Anda di halaman 1dari 24

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal


1.1 Makro (vasku, saraf)

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada retroperitoneal (antara
dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal
terhadap tulang belakang setinggi T12 samapi L3. Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan
terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa sekitar 150
g (2 ons) dan dimensi rata- rata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau seukuran
sabun besar. Permukaan lateral berbentuk cembung. Permukaan medial berbentuk cekung
dan memiliki celah vertikal yang disebut hilus renal yang mengarah ke ruang internal di
dalam ginjal yang disebut sinus ginjal.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


a. Korteks (luar), yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.

b. Medulla (dalam), yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal/ bagian korteks
yang masuk yang masuk kedalam medulla yaitu Columna Renalis BERTINI.

d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks.

e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.

g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.


i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.

j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang mengelilinginya:

1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat fibrosa padat yang
menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur sekitarnya.
2. Perirenal fat capsule/capsula adiposa, merupakan massa lemak yang mengelilingi
ginjal dan bantalannya terhadap pukulan.
3. Fibrous capsule/capsule renalis, merupakan kapsul transparan yang mencegah infeksi
di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal (Marieb & Hoehn, 2015).

1.2 Mikro

Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai
jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain
tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan
ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks
dan medula ginjal adalah :

Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu


a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan
glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus
distal.
Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu
pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius
(duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

1. Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran
keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler
(glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda.
Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam
disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus . Ruang
diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari
ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.

Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang
lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus
merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars
viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung
cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini
dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus
proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan
bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut
kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-
cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler.
Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang
merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop
elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang
selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

2. Apartus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi
sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah.
Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen
(suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I
ini akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme(ACE)
(dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak
ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi
natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus
distal dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat
bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium,
klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu
menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.
Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa,
yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan
dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada
bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium
dalam cairan di tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan
menyebabkan menurunnya produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya
konsentrasi ion natrium di dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi
ion natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa
(berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel juksta
glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-
sama membentuk aparatus juksta-glomerular.
Di antara aparatus juksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus
terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel mesangial
ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih
belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik
tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa akan memberi
sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial
ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel
yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon eritropoetin, yaitu suatu
hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.
3. Tubulus Ginjal (Nefron)
 Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran
yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan
biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili
(kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush
border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85
persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino
dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

 Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle
mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya
terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas
terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi
ansa henle adalah untuk memekatkan atau mengencerkan urin.
 Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal.
Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna
basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras
sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam

pemekatan urin.

 Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus
kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih
pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke
tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang
bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke
permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah
tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke
pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik
(ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang
menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid
ginjal yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan
medula yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang
disebut prosessus Fereni.

 Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus
dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap
glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah
(slit membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel
ini telah mengalami perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini
mempunyai beberapa juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion
dengan cara seperti tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa
prosessus sekunder yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling
berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah
filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu
membran tipis disebut membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini
terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh melewati
lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar tidak keluar dari
tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang
sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi
tubuh. Molekul-molekul ini selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih).
Proses filtrasi ini tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


2.1 Pembentukan Urin

Proses pembentukan urine pada manusia dibagi menjadi tiga tahapan yaitu filtrasi, reabsorpsi,
dan augmentasi.

1. Filtrasi

Filtrasi terjadi saat tekanan darah mendorong cairan dari darah ke dalam glomerulus dan
kedalam kapsula bowman. Kapiler yang berpori-pori dan sel-sel kapsula yang terspesialisasi
bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut yang kecil, namun tidak terhadap darah
dan molekul besar seperti protein plasma. Dengan demikian, filtrat dalam kapsula bowman
mangandung garam, glukosa, asam amino, vitamin, zat buangan bernitrogen serta molekul-
molekul kecil lainnya. Cairan hasil filtrasi dalam kapsula bowman dinamakan urine primer.
glomerulus pada ginjal berfungsi untuk proses filtrasi urine yang nantinya dihasilkan urine
primer.

2. Reabsorpsi

Merupakan proses penyerapan kembali zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh. Proses
reabsorpsi dipengaruhi oleh hormon ADH (antidiuretic Hormone). ADH adalah homon yang
dihasilkan oleh hipofisis posterior pada saat tubuh kekurangan air. Hal ini menyebabkan
reabsorpsi air bertambah besar dan urine menjadi kental urine yang terbentuk didsebut urine
sekunder. Mekanisme reabsorpsi ini melewati beberapa bagian pada ginjal yaitu Tubulus
proksimal, dibagian ini terjadi penyerapan kembali ion, air, dan nutrien-nutrien yang masih
diperlukan tubuh. Selain itu proses filtrasi di dalam tubulus proksimal membantu
mempertahankan pH yang relatif konstan dalam cairan tubuh.

Reabsorpsi berlanjut saat filtrat bergerak kedalam saluran menurun lengkung henle. Pada
bagian ini banyak sel yang terbentuk oleh protein akuaporin sehingga membuat epithelium
trasnport bersifat permeabel bebas terhadap air. Sebaliknya, hampir tidak ada saluran untuk
garam-garam dan molekul molekul kecil yang lain, sehingga menyebabkan permeabelitas
sangat rendah. Akibatnya pada sepanjang saluran ini fitrat banyak kehilangan air yang
menyebabkan sifat filtrat mengalami peningkatan konsentrasi. Saluran menaik lengkung
henle, tidak seperti pada saluran menurun, saluran naik memiliki ephitelium trasnport yang
memiliki saluran ion, namun bukan saluran air, sehingga membran ini tidak permeabel
terhadap air. Sebagai akibat dari kehilangan garam namun tidak kehilangan air, filtrat
menjadi semakin encer saat bergerak naik ke korteks dalam saluran menaik dari lengkung
henle. Tubulus distal, seperti tubulus proksimal, tubulus distal berkontribusi terhadap regulasi
+
pH dengan mengontrol H dan reabsorpsi HCNO3.

3. Augmentasi

Pada tahap ini urine sekunder dari tubulus distal akan turun menuju tubulus kolektivus. Pada
+ -
tahap ini masih terjadi penyerapan ion Na , Cl , dan urea sehingga terbentuk urine yang
sesungguhnya. Proses pembentukan urine dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut. Dimana
dijelaskan bahwa pembentukan urine dimulai dari bagian glomerulus dan berkahir pada
bagian tubulus distal selanjutnya urine yang dihasilkan disimpan di tubulus kolektivus.
2.2 Sistem renin, Angiotensin dan Aldosterone

Stimulasi awal system renin angiotensin aldosterone :


 Penurunan perfusi arteri renalis akibat penurunan CO
 Penurunan garam ke macula densa sehingga merubah hemodinamik ginjal
 Stimulasi sel juxtaglomerular reseptor β , akibat aktivasi system simpatis (adrenergic)

Renin (dihasilkan ginjal) akan merubah angiotensinogen menjadi Angiotensin I. selanjutnya


Angiotensin Converting Enzyme (ACE dihasilkan paru) akan mengubah Angiotensin I
menjadi II (poten vasokontriktor).

Angiotensin II akan meningkatkan volume intravaskuler, melalui :


 Pada hipotalamus akan menstimulasi rasa haus
 Pada korteks adrenal, meningkatkan sekresi aldosterone
Aldosterone : mereabsorpsi natrium dari tubulus distal ke sirkulasi  meningkatkan volume
intravaskuler.
Peningkatan volume intravaskuler  peningkatan EDV (preload) peningkatan CO (melalui
mekanisme Frank Starling).

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut
bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu
angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup
untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin
menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan
angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall, 1997).
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan
yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8.
Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir
melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim
pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting
Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-
efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya
selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai
enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase (Guyton dan
Hall, 1997).
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama
yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul
dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada
vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan
meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan
kenaikan tekanan (Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja
pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah
dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam),
enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut
angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi
sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola,
menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II
merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut
akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah
peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004).

3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut


3.1 Definisi

Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non-inflamasi pada glomerulus yang


menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi glomerulus.
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi
pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses imunologi.
Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronik. Glomerulonefritis merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun
dewasa.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu inflamasi di glomerulus yang merupakan


reaksi antigen antibodi terhadap infeksi bakteri atau virus tertentu. Infeksi yang paling sering
terjadi adalah setelah infeksi bakteri streptococcus beta hemolitikus grup A tipe nefritogenik
(Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus; GNAPS).

Gejala klinis GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.
Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok
dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah
infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik. Gejala klinik lain adalah edema yang bisa berupa wajah sembab, edem pretibial
atau berupa gambaran sindroma nefrotik seperti edema yang disertai proteinuria masif,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Hipertensi dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik
hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan, sedang, bahkan berat. Pada keadaan
hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau mengganggu fungsi organ vital dapat
timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut krisis hipertensi.

3.2 Etiologi

Penyebab GNA adalah bakteri, virus dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak
penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus β hemolyticus, sehingga seringkali
di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptococcus.
Glomerulonefritis akut paska streptococcus menyerang anak umur 5-15 tahun, anak laki-laki
berpeluang menderita 2x lebih sering dibanding anak perempuan, timbul setelah 9-11 hari
awitan infeksi streptococcus. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptococcus
ekstra renal, terutama infeksi di tractus respiratorium bagian atas dan kulit oleh bakteri
Streptococcus golongan A tipe 4, 12, 25 dan 49. Hubungan GNA dengan infeksi
streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein tahun 1907 dengan alasan :
 Timbul GNA setelah infeksi Skarlatina
 Diisolasinya bakteri streptococcus β hemolicus
 Meningkatnya titer streptolysin pada serum darah
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptococcusus, penyebab lain diantaranya :

- Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi, dll.
- Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika.
- Parasit: Malaria dan toksoplasma.

3.3 Epidemiologi

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Insidensinya meningkat pada
kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari
tempat pelayanan kesehatan. Rasio terjadinya glomerulonefritis sesudah infeksi pada pria
disbanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia, namun seringnya
terjadi pada anak-anak, terutama usia 2-6 tahun. GNAPS jarang terjadi pada anak kurang dari
2 tahun dan lebih dari 20 tahun. Glomerulonefritis akut dapat menjadi penyakit epidemik,
terutama disebabkan Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe nefritogenik.

World Health Organization(WHO)mempekirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap


tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahun. Di Indonesia pengamatan
mengenai GNA pada anak dilakukan oleh sebelas universitas di Indonesia tahun 1997-2002.
Hasilnya menunjukkan lebih dari 80% dari 509 anak dengan GNA mengalami efusi pleura,
kardiomegali serta efusi perikardial, dan 9,2% mengalami ensefalopati hipertensi. Selama 5
tahun sejak 1998-2002, didapatkan 45 pasien GNA (0,4%) yaitu diantara 10.709 pasien yang
berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Empat puluh lima pasien ini terdiri dari
26 anak laki–laki dan 19 anak perempuan yang berumur antara 4-14 tahun, dan yang paling
sering adalah 6–11 tahun. Angka kejadian ini relatif rendah, tetapi menyebabkan morbiditas
yang bermakna. Dari seluruh kasus, 95% diperkirakan akan sembuh sempurna, 2%
meninggal selama fase akut dari penyakit, dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis. GNAPS
umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
GNAPS merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka
morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.

3.4 Klasifikasi

1. Glomerulonefritis kongenital atau herediter


a. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulopati progresif
familial yang sering disertai tuli syaraf dan kelainan mata
b. Sindrom nefrotik kongenital
Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir, dengan
gejala seperti proteinuria massif, sembab dan hipoalbunemia
Klasifikasi sindrom nefritik kongenital
- Idiopatik : sindrom nefritik kongenital tipe Finlandia, sclerosis mesangan difus
- Sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- Sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis primer

Glomerulonefritis Primer Non-Proliferatif


a. Glomerulonefritis lesi minimal (GNLM)
Salah satu bentuk yang sering dikaitkan dengan sindrom nefrotik dan disebut pula
sebagai nefrosis lupoid. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan
gambaran glomerulus yang normal. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskop
electron menunjukkan fusi atau hilangnya foot processes sel epitel visceral
glomerulus.
b. Glomerulosklerosis fokal dan segmental (GSFS)
Secara klinis memberikan gambaran sindrom nefrotik dengan gejala proteinuria
masif, hipertensi, hematuria, dan sering disertai gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan sclerosis glomerulus yang
mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerulus terjadi pada
segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami kolaps. Kelainan ini disebut
hialinosis (hialin/protein fibrillar disimpan di dinding pembuluh darah dan
jaringan ikat dalam bentuk massa yg tembus cahaya) yang terdiri dari IgM dan
komplemen C3. Glomerulus yang lain dapat normal atau membesar dan pada
Sebagian kasus ditemukan penambahan sel.
c. Glomerulonefritis Membranosa (GNMN)
GNMN atau nefropati membranosa sering merupakan penyebab sindrom nefrotik.
Sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) sedangkan yang
lain dikaitkan dengan LES, infeksi hepatitis virus B atau C, tumor ganas atau
akibat obat misalnya preparate emas, penisilinamin, obat anti inflamasi non-
steroid. Pemeriksaan mikroskop cahaya tidak menunjukkan kelainan berarti dan
pemeriksaan Mikroskop IF mennjukkan deposit IgG dan komplemen C3
berbentuk granular pada dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan khusus
tampak konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada
pemeriksaan mikroskop cahaya, Mikroskop IF dan mikroskop electron sangat
tergantung pada stadium penyakitnya.

Glomerulonefritis Proloferatif
a. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP dibagi menjadi primer yang penyebabnya tidak diketahui atau idiopatik
dan sekunder akibat infeksi kronik, krioglobulinemia, dan penyakit autoimun
sistemik. GNMP atau GN mesangio-kapiler dapat bermanifestasi klinis SN atau
sindrom nefritik akut. Pada pemeriksaan serologi ditemukan kadar komplemen
rendah atau hipokomplemenemia
b. Nefropati IgA
Biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sinroma nefritik,
hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus
dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA
asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau
infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Nefropati IgM

3. Derajat penyakit :
- Glomerulonefritis akut (GNA)
Suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Mayoritas
bakteri penyebabnya adalah Streptococcus.
- Glomerulonefritis kronik (GNK)
Adanya hematuria dan proteinuria yang menetap akibat dari terjadinya eksaserbasi
berulang dari glomerulonefritis akut.

3.5 Patofisiologi

Peredaran kompleks antigen antibodi yang terbentuk selama infeksi terperangkap di membran
basalis glomerulus  reaksi inflamasi pada glomerulus yang melibatkan aktivasi dan
deposisi sitokin inflamasi komplemen C3, oksidan dan protease merusak sel podosit  sel di
area glomerulus membengkak  proses filtrasi di urin bermasalah atau tidak sempurna
(protein dan darah keluar Bersama urin)

3.6 Manifestasi klinis

Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.
Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuria mikroskopik yang disertai Riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.

1. Periode laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus
dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu
umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu
didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila
periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus
sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema
palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di
daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom
nefrotik.

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan
lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena
adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang
dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru
diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan
interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria
mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di
Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria
mikroskopik berkisar 84-100%.
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama
dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam
waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria
walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa
menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir
ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati
hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus
dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu
diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan
normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu
hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran
menurun dan kejang- kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati
hipertensi berkisar 4-50%.

5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir
minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan
glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada
20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau
miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada
hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.
7. Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat
hematuria makroskopik yang berlangsung lama.

3.7 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding (gambaran PA)

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: Gejala-gejala klinik :
- Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-
gejala khas GNAPS.
- Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & pr Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk
streptokokus ß hemolitikus grup Aoteinuria.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.
- Anamnesis
Hal pertama yang harus di tanyakan adalah identitas pasien, Riwayat penyakit secara umum,
khususnya pernah mengalami infeksi bakteri, terutama streptococcus, Riwayat Kesehatan
keluarga, riwayat sosial dan ekonomi, pernah mengkonsumsi OAINS, preparat emas, heroin,
ataupun imunosupresif dan apakah terdapat edema tungkai atau pun kelopak mata.

- Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan SNA, pemeriksaan fisik dan tekanan darah kadang dalam batas normal;
tetapi kebanyakan pada pemeriksaan ditemukan adanya edema, hipertensi, dan oliguria.
 Edema sering pada daerah muka, terutama daerah periorbital
 Hipertensi sering ditemukan pada 80% kasus SNA
 Hematuria, baik pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik
 Skin rash
 Kelainan neurologis ditemukan pada kasus hipertensi malignant atau hipertensi
encepalopaty.
 Artritis
 Tanda-tanda lain : Faringitis, Impetigo, ISPA, Murmur (menunjukan adanya
endokarditis), Nyeri perut, Kenaikan berat badan, Purpura palpebra pada pasien
dengan Henoch Schoenlein purpura

Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalisis

Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros),
proteinuria. Adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit
(+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat
hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100 mg/dL).3 Bila ditemukan proteinuri masif (>
2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin
ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.3 Ini menunjukkan prognosa yang kurang
baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit,
kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin
juga ditemukan leukosit.

2. Darah

 Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.

 Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.

 Analisa gas darah : adanya asidosis.

 Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.

 Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit) adanya anemia.

3. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus.

4. Pemeriksaan serologis: antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase.

5. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun.

6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung.

7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung

Diagnosis Banding

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :


1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan pemnyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama seperti
gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. Lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut

3.8 Tatalaksana

Non Farmakologi

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikkan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi. Penderita sesudah 3-4 minggu
dari minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
2. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak di berikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
3. Diet jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada
penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang
dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-
25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal
(10 ml/kgbb/hari).

Farmakologi

1. Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritonium hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakkan ini kurang efektif, transfusi tukar. Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.
2. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto
dkk,1972).
3. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritrisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
5. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

3.9 Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang diperlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hiperetensi terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang- kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkab oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.

3.10 Pencegahan

Pencegahan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000. Hal. 197), memberikan


jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, pemeriksaan urinalis untuk protein, dan
pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan apakah penyakit telah tereksaserbasi.
Memberitahu dokter bila gejala gagal ginjal terjadi misalnya ; kelelahan, mual, muntah,
penurunan haluaran urin. Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera, serta rujuk ke
perawat kesehatan komunitas yang di indikasikan untuk pengkajian dan deteksi gejala dini.

3.11 Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit
yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin
akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang
secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria
mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih
ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan
gagal ginjal kronik.

4. MM pandangan islam tentang najisnya urin dan darah, bagaimana thaharah


nya dalam islam

Dalam kamus bahasa arab, thaharah berasal dari kata ‫طھره‬, secara bahasa (etimologi) berarti
membersikan menghilangkan hadas dan najis. thaharah berarti bersih dan terbebas dari
kotoran atau noda, baik yang bersifat hissi (terlihat), seperti najis (air seni atau lainnya), atau
yang bersifat maknawi, seperti aib atau maksiat. Sedangkan secara istilah adalah
menghilangkan hadas dan najis yang menghalangi pelaksanaan salat dengan menggunakan
air atau yang lainnya.
Thaharah adalah bersih dan suci dari segala hadas dan najis, atau dengan kata lain
membersihkan dan mensucikan diri dari segala hadas dan najis yang dapat menghalangi
pelaksanakan ibadah seperti salat atau ibadah lainnya.

Thaharah (bersuci) hukumnya ialah wajib berdasarkan penjelasan al Quran ataupun as


Sunnah. Firman Allah dalam Q.S. al-Maidah/5: 6,

Yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”

TATA CARA THAHARAH

- Macam-macam thaharah

Para ulama telah mengklasifikasikan thaharah menjadi dua macam:

a. Thaharah haqiqiyyah, yaitu bersuci dari najis, yang meliputi badan, pakaian dan
tempat.
b. Thaharah hukmiyyah, yaitu bersuci dari hadas.

Thaharah jenis ini hanya berkenaan dengan badan, yang terbagi menjadi 3 bagian:

 Thararah qubra yaitu mandi


 Thararah sughrah yang berupa wudhu.
 Pengganti keduanya dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan
keduanya (mandi dan wudhu) yaitu tayammum.
- Alat tharah

Dalam bertaharah, ada dua hal alat yang dapat digunakan yaitu:

 Air mutlak, yaitu air yang suci dan mensucikan, yakni air yang masih murni dan
belum atau tidak tercampuri oleh sesuatu (najis). Adapun air itu sendiri terdapat
beberapa macam, diantaranya ialah:

a. Air laut dari Abu Hurairah, ia menceritakan:

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, kami
berlayar di laut dan hanya membawa sedikit air sebagai bekal. Jika kami pergunakan
air itu untuk berwudhu maka kami akan kehausan. Untuk itu apakah kami boleh
berwudhu dengan menggunakan air laut? Rasulullah menjawab: air laut itu
mensucikan, di mana bangkai hewan yang berada di dalamnya pun halal.” (HR.
Tirmidzi : 69)

b. Air telaga

Jenis air ini tergolong suci dan mensucikan, sehingga air tersebut dapat dipakai
bersuci.

c. Air sungai

Air sungai adalah air yang berjumlah banyak, dan tergolong suci dan mensucikan,
sehingga dapat dipakai bersuci.

d. Air hujan sebagaimana firman Alllah dalam Q.S. Al-Anfal/8: 11,

Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kalian.”
Air hujan adalah air yang diturunkan oleh Allah swt. dari langit, air hujan selain
bermanfaat bagi tanaman dan tumbuh- tumbuhan, juga juga kepada makhluk hidup
lainnya. Khususnya manusia, air hujan sangat bermanfaat dalam melakukan thaharah
sebab air hujan tergolong air suci dan mensucikan.

e. Air salju

Air salju atau air es adalah air yang dapat dipakai bersuci, sebab jenis air ini tergolong
suci dan mensucikan.

f. Air embun

Air embun termasuk air yang dapat dipakai bersuci, sebab air tersebut tergolong suci
dan mensucikan.

g. Air mata air atau air zam zam


Air ini termasuk air yang suci dan mensucikan sehingga dapat digunakan untuk
bersuci.

h. Air yang berubah karena lama tidak mengalir.

Air jenis ini disebabkan karena tempatnya, tercampur dengan sesuatu yang memang
tidak bisa dipisahkan dari air itu sendiri, seperti lumut atau daun yang berada di
permukaan air. Dalam hal ini para ulama telah bersepakat menyebutnya sebagai air
mutlak.

Selain air mutlak, juga ada beberapa air yang bisa dipakai bersuci diantaranya ialah:

- Air yang tercampur oleh sesuatu yang suci, Air dalam jumlah yang banyak apabila
berubah warnanya karena tidak mengalir.
- Air musta’mal, yaitu air yang sudah terpakai atau terjatuh dari anggota badan orang
yang berwudhu. Hal ini berdasar pada sifat wudhu Rasulullah saw.
- Air yang terkena najis. Menurut kesepakatan ulama jika banyak yang terkena najis
mengalami perubahan, baik berubah rasa, warnah maupun baunya maka air tersebut
tidak boleh digunakan untuk bersuci. Sebaliknya, apabila air tersebut tidak mengalami
perubahan (rasa, warnah dan bau), air ini tetap suci dan mensucikan.
- Air banyak adalah air yang jumlahnya mencapai dua kullah (321 liter).

Imam Syafi’i, telah menetapkan air yang tidak menjadi najis karena terkena atau
bercampur benda najis, yaitu selama tidak berubah sifatnya sebanyak dua kullah atau
lima geribah.

- Air yang tidak diketahui kedudukannya. Hal ini berdasar pada kisah Rasulullah
pernah melakukan suatu perjalanan pada malam hari, di mana beliau dan para sahabat
melewati seorang yang tengah duduk di pinggir kolam yang berisi air.

Najis

 Pengertian najis

Najis ialah sesuatu yang kotor (menjijikkan) menurut pandangan syariat, dan wajib bagi
seorang muslim untuk bersuci dan membersihkannya jika terkena najis tersebut.

Najis dianggap suatu benda yang kotor menurut syara’. Misalnya: bangkai, darah, nanah,
segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, anjing dan babi, minuman keras seperti arak
dan lainnya, bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya
selagi masih hidup.

 Pembagian najis

Najis terbagi dalam tiga bagian, ialah sebagai berikut:

1. Najis mukhaffafah atau najis ringan, yaitu air kencing bayi laki- laki yang belum
berumur dua tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2. Najis mugallazhah atau berat, yaitu anjing dan babi dan keturunannya.

3. Najis mutawassithah atau najis sedang, yaitu najis yang selain dari kedua najis
tersebut diatas, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan
binatang, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan,
bangkai juga tulang dan bulunya, kecuali mayat manusia dan bangkai ikan serta
belalang. Najis mutawassithah terbagi dalam dua bagian, yaitu:

(1) Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak dan dapat dilihat.
(2) Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing,
atau arak yang sudah kering dan sebagainya.

 Cara menghilangkan najis

a. Barang yang terkena najis mugallazhah seperti jilatan anjing atau babi, maka wajib
dibersikan dengan terlebih dahulu membuang bendanya lalu dibasuh sebanyak tujuh
kali. Salah satu di antaranya harus dibasuh dengan air yang bercampur tanah.

b. Barang yang terkena najis mukhaffafah dibersihkan cukup dengan diperciki air pada
tempat yang terkena najis tersebut.

c. Barang yang terkena najis mutawassithah harus dibersihkan sampai sifat dari najis
tersebut betul-betul hilang seperti warnah, bau, dan rasanya. Adapun jumlah bilangan
siramannya yakni tergantung pada sifat najis tersebut. Boleh satu kali, tiga kali dan
seterusnya, sampai najis itu betul-betul hilang. Adapun cara menghilangkan najis
hukmiyah ialah cukup dengan mengalirkan air pada tempat yang terkena najis.

d. Najis yang dimaafkan. Najis yang dimaafkan ialah najis yang menurut arti, najis
tersebut tidak usah dibersihkan atau dibasuh, misalnya najis bangkai hewan yang
tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air dijalanan yang
memercik yang sukar dihindari.

Adapun tikus atau cecak yang jatuh ke dalam minyak atau makanan yang beku, dan
cecak itu mati di dalamnya, maka makanan yang harus dibuang pada yang terkena
najis saja, yang lainnya boleh dipakai kembali. Akan tetapi apabila yang terkena najis
seperti tadi adalah barang yang bercair dan susah untuk membedakannya bagian mana
yang terkena dan bagian mana yang tidak terkena, maka makanan atau cairan tersebut
dibuang guna menghindari keragu-raguan.
DAFTAR PUSTAKA

Paulsen. F. 2012. Atlas Aanatomi Manusia : Organ-Organ Dalam SOBOTTA. Ed 23. Jilid 2.
Jakarta : ECG

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014

Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED,


Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin:
Springer; 2009. h. 743-55.

Hilmanto,Danny.2007.Pandangan Baru Pengobatan Glomerulonefritis.Ikatan Dokter Anak


Indonesia

Agama, Departemen RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media,
2005.

Asse, Ambo. Ibadah; Sebuah Petunjuk Praktis. Makassr: Daar Wa Al-Uluum, 2008. ‘Azhim,
‘Abdul Badawi. Kitab Thaharah. Tasikmalaya: Salwa Press, 2008.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kejang
    Kejang
    Dokumen3 halaman
    Kejang
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Epilepsi Kasus
    Epilepsi Kasus
    Dokumen6 halaman
    Epilepsi Kasus
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Skoring TB
    Skoring TB
    Dokumen1 halaman
    Skoring TB
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • S1L3
    S1L3
    Dokumen21 halaman
    S1L3
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • TM SK2 Kedkel
    TM SK2 Kedkel
    Dokumen15 halaman
    TM SK2 Kedkel
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • TM SK1 Kedkel
    TM SK1 Kedkel
    Dokumen17 halaman
    TM SK1 Kedkel
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Skenario 4 Repro
    Skenario 4 Repro
    Dokumen4 halaman
    Skenario 4 Repro
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Pembiayaan Kesehatan
    Pembiayaan Kesehatan
    Dokumen3 halaman
    Pembiayaan Kesehatan
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • SK 3
    SK 3
    Dokumen26 halaman
    SK 3
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • SK 4
    SK 4
    Dokumen14 halaman
    SK 4
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    Dokumen3 halaman
    Anamnesis (Hiperglikemi, Gizi)
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Sesak
    Anamnesis Sesak
    Dokumen4 halaman
    Anamnesis Sesak
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anam Tiroid New
    Anam Tiroid New
    Dokumen4 halaman
    Anam Tiroid New
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Gizi
    Anamnesis Gizi
    Dokumen2 halaman
    Anamnesis Gizi
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis Endokrin
    Anamnesis Endokrin
    Dokumen2 halaman
    Anamnesis Endokrin
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • Tabel Vitamin Dan Mineral
    Tabel Vitamin Dan Mineral
    Dokumen5 halaman
    Tabel Vitamin Dan Mineral
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • L3S2 Respi
    L3S2 Respi
    Dokumen44 halaman
    L3S2 Respi
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat
  • S4L4 Kardio
    S4L4 Kardio
    Dokumen14 halaman
    S4L4 Kardio
    fatmahapriyani 1004
    Belum ada peringkat