Disusun oleh :
dr. Handayan Hutabarat
Pembimbing :
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M(K)
I. PENDAHULUAN
Penyakit mata tiroid adalah suatu penyakit autoimun yang dapat bermanifestasi pada
kondisi hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid. Perubahan mata pada penyakit tiroid sering
muncul pada fase hipertiroid, tetapi banyak juga pasien yang berada pada kondisi eutiroid.
Graves disease adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk paling sering
dari hipertiroidisme.1 Sedangkan Graves’ Ophthalmopaty (GO) merupakan tanda penyakit
Graves paling sering dan penting, yaitu mencapai 20-25% dari seluruh kasus.2
Manifestasi klinis GO antara lain retraksi kelopak mata, khemosis, proptosis, keratitis
eksposure, diplopia, dan neuropati optik. Tatalaksana untuk GO bervariasi mulai dari lubrikasi
dengan air mata buatan, salep antibiotik saat malam, steroid sistemik, agen imonosupresan,
sampai dengan pembedahan. Pembedahan dapat berupa dekompresi orbita, operasi strabismus
maupun operasi kelopak mata.1,3,4
Laporan kasus ini menyajikan kasus seorang perempuan berusia 30 tahun dengan mata
kanan kiri proptosis et causa Graves’ Ophthalmopathy. Perjalanan klinis, dasar diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis akan menjadi bahan diskusi pada laporan kasus ini.
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama (+).
Status Oftalmologis :
Mata Kanan Mata Kiri
6/6 Visus 6/6
- Visus Koreksi -
17.6 mmHg Tekanan Intra 18.9 mmHg
Okular
Mata Kanan Mata kiri
Proptosis (+), gerak bola mata Bola Mata Proptosis (+), gerak bola mata
bebas ke segala arah, Hirschberg bebas ke segala arah, Hirschberg
test 0°, diplopia (-) test 0°, diplopia (-)
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Lagoftalmus (+) ± 3-4 mm, Parese Lagoftalmus (-), corneal exposure
corneal exposure (-), scleral show (-), scleral show (-), Bell’s
(+), Bell’s phenomenon (+) phenomenon (+)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
Injeksi (-), sekret (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Kesan kedalaman cukup Bilik Mata Depan Kesan kedalaman cukup
Kripte (+), atrofi (-) Iris Kripte (+), atrofi (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm, Pupil Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) normal refleks pupil (+) normal
Jernih (+) Lensa Jernih (+)
(+) Cemerlang Refleks Fundus (+) Cemerlang
Papil NII : bulat, batas tegas, Funduskopi Papil NII : bulat, batas tegas,
warna kuning kemerahan, cup warna kuning kemerahan, cup
disc ratio (CDR) 0.3-0.4 disc ratio (CDR) 0.4
Vasa : artery-vein ratio (AVR) Vasa : artery-vein ratio (AVR)
2/3, perjalanan vasa dalam batas 2/3, perjalanan vasa dalam batas
normal normal
Retina : perdarahan (-), eksudat (-), Retina : perdarahan (-), eksudat (-),
edema (-), ablasio (-) edema (-), ablasio (-)
Makula : fovea refleks (+) Makula : fovea refleks (+)
cemerlang, perdarahan (-), edema cemerlang, perdarahan (-), edema
(-) (-)
Kesan :
- Tak tampak massa retrobulbar.
- Tak tampak perdarahan / infark atau SOL.
- Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial.
VI. RESUME
Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri menonjol
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kedua mata proptosis. Hal ini dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu, awalnya tidak terlalu terlihat. Mata proptosis dirasakan terutama mata kanan.
Lagoftalmus pada kelopak mata kanan (+), mata kanan lakrimasi (+), penurunan visus (-),
diplopia (-), dan nyeri (-). Sedangkan mata kiri proptosis (+), lagoftalmus pada kelopak mata
kiri (+), penurunan visus (+), diplopia (-), dan nyeri (-). Pasien memeriksakan mata ke RSUD
setempat lalu dirujuk ke RSDK untuk penanganan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit hipertiroid (+) diketahui sejak 3 tahun lalu, namun tidak berobat rutin. Pasien
mulai minum obat teratur sejak 1 tahun ini dengan Thyrozol 2x15mg dan Propanolol 2x40mg.
Status Oftalmologis :
Mata Kanan Mata kiri
6/6 Visus 6/6
17.6 mmHg Tekanan Intra 18.9 mmHg
Okular
Proptosis (+), gerak bola mata Bola Mata Proptosis (+), gerak bola mata
bebas ke segala arah, Hirschberg bebas ke segala arah, Hirschberg
test 0°, diplopia (-) test 0°, diplopia (-)
Lagoftalmus (+) ± 3-4 mm, Parese Lagoftalmus (-), corneal exposure
corneal exposure (-), scleral (-), scleral show (-), Bell’s
show (+), Bell’s phenomenon (+) phenomenon (+)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
Injeksi (-), sekret (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Kesan kedalaman cukup Bilik Mata Depan Kesan kedalaman cukup
Kripte (+), atrofi (-) Iris Kripte (+), atrofi (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm, Pupil Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) normal refleks pupil (+) normal
Jernih (+) Lensa Jernih (+)
(+) Cemerlang Refleks Fundus (+) Cemerlang
Dalam batas normal Funduskopi Dalam batas normal
7
1
Pemeriksaan Tambahan : Eksoftalmometer (Hertel)
- Baseline : 112 mm
- Mata kanan : 23 mm, mata kiri : 24 mm
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : Dalam batas normal.
IX. PENATALAKSANAAN
Telah Dilakukan :
7
1
Terapi post operasi :
- Cefixime 2x200mg p.o
- Metilprednisolon 8mg 2-0-1 tab p.o
- Ranitidin 2x150mg p.o
- Paracetamol 3x500mg p.o
- C-Lyteers eyedrop /6jam Mka (dari sela jahitan)
- Gentamisin e-ointment di luka jahitan
- Tarsorafi kelopak mata kanan (dipertahankan 3-4 minggu)
X. PROGNOSIS
Prognosis Mata Kanan Mata Kiri
Quo Ad Visam Bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Cosmeticam Bonam Bonam
Quo Ad Vitam Bonam
XI. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sakit yang diderita pasien disebut sebagai
proptosis, yaitu penonjolan bola mata. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah
satunya Graves’ Ophthalmopathy, yang disebabkan oleh reaksi autoimun.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi yang perlu diperhatikan saat ini adalah kelopak
mata kanan yang tidak dapat menutup sempurna, sehingga mata kanan pasien memiliki risiko
paparan terhadap kornea yang dapat menyebabkan banyak komplikasi seperti mata kering
sampai dengan infeksi.
3. Menjelaskan pada pasien akan dilakukan tindakan operasi yang bertujuan agar kelopak
mata kanan pasien dapat menutup dengan sempurna untuk mencegah terjadinya paparan pada
kornea yang mana jika tidak dilakukan tindakan kemungkinan akan berdampak pada
kekeringan kornea, infeksi kornea sampai ulkus.
4. Menjelaskan pada pasien bahwa tindakan yang dilakukan tetap ada risiko dan kemungkinan
komplikasinya, seperti infeksi, trauma pada jaringan sekitarnya.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa saat operasi akan dilakukan penjahitan antara kelopak mata
atas dan bawah (tarsorafi) mata kanan, yang mana setelah operasi pasien sementara waktu tidak
dapat melihat menggunakan mata kanan. Tarsorafi akan dilepas setelah 3-4 minggu pasca
operasi.
6. Menjelaskan pada pasien bahwa pasien harus rutin kontrol untuk evaluasi perbaikan gejala,
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi maupun inflamasi akut.
7. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh hipertiroid, sehingga
pasien harus tetap kontrol ke Poli Penyakit Dalam dalam penanganan penyakit secara
komprehensif.
XII. FOLLOW UP
Follow Up Hari ke-1 Post Operasi
(Kamis, 22 Agustus 2019)
Kamis, Mata Kanan Mata Kiri Terapi
22 Agustus 2019
Visus Tidak dapat dievaluasi 6/15 Cefixime
(tarsorafi (+)) 2x200mg p.o
Tekanan Tdig N Tdig N Metilprednisolon
Intra Okular 8mg 2-0-1 tab p.o
Palpebra Edema (+); hiperemis (+); Edema (-), spasme (-) Ranitidin
jahitan (+) rapat di 2x150mg p.o
palpebra superior, rembes Paracetamol
darah (-), pus (-); tarsorafi 3x500mg p.o prn
(+) baik (jumlah 3 buah) nyeri
Konjungtiva Tidak dapat dievaluasi Injeksi (-), sekret (-) C-Lyteers eyedrop
Kornea Tidak dapat dievaluasi Jernih (+) /6jam Mka (dari
Bilik Mata Depan Tidak dapat dievaluasi Kedalaman cukup sela jahitan)
Iris Tidak dapat dievaluasi Kripte (+), atrofi (-) Gentamisin eye-
Pupil Tidak dapat dievaluasi Bulat, sentral, reguler, Ø ointment pada
3mm, refleks pupil (+) jahitan
Lensa Tidak dapat dievaluasi Jernih (+)
normal Tarsorafi kelopak
Refleks Fundus Tidak dapat dievaluasi (+) Cemerlang mata kanan
Funduskopi Tidak dapat dievaluasi Dalam batas normal (dipertahankan 3-4
minggu)
XIII. DISKUSI
Pada tahun 1835, Grave mengutarakan suatu penyakit akibat naiknya metabolisme
tubuh disertai dengan perubahan pada mata yang dinamakan penyakit Grave atau eksoftalmus
goiter. Meningkatnya metabolisme menimbulkan berbagai perubahan di dalam tubuh, dan
perubahan pada mata dinamakan oftalmopati. 1
Ada banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kelainan yang ditemukan
pada jaringan orbita yang terkait dengan penyakit tiroid, antara lain Thyroid-Associated
Ophthalmopathy / Orbitopathy (TAO), Thyroid Ophthalmopathy / Orbitopathy, Graves
Ophthalmopathy / Orbitopathy (GO), Disthyroid Ophthalmopathy, Euthyroid / Infiltrative
Ophthalmopathy, Endocrine / Thyrotoxic / Malignant Exophthalmos dan Exophthalmos. 1
Graves Ophthalmopathy (GO) merupakan manifestasi ekstratiroid dari suatu penyakit
inflamasi autoimun yang menyerang jaringan orbita dan periorbita yang dapat menimbulkan
kebutaan. GO telah menjadi bahan penelitian dari para ilmuwan dikarenakan patofisiologi dan
tampilan klinisnya yang membingungkan. Pada umumnya GO disertai dengan adanya
hipertiroidisme (90%), namun pada pemeriksaan yang lebih lanjut tanda dan gejala tersebut
juga ditemukan pada mereka yang eutiroid (6%), tiroiditis Hashimoto (3%), maupun hipotiroid
(1%). 2
Prevalensi GO pada populasi Kaukasian sebesar 25-50% sedangkan di Asia mencapai
34,7%. Insidensi GO lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio
16:3 per 100.000 penduduk setiap tahunnya di Amerika Serikat. Hasil pemeriksaan TSH pada
Riskesdas (2007) mendapatkan 12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan menunjukkan
kecurigaan adanya hipertiroid, sedangkan 2,7% laki-laki dan 2,2% perempuan hipotiroid.
Riskesdas (2013) mendapatkan hasil 0,4% penduduk Indonesia berusia 15 tahun atau lebih
mengakui terdiagnosis hipertiroid, yang berarti terdapat lebih dari 700.000 orang terdiagnosis
hipertiroid. 3, 4
Hipertiroid merupakan suatu kelainan autoimun yang bersifat sistemik, dimana tubuh
membentuk anti-tirotropin yang akan menghambat reseptor tirotropin (thyroid stimulating
hormone receptor, TSH-R) sehingga akan terjadi penumpukan hormon tiroid di dalam tubuh.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah anti-tirotropin yang tinggi pada penderita
hipertiroid dan penderita GO, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi imunologis yang
sama adalah dasar kedua kelainan ini. 5
Mekanisme terjadinya GO sebenarnya tidak diketahui dengan jelas. Secara umum
dinyatakan bahwa kelainan yang terjadi pada mata disebabkan oleh proses autoimun, yang
mana gejala yang timbul seperti mata kering, keratopati, gangguan gerak bola mata, diplopia,
gangguan otot ekstraokuler, penurunan tajam penglihatan akibat kompresi saraf optik, serta
kelainan secara fisik seperti mata juling maupun penonjolan bola mata. Kelainan ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsional yang sangat berpotensi mengancam fungsi penglihatan
dan menurunkan kualitas hidup penderita, namun sebenarnya kelainan ini termasuk tipikal self-
limiting autoimmune disease. 5
Graves Ophthalmopathy (GO) didefinisikan sebagai suatu kondisi autoimun yang
dihubungkan dengan status kadar tiroid yang tidak normal, dimana terdapat inflamasi berat
yang menyebabkan remodeling jaringan orbita, termasuk akumulasi makromolekul
ekstraseluler dan lemak. Kondisi ini ditandai dengan retraksi kelopak mata, penonjolan bola
mata keluar, miopati ekstraokluler, dan neuropati optik. 5
A B
Gambar 2. Manifestasi klinis pada GO; (A) Fase aktif, (B) Fase stabil 5
1. Rajat M., Weis E. Thyroid Associated Orbitopathy. Indian J Ophtalmol. 2012. 60(2): 89-
93.
2. Liu G. T., Volpe N. J., Galetta S. L. Neuro-Ophthalmology Diagnosis and Management,
3rd edition. Orbital Disease. Elsevier. 2019. 18: 611-631.
3. Mallika P.S., et al. Thyroid Associated Ophthalmopathy - a review. Malaysian Family
Physician. [cited 2019 Apr 9];4(1):8-14. Avalilable from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170380/pdf/MFP-04-08.pdf
4. Infodatin. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. 2015 [cited 2019 Apr 9] Available from:
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-tiroid
5. Smith T. J., Hegedüs L. The New England Journal of Medicine. Graves’ Disease.
Massachusetts Medical Society. 2016. 1552-1565.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Thyroid Eye
Disease. 2018. 8: 197-199; 14: 426-428.
7. Şahlı E., Gündüz K. Turkish J of Ophthalmology. Thyroid Associated Ophthalmopathy.
2017. 47; 2: 94-105.
8. Bhatti M. T., Dutton J. J. North American Ophthalmology Society. Thyroid Eye Disease:
Therapy in the Active Phase. 2014. 34: 186–197.
9. Shan S. J., Douglas R. S. North American Ophthalmology Society. The Pathophysiology
of Thyroid Eye Disease. 2014. 34: 177–185.
10. Liaboe C.A., Clark T.J., Shriver E.M., et al. Thyroid Eye Disease: An Introductory
Tutorial and Overview of Disease. Eyerounds.org. 2016. [cited 2019 Apr 29] Available
from: https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/thyroid-eye-disease/4a-TED-
treatment.htm