Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

Katarak

PEMBIMBING:
Dr. Shanti Sri Agustina, Sp.M, Mkes
Dr. Dijah Halimi, Sp.M

Disusun oleh:
Tommy, S.Ked
1102012297

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
Juli 2017
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbilalamin. Puji syukur senantiasa penyusun ucapkan
kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun
sehingga referat yang berjudul Keratitis Interstitial ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Mata. Selain itu, tujuan lainnya adalah
sebagai salah satu sumber pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan
mengenai Ilmu Kesehatan Mata, sehingga dapat memberikan manfaat.
Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Shanti Sri
Agustina, Sp.M, Mkes dan dr. Dijah Halimi, Sp.M dan yang telah memberikan
dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan referat ini. Penyusun juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
referat ini. Oleh karena itu, penyusun menerima kritik dan saran yang membangun
sebagai perbaikan. Penyusun mengharapkan laporan ini dapat memberi manfaat
bagi seluruh pihak terkait.

Wassalamualaikum wr. wb

Serang, Juli 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
Pendahuluan ............................................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 3
2.1. Anatomi Lensa ............................................................................................... 3
2.2. Definisi Katarak ............................................................................................. 4
2.3. Etiologi Katarak ............................................................................................ 5
2.4. Patofisiologi Katarak ......................................................................................6
2.5. Klasifikasi Katarak .........................................................................................8
2.6. Manifestasi Klinis Katarak .......................................................................... 11
2.7. Diagnosa Katarak ........................................................................................ 12
2.8. Diagnosis Banding Katarak ......................................................................... 13
2.9. Tatalaksana Katarak .................................................................................... 13
2.10. Preventif dan Promotif Katarak .................................................................. 20
2.11. Prognosis Katarak ....................................................................................... 21
BAB III ................................................................................................................. 22
Kesimpulan ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah
3/60. Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap
negara. Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara
berkembang. Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi
bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang terjadi dapat
dicegah atau diobati.1
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan.
Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada
diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%.2
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk
Indonesia, survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai
1,5% dengan 0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar
karena katarak senilis.2
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan
menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses
degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi penyakit tertentu, maupun
bawaan lahir.1,2

1
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang anatomi retina, definisi,
etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis
banding, dan penatalaksanaan dari Katarak.

1.2.2 Tujuan Khusus


Untuk memenuhi salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Mata di RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang dan sebagai salah satu
persyaratan dalam mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di
RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lensa


Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.2-4
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak
di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang
dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.2-4
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.2-4

3
4

Gambar 1. Struktur Lensa

2.2 Definisi Katarak


Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
katarraktes yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein,
dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.2,3
Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.2,3
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi
secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
5

dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.2,3
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan
pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang
menghambat pemulihan daya pandang.2,3

Gambar 2 Lensa Normal dan Katarak


2.3 Etiologi
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap
motor/pabrik yang mengandung timbal.2,3
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti
katarak.2
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi
ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai
komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3
6

2.4 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.2,3
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa.
Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.1
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin
lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis
nukleus lensa.1

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:2


1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
7

3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di
luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein
lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
penghambatan jalannya cahaya ke retina.2

Gambar 3. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak


8

2.5 Klasifikasi
Morfologi Maturitas Onset
Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin.
Kristalin dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat
shock protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan
molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa
tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.1,2
9

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:

1. Katarak senilis kortikal


Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.6
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
a. Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.2
b. Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke
arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).3,6\
c. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik,
bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3,6
10

d. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat
maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,6
e. Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.3,6
f. Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan
terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,6

Perbedaan stadium katarak


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik,
dimana lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan
menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya
yang melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer.
Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat
11

gambaran nukleus berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak


nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).1,6

Gambar 4. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak
terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
12

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

2.7. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan
kelainan jantung.1,2

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.1

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas


lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris,
bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran
lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil,
posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan
untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang
harus dinilai.2
13

2.8. Diagnosa Banding


Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu
dibedakan dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti
retinoblastoma, retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary
vitreus (PHPV).6

2.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE).2

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.2
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap
aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada
lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak
seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.

Persiapan Pre-Operasi1
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
14

3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%


4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi,
atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak
diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat
antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.

Anestesi2
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson,
dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal:
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan
jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO,
hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan
stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan
bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
- Perdarahan retrobulbar
- Rusaknya saraf optik
- Perforasi bola mata
- Injeksi nervus opticus
- Infeksi
15

Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul
tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan
diantar ekuator bola mata.
Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa
larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur


operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.1,2,3

Gambar 5 Teknik ICCE


16

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan
kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.1,2,3

Gambar 6. Teknik ECCE


17

Gambar 7. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

Gambar 8. Fakoemulsi

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan


memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil
(sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat
18

dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis.1,2,3

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan
luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat
dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik
ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.1

Jenis Teknik Keuntungan Kerugian


Bedah Katarak
Extra Incisi kecil Kekeruhan pada kapsul
Capsular Tidak ada komplikasi vitreus posterior
Cataract Kejadian Dapat terjadi perlengketan
Extraction endophtalmodonesis lebih iris dengan kapsul
(ECCE) sedikit
Edema sistoid makula lebih
jarang
Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan

Intra Capsular Semua komponen lensa Incisi lebih besar


19

Cataract diangkat Edema cistoid pada


Extraction makula
(ICCE) Komplikasi pada vitreus
Sulit pada usia < 40 tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Memerlukan dilatasi pupil
Astigmatisma jarang terjadi yang baik
Pendarahan lebih sedikit Pelebaran luka jika ada
Teknik paling cepat IOL

KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
intra okular (intra ocular lens, IOL).1
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2
hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
20

c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik
(toxic lens syndrome).

2.10. Preventif dan Promotif


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap
hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah
paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap
dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E)
secara teori bermanfaat.6
Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi
radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat
mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan
sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata
gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit
seperti diabetes.1
21

2.11. Prognosis
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.7
BAB III
SIMPULAN

Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan
penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh factor usia,
radiasi dari sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat
kesehatan dan penyakit yang diderita. Penderita katarak akan mengalami gejala-
gejala umum seperti penglihatan mulai kabur, kurang peka dalam menangkap
cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya berbentuk lingkaran semu,
lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di bagian tengah lensa
kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk mencapai retina
dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yautu katarak senile,
congenital, traumatic, toksis, asosiasi, dan komplikata. Katarak hanya dapat
diatasi melalui prosedur operasi. Ada 4 jenis teknik operasi katarak yaitu ICCE,
ECCE, Phacoemulsification, SICS. Akan tetapi jika gejala tidak mengganggu
tindakan operasi tidak diperlukan, kadang kala hanya dengan
mengganti/menggunakan kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) sering terjadi
akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk
katarak yang paling sering terjadi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.


2011.
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
6. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview.
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)

23

Anda mungkin juga menyukai