Pembimbing :
dr. Shanti Sri Agustina, Sp.M, Mkes
dr. Dijah Halimi, Sp.M.
Disusun oleh :
Tommy
1102012297
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Kp. Asem Lor, Serang
Pekerjaan : Buruh
Tanggal pemeriksaan : 20 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Mata kanan terkena kapur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara dengan
keluhan mata kanan terkena serpihan kapur pada saat bekerja + 16 jam sebelum
datang ke Rumah Sakit. Pasien mengatakan setelah terkena serpihan kapur pada
saat ember yang mengangkut kapur terjatuh tepat di depan pasien. Mata kanan
pasien menjadi memerah dan terasa perih dan nyeri seperti terbakar. Pasien juga
mengatakan penglihatan pasien menjadi berkurang dan tidak dapat melihat secara
jelas. Pasien mengatakan air mata pasien juga keluar terus menerus. Pasien
menyangkal keluar belek yang sangat banyak dan mata terasa lengket. Pasien
mengaku apabila melihat cahaya terasa lebih silau dari biasanya. Pasien mengaku
sebelumnya mata kanan pasien sudah dicuci dengan air mengalir namun tidak
mengalami perubahan.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Asma (-)
Jantung(-)
Hipertensi(-)
Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-)
Jantung(-)
Hipertensi(-)
Alergi (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,5C
Frekuensi nafas : 20x/menit
Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Pada status oftalmologi
THT : Sekret (-), Polip hidung (-), hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris statis dan dinamis
3
Cor : S1-S2 reguler, murmur -/-, gallop -/-
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising Usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2
STATUS OPHTALMOLOGIS
OD OS
Posisi Ortoforia
Hirscbergh
Gerakan Baik ke segala arah Baik ke segala arah
bola mata
Lapang
45 45
pandang
80 55
55 80
55 55
4
Konjungtiva hiperemis (+) folikel (-) papil (-) hiperemis (-) folikel (-) papil (-)
tarsal
inferior
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), Injeksi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi
bulbi silier (+), perdarahan silier (-), Perdarahan
subkonjungtiva (-), sekret (-) subkonjungtiva (-), Sekret (-)
Kornea Tampak keruh, edema (+), Jernih, edema (-), infiltrat (-)
infiltrat (+), dan menyerupai
garis panjang.
COA Sedang, hipopion (-) hifema (-) Sedang, hipopion (-) hifema (-),
Flare cell (-) Flare cell (-)
Pupil Bulat , 3 mm , RCL/RCTL Bulat , 3 mm , RCL/RCTL
+/+ +/+
Iris Warna coklat, kripti (+), Warna coklat, kripti (+),
sinekia(-) sinekia(-)
IV. RESUME
Sejak + 16 Jam yang lalu pasien mengeluh mata kanan pasien kemasukan
zat kapur dan membuat mata kanan pasien menjadi merah. Keluhan juga
disertai dengan nyeri pada mata kanan yang terasa seperti terbakar.
Penglihatan pasien berkurang. Serta mengeluarkan air mata terus menerus,
dan apabila melihat cahaya menjadi sangat silau. Keluhan seperti mata
lengket pada pagi hari dan keluar belek yang sangat banyak di sangkal oleh
pasien. Pasien juga sudah mencuci mata kanannya dengan air mengalir
namun tidak ada perubahan.
5
superior dan inferior Hiperemis (+). injeksi siliar (+) dan kornea tampak
keruh(+), edem (+), infiltrat(+). Lain-lain dalam batas normal.
Tes Fluresensi
Pemeriksaan Slitlamp
Pemeriksaan Lakmus
VIII. PENATALAKSAAN
Medikamentosa :
6
IX. PROGNOSIS
OD OS
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa
yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan
kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata,
baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. 5
2.2 Etiologi
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun
zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata.
Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi,
durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi
dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,
pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan
bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata
memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia
merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat,
asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka
bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar
kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9
8
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tinner, lem,
cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9
2.3 Patofisiologi
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari
stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.5
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara
cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam
sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan
kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang
berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis
akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan
neurologik.5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya
buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein
maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai
kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-
kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan
hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras
maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7
9
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi
protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga
bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma
alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8
Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, dimana dapat
secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan,
bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5
10
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat safonifikasi membran sel
akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida
jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam
stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan
pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel
kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang
baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya
melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.
Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai
dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21.
Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.
Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke
dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.
Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan
askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam
pembentukan jaringan kornea.5
11
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai
gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan
kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus
kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi
kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkan kerusakan iris dan lensa
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
12
Grade Kornea Konjungtiva Prognosis
I Erosi kornea Iskemia (-) Baik
II Keruh, detail iris Iskemia<1/3limbus Baik
jelas
III Kerusakan epitel Iskemia 1/3 1/2 Kurang baik
total,stroma limbus
keruh, detail iris
kabur .
IV Keruh/putih,detail Iskemia>1/2limbus Jelek
iris tak tampak.
Gambar 4 Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 410
13
1. Ringan : a. erosi kornea
b. kornea agak keruh
c. tidak ada iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera
2. Sedang : a. kornea keruh , detail iris tak tampak .
b. iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera minimal
3. Berat : a. pupil tak tampak
b. konjungtiva dan sklera kemosis hebat , pucat (blanching)
2.6 Diagnosa
Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah
mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus
gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.
2.6.2 Anamnesa
Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram
cairan atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke
dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana
terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6,12
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau
saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara
progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan
14
kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya
benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila
trauma terjadi akibat ledakan.8
15
2,7 Diagnosa Banding
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada
mata, terutama yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain
konjungtivitis, konjugtivitis hemoragik akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus
kornea, dan lain-lain.
3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan
utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan,
mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata,
mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya
jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara
teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10
1. Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma
basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml
dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan
anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik.
2. Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3. Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek
dan artificial tear (air mata buatan).
16
Gambar 6 Irigasi dan Pembebatan pada Mata
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan
pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian
obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi
epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
1. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10
hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap
2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
17
2. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali
sehari.
3. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai
dosis 2 gr.
4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
5. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat
aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan
bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
6. Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas
netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi
fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan10
1. Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan
untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan
untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah
perkembangan ulkus kornea.
18
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain
(autograft) atau dar donor (allograft) bertujuan untuk
mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis
2. Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan
metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival
bands dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik,
hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
3.9 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya
trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada
kasus trauma basa pada mata antara lain:10
19
Gambar 9 Simblefaron Gambar 10 Phthisis bulbi
2.10 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan
penyebab trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis
penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada
trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8
Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan
palpebra dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan
konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat
menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8
20
BAB III
DISKUSI KASUS
Pasien Pustaka
Anamnesis/ Pada anamnesis didapatkan Trauma kimia :
Gejala Klinis gejala:
1. penurunan visus.
1. Mata merah 2. Nyeri
2. Penurunan Penglihatan 3. lakrimasi, dan
3. Buram 4. pandangan kabur
4. Silau
5. Nyeri
6. Berair
21
mata kanan fluoresin (+) / erosi
e. Kornea keruh, edem dan sampai kekeruhan kornea
infiltrate halus pada yang hebat .
kornea
Diagnosis Trauma kimia Basa Grade 1 Trauma kimia basa grade 1
22
Prognosis Qua ad vitam : Dubia ad Prognosis trauma kimia pada
Bonam mata sangat ditentukan oleh
bahan penyebab trauma
Qua ad fungtionam : Dubia
tersebut. Derajat iskemik
Qua ad sanationam : dubia pada pembuluh darah limbus
dan konjungtiva dan
prognosis penyembuhan.
23
DAFTAR PUSTAKA
3. Ilyas, Sidarta, 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable, 2005. Color Atlat of
Ophthalmology Third Edition. Washington.
10. Kanski, JJ. Chemical Injuries, 2000. Clinical Opthalmology. Edisi keenam.
Philadelphia: Elseiver Limited.
11. Freitag, W., Stoye, D., 1998, Paints, Coatings and Solvents, 2nd Ed, Federal
Republic of Germany.
24