Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 53 tahun
Alamat : Karang Malang, kudus
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tgl periksa : 31 Agustus 2017
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 31 Agustus 2017 jam 08.45 di Poli Mata RSUD
Kudus
Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan buram
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata dengan keluhan pandangan mata kanan
buram. Keluhuan ini dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Keluhan ini
dirasakan terus – menerus, mengganggu aktivitas sehari hari. Penglihatan pasien
makin lama makin menurun. Pasien mengatakan sering tersandung ketika jalan.
Melihat pelangi disekitar lampu (+).Selain keluhan tersebut pasien juga
mengeluhkan terasa ada yang mengganjal pada mata kanan, gatal, pedes, bangun
tidur berair, seperti ada yang terbang – terbang warna kekuningan yang
menganggu pandangan,sakit (-), kotor (-), riwayat trauma (-).
Pasien tidak dapat melihat lagi menggunakan mata kiri. Untuk sekarang
pasien mengeluhkan mata kiri terasa gatal dan pedas.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat trauma pada mata (-)
 Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama (+) kontrol
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat penggunaan kacamata/kontak lens (-)
 Riwayat operasi mata (+)

1
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes mellitus (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang serupa.

Riwayat Sosial Ekonomi


 Biaya pengobatan ditanggung BPJS
 Kesan ekonomi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
– Keadaan Umum :Baik
– Kesadaran :Compos mentis
– Vital Sign
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Nadi : 70 kali/ menit
• Suhu : 36,5 0C
• Respiration Rate (RR) : 22 x / menit
– Status Gizi : Cukup

STATUS OFTALMIKUS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

6/120 Visus 0

- Koreksi -

Gerak bola mata normal Bulbus okuli Gerak bola mata normal,
, enoftalmus (-), enoftalmus(-),
eksoftalmus (-), eksoftalmus(-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), Palpebra Edema (-), hiperemis(-),

2
hiperemis(-),nyeri tekan nyeri tekan (-),
(-), blefarospasme (-), blefarospasme(-),
lagoftalmus (-) lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion - ektropion (-), entropion (-)
Edema (-), injeksi silier Konjungtiva Edema (-), injeksi silier (-),
(-), injeksi konjungtiva injeksi konjungtiva (-),
(-), infiltrat (-), hiperemis (-)
infiltrat (-), hiperemis (-)

Putih Sklera Putih

Bulat, kekeruhan (-) Kornea Bulat, kekeruhan (-),


edema (-), arkus senilis edema (-), arkus senilis (-),
(-), keratik presipitat (-), keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat (-), sikatriks (-)

Jernih, dalam(+), COA Jernih, dangkal (+)


hipopion (-), hifema (-) hipopion (-), hifema (-),
,
Kripta (+), atrofi(-), Iris Kripta (+), atrofi(-), cokelat,
cokelat, edema (-), seklusio pupil(+) , iris
synekia posterior bombe (+), neovaskularisasi
(+),neovaskularisasi (+)
(-)
Bulat, diameter +-3mm, Pupil Bulat, diameter +-4mm
reflek pupil L/TL = (melebar), reflek pupil L/TL
+/tidak dinilai , pupil = -/- , pupil ireguler
ireguler

Kekeruhan (-), shadow Lensa Kekeruhan (-), shadow test


test (-) (-)
Jernih Vitreus body Tidak dapat dinilai

Excavatio glukomatosa Retina Tidak dapat diilai


(+), CDR > 06, exudat
(-), papil atrofi (+)

3
(+) cemerlang Fundus reflex (-)

23 TIO 29

D. Resume

Pasien datang ke poliklinik mata dengan keluhan pandangan mata kanan


buram. Keluhuan ini dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Keluhan ini
dirasakan terus – menerus, mengganggu aktivitas sehari hari. Penglihatan pasien
makin lama makin menurun. Pasien mengatakan sering tersandung ketika jalan.
Melihat pelangi disekitar lampu (+).Selain keluhan tersebut pasien juga
mengeluhkan terasa ada yang mengganjal pada mata kanan, gatal, pedes, bangun
tidur berair, seperti ada yang terbang – terbang warna kekuningan yang
menganggu pandangan,sakit (-), kotor (-), riwayat trauma (-).
Pasien tidak dapat melihat lagi menggunakan mata kiri. Untuk sekarang
pasien mengeluhkan mata kiri terasa gatal dan pedas..

OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

6/120F Visus 0

- Koreksi -

Edema (-), injeksi silier Konjungtiva Edema (-), injeksi cilier (-),
(-), injeksi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-), hiperemis (-) infiltrat (-), hiperemis (-)

Bulat, kekeruhan minimal, Kornea Bulat, kekeruhan (-),

4
edema (-), arkus senilis (-), edema (-), arkus senilis (-),
keratik presipitat (-), keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat (-), sikatriks (-)

Jernih, kedalam cukup, COA Jernih, dalam, hipopion (-),


hipopion (-), hifema (-) hifema (-)
Bulat, diameter +-4mm, Pupil Bulat, diameter +-4mm,
reflek pupil L/TL = +/+, reflek pupil L/TL = +/+,
neovaskularisasi (-) neovaskularisasi (+)
Kekeruhan minimal , Lensa Kekeruhan (-), shadow test
shadow test (-) (-)
Jernih Vitreus body Jernih

Excavatio glukomatosa (-), Retina Excavatio glukomatosa (-),


CDR kurang lebih 0,3, CDR kurang lebih 0,3,
exudat (-), Papil atrofi (+) exudat (-)
(+) Cemerlang Fundus reflex (+) cemerlang

N TIO N

E. Diagnosis Kerja
OD Glaukoma Sudut Tertutup
OS Glaukoma Absolut

F. Diagnosis Banding
OD Glaukoma Sudut Tertutup
OD Glaukoma Sudut Terbuka
OS Glaukoma Absolut
OS Glaukoma Neovaskular
ODS Retinopati Diabetika
OS Uveitis kronik

G. Penatalaksanaan

5
1. Promotif
 Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan kepada penderita
 Menjelaskan kepada penderita tentang akibat – akibat atau komplikasi
yang mungkin dapat ditimbulkan oleh penyakit
 B12 tab 500 mg 2 dd 1
2. Preventif
 Kontrol secara rutin
 Pemeriksaan rutin TIO pada kedua mata
3. Kuratif
Medikamentosa
Obat Hipoglikemik Oral secara teratur
Non medikamentosa
Iriditomi perifer dengan laser

Iridektomi dengan bedah

4. Rehabilitatif
 Konsumsi obat secara rutin
 Mengontrol tekanan darah dan gula darah agar tetap normal
 Pola hidup sehat

H. Prognosis
Prognosis OD OS
Quo Ad Visam Dubia ad Malam Ad malam
Quo Ad Komestikam Ad Bonam Duia Ad Bonam
Quo Ad Sanatoriam Dubia Ad Bonam Ad malam
Quo Ad Vitam Ad bonam Dubia Ad malam

I. Saran
Usul :
• Pengawasan dan evaluasi TIO pada mata kanan
• Pemeriksaan Gonioskopi, Tonometri, OCT retina

Saran :

6
 Menyarankan untuk meminum obat serta memakai tetes mata secara
teratur
 Kontrol secara teratur
 Konsumsi obat secara teratur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA

A. DEFINISI

7
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang;
biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular (Vaughan, 2009).Glaukoma
berasal dari kata yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2009).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:
a. Glaukoma primer
i. Glaukoma sudut terbuka
1. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka
kronik, glaukoma simpleks kronik)
2. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
ii. Glaukoma sudut tertutup
1. Akut
2. Subakut
3. Kronik
4. Iris plateau
b. Glaukoma kongenital
i. Glaukoma kongenital primer
ii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata
lain
1. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
2. Aniridia
iii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan
ekstraokular
c. Glaukoma sekunder
i. Glaukoma pigmentasi
ii. Sindrom eksfoliasi
iii. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
iv. Akibat kelainan traktus uvea
v. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
vi. Trauma

8
vii. Pascaoperasi
viii. Glaukoma neovaskular
ix. Peningkatan tekanan vena episklera
x. Akibat steroid
d. Glaukoma absolut
Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang
keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular


a. Glaukoma sudut terbuka
 Membran pratrabekular
 Kelainan trabekular
 Kelainan pascatrabekular
b. Glaukoma sudut tertutup
 Sumbatan pupil (iris bombe)
 Pergeseran lensa ke anterior
 Pendesakan sudut
 Sinekia anterior perifer
(Vaughan, 2009)

C. PATOFISIOLOGI
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal
iris.Pada keadaan fisiologis pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik
mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal
Schlemm, sclera spur, garis Schwalbe dan jonjot iris. Dalam keadaan normal,
humor aqueus dihasilkan di bilik posterior oleh badan siliar, lalu melewati pupil
masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui trabekula
meshwork ke canalis schlemm.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut
kamera anterior (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke
sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).

9
Pada glaukoma sudut terbuka kelainan terjadi pada jaringan trabekular,
sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar.Jadi tekanan intra okuler meningkat
karena adanya hambatan outflow humor akuos akibat kelainan pada jaringan
trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jaringan trabekular normal sedangkan
tekanan intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan
sudut bilik mata, sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau
jalinan trabekular.Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yan
sempit (tertutup).
(Wijana, 1993)

D. GEJALA DAN TANDA


Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena berkembang tanpa
ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita
glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya
diketahui di saat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.
Pada fase lanjut glaukoma, gejala-gejala berikut mungkin timbul:
- Hilangnya lapang pandang perifer
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur

10
- Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya.
Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan
penurunan persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang
yang progresif. Yang pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada
akhirnya hanya akan menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel
vision). Penderita biasanya tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang
perifer ini karena lapang pandang sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala,
nausea, mata merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan (Ilyas, 2009).

E. DIAGNOSIS
1. Funduskopi.
Untuk melihat gambaran dan menilai keadaan bagian dalam bola mata
terutama saraf optik.

2. Tonometri.
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan bola mata, baik dengan alat kontak
menyentuh bola mata ) maupun non kontak.
3. Gonioskopi.
Adalah pemeriksaan untuk menilai keadaan sudut bilik mata, adakah
hambatan pengaliran humor aquos.
4. Perimetri.
Pemeriksaan lapang pandangan dengan komputer, untuk mendeteksi atau
menilai hilangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf
penglihatan.Pemeriksaan lengkap ini hanya dilakukan pada penderita yang
dicurigai menderita glaukoma saja.

11
5. Tes provokasi
a. Untuk glaukoma sudut terbuka
i. Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan
intraokuler diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi
8 mmHg atau lebih dianggap mengidap glaukoma.
ii. Pressure congestion test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.
Kemudian ukur tensi intraokulernya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
iii. Kombinasi test minum dengan pressure congestion test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestion
test. Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39
mmHg atau lebih pasti patologis.
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gt 1 selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
b. Untuk glaukoma sudut tertutup
i. Tes kamar gelap
Orang sakit duduk di tempat gelap selama 1 jam, tak boleh
tertidur. Di tempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu
aliran cairan bilik mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih
dari 10 mmHg pasti patologis, sedang kenaikan 8 mmHg
mencurigakan.
ii. Tes membaca
Penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45
menit. Kenaikan tensi 10-15 mmHg patologis.
iii. Tes midriasis
Dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2%, homatropin 1%
atau neosynephrine 10%. Tensi diukur setiap ¼ jam selama 1 jam.
Kenaikan 5 mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih

12
pasti patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya
glaukoma akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.
iv. Tes bersujud (prone position test)
Penderita disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8-10
mmHg menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu
disusun dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa letaknya lebih
ke depan mendorong iris ke depan, menyebabkan sudut bilik
depan menjadi sempit
(Wijana, 1993)

F. DIAGNOSA BANDING
Glaukoma primer sudut terbuka:
 Glaukoma bertekanan rendah
 Glaukoma sudut tertutup kronik
 Glaukoma sekunder dengan sudut terbuka

Glaukoma primer sudut tertutup :

13
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Obat-obatan yang
kerap digunakan adalah:
a. Obat kolinergik (Parasimpatomimetik) kerja-langsung
 Pilocarpine Hydrochloride & Nitrate
Sediaan: Larutan, 0,25%, 0,5-6%, 8%, dan 10%, gel 4%. Juga ada
dalam bentuk lepas berkala (Ocusert)
Dosis: 1 tetes sampai 6 kali sehari; kira-kira sepanjang ½ inci gel
dimasukkan dalam cul-de-sac konjungtiva inferior sebelum tidur.
 Carbachol, Topikal
Sediaan: Larutan, 0,75%, 1,5%, 2,25%, dan 3%
Dosis: 1 tetes pada setiap mata, tiga atau empat kali sehari.
Carbachol kurang diabsorpsi melalui kornea dan umumnya dipakai
jika pilocarpine tidak efektif. Lama kerjanya 4-6 jam. Jika
benzalkonium chloride digunakan sebagai vehiculum, daya serap

14
carbachol sangat meningkat. Farmakodinamik carbachol juga
meliputi kerja tak langsung.
b. Obat Antikolinesterase Kerja-Tak Langsung
 Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)
Sediaan: Larutan, 0,25%, dan salep 0,25%
Dosis: 1 tetes tiga atau empat kali sehari atau salep sepanjang ¼
inci satu atau dua kali sehari.
Obat-obat parasimpatomimetik berikut ini poten dan bekerja lama,
serta digunakan bila obat-obat antiglaukoma lain tidak dapat
mengendalikan tekanan intra okuler. Saat ini mereka kurang
dipakai dibanding dulu. Miosis yang dihasilkan sangat kuat;
spasme siliaris dan miopia sering terjadi. Iritasi lokal sering
ditemukan dan phospholine iodide diduga bersifat kataraktogenik
pada beberapa pasien. Dapat terjadi blokade pupil. Dengan
semakin berkembangnya obat antiglaukoma modern, obat-obat ini
semakin jarang dipakai dibandingkan dulu.
 Echothiophate Iodine (Phospholine Iodide)
Sediaan: Larutan 0,03%, 0,06%, 0,125%, dan 0,25%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari atau lebih jarang lagi,
tergantung responnya.
Echothiophate iodide adalah obat yang bekerja lama serupa
dengan isoflurophate, yang mempunyai keuntungan karena larut-
air dan kurang menimbulkan iritasi lokal. Toksisitas sistemik dapat
timbul dalam bentuk stimulasi kolinergik, antara lain banyak liur,
mual, muntah, dan diare. Efek samping pada mata adalah
pembentukan katarak, spasme akomodasi, dan pembentukan kista
iris.
 Demecarium Bromide (Humorsol)
Sediaan: Larutan, 0,125% dan 0,25%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Mungkin terjadi toksisitas sistemik yang serupa dengan
echothiophate iodide.
c. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Nonspesifik

15
 Epinefrin 0,5-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Pada pengobatan glaukoma, epinephrine mempunyai keuntungan
berupa durasi kerja yang lama (12-72 jam) dan tidak menimbulkan
miosis. Ini terutama penting bagi pasien dengan katarak insipiens
(efek pada penglihatan tidak menonjol). Sedikitnya 25% pasien
menunjukkan alergi lokal; yang lain mengeluh sakit kepala dan
palpitasi jantung. Epinephrine menimbulkan efek pada tempat-
tempat yang memiliki reseptor alfa maupun beta.
Epinephrine terutama bekerja dengan meningkatkan pengeluaran
humor akuous. Namun obat ini juga mampu mengurangi produksi
humor akuous pada pemakaian yang lama.
Dosis semuanya sama, yakni 1 tetes dua kali sehari. Dipivefrin,
bentuk epinephrine yang teresterifikasi, cepat dihidrolisis menjadi
epinephrine. Farmakodinamiknya sama dengan farmakodinamik
epinephrine.
Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5%, 1%, dan 2%
Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%, 1%
dan 2%.
Dipivefrin hydrochloride (Propine) 0,1%.
d. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Relatif Spesifik-Alfa 2
 Apraclonidine Hydrochloride (Iopidine)
Sediaan: Larutan, 0,5% dan 1%
Dosis: 1 tetes larutan 1% sebelum terapi laser segmen anterior
dan tetesan kedua setelah tindakan hampir selesai. Satu tetes
larutan 0,5% dua atau tiga kali sehari sebagai pengobatan
tambahan jangka-pendek pada pasien glaukoma yang
menggunakan obat-obat lain.
Apraclonidine hydrochloride adalah agonis adrenergik alfa-2
yang relatif selektif; dipakai secara topikal untuk mencegah
dan mengendalikan tekanan intraokular agar tidak naik setelah
prosedur laser pada segmen anterior. Obat ini juga dipakai
sebagai terapi tambahan jangka-pendek pada pasien dengan
terapi medis maksimal yang masih ditoleransi yang masih

16
memerlukan penurunan tekanan intraokular. Apraclonidine
menurunkan tekanan intraokular dengan menekan
pembentukan humor akuous, yang mekanisme sebenarnya
belum jelas diketahui. Berbeda dengan clonidine,
apraclonidine ternyata tidak mudah melalui sawar jaringan
darah dan menimbulkan sedikit efek samping. Efek samping
sistemik yang jarang dilaporkan adalah turunnya tekanan
diastolik (jarang), bradikardia, dan gejala-gejala sistem saraf
pusat seperti insomnia, irritabilitas, dan penurunan libido. Efek
samping pada mata adalah memucatnya konjungtiva, elevasi
palpebra superior, midriasis, dan rasa terbakar.
 Brimonidine Tartrate (Alphagan-P)
Brimonidine adalah agonis adrenergik alfa-2 yang relatif
spesifik, yang menurunkan tekanan intraokular dengan
menekan produksi humor akuous dan mungkin juga dengan
meningkatkan pengaliran keluar humor akuous melalui jalur
uveosklera. Obat ini mempunyai efek minimum pada frekuensi
janrung dan tekanan darah.
Sediaan: Larutan, 0,15%
Dosis: 1 tetes dua atau tiga kali sehari. Mungkin digunakan
sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan obat
glaukoma lain. Sering kali digunakan sebagai obat pengganti
pada pasien yang tidak tahan obat penyekat beta.
Toksisitas: mulut kering, rasa menyengat, dan kemerahan
merupakan efek samping yang paling sering ditemukan.
e. Obat Penyekat Adrenergik-Beta (Simpatolitik)
 Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE, Betimol)
Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,25% dan 0,5%
Dosis: 1 tetes larutan 0,25% atau 0,5% di setiap mata, satu atau
dua kali sehari bila perlu. Satu tetes gel sekali sehari.
Timolol maleate adalah obat penyekat adrenergik-beta non
selektif yang diberikan secara topikal untuk pengobatan
glaukoma sudut terbuka, glaukoma afakik, dan beberapa jenis

17
glaukoma sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan
intraokular selama 12-24 jam. Timolol ternyata efektif pada
beberapa pasien glaukoma berat yang tidak dapat terkontrol
dengan obat-obat antiglaukoma lain yang telah ditoleransi
maksimal. Obat ini tidak memperngaruhi ukuran pupil atau
ketajaman penglihatan. Meskipun timolol biasanya ditoleransi
baik, pemberiannya harus hati-hati pada pasien-pasien yang
diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat
penyekat adrenergik-beta (misalnya asma, gagal jantung)
 Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)
Sediaan: :Larutan, 0,25% (Betoptic S) dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Betaxolol mempunyai efikasi sebanding dengan timolol dalam
pengobatan glaukoma. Selektivitas relatif terhadap reseptor-β1
mengurangi risiko efek samping pulmoner, khususnya pada
pasien dengan penyakit jalan nafas reaktif.
 Levobunolol Hydrochloride (Betagan)
Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Levobunolol adalah penyekat β1dan β2 non-selektif. Obat ini
mempunyai efek yang sebanding dengan timolol dalam
pengobatan glaukoma.
 Metipranolol Hydrochloride (OptiPranolol)
Sediaan: Larutan, 0,3%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Metipranolol adalah penyekat β1dan β2 non-selektif dengan
efek pada mata yang serupa dengan timolol.
 Carteolol Hydrochloride (Ocupress)
Sediaan: Larutan, 1%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Carteolol adalah penyekat-beta nonselektif dengan efek
farmakologik serupa dengan penyekat-beta topikal lain yang
dipakai pada pengobatan glaukoma.

18
f. Penghambat Anhidrase Karbonat; diberikan per oral
Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliare mengurangi
sekresi humor akuous. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per
oral terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular pada
kasus glaukoma sudut terbuka tertentu dan dapat dipakai pada
glaukoma sudut tertutup dengan sedikit efek.
Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan adalah derivat-derivat
sulfonamide. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum kira-
kira setelah 2 jam; pemberian intravena, setelah 20 menit. Lama efek
maksimal adalah 4-6 jam setelah pemberian per oral.
Penghambat anhidrase karbonat pada pasien dengan tekanan
intraokular yang tidak dapat dikendalikan dengan tetes mata. Untuk itu
obat-obat ini berguna, tetapi punya banyak efek samping yang tidak
diinginkan, seperti deplesi kalium, gangguan lambung, diare,
dermatitis eksfoliatif, pembentukkan batu ginjal, nafas pendek,
fatigue, asidosis, dan kesemutan pada ekstremitas. Penghambat
anhidrase karbonat sistemik jadi lebih jarang dipakai sejak ada
timolol, penghambat anhidrase karbonat topikal dan terapi laser.
 Acetazolamide (Diamox)
Sediaan dan dosis:
Oral: Tablet, 125 mg dan 250 mg; berikan 125-250 mg, dua
sampai empat kali sehari (jangan melebihi 1 g dalam 24 jam).
Kapsul lepas-berkala, 500 mg; berikan 1 kapsul, satu atau dua
kali sehari.
Parenteral: Dapat diberikan ampul 500 mg intramuskular atau
intravena untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima
per oral.
 Methazolamide
Sediaan: Tablet, 25 mg dan 50 mg.
Dosis: 50-100 mg, dua atau tiga kali sehari (total tidak
melebihi 600 mg/hari)
 Dichlorphenamide (Daranide)

19
Sediaan: Tablet, 50 mg.
Dosis: Dosis awal 100-200 mg, diikuti 100 mg setiap 12 jam
sampai tercapai respon yang diinginkan. Dosis pemeliharaan
(maintenance) yang umum untuk glaukoma adalah 25-50 mg
tiga atau empat kali sehari. Dosis harian total jangan melebihi
300 mg.
g. Penghambat Anhidrase Karbonat; Diberikan Topikal
Dorzolamide dan brinzolamide adalah obat-obat penghambat
anhidrase karbonat topikal. Keduanya merupakan produk sulfonamide
dengan penetrasi kornea yang cukup untuk mencapai epitel sekretorik
corpus ciliare dan dapat menurunkan tekanan intraokular dengan
menekan sekresi humor akuous.
 Dorzolamide Hydrochloride (Trusopt)
Sediaan: Larutan 2%
Dosis: 1 tetes dua sampia empat kali sehari. Dapat dipakai
preparat yang mana pun (dorzolamide atau brinzolamide).
Oabt ini bisa digunakan sebagai monoterapi, tetapi lebih sering
dikombinasikan dengan obat-obat glaukoma lain.
Toksisitas: reaksi-reaksi lokal, seperti rasa terbakar dan
tersengat, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi
pada konjungtiva. Rasa pahit pasca-penetesan sering didapat.
Efek samping sistemik, seperti yang ditemukan pada
pemberian oral, jarang ditemukan.

 Brinzolamide Opthalmide Suspension (Azopt)


Sediaan: Suspensi 1%
Dosis: 1 tetes dua sampai empat kali sehari
h. Analog Prostaglandin
Obat-obat ini tampaknya menurunkan tekanan intraokular dengan cara
meningkatkan aliran keluar humor akuous, terutama melalui jalur
uveosklera. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat-
obat glaukoma lain.
 Latanoprost (Xalatan)

20
Sediaan: Larutan, 0,005%
Dosis: 1 tetes sehari.
 Travoprost (Travatan)
Sediaan: Larutan, 0,004%
Dosis: 1 tetes sehari
 Bimatoprost (Lumigan)
Sediaan: Larutan, 0,03%
Dosis: 1 tetes sehari
 Unoprostone Isopropyl (Rescula)
Sediaan: Larutan, 0,15%
Dosis: 2 tetes sehari
Toksisitas: Keempat sediaan menyebabkan peningkatan
pigmentasi coklat pada iris, konjungtiva hiperemis, keratopati
epitelial pungtata, dan sensasi benda asing. Sebagai tambahan,
obat-obat ini bisa memperburuk peradangan mata dan telah
dihubungkan dengan berkembangnya edema makula kistoid.
i. Preparat Topikal Kombinasi
Saat ini makin dikembangkan sediaan obat yang menggabungkan
berbagai senyawa dengan farmakologi yang berbeda, yang terutama
ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien meskipun besar efek
penurunan tekanan intaokular yang didapat tidak sebesar jumlah efek
yang diperoleh pada penggunaan senyawa-senyawa tersebut secara
terpisah. Contoh sediaan obat tersebut:
 Xalacom (Latanoprost 0,005% dan timolol 0,5%) sekali sehari
di waktu pagi
 Cosopt (dorzolamide 2% dan timolol 0,5%) dua kali sehari.
 Combigan (Brimonidine 0,2% dan timolol 0,5%) dua kali
sehari
 Duotrav (Travoprost 0,004% dan timolol 0,5%) sekali sehari
 Ganfort (Bimatoprost 0,03% dan timolol 0,5%) sekali sehari
j. Obat Osmotik
Obat-obat hiperosmotik dipakai untuk mengurangi tekanan intraokular
dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap humor akuous.

21
Obat-obat ini pada umumnya dipakai dalam penanganan glaukoma
akut (sudut tertutup) dan kadang-kadang pra-atau pasca bedah bila
diindikasikan penurunan tekanan intraokular. Dosis semua obat rata-
rata 1,5 g/kg.
 Gliserin (Osmoglyn)
Sediaan dan dosis: Gliserin umumnya diberikan per oral dalam
larutan 50% dengan air, jus jeruk, atau larutan garam beraroma
dengan es (1 ml Gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1-1,5 g/kg.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum dicapai dalam 1
jam dan bertahan 4-5 jam.
Toksisitas: Mual, muntah, dan sakit kepala kadang-kadang terjadi.
Pemberian per oral dan tiadanya efek diuretik adalah keuntungan
gliserin dibanding obat-obat hiperosmotik lain.
 Isosorbide (Ismotic)
Sediaan: Larutan 45%
Dosis: 1,5 g/kg per oral
Mulai dan jam kerja: seperti gliserin
Berbeda dengan gliserin, isosorbide tidak menghasilkan kalori atau
menaikkan kadar gula darah. Reaksi samping lainnya serupa
dengan reaksi gliserin. Setiap 220 ml isosorbide mengandung 4,6
meq natrium.
 Mannitol (Osmitrol)
Sediaan: Larutan 5-25% untuk suntikan.
Dosis: 1,5-2 g/kg intravena, biasanya dengan kadar 20%.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum terjadi dalam 1
jam dan bertahan 5-6 jam.
Masalah “overload” kardiovaskular dan edema paru lebih sering
pada obat ini karena besarnya volume cairan yang dibutuhkan.
 Urea (Ureaphil)
Sediaan: Larutan 30% lyophilized urea dalam gula invert.
Dosis: 1-1,5 g/kg per intravena
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensi maksimum terjadi dalam 1
jam dan bertahan 5-6 jam.

22
Toksisitas: Ekstravasasi aksidental pada tempat suntikan dapat
menimbulkan reaksi lokal, yang berkisar dari iritasi ringan sampai
nekrosis jaringan.
2. Terapi Operatif
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila:
a. Tekanan intraokuler tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg.
b. Lapang pandangan terus mengecil.
c. Orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
d. Tidak mampu membeli obat
e. Tak tersedia obat-obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, yaitu membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor
akuous oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai laggi.
Macam operasi:
 Iridenkleisis
 Trepanasi dari Eliot
 Sklerotomi dari Scheie
 Siklodialise
 Trabekulektomi
 Siklodiatermi : merusak badan siliar sehingga pembentukan humor akuos
berkurang (Wijana, 2009).

H. PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan.Glaukoma dapat dirawat dengan
obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata.Menurunkan tekanan pada
mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin
dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan mata (Ilyas, 2009).

23
BAB III

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai penerbit FKUI; 2008. Hal. 212-17.
2. The Eye M.D. Association. Glaucoma. In: Basic and Clinical Science Course
American Academy of Ophthalmology. Section 10. Singapore : LEO; 2008.
3. Vaughan D, Eva PR. Glaukoma. Dalam : Suyono YJ, Editor. Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal. 220-39.

24
4. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of ophthalmology. In:
Basic and Clinical Science Course American Academy of Ophthalmology.
Section 2. Singapore : LEO; 2008.
5. Crick RP, Khaw PT. Practical Anatomy and Physiology of The Eye and Orbit.
In: A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3thEd. Singapore : FuIsland Offset
Printing (S) Pte Ltd; 2003. p 5-7.
6. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical
Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
7. Ming ALS, Constable IJ. Lens and Glaukoma. In : Color Atlas of
Ophtalmology. 3th Ed. New York : World Science; 2006. p 51-60.
8. Lang GK. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy. Germany :
Georg Thieme Verlag; 2007. p 239-71.

25

Anda mungkin juga menyukai