Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Sebelum memahami anatomi sistem pernapasan, perlu diketahui dahulu
bahwa ada 3 bagian dalam proses respirasi: respirasi eksternal, distribusi, dan
respirasi internal. Respirasi eksternal merupakan respirasi yang dilakukan
langsung oleh sistem pernapasan, distribusi dilakukan oleh sistem kardiovaskular,
dan respirasi internal terjadi di dalam sel. Respirasi eksternal merupakan proses
pertukaran gas antara darah dan atmosfer (Djojodibroto, 2007).
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2, yaitu
struktur utama dan struktur aksesoria. Struktur utama, yaitu saluran udara
pernapasan, dibagi menjadi jalan napas dan saluran napas. Jalan napas terdiri
dari nares, cavum nasi, pharyng, laryng, dan trakea. Saluran napas terdiri dari
bronki dengan berbagai level dan berlanjut ke bronkioli. Saluran napas akan
bermuara ke alveoli, yang berfungsi untuk melakukan difusi gas O2 dan CO2.
Sementara itu, struktur aksesoria sistem pernapasan terdiri dari otot-otot bantu
napas dan pleura.

2.1.1. Jalan Napas

Udara akan masuk melalui nares dan mengalami turbulensi di dalam


cavum nasi, yang memiliki konkha nasalis superior, media, dan inferior.
Turbulensi dalam cavum nasi akan mengakibatkan partikel-partikel kasar
terperangkap lengket dengan rambut-rambut halus. Selanjutnya, partikel-partikel
kasar ini akan dibungkus oleh mukus yang dihasilkan oleh sel-sel goblet. Dengan
demikian, udara yang telah melalui cavum nasi akan bersih dari partikel kasar.
Pharyng merupakan pipa musculomembranosa dengan panjang 12 14
cm, yang dibagi menjadi 3 region: nasopharyng, oropharyng, dan laryngopharyng;
berdasarkan lokasinya. Seperti organ pipa lainnya, pharyng terbagi menjadi 4
tunika: adventitsia, muskularis, fibrosa, dan mukosa. Tunika mukosa bagian
nasopharyng terbentuk atas sel-sel columnair bercilia dengan sel goblet, namun
oropharyng dan laryngopharyng terdiri atas sel squamosa stratifikata non
kornifikatum.
Laryng merupakan kelanjutan jalan napas setelah pharyng. Bagian luar
laryng dibentuk oleh kartilago: thyrod, krikod, epiglottis, arytenod, kuneiforme,
dan kornuata. Kartilago pada laryng merupakan kartilago elastik. Adanya plicae
vocales menyebabkan laryng tidak hanya berfungsi sebagai sphingter jalan napas,
tetapi juga memproduksi suara. Setelah melalui laryng, udara akan masuk ke
dalam trakea.
Trakea merupakan pipa yang dibentuk oleh kartilago berbentuk huruf C
dan memiliki panjang 12,5 cm. Di dalam trakea juga terdapat sel-sel columnair
pseudostratifikata bercilia yang diselingi sel goblet untuk produksi mukus. Iritasi
pada

laryng

dan

trakhea

akan

mengaktifkan

refleks

mukoklarifikasi

(mucoclearance) yang berupa tussis (batuk).

2.1.2. Saluran Napas


Trakea berujung pada bifurkasi trakea, dan dibagi menjadi 2 bronki
principales: bronkus principalis sinister dan bronkus principalis dexter. Bronkus
principalis dexter lebih pendek dibandingkan sinister. Sudut yang dibentuk trakea
dengan bronkus principalis dexter lebih tajam dibandingkan yang kiri.

Ultrastruktur Saluran Napas Bagian Bawah


Dinding saluran napas ini dilapisi oleh epithelium pseudostratificatum
bercilia yang berbentuk columnair tetapi semakin ke arah cephalad menjadi lebih
pipih. Epithelium ini mempunyai membrana basalis. Semua selnya bertumpu pada
membrana basalis, tetapi tidak semua sel tadi mencapai lumen. Pada saluran napas
yang kecil di peripher, epithelium menjadi satu lapis dan bentuknya menjadi
kubod. Di saluran napas yang terkecil serta di bronkiolus respiratoir, masih ada
sel bercilia walaupun cilianya tidak sepanjang cilia yang ada di cephalad.
Ada delapan (8) macam sel pada epithelium saluran napas yang dapat
didentifikasi, yaitu:
1. Sel basal. Sel ini tidak sampai ke permukaan lumen saluran napas, jika sel
basal membelah, salah satu belahannya akan mencapai lumen. Karena sel
belahan ini telah mencapai permukaan lumen, belahan ini tidak termasuk sel
basal lagi, tetapi digolongkan sebagai sel intermedia. Sel basal, walaupun
dapat didapati mulai dari trakea sampai bronkiolus, terbanyak di trakea dan
bronki ekstrapulmonal.
2. Sel intermedia. Bentuknya columnair berada di atas sel basal, merupakan
hasil pembelahan dari sel basal. Selanjutnya, sel ini akan berdifferensiasi
menjadi sel mukus ataupun sel bersilia.
3. Sel Kulchitski. Sel ini disebut juga sel argyrofil, merupakan sel endokrin,
berisi bermacam-macam granul neurosekretoir yang membuat peptida-aktif.
4. Sel bercilia. Sel ini mempunyai cilia yang terbentuk dari 9 aksonema dan satu
aksonema special. Setiap aksonema berhubungan satu sama lain dikat oleh
dynein (suatu protein yang sifatnya kontraktil).
5. Sel kuas. Jumlah sel ini tidak banyak, kegunaannya belum jelas, mungkin
berfungsi untuk mengabsorpsi cairan. Sel semacam ini dapat dijumpai pada
usus dan sinus nasalis.
6. Sel goblet. Sel ini adalah sel mukus yang menggembung dan berisi granul
sekretoir. Jalan napas mulai dari rongga hidung sampai dengan bronkiolus
ditutupi oleh lapisan lendir viskolastik yang dihasilkan oleh sel mukus
maupun sel serus. Sel goblet memproduksi mucinogen yang akan disekresi ke
dinding jalan napas. Mucinogen akan berubah menjadi mucin, yaitu suatu
substanci yang dibentuk oleh glikoprotein yang sifatnya viskus. Mucin ini

melapisi dinding jalan napas dan berfungsi menangkap partikel debu yang
masuk ke dalam sistem pernapasan.
7. Sel serus. Sel ini lebih banyak didapati di daerah cephalad dibandingkan
dengan di daerah distal.
8. Sel Clara. Sel ini adalah suatu sel epithelial tidak bercilia pada bronkiolus
terminalis yang mempunyai fungsi sebagai sekretoir. Kegunaan sel Clara
adalah memproduksi cairan yang memetabolisme toksin. Sel semacam ini
lebih banyak didapati di distal (bronkiolus) dibandingkan dengan di cephalad.
Sel Clara kaya akan kandungan GAG (glykosamin aminoglykan) yang
melindungi lapisan bronkiolair dan P-450 (pulmonal cytochrom) yang
memetabolisme asam arakhidonat.

Saluran napas terdiri atas 24 level, yang dapat lebih jauh lagi dibagi sebagai:
-

Level 0 9
Level 10 14
Level 15 18
Level 19 24

Trakea dan bronkus


Bronkiolus biasa dan bronkiolus terminalis
Bronkolus respiratoir
Alveolus

Topografi Paru
Ada dua buah paru, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus (dengan lingula). Lobus paru
terbagi menjadi beberapa segmen-paru. Paru kanan mempunyai sepuluh segmenparu sedangkan paru kiri mempunyai delapan segmen-paru. Segmen-paru
merupakan unit paru yang topografinya perlu dihafal jika kita ingin dapat
mengidentifikasi regio paru pada saat membaca foto thorax maupun pada saat
membicarakan perencanaan intervensi bedah.

Vaskularisasi
Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama kanan
dan kiri untuk kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok
darah ke interstitsiel paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darh percabangan
dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir (end-artery). Tekanan darah pada
arteri pulmonalis sangat rendah, yang memungkinkan pertukaran gas dengan
lancar. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih
tinggi dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis.

Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri pulmonalis,


percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak mempunyai ujung akhir. Darah yang
dipasok oleh arteri bronkialis akan sampai ke saluran pernapasan, septa
interlobulair, dan pleura. Sepertiga darah yang meninggalkan paru melalui vena
azygos menuju darah, sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena pulmonalis
ke atrium sinistrum cordis.

Innervasi
Paru dinnervasi oleh saraf parasimpatik nervus vagus dan saraf simpatik.
Otot polos saluran napas dinnervasi oleh nervus vagus afferens, nervus vagus
efferens (kholinergik postganglionik). Pleura paritalis dinnervasi oleh nervus
interkostalis dan nervus phrenikus, sedangkan pada pleura visceralis tidak terdapat
innervasi.

Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenchym paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura visceral dan pleura
parital. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua
pleura tersebut sehnigga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler
pleura, ruang interstitsiel paru, kelenjar getah bening intrathorakik, pembuluh
darah intrathorakik, dan rongga peritoneal. Jumlah cairan pleural dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga
pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem
penyaliran limfatik pleura parital. Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di
dalam rongga thorax. Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan
penting dalam proses respirasi. Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen
seluler, serta faktor-faktor fisika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar
pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.

Pleura tersusun dari lapisan sel yang embriogenik berasal dari jaringan
koelom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya
mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomik dan fisiologik suatu organisme. Pleura visceralis
membatasi permukaan luar parenchym paru termasuk fissura interlobair,
sementara pleura parietale membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada
dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum, dan struktur cervikal. Pleurae
visceralis dan parietale memiliki perbedaan innervasi dan vaskularisasi. Pleura
visceral dinnervasi saraf-saraf autonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi
pulmonal, sementara pleura parietal dinnervasi saraf-saraf interkostalis dan
nervus phrenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura visceral dan pleura
parietal terpisah oleh cavum pleurale yang mengandung sejumlah tertentu cairan
pleura.

Cairan Pleura
Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri dari makrophag
(75%), limfocyt (23%), sel darah merah, dan mesothelium bebas. Cairan pleura
normal mengandung protein 1 2 g/100 mL. Elektroforese protein cairan pleura
menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein

serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi
dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 25% lebih
tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih
rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 9%. Ini menyebabkan pH
cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini
diatur melalui transport aktif mesothelial. Kadar glukosa dan ion kalium cairan
pleura setara dengan plasma.

Struktur Makroskopik Pleura


Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan.
Luas permukaan pleura visceral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan
berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura
kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostalis, pleura
diafragmatik, pleura cervikal atau kupula sepanjang 2 3 cm menyusur sepertiga
medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastodeus, dan pleura
mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum. Bagian inferior pleura
parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik menuju rongga thoraks seiring
perkembangan organ paru dan bertahan hingga dewasa sebagai jaringan
ligamentum pulmonum, menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma membagi
rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmonum
memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab effusi pada
kasus traumatik.
Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis
dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis,
diafragmatik superior, mammaria interna, dan mediastinum. Pleura cervikalis
mendapat sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat
sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta thorakika
dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju
vena kava superior melalui vena azygos. Pleura visceral mendapat sirkulasi darah
dari arteri bronkialis menuju vena pulmonalis.

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatik.


Pleura kostalis dinnervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura
diafragmatika oleh saraf phrenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura
parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu
ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura visceral walaupun secara luas
dinnervasi oleh nervus vagus dan trunkus sympathikus.
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesothelium dan kembali ke sirkulasi
melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.
Pleksus limfatikus superficialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura
visceral dan bermuara di pembuluh lymfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan
limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatikus
sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal,
dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum,
dan dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenkius medialis, dan
mediastinum superior. Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus
di pleura visceral karena pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal
sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleur ake pleura visceral.
Gangguan duktus thorakikus akibat limfoma maupun trauma menyebabkan
akumulasi cairan limfe di rongga pleura menyebabkan khilothoraks.

FISIOLOGI PLEURA
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan
menimbulkan tekanan transpulmonal yang selanjutnya akan memengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja
otot dan tekanan transpulmonal berhasil mengatasi rekoil elastik (elastic recoil)
paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga
pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan
kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura, serta keseimbangan

elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan


penumpukan cairan yang disebut effusi pleura.
Fisiologi Tekanan Pleura

Tekanan pleura secara fisiologik memiliki dua pengertian, yaitu tekanan


cairan

pleura

dan

tekanan

permukaan

pleura. Tekanan

cairan

pleura

mencerminkan dinamika aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10
cmH2O. Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik rekoil
dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil paru ke arah dalam. Nilai tekanan
pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks
paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru
dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tkeanan pleura secara vertikal;
perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apikal paru dapat
mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolair relatif rata di seluruh jaringan paru normal,
sehingga gradins tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai
permukaan pleura. Gradins tekanan di apikal lebih besar dibandingkan basal
sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan

penyebab pneumothorax spontan. Grains ini juga menyebabkan variasi distribusi


ventilasi.
Pleura visceral dan parital saling bertolak oleh gaya potensial molkul
phosfolipid yang diabsorpsi permukan masing-masing pleura oleh mikrovilli
mesothelial sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengrangi friksi saat respirasi.
Proses tersebut bersam tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh
gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara pleura
visceral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 m. Proses respirasi
melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan
napas yang memertahankan saluran napas tetatp terbuka serta tekanan luar
jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas.
Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura)
disebut

tekanan

transpulmonal.

Tekanan

transpulmonal

memengaruhi

penegembangan paru sehingga memengaruhi pengembangan paru sehingga


memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi.

Fisiologi Cairan Pleura


Rongga pleura terisi carian dari pembuluh kapiler pleura, ruang
interstitsiel paru, saluran limfatik intrathorakal, pembuluh kapiler intrahorakal,
dan rongga peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan
pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler
sistemik dengan kapiler pulmonal.
Perpindahan cairan ini mengikuti hukum Starling berikut:
Jv =Kf [ ( Pkapiler P pleura ) ( kapiler pleura ) ]
Di mana Jv adalah aliran cairan transpleura, Kf adalah koefisien filtrasi
yang merupakan perkalian konduktivitas hidrolik membran dengan luas
permukaan membran, P adalah tekanan hidrostatik, sigma adalah koefisien
kemampuan restriksi membran terhadap migrasi molekul besar, dan pi tekanan
onkotik.

Perkiraan besar perbedan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan


dari kapiler menuju rongga pleura. Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30
cmH2O dan tekanan rongga pleura sebesar -5 cmH 2O sehingga tekanan hidrostatik
resultan adalah 30 (-5) = 35 cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan
tekanan onkotik pleura 5cmH2O sehingga tekanan onkotik resultan 34 5 = 29
cmH2O. Gradins tekanan yang ditimbulkan adalah 35 29 = 6 cmH 2O. Hal ini
menimbulkan pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura.
Pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien filtrasi
pleura visceral lebih kecil dibandingkan dengan pleura parietal. Koefisien kecil
pleura visceral menyebabkan resultan gradins tekanan terhadap pleura visceral
secara skematik bernilai walaupun tekanan kapiler pleura visceral identik
dengan tekanan vena pulmonal yaitu 24 cmH 2O. Perpindahan cairan dari jaringan
interstitsiel paru ke rongga pleura dapat terjadi seperti akibat peningkatan
tekanan baji jaringan paru pada odem paru maupun gagal jantung kongestif.

Hypothese Neergard tidak sepenuhnya menjelaskan eliminasi akumulasi


cairan pleura karena tidak menyertakan faktor jaringan interstitsiel dan sistem
limfatik pleura. Jaringan interstitsiel secara fungsional mengalirkan cairan ke
sistem penyaliran limfatik. Cairan pleura yang difiltrasi pada bagian parietal
mikrosirkulasi sistemik masuk ke jaringan interstitsiel ekstrapleural menuju
rongga pleura dengan gradins tekanan (aliran cairan) yang lebih kecil. Rongga
pleura secara fisiologik terbagi menjadi lima ruang yaitu sirkulasi sistemik
parietal, jaringan interstitsiel ekstrapleura, rongga pleura, jaringan interstitsiel
paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran endothelium sirkulasi visceral
membatasi mikrosirkulasi visceral dengan jaringan interstitsiel paru dan
membran endothelium sistemik dengan jaringan interstitsiel rongga pleura.
Rongga pleura dibatasi oleh pleura visceral dan pleura parietal yang berfungsi
sebagai membran. Penyaliran limfatik di lapisan submesothelial pleura parietal
bercabang-cabang serta berdilasi dan disebut lakuna. Lakuna di rongga pleura
akan membentuk stoma. Aliran limfatik pleura parietal terhubung dengan ronga
pleura melalui stoma dengan diameter 2 6 nm. Stoma ini berbentuk bulat atau
celah ditemukan pada pleura mediastinal dan interkostalis terutama pada area
depressi inferior terhadap tulang iga bagian inferior dengan kepadatan 100
stomata/cm2 di pleura interkostalis dan 8.000 stomata/cm2 di pleura mediastinal.
Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi
kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura

parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari


rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Nilai normal produksi cairan pleura
adalah 0,4 mL/kg.jam.
Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi
pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi
cairan pleura. Effusi pleura umumnya dibagi menjadi cairan transudat dan
eksudat. Effusi pleura transudatif terjadi saat faktor sistemik berperan dalam
perubahan pembentukan atau eliminasi cairan pleura. Effusi pleura eksudatif
terjadi saat faktor permukaan pleura atau pembuluh kapiler di pleura mengalami
perubahan. Kriteria Light menyatakn bahwa effusi pleura eksudatif bila minimal
satu hal berikut terpenuhi: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan kadar
protein serum > 0,5, perbandingan kadar laktat dehydrogenase (LDH) cairan
pleura dengan kadar LDH serum > 0,6, dan/atau kadar LDH cairan pleura > 0,6
atau lebih tinggi 2/3 kali dibandingkan nilai ambang atas kadar LDH serum.
Langkah diagnostik selanjutnya lebih ditekankan pada effusi cairan eksudatif.
Effusi pleura menyebabkan perubahan parameter spirometri.

Anda mungkin juga menyukai