Anda di halaman 1dari 38

BAB I

KONSEP DASAR KEBUTUHAN DASAR

A. Definisi
Bernapas adalah perpindahan oksigen (O2) dari udara menuju ke sel-sel tubuh
dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara bebas. Pernapasan
(respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen)
ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin. B.AC, 2006). Respirasi
eksternal adalah proses yang memungkinkan pertukaran gas berlangsung antara O2
dan CO2 melalui membran kapiler alveolus dan darah yang berdifusi melalui kapiler.
Respirasi internal merupakan proses yang sama yaitu pertukaran O2 dan CO2 antara
kapiler-kapiler dan sel tubuh. Jadi, bernapas normal adalah usaha bernapas yang
hanya memerlukan 3% dari pemakain energi total. Usaha bernapas yang memerlukan
energi lebih tinggi terjadi pada saat olahraga, asma, menderita penyakit pada obstruksi
kronik, dll (Saturti, 2018)

B. Anatomi Pernapasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat
Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior.
Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat
fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura
oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura
oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura)
terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan
tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura) (Saturti, 2018).
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan
luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel
respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.
Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada
mukosa hidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh darah.
2. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan
lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong,
sel basal dan sel olfaktoris.
3. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang
tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris,
frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis.
4. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu
dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat
bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan
laringofaring Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan
orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak
memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin.
Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan
laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
5. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid.
Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik
mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi.
Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis
gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup
trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu
(lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut
rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara
terdapat jaringan elastis padat, otot suara (otot rangka). Vaskularisasi: A.V
Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
6. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh
jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa,
epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
7. Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki
primer bercabang menjadi bronki lobar, bronki segmental, bronki subsegmental.
Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang
rawan tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus
subsegmental hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral.
Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus: kolumnar bersilia
dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria: serat
retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.
8. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan,
tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan
ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara).
Lamina propria tidak mengandung sel goblet.
9. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan:
epitelkuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
10. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli
bermuara.
11. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli
disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus.
Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng (sel alveolar tipe I), sel alveolar besar
(sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng (tipe I) jumlahnya hanya 10%,
menempati 95% alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12%,
menempati 5% alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar,
bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin,
memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar.
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi.
Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa
(fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok
sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi
jumlah sel lainnya.
12. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang
melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung
banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n.
interkostal (Saturti, 2018).

C. Fisiologi Pernapasan
a. Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1. Tekanan pleura: tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan
pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang
merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar
tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,
pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan
kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif
(sekitar -7,5 cm H2O).
2. Tekanan alveolus: tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis
terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru, maka
tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan
tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm
H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di bawah tekanan
atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter
udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang
berlawanan.
3. Tekanan transpulmonal: perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada
permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang
cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut
tekanan daya lenting paru (Saturti, 2018).
b. Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan
Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat volunter
terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron motorik otot
pernafasan melalui jaras kortikospinal.
2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan
otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari
sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan
ventral jaras kortikospinal. Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi,
berkumpul pada neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta
neuron motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen
toracal medulla. Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu
terutama pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen
toracal medulla. Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila
neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun
refleks spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal
innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan utama.
Impuls melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan
menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal
balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada akson
N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi
keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil
elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang halus (smooth)
(Saturti, 2018).

c. Pengaturan aktivitas pernafasan


Adapun baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun
penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di medulla
oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan efek
inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan
berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan
aortikum serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi lain yang
peka terhadap perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut
membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan dengan
dasar pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan
pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada keadaan tertentu
(Saturti, 2018). Untuk berbagai rangsang yang memengaruhi pusat pernafasan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

d. Pengendalian kimiawi pernafasan


Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian
rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan tetap. Dampak
kelebihan H+ di dalam darah akan dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan apabila
terjadi penurunan mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan
semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara
metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus karotikum
dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah
arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah denervasi kemoreseptor karotikum,
respons terhadap penurunan PO2 akan hilang, efek utama hipoksia setelah
denervasi glomus karotikum adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan.
Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga
dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat menimbulkan
efek. Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit
dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih dari 30-35% (Saturti, 2018).
1. Kemoreseptor dalam batang otak menjadi perantara terjadinya hiperventilasi
pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan aortikum
didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut kemoreseptor medulla
oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik dorsal maupun
ventral, dan terletak pada permukaan ventral medulla oblongata.
2. Reseptor kimia tersebut memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga
cairan interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus membran,
termasuk sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3- lebih lambat
menembusnya. CO2 yang memasuki otak dan LCS segera dihidrasi. H2CO3
berdisosiasi, sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+ pada
cairan interstitiel otak setara dengan PCO2 darah arteri.
3. Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen
Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan
volume pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg,
perangsangan pada pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan
ventilasi yang kuat hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun
setiap penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan
peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum dan
aortikum. Pada individu normal, peningkatan pelepasan impuls tersebut
tidak menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum PO2 turun lebih rendah
dari 60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih lemah bila
dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang dan
hemoglobin kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit penurunan
konsentrasi H+ dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi H+ cenderung
menghambat pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan ventilasi
yang terjadi, akan menurunkan PCO2 alveoli, dan hal inipun cenderung
menghambat pernafasan. Dengan demikian, manifestasi efek
perangsangan hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang
hipoksia cukup kuat untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan
penurunan konsentrasi H+ dan PCO2 darah arteri.
4. Pengaruh H+ pada respons CO2
Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya
bersifat aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda
halnya dari CO2 dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2
dihilangkan apabila peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh
CO2 dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh CO2
pada konsentrasi H+ cairan spinal atau cairan interstitialotak.

e. Pengangkutan oksigen ke jaringan


Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung pada:
jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam paru
yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah untuk
mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan
vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di dalam darah
ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah dan
afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Saturti, 2018).

D. Tanda dan Gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tandagangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan ototnafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cupinghidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, posisitubuh menunjukan posisi 3 poin,
nafas dengan bibir, ekspirasimemanjang, peningkatan diameter anterior-
posterior, frekuensi nafaskurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan
gejala adanya polanafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan
oksigenasi. Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas
yaitutakikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas,
hipoksia,kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal
(pucat,kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika
bangun,abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (Herdman, 2018).
E. Patofisiologi & Patoflow
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Prosesventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan
ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapattersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
bendaasing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen
darialveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan
pertukarangas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada
transportasiseperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas
miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Bagaskara et al., 2018).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
h. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal (Arrizqi, 2021).

G. Penatalaksanaan
1. Latihan napas
Latihan napas merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveoli atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektaksis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan dapat mengurangi stress (Bagaskara et al., 2018).
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c. Atur posisi (duduk atau terlentang)
d. Anjurkan untuk mulai latihan dengan cara menarik napas terlebih dahulu
melalui hidung dengan mulut tertutup.
e. Kemudian anjurkan pasien untuk menahan napas sekitar 1-1,5 detik dan
disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir dengan bentuk mulut
seperti orang meniup.
f. Catat respon yang terjadi
g. Cuci tangan

2. Latihan batuk efektif


Latihan batuk efektif merupakan cara melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan jalan napas (laring,
trachea, dan bronkhiolus) dari sekret atau benda asing (Bagaskara et al., 2018).
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c. Atur posisi dengan duduk di tepi tempat tidur dan membungkuk ke depan
d. Anjurkan untuk menarik napas, secara pelan dan dalam, dengan
menggunakan pernapasan diafragma.
e. Setelah itu tahan napas selama ± 2 detik
f. Batukkan 2 kali dengan mulut terbuka
g. Tarik napas dengan ringan
h. Istirahat
i. Catat respons yang terjadi
j. Cuci tangan

3. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen ke dalam
paru-paru melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian
oksigen pada pasien dapat melalui tiga cara yaitu melalui kanula, nasal, dan
masker (Bagaskara et al., 2018). Pemberian oksigen tersebut bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
b. Nasal kateter, kanula, atau masker
c. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)

Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c. Cek flowmeter dan humidifier
d. Hidupkan tabung oksigen
e. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi
pasien.
f. Berikan oksigen melalui kanula atau masker
g. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga,
setelah itu berikan lubrikan dan masukkan.
h. Catat pemberian dan lakukan observasi.
i. Cuci tangan

4. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan melakukan postural drainage,
clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan untuk
meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas.
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Pot sputum berisi desinfektan
b. Kertas tisu
c. Dua balok tempat tidur (untuk postural drainage)
d. Satu bantal (untuk postural drainage)
Prosedur Kerja :
 Postural Drainage
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
c. Miringkan psien ke kiri (untuk membersihkan bagian paru-paru
kanan)
d. Miringkan pasien ke kanan (untuk membersihkan bagian paru-paru
kiri)
e. Miringkan pasien ke kiri dengan tubuh bagian belakang kanan
disokong satu bantal (untuk membersihkan bagian lobus tengah)
f. Lakukan postural drainage ± 10-15 menit
g. Observasi tanda vital selama prosedur
h. Setelah pelaksanaan postural drainage, dilakukan clapping, vibrating,
dan suction.
i. Lakukan hingga lendir bersih
j. Catat respon yang terjadi
k. Cuci tangan
 Clapping
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur posisi pasien sesuai dengan kodisinya
d. Lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat
menepuk punggung pasien secara bergantian hingga ada rangsangan
batuk.
e. Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk
menampung sputum pada pot sputum.
f. Lakukan hingga lendir bersih
g. Catat respon yang terjadi
h. Cuci tangan
 Vibrating
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur posisi pasien sesuai dengan kondisinya
d. Lakukan vibrating dengan menganjurkan pasien untuk menarik napas
dalam dan meminta pasien untuk mengularkan napas perlahan-lahan.
Untuk itu, letakkan kedua tangan di atas bagian samping depan dari
cekungan iga dan getarkan secara perlahan-lahan. Hal tersebut
dilakukan secara berkali-kali hingga pasien ingin batuk dan
mengeluarkan sputum.
e. Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk
menampung sputum di pot sputum.
f. Lakukan hingga lendir bersih
g. Catat respon yang terjadi
h. Cuci tangan

5. Pengisapan Lendir
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang tidak
mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan tersebut
dilakukan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan
oksigenasi.
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan desinfektan
b. Kateter pengisap lendir
c. Pinset steril
d. Dua kom berisi larutan akuades/NaCl 0,9% dan larutan desinfektan
e. Kasa steril
f. Kertas tisu

Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
c. Atur pasien dalam posisi terlentang dan kepala miring ke arah perawat
d. Gunakan sarung tangan
e. Hubungakan kateter penghisap dengan selang penghisap
f. Hidupkan mesin penghisap
g. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukan kateter pengisap ke dalam
kom berisi akuades atau NaCl 0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
h. Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap
i. Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5 detik
j. Bilas kateter dengan akuades atau NaCl 0,9%
k. Lakukan hingga lendir bersih
l. Catat respon yang terjadi
m. Cuci tangan.

H. Alat-Alat Oksigenasi Dan Fungsinya


1. Nasal kanula/Binasal kanula
Alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6 lt/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.
Cara pemasangan :
a. Terangkan prosedur pada klien
b. Atur posisi klien yang nyaman (semi fowler)
c. Atur peralatan oksigen dan humidiflier
d. Hubungkan kanula dengan selang oksigen ke humidiflier dengan aliran
oksigen yang rendah,beri pelicin (jelly) pada kedua ujung kanula.
e. Masukan ujung kanula ke lubang hidung
f. Fiksasi selang oksigen
g. Alirkan oksigen sesuai yang diingiinkan.

Fungsi :
a. Nasal Kanula adalah alat bantu pernafasan untuk menyalurkan oksigen dalam
bentuk selang
b. yang bening dan lentur

Keuntungan
a. Toleransi klien baik
b. Pemasangannya mudah
c. Klien bebas untuk makan dan minum
d. Harga lebih murah

Kerugian
a. Mudah terlepas
b. Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%
c. Suplai oksigen berkurang jika klien bernafas lewat mulut
d. Mengiritasi selaput lender, nyeuri sinus

2. Oxygen Mask/Simple Face Mask


Aliran oksigen melalui alat ini sekitar 5-8 lt/menit dengan konsentrasi 40-60%.
Cara pemasangan :
a. Terangkan prosedur pada klien
b. Atur posisi yang nyaman pada klien (semi fowler)
c. Hubungkan selang oksigen pada sungkup muka sederhana dengan
humidiflier.
d. Tepatkan sungkup muka sederhana, sehingga menutupi hidung dan mulut
klien
e. Lingkarkan karet sungkunp kepada kepala klien agar tidak lepas
f. Alirkan oksigen sesuai kebutuhan.

Fungsi:
a. Tidak berbeda dengan sungkup yang lain, hanya saja pada pemakaian
sungkup dengan reservoir non rebreathing ini dapat dicapai tekanan partial
oksigen pada inspirasi lebih tinggi yaitu 90 %. Digunakan aliran oksigen 10-
12 L/menit

Keuntungan
a. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari nasal kanula
b. System humidifikasi dapat ditingkatkan

Kerugian
a. Umumnya tidak nyaman bagi klien
b. Membuat rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi
c. Aktivitas makan dan berbicara terganggu
d. Dapat menyebabkan mual dan muntah, sehingga dapat menyebabkan aspirasi
e. Jika alirannya rendah dapat menyebabkan penumpukan karbondioksida

3. Nebulizer Mask
Cara pemakaian :
a. Persiapan Alat Nebulizer
b. Obat pentolin 1 ampul sesuai indikasi
c. Kapas alkohol untuk membersihkan masker nebulizer

Fungsi nebulizer :
a. Bermanfaat untuk mengatasi masalah dengan saluran pernapasan seperti
batuk, pilek atau asma.
b. Untuk mengeluarkan lender/dahak.
c. Pengobatan lewat alat ini lebih efektif dari obat-obatan minum, karena
langsung dihirup masuk ke paru-paru, sehingga dosis yang dibutuhkan lebih
kecil, otomatis juga lebih aman.

Prosedur pelaksanaan
Tahap pra interaksi:
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat

Tahap orientasi:
a. Memberi salam kepada pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan kesiapan pasien

Tahap kerja:
a. Jaga privacy klien
b. Mengatur posisi klien dalam posisi duduk
c. Dekatkan troly obat dan peralatan
d. Pastikan alat dalam kondisi baik
e. Bersihkan masker nebulizer dengan kapas alcohol
f. Masukkan obat pentolin sesuai dosis yang telah ditentukan dokter misalnya
1/3 ampul tiap 6 jam
g. Hubungkan nebulizer dengan kontak listrik
h. Hidupkan nebulizer dengan cara menekan tombol on
i. Pastikan uap keluar dari nebulizer
j. Pasangkan masker pada klien, jika klien berumur <1 tahun minta bantuan
pada orang tua untuk mempertahankan posisi masker. Sebaliknya pada anak
– anak ajarkan dan motivasi untuk memegang sendiri masker dan bernafas
melalui mulut dengan cara ambil nafas lambat, dalam dan kemudian
menahan nafas selama beberapa detik pada akhir mengambil nafas

4. Rebreathing Mask
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari pada sungkup muka
sederhana yaitu 60-80% degan aliran oksigen 8-12lt/menit.
Keuntungan :
a. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari pada sungkup muka sederhana
b. Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian :
a. Kantong oksigen bisa terlipat
b. Menyebabkan penumpukan oksigen jika aliran terlalu rendah

5. Non Rebreathing Mask


Memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada
kantong rebreathing
Keuntungan :
a. Konsentrasi oksigen hampir diperoleh 100% karena adanya katup satu arah
antara kantong dan sungkup, sehingga kantung mengandung konsentrasi
oksigen yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara ekspirasi.
b. Tidak mengeringkan selaput lender
Kerugian :
a. Kantung oksigen bisa terlipat
b. Beresiko untuk terjadi keracunan oksigen
c. Tidak nyaman bagi klien
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keluarga
Membuat riwayat keperawatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
pernapasan, sangat penting untuk mengenal tanda serta gejala umum gangguan
pernapasan, termasuk keluhan utama pada sistem pernapasan seperti batuk,
produksi sputum berlebih, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Sedangkan
keluhan secara umum meliputi gangguan pertukaran gas, malaise, nafsu makan
menurun BB menurun secara drastis, dan keringat malam.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan saat ini (RPS) untuk sistem pernapasan
seperti menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan,
dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan keluhan ini
terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha
mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah
usaha tersebut dan sebagainya.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat kesehatan dahulu diawali dengan perawat menanyakan
tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Misal : apakah klien
pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit
yang berat, dan sebagainya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan sistem pernapasan
merupakan hal yang penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu
dicari riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya
riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari generasi terdahulu. Adanya
riwat keluarga yang menderita yang menderita kencing manis, tekanan darah
tinggi juga akan mendukung/memperberat riwayat penderita.
5. Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan
Pengkajian pekerjaan dan kebiasaan, perawat menanyakan situasi tempat
bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial : menanyakan kebiasaan dan pola
hidup. Misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok :
menanyakan tentang kebiasaan merokok terkait sudah berapa lama, berapa batang
per hari dan jenis rokok.
6. Psikologis
Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan prilaku klien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal klien, kapasitas
fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososiospiritual yang seksama.
7. Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
Melakukan pemeriksaan dengan cara melihat keadaan umum sistem
pernapasan dan nilai adanya tanda-tanda abnormal seperti adanya tanda
sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, penilaian produksi sputum dan
lainya. Perawat juga perlu menginspeksi bentuk dada, kurva tulang belakang
dan gerakan pernapasan dan kesimetrisan dada.
2. Palpasi
c. Untuk melihat adanya kelainan pada dinding toraks. Kelaian yang
mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini antara lain nyeri tekan dan
adanya emfisema subkutis.
d. Menyatakan adanya tanda-tanda penyakit paru.
3. Perkusi
Menentukan dinding dada dan stuktur dibawahnya dalam gerakan,
menghasilkan vibrasi taktil dan dapat terdengar. Pemeriksa menggunakan
perkusi untuk menentukan apakah jaringan dibawahnya terisi oleh udara,
cairan, bahan padat atau tidak. Pemeriksa juga menggunakan perkusi untuk
memperkirakan ukuran dan letak stuktur tertentu di dalam toraks (contoh:
diafragma, jantung, hepar dan lain-lain).
4. Auskultasi
Untuk menentukan kondisi paru-paru, memeriksa mengauskultasi
bunyi napas normal, bunyi napas tambahan, dan bunyi suara.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Bersihan Jalan Napas (SDKI. D. 0149. Hal 18)
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obtruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi
neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan,
sekresi yang tertahan, hiperplasia, dinding jalan napas, proses infeksi, respon
alergi, efeksi agen farmakologis, merokok aktif atau pasif, terpajan polutam
Tanda dan gejala
Subyektif
a. Dipsnea
b. Sulit bicara
c. Ortopnea
Obyektif
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. Sputung berlebih
d. Mengi, wheezing, atau ronkhi kering
e. Mekonium dijalan napas
f. Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah
Kondisi Klinis Terkait: Gullian barre syndrome, sklerosis multipel,
myasthenia gravis, prosedur diagnostik, depresi sistem saraf pusat, cedera
kepala, struk, kuadriplegia, sindrom aspirasi mekonium, infeksi saluran napas.

2. Ketidakefektifan pola nafas (SDKI. D.0005. Hal 26)


Definisi: Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab: Depresi pusat penapasan, hambatan upaya napas, deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neoromuskular, gangguan neorologis,
penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,
sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi diafragma, cedera pada medula spinalis,
efek agen farmakologis, kecemasan
Tanda dan gejala:
Subyektif
a. Dispnea
b. Ortopnea
Obyektif
a. Penggunaan otot pernapasan
b. Pernapasan cuping hidung
c. Diameter thorak anterior-posterior meningkat
d. Ventilasi semenit menurut
e. Kapasita vital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait: depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thorak,
gullian barre syndrome, multiple skelosis, myasthenia gravis, stroke, kuadriplegia,
intoksikasi alkohol.

3. Gangguan pertukaran gas (SDKI. D.0003. Hal 22)


Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan elimanasi karbondioksida
pada membran alveolus kapiler
Penyebab: Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-
kapiler
Tanda dan Gejala
Subjektif
a. Dispnea
b. Pusing
c. Penglihatan kabur
Objektif
a. PCO2 meningkat atau menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. pH arteri meningkat atau menurun
e. Bunyi napas tambahan
f. Sianosis
g. Diaforesis
h. Gelisah
i. Napas cuping hidup
j. Pola napas abnormal
k. Warna kulit abnormal
l. Kesadaran menurun
Kondisi Klinis Terkait: penyakit PPOK, gagal jantung kongestif, asma,
pneumonia, TB paru, penyakit membran hialin, asfiksia, PPHN, prematur, infeksi
saluran napas,
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan &
No. Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (SIKI.
(SDKI. D. 0149. Hal keperawatan selama 3 x 24 I.01006. Hal 142)
18) jam diharapkan bersihan jalan a. Observasi
napas efektif dengan kriteria  Identifikasi
hasil : kemampuan batuk
a. Bersihan jalan napas  Monitor adanya
(SLKI. L. 01001. Hal 18) retensi sputum
 Batuk efektif  Monitor input dan
 Penurunan produksi output cairan
sputum b. Terapeutik
 Tidak terdengar suara  Atur posisi
mengi, wheezing, semifowler
ronkhi  Buang sekret pada
 Tidak ada dispnea atau tempat sputung
ortopnea c. Edukasi
 Mampu berbicara  Jelaskan tujuan dan
 Tidak ada sianosis prosedur batuk efektif
 Tidak gelisah  Anjurkan tarik napas
dalam
d. Kolaborasi
 Pemberian mukolitik
dan ekspetoran

Pemantauan respirasi (SIKI.


I.01014. Hal 247)

a. Obsevasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalam dan
upaya napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan
bantuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi suara
napas
 Monitor saturasi O2
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray
thorak

b. Terapeutik
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemamtauan

c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantau
 Informasikan hasil
pemantauan

Manajemen jalan napas (SIKI.


I.01011. Hal 186 )
a. Terapeutik
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Posisikan semi fowler
 Lakuka fisioterapi
dada
 Lakukan penghisapan
lendir
 Berikan oksigen
b. Observasi
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi napas
 Monitor sputung
c. Edukasi
 Ajarkan batuk efektif
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator
ekpetoran, , mukolitik

Penghisapan jalan napas


(SIKI. I.01020. Hal 299)
a. Observasi
 Identifikasi
kebutuhan dilakukan
penghisapan
 Auskultasi suara
napas sebelum dan
sesudah dilakukan
penghisapan
 Monitor status
oksigenisasi dan
hemodinamik
 Catat warna, jumlah
dan konsistensi sekret
b. Terapeutik
 Gunakan teknik
aseptik
 Gunakan teknik
penghisapan tertutup
 Pilih ukuran kateter
suction
 Lakukan penghisapan
mulut, nasofaring,
trakea dan ETT
 Berikan O2 dengan
konsentrasi 100%
 Lakukan penghisapan
lebih dari 15 detik
c. Edukasi
 Anjurkan teknik
napas dalam sebelum
melakukan
penghisapan
 Anjurkan bernapas
dalam dan pelan
selama insersi kateter
suction

Terapi Oksigen (SIKI.


I.01026. Hal 430)
a. Observasi
 Monitor kecepatan
aliran O2
 Monitor alat terapi
O2
 Monitor efektifitas
terapi O2
 Monitor tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda
toksikasi O2
 Monitor integritas
mukosa hidung
b. Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut dan trakea
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Persiapkan dan atur
peralatan pemberian
O2
 Memberikan O2
tambahan
c. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
penggunaan oksigen
dirumah
d. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis O2
 Kolaborasi
penggunaan O2 saat
aktivitas dan tidur.
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (SIKI.
pola napas (SDKI. keperawatan selam 3 x 24 jam I.01006. Hal 142)
D.0005. Hal 26) diharapkan pola napas efektif a. Observasi
dengan kriteria hasil :  Identifikasi
kemampuan batuk
a. Pola napas (SLKI.  Monitor adanya
L.01004. Hal 95) retensi sputum
 Peningkatan kapasitas  Monitor input dan
vital output cairan
 Tekanan inspirasi dan b. Terapeutik
ekspirasi normal  Atur posisi
 Tidak ada dispnea semifowler
 Tidak ada  Buang sekret pada
penggunaan otot tempat sputung
bantu napas c. Edukasi
 Tidak ada  Jelaskan tujuan dan
pemanjangan fase prosedur batuk efektif
ekspirasi  Anjurkan tarik napas
 Tidak ada ortopnea dalam
 Tidak ada pernapasan d. Kolaborasi
cuping hidung  Pemberian mukolitik
 Frekuensi napas 16- dan ekspetoran
24 kali/menit
 Kedalam napas Pemantauan respirasi (SIKI.
normal I.01014. Hal 247)

a. Obsevasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalam dan
upaya napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan
bantuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi suara
napas
 Monitor saturasi O2
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray
thorak

b. Terapeutik
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemamtauan

c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantau
 Informasikan hasil
pemantauan

Manajemen jalan napas (SIKI.


I.01011. Hal 186 )
a. Terapeutik
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Posisikan semi fowler
 Lakuka fisioterapi
dada
 Lakukan penghisapan
lendir
 Berikan oksigen
b. Observasi
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi napas
 Monitor sputung
c. Edukasi
 Ajarkan batuk efektif
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator
ekpetoran, , mukolitik

Penghisapan jalan napas


(SIKI. I.01020. Hal 299)
d. Observasi
 Identifikasi
kebutuhan dilakukan
penghisapan
 Auskultasi suara
napas sebelum dan
sesudah dilakukan
penghisapan
 Monitor status
oksigenisasi dan
hemodinamik
 Catat warna, jumlah
dan konsistensi sekret
e. Terapeutik
 Gunakan teknik
aseptik
 Gunakan teknik
penghisapan tertutup
 Pilih ukuran kateter
suction
 Lakukan penghisapan
mulut, nasofaring,
trakea dan ETT
 Berikan O2 dengan
konsentrasi 100%
 Lakukan penghisapan
lebih dari 15 detik
f. Edukasi
 Anjurkan teknik
napas dalam sebelum
melakukan
penghisapan
 Anjurkan bernapas
dalam dan pelan
selama insersi kateter
suction

Terapi Oksigen (SIKI.


I.01026. Hal 430)
a. Observasi
 Monitor kecepatan
aliran O2
 Monitor alat terapi
O2
 Monitor efektifitas
terapi O2
 Monitor tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda
toksikasi O2
 Monitor integritas
mukosa hidung
b. Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut dan trakea
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Persiapkan dan atur
peralatan pemberian
O2
 Memberikan O2
tambahan
c. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
penggunaan oksigen
dirumah
d. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis O2
 Kolaborasi
penggunaan O2 saat
aktivitas dan tidur.
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (SIKI.
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 I.01014. Hal 247)
(SDKI. D.0003. Hal jam diharapkan gangguan
22) pertukaran gas dapat teratasi a. Obsevasi
dengan kriteria hasil:  Monitor frekuensi,
irama, kedalam dan
a. Pertukaran gas (SLKI. upaya napas
L.01003. Hal 94)  Monitor pola napas
 Tingkat kesadaran  Monitor kemampuan
meningkat bantuk efektif
 Tidak ada dispnea  Monitor adanya
 Tidak ada bunyi produksi sputum
napas tambahan  Monitor adanya
 Tidak ada pusing sumbatan jalan napas
 Tidak ada penglihatan  Palpasi kesimetrisan
kabur ekspansi paru
 Tidak ada diaforesis  Auskultasi suara
 Tidak ada gelisah napas
 Tidak ada napas  Monitor saturasi O2
cuping hidung  Monitor nilai AGD
 PCO2 normal 35 – 45  Monitor hasil X-ray
mmHg thorak
 HCO3 normal 22-26
mEq/L b. Terapeutik
 PO2 normal 80 – 100  Atur interval
mmHg pemantauan respirasi
 Tidak ada takikardia sesuai kondisi pasien
 pH arteri normal 7.35  Dokumentasikan
– 7.45 hasil pemamtauan
 Saturasi O2 > 95%
 BE -2 s/d +2 c. Edukasi

 Tidak ada sianosis  Jelaskan tujuan dan

 Pola napas normal prosedur pemantau

 Warna kulit normal Informasikan hasil


pemantauan

Terapi Oksigen (SIKI.


I.01026. Hal 430)
a. Observasi
 Monitor kecepatan
aliran O2
 Monitor alat terapi
O2
 Monitor efektifitas
terapi O2
 Monitor tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda
toksikasi O2
 Monitor integritas
mukosa hidung
b. Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut dan trakea
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Persiapkan dan atur
peralatan pemberian
O2
 Memberikan O2
tambahan
c. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
penggunaan oksigen
dirumah
d. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis O2
 Kolaborasi
penggunaan O2 saat
aktivitas dan tidur.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dengan melihat tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan, secara umum
tujuan tercapai apabila klien
a. Mampu bernapas dengan normal
b. Menyatakan tidak merasakan sesak
c. Tidak ada perasaan gelisah
d. Mampu berbicara dengan baik
e. Tanda-tanda vital normal
f. Mampu melakukan aktivitas dengan normal
DAFTAR PUSTAKA

Arrizqi, S. N. 2021. Laporan Pendahuluan Dengan Gangguan Oksigenasi Di Ruang Kenanga


RSUD HJ. Anna Lasmanah Banjarnegara. Poltekes Kemenkes Semarang.
Bagaskara, F., Utami, Nur, A., Christina, Ayu, G., Ramadhanty, N., & Syam, H. 2018.
Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Di
Ruang Mawar RSUD Ambarawa. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Semarang.
Herdman, T. H. 2018. NANDA Internasional nursing diagnoses : definitions and
classification 2018-2020. EGC.
Saturti, T. I. 2018. Sistem Pernapasan. Universitas Udayana.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Defnisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defnisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai