Anda di halaman 1dari 7

1.

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DOKTER MUSLIM


1.1 Definisi

Dokter muslim adalah dokter yang beragama Islam, menguasaiilmu kedokteran dan dalam
melaksanakan tugas profesi serta kehidupannya sejalan denganatau berdasarkan syariat Islam.

1.2 Ciri-Ciri Dokter Muslim

Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai kalangan. Ilmu
kedokteran dapat dikatakan islami dengan Sembilan karakteristik, yaitu :

1. Dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan Al-Quran
2. Tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur haram
3. Dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah
tidak ada alternatif lain
4. Pengobatannya tidak berbau tahayul, khurafat atau bid’ah
5. Hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai di bidang medis
6. Dokter memiliki sifat-sifat terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, takabur, senang
merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya
7. Harus berpenampilan rapih dan bersih
8. Lembaga-lembaga pelayanan kesehatan musti bersifat simpatik
9. Menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambang-lambang non-Islamis
10. Percaya akan adanya kematian yang tidak terelakan seperti banyak ditegaskan dalam
Al-Quran dan hadits Nabi
11. Menghormati pasien, diantaranya, berbicara dengan baik kepada pasien tidak
membocorkan rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan seksual
12. Pasrah kepada Allah sebagai zat penyembuh
13. Beriman dan Bertaqwa
14. Penyayang, Penghibur, Murah Senyum
15. Sabar, Rendah Hati, Toleran
16. Tenang sekalipun dalam keadaan kritis
17. Peduli terhadap Pasien
18. Memandang semua pasien sama
19. Pemberi Nasehat

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KODE ETIK KEDOKTERAN


2.1 Definisi

Kode Etik Kedokteran Indonesia adalah sebuah standar perilaku seorang dokter dalam
melaksanakan profesinya. Kode Etik Kedokteran Indonesia merupakan pedoman bagi dokter
Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI
no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran
Indonesia.

2.2 Hubungan Kode Etik Dengan Hukum


Persamaan etik dengan hukum adalah :

1. Sama-sama alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat


2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak merugikan orang lain
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior

Perbedaan etik dengan hukum adalah :


1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan
pemerintah
3. Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara rinci dalam kitab UU dan
berita Negara
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan, pelanggaran hukum berupa
tuntutan
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh (MKDKI) yang dibentuk konsil kedokteran
Indonesia (MKEK) yang dibentuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pelanggaran hukum
diselesaikan oleh pengadilan
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik Penyelesaian
pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

2.3 Kaidah Dasar Bioetik Kedokteran

Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam kedokteran
yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang berfungsi
sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4
kaidah dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar
moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang memuat nilai-nilai dasar etika
merupakan landasan etika profesi luhur kedokteran.

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:


1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination)
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau
“above all do no harm”,
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).
5. Perbandingan antara etika kedokteran tradisional dengan bioetika kedokteran

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SURAT KETERANGAN YANG


DIKELUARKAN DOKTER
3.1 Definisi

Surat Keterangan Dokter adalah surat atau tulisan dalam sebuah kertas yang dibuat oleh
Dokter yang isinya menerangkan mengenai kondisi atau keadaan kesehatan dan/atau penyakit
seorang pasien atau seseorang yang meminta surat dimaksud dan dapat dibuktikan
kebenarannya.

3.2 Jenis-Jenis

1. Surat keterangan sehat (untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM,


mengajukan klaim asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain.
2. Surat keterangan sakit/istirahat sakit
3. Surat keterangan lahiran
4. Surat keterangan kematian
5. Surat keterangan kematian untuk asuransi
6. Surat keterangan cacat
7. Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan forensic (visum et
repertum) mengenai pembuatan visum et repertum dibahas dalam bab tersendiri
8. Laporan mengenai penyakit menular

3.3 Sanksi atas Pelanggaran Terhadap Surat Keterangan yang Dikeluarkan Dokter

Para dokter dalam memberikan berbagai jenis surat-surat keterangan seperti tersebut di atas,
hendaknya berdasarkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibuktikan kebenarannya.
Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan,selain tidak etis merupakan pelanggaran
terhadap Pasal 267 KUHP sebagai berikut.

1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada
atal tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan hukuman penjara paling
lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang dalam rumah
sakit gila atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman penjara paling lama
delapan tahun enam bulan.
3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikansurat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Selanjutnya dalam

Pasal 179 KUHAP tercantum sebagai berikut.


 Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kead'ilan.
 Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga. bagi mereka yang
memberikan'keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenarbenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROFESIONALISME DOKTER


4.1 Dokter dengan Pasien

Hubungan dokter-pasien (HDP) merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan juga etika
kedokteran. Seperti disebutkan dalam Deklarasi Jenewa, dokter menyatakan: ”Kesehatan
pasien akan selalu menjadi pertimbangan pertama saya” dan Kode Etik Kedokteran
Internasional menyebutkan: ”Dokter harus memberikan kepada pasiennya loyalitas penuh
dan seluruh pengetahuan yang dimilikinya”. Interpretasi hubungan dokterpasien secara
tradisional adalah seperti hubungan paternal dimana dokter membuat keputusan dan pasien
hanya bisa menerima saja. Namun saat ini hal itu tidak lagi dapat diterima baik secara etik
maupun hukum. Karena banyak pasien tidak bisa atau tidak bersedia membuat keputusan
perawatan kesehatan untuk mereka sendiri maka 14 otonomi pasien kadang sangat
problematik. Secara yuridis HDP dimasukkan kedalam golongan kontrak.

Suatu kontrak adalah pertemuan pikiran (meeting of minds) dari dua orang mengenai satu hal
(solis). Dokter mengikat dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan sedang pasien
menerima pelayanan tersebut. Dengan demikian terjadi suatu perikatan yang disebut transaksi
(kontrak) terapeutik yang mempunyai dua ciri yaitu: Adanya suatu persetujuan (consensual,
agreement) atas dasar saling menyetujui dari pihak dokter dan pasien tentang pemberian
pelayanan pengobatan. hubungan dokter dengan pasien diatur dalam :

Pasal 53

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :


1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pasal 51

Undang-Undang Praktik Kedokteran, yang telah menentukan secara normatif tentang


serangkaian kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melakukan pelayanan kesehatan yang
harus dilaksanakannya kepada pasien:

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan.
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.

Kewajiban dokter terhadap pasien diatur dalam kode etik kedokteran yaitu:
Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

4.2 Dokter dengan Dokter (Teman Sejawat)

Diatur dalam :

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

4.3 Sanksi atas Pelanggaran Seorang Dokter

Bentuk-bentuk Sanksi Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya,
sehingga terhadap pelakunya hanya diberikan tuntutan oleh MKEK. Secara maksimal
mungkin MKEK memberikan usul kepada Kanwil DEPKES Propinsi atau DEPKES untuk
memberikan tindakan administrative, sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkinan
pengulangan kesalahan yang sama dikemudian hari atau terhadap makin besarmya intensitas
pelanggaran tersebut. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etik kedokteran tergantung
pada berat ringannya pelanggaran etik tersebut. Yang terbaik adalah upaya pencegahan
pelanggaran etik yaitu dengan cara terus menerus memberikan penyuluhan kepada anggota
IDI maupun PDGI, tentang etika kedokteran dan hokum keschatan. Namun jika terjadi
pelanggaran, maka sanksi yang diberikan hendaknya bersifat mendidik, schingga pelanggaran
yang sama tidak terjadi lagi di masa depan dan sanksi tersebut menjadi pelajaran bagi dokter
lain. Bentuk sanksi pelanggaran etik dapat berupa:
1. Teguran atau tuntutan secara lisan dan tulisan
2. Penundaan kenaikan gaji atau pangkat
3. Penurunan gaji atau pangkat setingkat lebih rendah
4. Dicabut izin praktek dokter untuk sementara atau selama-lamanya
5. Pada kasus pelanggarancetikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaian
yang berlaku dan diproses ke pengadilan.

Pasal 69 ayat 3 Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dapat berupa :


pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin
praktik, dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 75 (ketentuan pidana)

1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana 17
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai

  • Kejang
    Kejang
    Dokumen3 halaman
    Kejang
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Epilepsi Kasus
    Epilepsi Kasus
    Dokumen6 halaman
    Epilepsi Kasus
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Skoring TB
    Skoring TB
    Dokumen1 halaman
    Skoring TB
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • S1L3
    S1L3
    Dokumen21 halaman
    S1L3
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • TM SK2 Kedkel
    TM SK2 Kedkel
    Dokumen15 halaman
    TM SK2 Kedkel
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • TM SK1 Kedkel
    TM SK1 Kedkel
    Dokumen17 halaman
    TM SK1 Kedkel
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Skenario 4 Repro
    Skenario 4 Repro
    Dokumen4 halaman
    Skenario 4 Repro
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Pembiayaan Kesehatan
    Pembiayaan Kesehatan
    Dokumen3 halaman
    Pembiayaan Kesehatan
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • SK 3
    SK 3
    Dokumen26 halaman
    SK 3
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • SK 4
    SK 4
    Dokumen14 halaman
    SK 4
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    Dokumen3 halaman
    Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Sesak
    Anamnesis Sesak
    Dokumen4 halaman
    Anamnesis Sesak
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anam Tiroid New
    Anam Tiroid New
    Dokumen4 halaman
    Anam Tiroid New
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Gizi
    Anamnesis Gizi
    Dokumen2 halaman
    Anamnesis Gizi
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Endokrin
    Anamnesis Endokrin
    Dokumen2 halaman
    Anamnesis Endokrin
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Tabel Vitamin Dan Mineral
    Tabel Vitamin Dan Mineral
    Dokumen5 halaman
    Tabel Vitamin Dan Mineral
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • L3S2 Respi
    L3S2 Respi
    Dokumen44 halaman
    L3S2 Respi
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • S4L4 Kardio
    S4L4 Kardio
    Dokumen14 halaman
    S4L4 Kardio
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat