Anda di halaman 1dari 15

Tuberkulosis Pada Seorang Laki-laki Berusia 50 Tahun

Abstrak

TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin. Bakteri tersebut dapat menginfeksi baik orang
dewasa maupun anak-anak. TB paru sangat mudah untuk menginfeksi orang disekitarnya
sehingga diperlukan pengetahuan yang lebih mengenai penyakit ini, dimulai dari pencegahan,
mendiagnosis hingga cara melakukan pengobatan. TB paru memiliki gejala klinik seperti
keringat pada malam hari, berat badan yang menurut, tidak nafsu makan, dan lain-lain.
Pengobatan yang diberikan terdiri dari 2 tahap, yakni tahap awal yang terdiri dari 4 jenis obat
dan tahap lanjut yang terdiri dari 2 jenis obat. Pasien diharapkan agar mengkonsumsi obat-obat
tersebut secara teratur sehingga pasien dapat sembuh dari sakit dideritanya.

Kata kunci: TB paru, berat badan menurun, pengobatan, pencegahan

Abstract

Pulmonary TB is caused by Mycobacterium tuberculosis. These bacteria can survive in dry air
or in cold conditions. These bacteria can infect both adults and children. Pulmonary TB is very
easy to infect people around it so that more knowledge is needed about this disease, starting
from prevention, diagnosing to how to do treatment. Pulmonary TB has clinical symptoms such
as night sweats, compliant weight, no appetite, and so on. Treatment given consists of 2 stages,
namely the initial stage consisting of 4 types of drugs and the advanced stage which consists of 2
types of drugs. Patients are expected to take these drugs regularly so that patients can recover
from their illness.

Keyword: Pulmonary TB, decreased body weight, treatment, prevention

Pendahuluan
Mycobacterium tuberculosis merupakan sebuah kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Bakteri ini dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan
sebuah penyakit yang disebut sebagai tuberkulosis. Jika terkena organ paru maka akan disebut
sebagai TB paru. Penyakit ini bersifat kronis dan sangat mudah menular ke orang lain sehingga
perlu pengetahuan dalam mencegah maupun mengobati penyakit ini. Pengobatannya dibagi
menjadi 2 yakni, tahap awal yang terdiri dari 4 jenis obat dan tahap lanjutan yang terdiri dari 2
jenis obat. Dibutuhkan kepatuhan dari pasien dalam meminum obat tersebut agar dapat sembuh
dari penyakit tersebut.
Anatomi paru
Paru-paru dibagi menjadi dexter dan sinister, kedua bagian ini lunak seperti spons dan
sangat elastik. Jika cavitas dari thoracis dibuka maka paru-paru akan segera mengerut sampai
volumenya hanya sepertiga atau kurang. Pada anak-anak, paru akan berwarna merah muda,
seiring dengan bertambahnya usia maka paru-paru akan menjadi suram dan berbintik-bintik
karena inhalasi partikel debu yang terperangkap didalam fagosit paru. Keadaan ini akan terlihat
terutama pada masyarakat urban dan penambang batu bara. Paru-paru dipisahkan satu sama lain
oleh organ jantung, pembuluh darah besar dan struktur-struktur lain dalam mediastinum. Paru
berbentuk seperti kerucut, dilapisi oleh pleura visceralis dan tergantung bebas pada cavitas
pleuralisnya sendiri, paru melekat pada mediastinum melalui radixnya. Setiap paru memiliki
apex yang tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher kira-kira 1 inci (2,5 cm) diatas clavicula.
Basis yang konkaf dan terletak diatas diaphragma, facies costalis yang konveks sesuai dengan
dinding dada yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf yang berlekuk sesuai dengan
pericardium dan struktur mediastinal lain. Pada pertengahan facies ini terdapat hilum yang
merupakan sebuah lekukan tempat bronchus, pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix
masuk dan meninggalkan paru.1
Margo anterior tipis dan tumpang tindih dengan jantung, pada pulmo sinister ditemukan
incisura cardiaca. Margo posterior tebal dan terletak disamping columna vertebralis.1
Pulmo dexter berukuran lebih besar daripada pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan horizontal menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Fissura obliqua berjalan dari margo inferior ke atas dan belakang melewati facies medialis dan
costalis hingga memotong margo posterior sekitar 2,5 inci (6,25 cm) dibawah apex. Fissura
horizontalis berjalan horizontal melewati facies costalis setinggi cartilago costalis IV dan
bersingungan dengan fissura obliqua di linea midaxillaris. Lobus medius berbentuk segitiga kecil
yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan obliqua (lihat gambar 1).1
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua menjadi dua lobus, yaitu lobus superior dan
inferior. Pada pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis (lihat gambar 1).1
Radix pulmonalis terbentuk oleh struktur yang masuk atau meninggalkan paru, yakni
bronchus, arteri dan vena pulmonalis, pembuluh limfe, vasa bronchialia dan saraf. Radix tersebut
diselubungi oleh pleura tubular, yang menyatukan pars mediastinalis pleura parietalis dengan
pleura visceralis yang menutupi paru.1
Gambar 1. Pembagian paru kanan dan kiri
Sumber: www.google.com
Segmenta bronchopulmonalia
Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke suatu lobus paru akan memberikan
cabang yang disebut dengan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis akan
berjalan menuju suatu unit lobus paru yang indenpenden secara struktural dan fungsional yang
disebut sebagai segmentum bronchopulmonale, yang dikelilingi oleh jaringan ikat. Bronchus
segmentalis disertai satu cabang arteri pulmonalis, tetapi terdapat banyak cabang vena
pulmonalis yang berdekatan. Setiap segmen memiliki pembuluh limfatik dan persarafan
otonomnya sendiri.1
Saat memasuki segmentum bronchopulmonalis, setiap bronchus segmentalis akan
bercabang secara berulang. Seiring dengan mengecilnya bronchus, batang cartilago berbentuk
huruf U yang ditemukan dalam trachea secara bertahap digantikan lempeng kartilago ireguler,
yang lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit. Bronchus yang paling kecil akan bercabang dan
menjadi bronchiolus, yang memiliki diameter < 1 mm. bronchiolus tidak memiliki kartilago pada
dindingnya dan dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia. Tunica submukosa memiliki lapisan yang
seluruhnya merupakan serat otot polos yang tersusun sirkular.1
Brochiolus kemudian bercabang dan menjadi bronchiolus terminalis yang akan terlihat
sebagai kantung halus yang keluar dari dinding brochioli. Pertukaran gas antara darah dan udara
terjadi pada dinding kantong tersebut, sehingga bagian ini disebut sebagai bronchiolus
respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. bronchiolus respiratorius akan
bercabang menjadi ductus alveolaris, yang menghubungkan saluran tubular dengan banyak
kantong berdinding tipis yang disebut sacculus alveolaris. Sacculus ini terdiri dari beberapa
muara alveoli ke dalam suatu lumen. Setiap alveolaris dikelilingi oleh anyaman yang kaya akan
kapiler darah. pertukaran gas terjadi antara udara dalam lumen alveoli menembus dinding alveoli
ke dalam darah di kapiler sekitar.1
Pulmo dexter1
1. Lobus superior: segmentum apicale, superius, anterius
2. Lobus medius: segmentum laterale, mediale
3. Lobus inferior: segmentum superius (apicale), basale mediale, basale anterius, basale
laterale dan basale posterius
Pulmo sinister1
1. Lobus superior: segmentum apicale, posterius, anterius, lingulare superius, lingulare
inferius
2. Lobus inferior: segmentum superius (apicale), basale mediale, basale anterius, basale
laterale dan basale posterius.
Suplai darah pada paru
Bronchi, jaringan ikat paru dan pleura viscelaris menerima suplai dari arteri bronchialis,
yang merupakan percabangan dari aorta descendens. Vena bronchialis (berhubungan dengan
vena pulmonalis) bermuara ke dalam vena azygos dan hemiazygos.1
Alveoli menerima darah yang miskin oksigen dari ramus terminalis arteriae pulmonalis.
Darah kaya oksigen yang meninggalkan kapiler alveolus bermuara kedalam cabang vena
pulmonalis. Dua vena pulmonalis meninggalkan radix pulmonalis untuk bermuara ke atrium
sinistrum.1
Drainase limfe pada paru
Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan profundus. Pembuluh limfe ini tidak
terdapat dalam dinding alveolus. Plexus superficialis (subpleuralis) terletak dibawah pleura
visceralis dan mengaliri permukaan paru menuju hilum, tempat limfe masuk ialah nodi
bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan bersama vasa pulmonalia dan bronchialia menuju
hilum pulmonis, melewati nodi intrapulmonales yang terletak dalam substansi paru, kemudian
limfe akan memasuki nodi bronchopulmonales dalam hilum pulmonis. Semua limfe dari paru
meninggalkan hilum dan bermuara ke nodi tracheobronchiales kemudian kedalam truncus
bronchomediastinalis.1
Persarafan pada paru
Pada radix pulmonis terdapat plexus pulmonalis yang tersusun atas serat saraf otonom
eferen dan aferen. Plexus terbentuk dari percabangan truncus symphaticus dan menerima serat
parasimpatis dari nervus vagus. Serat eferen simpatis menyebabkan bronkodilatasi dan
vasokonstriksi. Serat eferen parasimpatis menyebabkan bronkokonstriksi, vasodilatasi dan
peningkatan sekresi glandulae bronchiales. Sedangkan impuls aferen yang berasal dari tunica
mukosa bronchi dan dari reseptor regang pada dinding alveolus menuju ke sistem saraf pusat
baik pada saraf simpatis maupun parasimpatis.1
Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal pada manusia, biasanya dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan
yang padat.2
Epidemiologi
Pada bulan maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai masalah kesehatan dunia
yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada
tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Sebagian besar kasus TB dan
kematian yang disebabkan oleh TB terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang.
Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang
padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB baru dan kematian yang
muncul, terjadi di Asia. Alasan muncul atau meningkatnya beban TB global disebabkan oleh:
kemiskinan, adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
pada kelompok yang retan, tidak memadai pendidikan mengenai TB diantara para dokter,
terlantar dan kurangnya biaya untuk pengobatan, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana yang inadekuat dan adanya epidemi HIV terutama pada
Afrika dan Asia.2
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China
dan India. Pada tahun 1998, diperkirakan jumlah TB pada China, India dan Indonesia berturut-
turut adalah 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA sputum positif
ada Indonesia berjumlah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985
dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati urutan no. 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.2
Cara penularan
Lingkungan hidup yang padat dan permukiman di perkotaan akan mempermudah proses
penularan dan berperan atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.
tuberculosis biasanya terjadi secara inhalasi sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis
yang paling sering terjadi dibandingkan dengan organ lainnya. Penularan penyakit ini melalui
inhalasi basil yang terdapat dalam droplet nuclei, khususnya yang berasal dari pasien dengan TB
paru yang disertai dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam
(BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak, penularan dapat terjadi melalui inokulasi langsung.
Infeksi yang disebabakan oleh M. bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan
dengan baik atau terkontaminasi. Lingkungan soisal ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan
pengawasan minum obat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.2
Kuman penyebab
Penyebab dari tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas
asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid yang menyebabkan
kuman lebih tahan asam (asam alkohol) sehingga disebut sebagai bakteri tahan asam (BTA) dan
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
dapat terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini, kuman dapat
bangkit kembali dan menyebabkan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Dalam jaringan,
akan hidup sebagai intrasel yakni dalam sitoplasma makrofag. Awalnya makrofag menfagosit
bakteri ini, namun pada akhirnya justru makrofag disenangi oleh karena mengandung lipid. Sifat
lain dari bakteri ini adalah aerob, sehingga kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi akan
kandungan oksigennya. Bagian apikal paru memiliki tekanan oksigen yang lebih tinggi dari pada
bagian lainnya. Sehingga bagian apikal paru menjadi predileksi bagi tuberkulosis.2
Patogenesis
Tuberkulosis primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
nuclei yang berada dalam udara disekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada atau tidak adanya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk, dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap, kuman dapat bertahan hidup
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksius ini terhisap oleh orang sehat maka
akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke dalam alveolar
apabila ukuran partikel < 5 mikrometer. Pertama kali, kuman akan diserang oleh neutrofil,
kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia dan sekretnya. Bila kuman
menetap dalam jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Kemudian dapat terbawa masuk ke organ tubuh yang lain. Kuman yang bersarang pada jaringan
paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sebagai sarang
primer/afek primer/sarang (fokus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi pada setiap bagian paru.
Bila menjalar sampai ke pleura, maka dapat terjadi efusi pleura. Kuman juga dapat masuk
melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri akan masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.2
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga akan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional disebut sebagai kompleks
primer (ranke). Semua proses ini membutuhkan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini dapat
menyebabkan:2
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (banyak terjadi)
2. sembuh dengan meninggalkan sedikit cacat (berupa garis-garis fibrotik). Kalsifikasi pada
hilus dapat terjadi apabila luas lesi pneumoni > 5 mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya), secara
bronkogen, kuman dapat juga tertelan sehingga menyebar ke usus, secara hematogen ke organ
tubuh lainnya.
Tuberkulosis pasca primer
Kuman yang dormant pada TB primer dapat muncul kembali bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca
primer = TB sekunder). Tuberkulosis sekunder dapat terjadi karena sistem imun yang menurun
yang dapat disebabkan oleh malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS dan gagal ginjal.
Turberkulosis sekunder dimulai dengan sarang dini yang berlokasi pada bagian atas paru (bagian
apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasi ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus
hiler paru. Sarang dini ini mula-mula akan berbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri atas sel-sel histiosit dan
sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas pasien. Sarang dini
dapat menjadi:2
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, kemudian menimbulkan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat
sekitarnya dan bagian tengahnya akan mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar maka akan terjadi kavitas. Kavitas ini
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinding menebal karena terjadi infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadi
perkijuan dan kavitas disebabkan karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
enzim yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan oleh sitokin dengan
TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi
pada imunodefisiensi dan usia lanjut.
Disini lesi berukuran sangat kecil namun berisi bakteri yang sangat banyak. kemudian
kavitas dapat: 1) Meluas lagi dan membentuk sarang pneumoni baru, bila isi kavitas ini masuk
dalam peredaran darah arteri maka akan menimbulkan TB milier, dapat juga masuk ke paru
sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan menyebabkan TB usus. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura. 2) Memadat dan
membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh atau dapat akif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik dari
kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian dapat menjadi
mycetoma. 3) Bersih dan menyembuh, disebut sebagai open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membukus diri menjadi kecil. Kadang-kadang dapat juga berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang sehingga disebut sebagai stellate
shaped.2
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yaitu: 1) Sarang yang sudah sembuh
(tidak perlu pengobatan lagi), 2) Sarang aktif eksudatif (perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna) dan 3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh, sarang ini dapat sembuh spontan,
namun karena ada kemungkinan untuk terjadi eksaserbasi kembali, sehingga sebaiknya diberi
pengobatan yang sempurna.2
Klasifikasi tuberkulosis
Pembagian secara patologis: tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) dan
tuberkulosis post primer (adult tuberculosis). Pembagian secara aktivitas radiologi: tuberkulosis
paru aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh). Pembagian secara
radiologis (luas lesi): tuberkulosis minimal (terdapat infiltrat non-kavitas pada satu paru maupun
kedua paru, namun tidak melebihi 1 lobus), moderately advanced tuberculosis (ada kavitas
dengan diameter < 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru,
banyangan kasar tidak melebihi sepertiga bagian satu paru), far advanced tuberculosis (terdapat
kavitas dan infiltrat yang melebihi keadaan moderately advanced tuberculosis).2
Pada tahun 1974 American thoracic Society memberikan klasifikasi berdasarkan aspek
kesehatan masyarakat: kategori 0 (tidak pernah terpajan, tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif
dan tuberkulin negatif), kategori 1 (terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat
kontak positif dan tes tuberkulin negatif), kategori 2 (terinfeksi tuberkulosis tetapi tidak sakit, tes
tuberkulin positif, radiologi dan sputum negatif), kategori 3 (terinfeksi tuberkulosis dan sakit).2
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis dan mikrobiologis: tuberkulosis paru, bekas tuberkulosis paru dan tuberkulosis paru
tersangka, yang terbagi dalam: 1) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif
tetapi tanda-tanda lain positif), 2) Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain meragukan). Dalam 2-3 bulan, TB tersangka sudah harus dipastikan
apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru.2
WHO 1991 membagi terapi TB dalam 4 kategori yakni:2
Kategori 1 untuk kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat.
Kategori 2 untuk kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori 3 untuk kasus BTA negatf dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra
paru selain dari yang disebut dalam kategori 1
Kategori 4 untuk kasus TB kronik.
Gejala klinis
Keluhan yang dirasakan bermacam-macam atau malah tidak ditemukan keluhan sama
sekali, namun keluhan terbanyak adalah: demam, batuk-batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada,
malaise, anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat malam.2
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama mungkin akan menemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat
karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai
adanya infiltrat yang luas maka akan didapatkan redup ketika diperkusi dan suara napas bronkial
ketika auskultasi. Dapat juga didapatkan suara napas tambahan seperti ronki basah, kasar dan
nyaring. Tetapi apabila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura maka suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila ada kavitas yang cukup besar, maka saat diperkusi akan mendapatkan
suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada tuberkulosis paru
lanjut dengan fibrosis yang luas maka akan ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.
Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat
menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru
maka akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya akan meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti dengan terjadinya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan. Tanda-tanda kor pulmonal dan gagal jantung kanan seperti takipnea,
takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi p2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema.2
Bila TB paru mengenai pleura maka akan terjadi efusi pleura dengan tanda paru yang
sakit akan terlihat tertinggal dalam pernafasan, perkusi memberikan suara pekak dan auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.2
Pemeriksaan radiologis
Pada awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumoni (gambaran radiologis
berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas) (lihat gambar 2). Bila lesi
telah diliputi oleh jaringan ikat, maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas
(dikenal sebagai tuberkuloma). Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis maka
akan terlihat bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
merata ke seluruh lapang paru. Gambaran radiologis lain yang berhubungan dengan tuberkulosis
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan radiolusent dipinggir paru atau pleura (pneumotoraks). Pada satu
foto dada sering dijumpai bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan empiema.2
Gambar 2. Bercak pada lobus kanan atas
Sumber: https://radiopaedia.org/cases/pulmonary-tuberculosis-29?lang=us
Bila pasien akan menjalani pembedahan paru, maka dapat dilakukan bronkografi yang
bertujuan untuk melihat kerusakan bronkus dan paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.2
Pemeriksaan laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang digunakan karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya
tidak sensitif dan spesifik. Pada infeksi tuberkulosis maka terjadi peningkatan leukositosis,
hitung jenis bergeser ke kiri, laju endap darah juga meningkat. Hasil pemeriksaan darah lain
yang juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama
globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan-pemeriksaan diatas hasilnya
kurang spesifik.2
Sputum
Pemeriksaan ini penting dilakukan karena dengan ditemukan BTA, diagnosis sudah dapat
dipastikan. Dapat juga digunakan untuk mengevaluasi pengobatan yang telah dilakukan. 1 hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan untuk minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan
melakukan refleks batuk. Dapat juga diberikan tambahan obat-obat batuk ekspektoran mukolitik
atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit maka sputum
dapat ambil melalui bronkoskopi. Dapat juga diambil melalui bilasan lambung. Kriteria sputum
BTA positif apabila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan
(diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum). Untuk pewarnaan dapat digunakan pewarnaan
Ziehl-neelsen maupun Kinyoun Gabbet. Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu
penanaman sputum dalam medium biakan koloni kuman akan mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak maka biakan dinyatakan negatif. Medium yang
sering digunakan yaitu lowenstein jensen, kudoh atau ogawa. Saat ini juga sudah dikembangkan
pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec, dimana kuman sudah dapat dideteksi
selama 7-10 hari.2
Tes tuberkulin
Biasa digunakan pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (purified protein derivate) intrakutan. Tes tuberkulin
hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M.
bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacterium patogen lainnya. Dasar tes ini adalah reaksi alergi
tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan maka akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit, yakni reaksi antara antibodi seluler dengan antigen
tuberkulin. Hasil tes mantoux dibagi menjadi: indurasi 0-5 mm (mantoux negatif), indurasi 6-9
mm (hasil meragukan), indurasi 10-15 mm (mantoux positif) dan indurasi > 15 mm (mantoux
positif kuat).2
Kelemahan tes ini dapat terjadi positif palsu pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
mycobacterium lain. Tes ini juga dapat memberikan hasil negatif palsu. Berikut hal-hal yang
menyebabkan hasil negatif palsu: pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi,
penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang akut
(morbili, cacar air), reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (hodgkin),
pemberian kortikosteroid yang lama, usia tua, malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk
pasien HIV positif, test mantoux ± 5mm, dinilai positif.2
Diagnosis
WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru:2
1. Pasien dengan sputum BTA positif: 1) pasien yang pada pemeriksaan sputum secara
mikroskop ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan atau 2) satu
sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB
aktif, 3) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif
2. Pasien dengan sputum BTA negatif: 1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopik tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi
gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2) pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya
positif.
Pasien digolongkan pula berdasarkan riwayat penyakitnya, yakni:2
1. Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan
2. Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian
timbul lagi TB aktifnya
3. Kasus gagal, yakni:
- Pasien yang sputum BTA positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan
- Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat TB 1-5 bulan dan
sputum BTA masih positif
4. Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat
pengobatan ulang lengkap dengan disupervisi dengan baik.
Penatalaksanaan
Pada TB paru orang dewasa
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal atau tahap lanjutan.3
Pada tahap awal ini, pasien mendapat 4 jenis obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol), diminum setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjaga kepatuhan obat dan
mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, maka
daya penularan akan menurun dalam kurun waktu 2 minggu. Pasien TB paru BTA positif
sebagian besar akan menjadi BTA negatif (konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap
awal. Setelah terjadi konversi pengobatan akan dilanjutkan dengan tahap lanjut.3
Pada tahap lanjut, pasien akan mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan isoniazid) namun
dalam waktu yang lebih lama (minimal 4 bulan). Obat dapat diminum secara intermitten yaitu
3X/minggu atau tiap hari. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.3
Pada TB paru anak
Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 3 KDT Anak 4 bulan tiap hari 2 KDT Anak
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:
1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5kg harus dirujuk ke rumah sakit
2. Anak dengan BB > 33kg harus dirujuk ke rumah sakit
3. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
4. Obat KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum
diminum.
14

Efek samping OAT


Rifampisin akan menyebabkan mual, kurang nafsu makan, sakit perut dan urine berwarna
merah. Efek pusing atau gangguan keseimbangan dapat disebabkan oleh karena streptomisin.
Reaksi gatal-gatal dan kesemutan disebabkan oleh isoniazid. Pirazinamid dapat menyebabkan
nyeri pada sendi. Sedangkan etambutol menyebabkan gangguan penglihatan.4
Pencegahan terhadap TB paru5
1. Tinggal dirumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur dikamar dengan orang lain
selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif
2. Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil
dimana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka jendela dan
gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan keluar
3. Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja,
ini merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang
masker secara teratur
4. Meludah sebaiknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan
5. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
6. Hindari udaara dingin
7. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur
8. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari
9. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh diguakan oleh orang lain
10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2
1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis akut dan poncet’s
arthropathy
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas (Sindrom obstruksi pasca tuberkulosis),
kerusakan parenkim paru (fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas, TB milier dan kavitas TB.
Differential diagnosis
Pneumokoniosis
Pneumokoniosis, merupakan penyakit paru kerja yang diakibatkan oleh pajanan inhalasi
debu sehingga terjadi penumpukan di paru. Data WHO tahun 1999 menunjukkan bahwa terdapat
1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja diseluruh dunia, 5% dari angka tersebut adalah
pneumokoniosis. Di Amerika, kematian akibat pneumokoniosis pada tahun 2004 ditemukan
sebanyak 2.531 kasus kematian. Pada survei yang dilakukan di Inggris, menunjukkan bahwa
pneumokoniosis menduduki peringkat 3-4 setiap tahun.6,7
Diagnosa pneumokoniosis tidak dapat dilakukan hanya dengan gejala klinis, ada tiga kriteria
mayor yang dapat membantu dalam mendiagnosis pneumokoniosis, yaitu:
1. Adanya pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai dapat menyebabkan
pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten yang mendukung
2. Gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan radiologi dapat membantu
menentukan jenis pneumokoniosis (didapatkan fluidopneumotoraks)
3. Tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai pneumokoniosis
Komplikasi pneumokoniosis adalah PPOK, batuk darah, pneumotoraks, penyakit akut pada
pleura, tuberkulosis, penyakit autoimun, pneumonia intersisial kronik dan keganasan. Tidak ada
pengobatan yang efektif yang dapat menginduksi regresi kelainan ataupun menghentikan
progresivitas pneumokoniosis, sehingga pencegahan merupakan tindakan yang paling penting.6,7
PPOK
PPOK merupakan penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas. Keterbatasan
saluran napas ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respons dikarenakan bahan yang
merugikan atau gas. Secara global diperkirakan sekitar 65 juta orang menderita PPOK dan 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan mewakili 5% dari seluruh kematian.8,9
Beberapa faktor terjadinya PPOK seperti merokok, usia, jenis kelamin, hiperesponsif
saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara, status sosial dan
faktor genetik.8,9
PPOK ditandai dengan gejala seperti batuk kronik, berdahak, dispnea dengan derajat
yang bervariasi dan terjadi penurunan aliran udara ekspirasi yang signifikan dan progresif.8,9
Pneumoni
Pneumoni merupakan peradangan/inflamasi pada parenkim paru serta menimbulkan
gangguan pertukaran gas. Sebagian besar disebabkan oleh karena mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumoni merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumoni. Pneumoni memiliki gambaran
klinis seperti demam, menggigil, suhu tubuh meningkat (dapat melebihi 40oC), batuk dengan
dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, nyeri dada, bagian yang
sakit tertinggal waktu bernafas, fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit, redup pada
bagian yang sakit, dan terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
juga bisa disertai dengan ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.10
Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini:10
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak/purulen
3. Suhu tubuh > 38oC/riwayat demam
4. Pada PF ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
5. Leukosit > 10.000 atau < 4.500
Kesimpulan
Seorang laki-laki berusia 50 tahun terkena TB paru kasus baru dengan BTA +
Daftar pustaka
1. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan regio. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2012: 71-80
2. Amin Z. Bahar A. Tuberkulosis paru. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-
1. Jakarta: Interna publishing; 2014: 863-71
3. Pengurus besar ikatan dokter indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer. Edisi ke-1. Jakarta: Pengurus besar ikatan dokter indonesia;
2017: 7-8
4. Musdalipah. Nurhikma E. Karmilah. Fakhrurazi M. Efek samping obat anti tuberkulosis
(OAT) dan penanganannya pada pasien tuberkulosis (TB) di puskesmas perumnas kota
kendari. Jurnal ilmiah manuntung 2018; 4(1): 67-73.
5. www.kemkes.go.id
6. Simanjuntak ML. Pinontoan OR. Pangemanan JM. Hubungan antara kadar debu, masa
kerja, penggunaan masker dan merokok dengan kejadian pneumokoniosis pada pekerja
pengumpul semen di unit pengantongan semen pt. tonasa line kota bitung. JIKMU 2015
April; 5(2B): 521-2
7. Kusmiati T. Koesomoprodjo W. Maulidiyah N. Seorang wanita dengan pneumokoniosis
yang mengalami komplikasi trapped lung dan dilakukan dekortikasi. Jurnal Respirasi
(JR) 2017 Mei; 3(3): 42-8
8. Naser FE. Medison I. Erly. Gambaran derajat merokok pada penderita PPOK di bagian
paru RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal kesehatan andalas 2016; 5(2): 306-7
9. Saminan. Efek paparan partikel terhadap kejadian penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Idea nursing journal. 2014; 5(1):66
10. Pengurus besar ikatan dokter indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer. Edisi ke-1. Jakarta: Pengurus besar ikatan dokter indonesia;
2017: 262

Anda mungkin juga menyukai