nafas atas, disebut sebagai kotak suara karena pita suara terdapat disini inferor faring dan menghubungkan faring dengan trakhea. Batas bawah dari laring sejajar dengan vertebral seuikalis ke 6. Bagian atas terdapat glottis saat terjadi proses menelan. Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan katilaga arytenoid. Epiglottis merupakan daun katub kartilago yang menutupi ostiom selama menelan, glottis merupakan oskium atara pita suara laring. Terdapat juga kartilago tiroid yang merupakan kartilago terbesar pada faring dan sebagaian membentuk jaken (Addanis Apple). Katalago ariterioro digunakan dalamgerakan pita suara sedangkan pita suara itu sendiri merupakan ligemen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring. Fungsi laring adalah memisahkan makan dan udara, fonasi atau menghasilkan suara, inisiasi timbulnya batuk dari saluran napas atas. Pengaturan ini dilakukan dengan menggunakan mekanisme penutupan jalan napas oleh epiglottis. Kegagalan epiglottis untuk menutup pintu jalan napas berakibat masuknya makan atau minuman kedalam jalan napas (aspirasi). Suara ditimbulkan akibat adanya pergerakan kartilago arytenoid yang mendorong bersamaan dengan ekspirasi saat glottis tertutup dank arena fibrasi pita suara. Suara yang timbul inilah yang kemudian digetarkan melalui palatum, lidah, bibir sehingga membentuk berbagai bunyi (baik vocal maupun konsonan).

5. Trakhea Disebub juga pipa udara, merupakan organ silibdris sepanjang sekitar 10-12 cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5-2,5 cm. terletak digaris tengah leher dan pada garis tengah sternum. Trachea memanjang dan kartigo krikoid pada laring hingga bronkus ditorak. Trachea terdiri atas otot polos dengan sekitar 20 cicin kartigo inkomplet dan ditutupi oleh membrane fibroelastik. Dinding posterior trachea tidak disokong oleh kartilago dan hanya terdapat membrane fibroelastik yang menyekat trachea dan esopagus.

6. Percabangan bronkus Disebut pohon brankial adalah yang menghubungkan jalan nafas hingga unit asinus. Bronkus primer berasal dari percabangan trachea menjadi 2 cabang utama sehingga karina. Karina terlertak sekitar iga kedua atau pada vertebra orakal kelima. Terdapat banyak reseptor batuk pada karina. Bronkus utama kiri memiliki sudut lebih tajam dibandingkan brnkus kanan sehingga aspirasi cenderung terjadi masuk kedalam bronkus dalam kanan. Bronkus utama kiri kemudian bercabang menjadi 2 cabang lobaris, satu cabang untuk menyuplai lobus kiri atas dan yang lain menyuplai lobus paru kiri bawah. Perkembangan bronkus labus kiri atas selamanya beracabang menjadi 4 bronkus yang lebih kecil, yaitu capital posterios , asterios, medio-basal, latero-basal dan posterior-basal. Bronkus kanan bagian dalam 3 cabang lotaris yang masing-masing mempunyai udara pada tiga lobus kiri paru, yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah. Bronkus lobus paru kiri atas selanjutnya bercabang menjadi tiga segmen yaituanterior, apical dan posterior. Bonkus lobus tengah paru kanan bercabang menjadi 2 segment, yaitu lateral dan medal. Logus bawah bercabang menjadi 5 cabang, yaitu superior, anterior-basal, latero-asal, medio basal dan posterior-basal sehingga total terdapat 10 segmen pada paru kanan. Selanjutnya, bronkus subsegmental, bronkus terminal, bronkiolus, bronkiolus terminal, dan bronkiolus repiratorius bercaban menjadi bronkiolus respiratorius terminalis hingga akhirnya pada sampai duktus alveolaris, sekus alveolaris,sekus alveoli/ Bronkus dilapisi oleh epitel pseudostratifikasi kolumnar bersilia (pseudostratifiedcissated columnar epithelium). Epitel pada bronkiole merupakan lapisan tunggal dan sel epitel semakin berbentuk kubord dan kemudian menipis pada tinggkat bronkiolus. Pada bronkiolus terminal sudah tidak terdapat lagi sel kelenjar dan silia, dibawah epitel terdapat dua lapisan, dekat otot dan pembuluh darah terdapat sel mast yang berperan dalam melepas histamin sebagai respon untuk reaksi antigenantibodi (reaksi alergi)

7. Asinus Unit pernapasan terminal atau juga asinus tempat merupakan terjadinya pertukaran gas, pertukaran gas terjadi membrane setebal 1 mm. O2 harus melaui membran ini sebelum ditransfer kedalam darah dan dibawa oleh hemoglobin. Pada saat yang sama CO2 meninggalkan darah untuk dipkshaksi.

2. Pengertian efusi pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruangan pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan berlebuhan dari dalam kavum pleura di antara pleura parietalis dan pleura visceralis (Price C Sylvia, 1995). Cairan dalam jumlah berlebihan tersebut dapat mengganggu pernapasaan dan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovakuler, dan infeksi. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

3. Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi : a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. b. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan: a. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung) b. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia) c. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri) d. Berkurangnya absorbsi limfatik

Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah: a. Transudat Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut. b. Eksudat 1) Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses) 2) Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia) Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : 1) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik 2) Penurunan tekanan osmotic koloid darah

3) Peningkatan tekanan negative intrapleural 4) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura Perbedaan cairan transudat dan eksudat (Somantri, 2008: 99)

Indikator 1. Warna 2. Bekuan

Transudat 1. Kuning pucat dan jernih 2. (-)

Eksudat 1. Jernih, keruh, purulen, dan hemoragik 2. (-)/(+) 3. >1018

1. Berat Jenis 2. Leukosit 3. Eritrosit 4. Hitung jenis 5. Protein Total 6. LDH 7. Glukosa 10. Fibrinogen 11. Amilase 12. Bakteri 1. <1018 2. <1000 /uL 3. sedikit 4. MN (limfosit/mesotel) 5. <50% serum 6. <60% serum 7. =plasma 10. 0,3-4% 11. (-) 12. (-)

4. Bervariasi, >1000/uL 5. Biasanya banyak 6. Terutama PMN 7. >50% serum 8. >60% serum 9. = / < plasma 10. 4-6 % atau lebih 11. >50% serum 12. (-) / (+)

4. Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.

5. Manisfestasi klinis
Manifestasi klinis efusi pleura bervariasi terkait proses penyakit penyebabnya. Gejala yang utama adalah: a. Sesak napas, merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Mengindikasikan efusi luas, namun biasanya <500ml. b. Nyeri dada pleuritik, biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam atau menusuk, terutama saat inspirasi dalam. Nyeri biasanya terlokalisasi pada dinding dada, atau pada bahu ipsilateral, atau abdomen atas. Nyeri ini menunjukkan adanya iritasi pleura, yang biasanya turut dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis karena kebanyakan efusi transudatif tidak menyebabkan iritasi pleura. c. Batuk, biasanya nonproduktif

Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung volume efusi pleura. Biasanya jika efusi >300 mL didapatkan tanda efusi pada pemeriksaan fisik: a. pekak/penurunan resonansi pada perkusi b. penurunan fremitus taktil

c. Egofoni d. pleural friction rub e. gerakan asimetris cavum thorax Gejala dan pemeriksaan fisik lain sesuai dengan penyakit yang mendasari, misalnya edem ekstremitas, ortopnea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, S2 gallop pada congestive heart failure; atau keringat malam, demam, hemoptisis, dan penurunan berat badan pada TB; atau demam akut, sputum purulen, dan nyeri pleuritik pada pneumonia bakterial.

6. Pathofisiologi
a. Narasi Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antaracairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleuradibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yangterjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitialsubmesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selainitu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupatransudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangankekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi jugadapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunantransudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderungtertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, danakibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jikaefusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkanoleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasidari pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bilaefusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkankarena trauma maupun keganasan.Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukurandan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahanmaka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikitgangguan fisik yang nyata.

b. Skematis
Efusi Pleura

Transudat

Eksudat

Bagal jantung

Sirosis hepatitis

Keganasan & infeksi Cairan keluar dari kapiler

Proses penyakit

Berdungan vena

Tek. Amotik ()

Terapi

() tek. Osmotik

() permeabilitas kapiler

Kurang informasi Kurang pengetahuan

Gangguan keseimbangan produksi & atisorpsi ciran Iritasi pleura Penumpukan cairan dipleura Ekspansi paru () Susah tidur Sulit bernapas Ancaman kematian O2 () Sesak napas Tidak terpenuhi kejaringan Nyeri Pembungan cairan WSD

Energy menurun

Lemas

Kelemahan

Bedrest Penurunan peristaltik

Konstipasi

Tidak nafsu makan

7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada) Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kosto frenik. Bila cairan 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung, mungkin terdapat pergeseran dimediatirum.

b. Ultrasonografi c. Torakosentefis/ fungsi pleura Untuk mengetahui kejernihan, warna, biokan tampilan, sitology, berat jenis, fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hematoraks), pus (piatorax) atau klus (klotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa fransudat (hasil bendungan) atau eskudat (hasil radang).

d. Cairan pleural Untuk diaralisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, hasil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dah putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktal desidrgenase (LDH), protein, analisis sitolagi untuk sel-sel malignan, dan pH.

e. Biopsi pleura Dengan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara napas.

f. CT scan Menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukan adanya pneumonia.

g. Bronkoskopi Dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

8. Riwayat Keperawatan
Ruangan Kamar Tgl. Masuk RS I. A. Identitas pasien Nama lengkap Nama panggilan TTL (umur) Jenis kelamin : Ny. Y : Ny. Y : Taniran, 18 Desember 1939 (73 tahun) : Perempuan : Kawin Jumlah anak Warga Negara Suku : 3 orang : WNI : Dayak : Monika :8 : 4 Desember 2012

Bahasa yang dipakai : Daerah (Maanyan) Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat rumah No. telp : Kristen Protestan : SLTA : Pensiunan PNS : jln. A. Yani, no xx, Tamiyang Layang (kal-teng) :-

B. Identitas infomasi/penanggung jawab Nama Hubungan dengan pasien Umur Pendidikan Alamat rumah Telp. C. Data medik Dikirim oleh Diagnose medik Waktu & tgl pengobatan terakhir II. Keadaan umum Cara masuk : Kereta dorong : Gawat darurat : Efusi pleura : 07.00 am & 4 Desember 2012 : Tn. H : Anak : 39 Tahun : SLTA : jln. A. Yani, no xx, Tamiyang Layang (kal-teng) :-

Keluhan utama Tanda-tanda vital 1. Kesadaran a. Kualitatif

: Sedang

: Compos mentis

b. Kualitatif (Skala Coma Glasgow) Respon mata Respon verbal Respon motoric Jumlah Kesimpulan 2. Suhu 3. Nada Arteri 4. Tekanan darah :4 :3 :6 : 13 : Respon verbal, kata-kata tidak jelas : 37c (Ketiak) : 106 x/menit (teratur) : Radialis : 140/90 mmHg : Duduk +

Posisi pasien pada saat pengukuran 5. Pernafasan Frekensi Irama 6. Tinggi badan 7. Berat badan III. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang : 22 x/menit : Kusmaul : 150 cm : 40 kg

: Gangguan pernapasan karena ada penumpukan cairan di pleura

Riwayat kesehatan dahulu

: TB Paru

Riwayat kesehatan keluarga (dilengkapi genogram) : IV. Pengkajian pola kesehatan A. Persepsi kesehatan-Pola peliharaan kesehatan Kebiasaan sehari-hari/kebiasaan sebelum sakit : Mandi 2x sehari Pagi 06.30 am Sore 05.30 pm :

Keadaan pasien saat ini -

Diseka oleh perawat 2x sehari Pagi 08.00 am

Sore 05.30 pm : Pasien tidak bisa berktivitas

Masalah

B. Pola nutrisi metabolik Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit :

Makan 3x sehari : Sayur, Ikan, Nasi, Jarang makan buah :

Keadaan pasien saat ini -

Makan 3x sehari : Bubur + telur Sayur Osengan tempe + buah Pasien tidak mampu menghabiskan makan

Pemeriksaan fisik a. Kulit 1. Warna kulit 2. Turgor kulit 3. Edema : Pucat : Kering :

b. Rambut c. Mata 1. Sclera 2. Konjungtiva 3. Lensa 4. Kelopak mata 5. Operasi Tanggal operasi

:Kusam dan Tipis

: Tidak ikterus : Anemik : Tidak keruh : Tidak edema : Tidak ada :-

d. Mulut dan tenggorokan Bibir Mulut/gusi Gigi Lidah Tonsil e. Abdomen Nyeri lambung C. Pola eliminasi Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit : : Ada : Pucat : Mukosa (pucat) : Kusam : Pucat dan gangguan pengecapan : Merah

BAB kebiasaan 1x sehari tapi terkadang tidak ada, BAK sering di rumah

Keadaan pasien saat ini Pemeriksaan fisik a. Abdomen Peristaltik usus Masalah

: BAB (-), BAK sering (memakai pampers)

: Supel : Normal : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

D. Pola aktivitas latihan a. Kebiasaan sehari-hari b. Keadaan pernafasan c. Keadaan jantung Keadaan saat ini : Beliau pensiunan PNS : Normal : Normal : Px tidak bisa beraktivitas karena sedang dirawat di RS Pemeriksaan fisik a. Aktivitas harian (tingkat melakukan aktivitas) Makan Mandi Berpakaian Kerapian BAB BAK :2 :2 :2 :4 :3 :3

Mobilisasi di tempat tidur b. Rentang gerak Otot Masalah c. Pernafasan hidung Mukosa d. Torak dan paru-paru Bentuk dada Pergerakan rongga dada e. Jantung Frekuensi denyut jantung Pengisian darah ke perifer (CRT) E. Pola tidur dan istirahat Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit : Teratur : 3 (Cepat) : Simentris : Peningkatan sternum : Pucat : Kontraktur dan Terbatas karena O2 : Atrofi : Intoleransi aktivitas

a. Kebutuhan tidur b. Kebutuhan istirahat Keadaan saat ini a. Kebutuhan tidur

: 8 jam sehari (10.00 pm 05.30 am) : 2-3 jam

: Terpenuhi, apabila sudah terasa capek mata maka dengan mudah tertidur

Pemeriksaan fisik (keadaan pasien pada saat diwawancara) F. Pola kognitif dan persepsi sensori

: Lesu

Keadaan saat ini : Ketika disentuh tubuh pasien langsung peka, paham dengan yang ditanyakan tapi tidak bisa diungkapkan secar verbal karena O2 sedang terpasang dan penumpukan secret Pemeriksaan fisik a. Keadaan orientasi b. Kemampuan mendengar Pendengaran c. Kemampuan melihat d. Kemampuan menghidu e. Kemampuan sensibilitas f. Kemampuan pengucapan : Baik : Baik : Baik : Baik : Kurang baik : Baik

G. Pola persepsi dan konsentrasi dan konsep diri Kebiasaan sehari-hari : keluarga mengatakan, ibu bisa mengater dirinya, diberi bantuan karen memang beliua lagi sakit. Keadaan pasien pada saat ini : Ketika dilihatnya tidak rapi, maka memberikan kode 4, segera dirapikan walaupun tidak secara verbal. Masalah :-

H. Pola peran dan hubungna dengan sesama Kebiasaan sehari-hari : Dirumah beliau sebagai ibu rumah tangga yang baik,mengatur dan memanagemen rumah dengan anaknya, selalu terbuka Keadaan pasien saat ini : Kepada perawat beliua mau terbuka bercerita dan membuka diri melalui peran keluarga Masalah :-

I. Pola seksual dan reproduksi Kebiasaan sehari-hari Keadaan pasien pada saat ini Pemeriksaan fisik a. Payudara : Simetris ::-

J. Pola mekanisme penyesuaian dan toleransi terhadap stress Keadaan sehari-hari : Masih bisa mengatasi ketika sakit dirumah, keluarga mengatakan Ibu terlihat bahagia, karena keluarga berada disini dan mau menemani ketika sakit Keadaan saat ini : Ingin cepat pulang dan sembuh, kangen rumah

K. Pola system nilai kepercayaan Keadaan sehari-hari Keadaan saat ini : Dalam 1x seminggu beribadat kegereja : Tidak bisa kegereja karena sedang sakit

9. Analisa Data
Data S: Keluarga mengatakan Ibu kesulitan bernafas dan tidak bisa batuk Ronchi O: K/u : Tidak bisa batuk dan mengelurkan secret dijalan nafas. Ronchi R:22x/menit, normal (ekspirasi lebih dalam) Kesulitan bernafas Lemah O2 terpasang (kateter nasal)
Sulit bernafas Tidak terpenuhinya kejaringan

Etiologi Penumpukan cairan dari pleura

Masalah keperawatan Ketidak efektipan bersihan jalan nafas.

Ketidak mampuan untuk batuk () Ekspansi paru () O2

Sesak nafas

Energy

Lemah S: Keluarga mengatakan Ibu saya jarang mau makan itu karena sesak
Sesak nafas

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


Suhu

O: Mulut & tenggorokan : Bibir : pucat Lidah : bang. Pengecapas Penurunan peristaltic T: 37c

O2

O2 kejaringan

Ekstremitas

Peristaltik

Tidak nafsu makan

S: Keluarga mengatakan Ibu saya ketika sehat bisa beraktivitas tapi karena sakit ini tidak bisa apa-apa lagi
Tidak terpenuhi kejaringan Sesak Nafas

Intoleransi aktifitas

O: pemeriksaan fisik Makan, mandi, berpakain (bantuan perawat dan keluarga) kerapian (bantuan penuh) BAK (bantuan orang dekat) Kelemahan carfrofi
Kelemahan Energi

Bredrest

10. Diagnosa Keperawatan


a. Ketidak efektipan bersihan jalan nafas b.d menurunnya eskpansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan di rongga pleura dan penumpukan sekunder. b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolism tubuh, penurunan makan akibat sesak nafas. c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan O2 kebajaringan sekunder karena gangguan pola nafas tidak efektif.

Diagnosa Keperawatan I Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas. Rencana tindakan : a. Identifikasi faktor penyebab. Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien. c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otototot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax. Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Diagnosa Keperawatan II Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal. Rencana tindakan : a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. b. Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan. c. Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan. d. Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan. e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek. f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial. g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan. Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh. Diagnosa Keperawatan III Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan Setelah dilakukan askep jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai Warna kulit normal,hangat&kering Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat toleransi aktivitas NIC: Toleransi aktivitas Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas

11. Mediksa
Obat-Obat Bronkodilator Tipe utama bronkodilator : 1. Adrenergik 2. Antikolinergik 3. Xanthin

1. Adrenergika Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil). Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclicadenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada pasien alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan serangan atau sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah, seperti kortikosteroid dan kromoglikat.

Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol. Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat cukup data

untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin (3,4). Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator : a. Adrenalin epinefrin Lidonest 2%. Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali senyawa ini dikombinasi dengan tranquillizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif. Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah. Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat) (3,4). b. Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum Derivat adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek sampingnya dapat membahayakan. Resorpsinya baik dan dalam waktu 1 jam sudah terjadi bronchodilatasi. Di dalam hati, sebagian zat dirombak ekskresinya terutama lewat urin secara utuh. Plasma -nya 3-6 jam. Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi) (3,4).

c. Isoprenalin : Isuprel Aleudrin Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih

baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jamn. Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan khasiat spesifik tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang menimbulkan efek samping. Begitu pula turunnya, seperti yang tersebut di bawah ini, sebaiknya jangan digunakan lagi (3,4).

d. Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp) Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam. Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit. Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah jam, inhalasi 3 4 dd 2 semprotan (3,4).

e. Salbutamol: ventolin, salbuven Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau larutan, kira-kira 80% mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron) tiba di bronchioli dan paru-paru. Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusingpusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b-1 dengan efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan instruksi yang cermat agar jangan mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat, karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan yang terlalu sering). Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada

serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam
(3,4)

f. Terbutalin : Bricasma, Bricanyl Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia. Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).

g. Fenoterol (berotec) Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4 jam). Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg (3,4).

2. Antikolinergika Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolimengika memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi. Penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat). Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini (3,4).

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator : a. Ipratropium : Atrovent Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada bronchitis kronis. Kini, zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi (pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroida-inhalasi. Kombinasinya dengan b2-mimetika memperkuat efeknya (adisi). Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium kwaterner). Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan terhadap adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing. Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida) (3,4).

3. Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda; yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut (infeksi aminofilin) dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi kombinasi dengan b2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin (Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi, sedangkan

efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula. Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif untuk memperoleh kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian mencegah serangan tengah malam dan morning dip (3,4).

Kehamilan dan laktasi Teofilin aman bagi wanita hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu, sebaiknya ibu menyusui bayinya sebelum menelan obat ini (3,4). Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator a. Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron. Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada daun teh (Yuntheos = Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singat. Kofein juga memiliki semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi sentralnya yang lebih kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma. Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis toksisnya. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml, sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menetapkan dosis secara individual berdasarkan tuntutan kadar dalam darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan pada manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose, juga pada pasien gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan penentuan kadar dalam darah. Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa bronchodilator tua ini (1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970an, diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap bila digunakan dalam bentuk seruk microfine. (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga pada penggunaan sebagai larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol 20%. Plasma-t nya 3-7 jam, ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat

lewat kemih dan hanya 10% dalam keadaan utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan sutanined release yang memberikan resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur. Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin. Dosis 3-4 dd 125 250 mg microfine (retard). 1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq (3,4).

b. Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin) Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v.

12. Management Medis


Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis: 1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru. 2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada. Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe. Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah. Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas pengambilan yang dilakukan pleura viseralis. Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan

12. Nursing management


a. Pengkajian Data yang sudah dikumpulakan/dikaji meliputi 1) Identitas pasien Keluhan Utama merupakan faktor yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat kerumah sakit. Biasanya pada pasien Efusi pleura didapatkan keluhan utama brupa sesak nafas, sara sesak pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan telokalisasi terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non-produktif. 2) Riwayat penyakit sekarang Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada berat badan (-) dst. Perlu

juga datangakan mubi kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menurunkan/menhilangkan keluhan, keluhan tersebut. 3) Riwayat penyakit terdahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah, mengalami penyakit TBC paru, pneumoni, gagal jantung, osites dst. Hal ini deperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi. 4) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang disingelir sebagai penyabab efusi pleura ex.kanker paru, asma, TB paru dst. 5) Riwayat psikososid Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya dan bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya 6) Pengkajian pola-pola tatalaksana hidup sehat Pola persepsi tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawat di RS mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan tepi kadang juga memculkan presepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Pola nutrisi dan metabolism Dalam melakukan pengkajian pola nutrisi dan metabolisme perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan atau mengetahui status nutrisi pasien. Pasien dengan epusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abd. Peningkatan metabolism akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien degan efusi pleura keadaan umumnya lemah Pola elimenasi Perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defeksi pre dan post mrs. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih benyak bed rest sehingga akan menghasilkan konstipasi, selain akibat prncernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltic otot-otot degastiuus. Pola aktifitas dan latihan Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan pasien akan cepat mengalami pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga mengurangi aktivitasnya, akibat adanya nyeri dada dan untuk memenuhi

kebutuhan ADLnyasebagai kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap penularan kebutuhan tidak dan istirahat. Pola hubungan dan peran Akibat dari sakit, secara langsung pasien akan mengalami perubaha, misalnya IRT, pasien tidakbisa menlakukannya. Pola presepsi dan konsep diri Presepsi terhadap dirinya akan berubah, pasien yang tadinya sehat tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pola sensori dan kongnitif Fungsi panca indra pasien tidak mengalami perubahan demikian juga berpikirnya Pola reproduksi seksual Dalam hal inii hubungan sek intercourse terganggu karena sedang di rawat. Pola tata nilai dan kepercayaan.

7) Pemeriksaan fisik Status kesehatan umum Tingkat kesadaran perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasein terhdapa petugas, bagaimana mood pasien, setelah mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan. System sespirasi Infeksi Bentuk manitorax yang sakit mecembung, iga mendatar, ruang artar igamelebar, pergerakan nafas menurun, perdorongan mediasfinom kearah hemithorax kontrak lakteral yang diketahui dari posisi trachea dan lobus kordis, Pr meningkat dan pasien alas an orasanga dyspreu. Fremitus torak menurun terutama pada efusi pleura yang jumlah cairannya >250cc. Palpasi Ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit

Perkusi Redup sampai peka tergantung jumlah cairannya

Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang

BAB III Daftar pustaka

1. Doenges M.E,dkk, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk Perencanaan dan perdokumentasi perawatan pasien, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 2. Nanda, 2001, nursing Diagnosa : Definisi fior ard dassifaution 2001-2002, Philadelphia 3. Tamsuri anas, 2004, klien gangguan pernafasan : Seri Asuhan Keperawatan, penerbit buka kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai