Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS V

SEORANG PEREMPUAN 30 TAHUN DENGAN


MATA KANAN KIRI PROPTOSIS ET CAUSA
GRAVES’ OPHTHALMOPATHY (E05.00)

Disusun oleh :
dr. Handayan Hutabarat

Pembimbing :
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M(K)

Program Pendidikan Dokter Spesialis


Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang

2019
Laporan Kasus V

“SEORANG PEREMPUAN 30 TAHUN DENGAN MATA KANAN KIRI


PROPTOSIS ET CAUSA GRAVES’ OPHTHALMOPATHY (E05.00)”

Dibacakan oleh : dr. Handayan Hutabarat


Pembimbing : Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M(K)

I. PENDAHULUAN
Penyakit mata tiroid adalah suatu penyakit autoimun yang dapat bermanifestasi pada
kondisi hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid. Perubahan mata pada penyakit tiroid sering
muncul pada fase hipertiroid, tetapi banyak juga pasien yang berada pada kondisi eutiroid.
Graves disease adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk paling sering
dari hipertiroidisme.1 Sedangkan Graves’ Ophthalmopaty (GO) merupakan tanda penyakit
Graves paling sering dan penting, yaitu mencapai 20-25% dari seluruh kasus.2
Manifestasi klinis GO antara lain retraksi kelopak mata, khemosis, proptosis, keratitis
eksposure, diplopia, dan neuropati optik. Tatalaksana untuk GO bervariasi mulai dari lubrikasi
dengan air mata buatan, salep antibiotik saat malam, steroid sistemik, agen imonosupresan,
sampai dengan pembedahan. Pembedahan dapat berupa dekompresi orbita, operasi strabismus
maupun operasi kelopak mata.1,3,4
Laporan kasus ini menyajikan kasus seorang perempuan berusia 30 tahun dengan mata
kanan kiri proptosis et causa Graves’ Ophthalmopathy. Perjalanan klinis, dasar diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis akan menjadi bahan diskusi pada laporan kasus ini.

II. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. FP
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kudus
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. CM : C755876
III. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada hari Selasa, tanggal 20 Agustus 2019.

Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri menonjol


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kedua mata menonjol. Hal ini dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu, awalnya tidak terlalu terlihat. Mata menonjol dirasakan terutama mata kanan.
Kelopak mata kanan tidak dapat menutup sempurna. Mata kanan berair (+), mata merah (-),
penglihatan kabur (-), melihat dobel (-), dan terasa kemeng (-). Sedangkan mata kiri menonjol
(+), kelopak mata kiri dapat menutup sempurna (+), penglihatan kabur (+), mata merah (-),
melihat dobel (-), dan terasa kemeng (-). Pasien memeriksakan mata ke RSUD setempat lalu
dirujuk ke RSDK untuk penanganan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit hipertiroid (+) diketahui sejak 3 tahun lalu, namun tidak berobat rutin.
Pasien mulai minum obat teratur sejak 1 tahun ini dengan Thyrozol 2x15mg dan
Propanolol 2x40mg.
Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat sakit kencing manis disangkal.
Riwayat mengalami trauma pada mata disangkal.
Riwayat sakit pada mata atau operasi pada mata sebelumnya disangkal.
Riwayat penggunaan kacamata disangkal.
Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama (+).

Riwayat Sosial Ekonomi :


Suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta, pasien tidak bekerja. Memiliki 1 orang
anak usia sekolah. Biaya perawatan ditanggung BPJS. Kesan ekonomi cukup.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Praesen (20 Agustus 2019)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda - tanda Vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 90 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu : Afebris
Berat badan : 45 kg
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (+)

B. Status Oftalmologis (20 Agustus 2019)

Mata Kanan Mata Kiri

Mata Kanan Mata Kiri Mata Kanan Mata Kiri

Saat pasien membuka mata Saat pasien menutup mata

Status Oftalmologis :
Mata Kanan Mata Kiri
6/6 Visus 6/6
- Visus Koreksi -
17.6 mmHg Tekanan Intra 18.9 mmHg
Okular
Mata Kanan Mata kiri
Proptosis (+), gerak bola mata Bola Mata Proptosis (+), gerak bola mata
bebas ke segala arah, Hirschberg bebas ke segala arah, Hirschberg
test 0°, diplopia (-) test 0°, diplopia (-)
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Lagoftalmus (+) ± 3-4 mm, Parese Lagoftalmus (-), corneal exposure
corneal exposure (-), scleral show (-), scleral show (-), Bell’s
(+), Bell’s phenomenon (+) phenomenon (+)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
Injeksi (-), sekret (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Kesan kedalaman cukup Bilik Mata Depan Kesan kedalaman cukup
Kripte (+), atrofi (-) Iris Kripte (+), atrofi (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm, Pupil Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) normal refleks pupil (+) normal
Jernih (+) Lensa Jernih (+)
(+) Cemerlang Refleks Fundus (+) Cemerlang
Papil NII : bulat, batas tegas, Funduskopi Papil NII : bulat, batas tegas,
warna kuning kemerahan, cup warna kuning kemerahan, cup
disc ratio (CDR) 0.3-0.4 disc ratio (CDR) 0.4
Vasa : artery-vein ratio (AVR) Vasa : artery-vein ratio (AVR)
2/3, perjalanan vasa dalam batas 2/3, perjalanan vasa dalam batas
normal normal
Retina : perdarahan (-), eksudat (-), Retina : perdarahan (-), eksudat (-),
edema (-), ablasio (-) edema (-), ablasio (-)
Makula : fovea refleks (+) Makula : fovea refleks (+)
cemerlang, perdarahan (-), edema cemerlang, perdarahan (-), edema
(-) (-)

Pemeriksaan Tambahan (20 Agustus 2019)


Eksoftalmometer (Hertel)
- Baseline : 112 mm
- Mata kanan : 23 mm, mata kiri : 24 mm
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah (16 Juli 2019)
- Hemoglobin : 13.4 gr/dL - PPT : 10.6 detik
- Hematokrit : 42.4 % - PTTK : 38.4 detik
- Eritrosit : 5.37 juta/µL - Ureum : 14 mg/dL
- Leukosit : 9.300 /µL - Kreatinin : 0.79 mg/dL
- Trombosit : 352.000 /µL - Natrium : 139 mmol/L
- GDS : 77 mg/dL - Klorida : 108 mmol/L
- SGOT : 20 U/L - Kalium : 4.1 mmol/L
- SGPT : 20 U/L - HbsAg : Negatif

Pemeriksaan Fungsi Tiroid (9 Juli 2019)


Free T4 : 13.64 pmol/L (10.6 – 19.4 pmol/L)

MSCT CT-Scan Kepala Tanpa Kontras (28 Desember 2018)


di RSU Kumala Siwi, Kudus.

Kesan :
- Tak tampak massa retrobulbar.
- Tak tampak perdarahan / infark atau SOL.
- Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial.
VI. RESUME
Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri menonjol
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kedua mata proptosis. Hal ini dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu, awalnya tidak terlalu terlihat. Mata proptosis dirasakan terutama mata kanan.
Lagoftalmus pada kelopak mata kanan (+), mata kanan lakrimasi (+), penurunan visus (-),
diplopia (-), dan nyeri (-). Sedangkan mata kiri proptosis (+), lagoftalmus pada kelopak mata
kiri (+), penurunan visus (+), diplopia (-), dan nyeri (-). Pasien memeriksakan mata ke RSUD
setempat lalu dirujuk ke RSDK untuk penanganan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit hipertiroid (+) diketahui sejak 3 tahun lalu, namun tidak berobat rutin. Pasien
mulai minum obat teratur sejak 1 tahun ini dengan Thyrozol 2x15mg dan Propanolol 2x40mg.
Status Oftalmologis :
Mata Kanan Mata kiri
6/6 Visus 6/6
17.6 mmHg Tekanan Intra 18.9 mmHg
Okular
Proptosis (+), gerak bola mata Bola Mata Proptosis (+), gerak bola mata
bebas ke segala arah, Hirschberg bebas ke segala arah, Hirschberg
test 0°, diplopia (-) test 0°, diplopia (-)
Lagoftalmus (+) ± 3-4 mm, Parese Lagoftalmus (-), corneal exposure
corneal exposure (-), scleral (-), scleral show (-), Bell’s
show (+), Bell’s phenomenon (+) phenomenon (+)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
Injeksi (-), sekret (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-)
Jernih (+) Kornea Jernih (+)
Kesan kedalaman cukup Bilik Mata Depan Kesan kedalaman cukup
Kripte (+), atrofi (-) Iris Kripte (+), atrofi (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm, Pupil Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) normal refleks pupil (+) normal
Jernih (+) Lensa Jernih (+)
(+) Cemerlang Refleks Fundus (+) Cemerlang
Dalam batas normal Funduskopi Dalam batas normal
7
1
Pemeriksaan Tambahan : Eksoftalmometer (Hertel)
- Baseline : 112 mm
- Mata kanan : 23 mm, mata kiri : 24 mm

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : Dalam batas normal.

Pemeriksaan Fungsi Tiroid


Free T4 : 13.64 pmol/L

MSCT CT-Scan Kepala Tanpa Kontras


Kesan :
- Tak tampak massa retrobulbar.
- Tak tampak perdarahan / infark atau SOL.
- Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial.

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Mata Kanan Kiri Proptosis et causa Graves’ Ophthalmopathy.
- Mata Kanan Kiri Proptosis et causa Pseudotumor.
- Mata Kanan Kiri Proptosis et causa Massa Retrobulbar.

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Mata Kanan Kiri Proptosis et causa Graves’ Ophthalmopathy.

IX. PENATALAKSANAAN
Telah Dilakukan :

Mata Kanan Blefarotomi Elongasi / GA


Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, Sp.M(K) / DAY, DV
Rabu, 21 Agustus 2019 / OK Garuda 6 / 11.35 – 13.00

7
1
Terapi post operasi :
- Cefixime 2x200mg p.o
- Metilprednisolon 8mg 2-0-1 tab p.o
- Ranitidin 2x150mg p.o
- Paracetamol 3x500mg p.o
- C-Lyteers eyedrop /6jam Mka (dari sela jahitan)
- Gentamisin e-ointment di luka jahitan
- Tarsorafi kelopak mata kanan (dipertahankan 3-4 minggu)

Foto klinis durante operasi :

X. PROGNOSIS
Prognosis Mata Kanan Mata Kiri
Quo Ad Visam Bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Cosmeticam Bonam Bonam
Quo Ad Vitam Bonam

XI. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sakit yang diderita pasien disebut sebagai
proptosis, yaitu penonjolan bola mata. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah
satunya Graves’ Ophthalmopathy, yang disebabkan oleh reaksi autoimun.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi yang perlu diperhatikan saat ini adalah kelopak
mata kanan yang tidak dapat menutup sempurna, sehingga mata kanan pasien memiliki risiko
paparan terhadap kornea yang dapat menyebabkan banyak komplikasi seperti mata kering
sampai dengan infeksi.
3. Menjelaskan pada pasien akan dilakukan tindakan operasi yang bertujuan agar kelopak
mata kanan pasien dapat menutup dengan sempurna untuk mencegah terjadinya paparan pada
kornea yang mana jika tidak dilakukan tindakan kemungkinan akan berdampak pada
kekeringan kornea, infeksi kornea sampai ulkus.
4. Menjelaskan pada pasien bahwa tindakan yang dilakukan tetap ada risiko dan kemungkinan
komplikasinya, seperti infeksi, trauma pada jaringan sekitarnya.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa saat operasi akan dilakukan penjahitan antara kelopak mata
atas dan bawah (tarsorafi) mata kanan, yang mana setelah operasi pasien sementara waktu tidak
dapat melihat menggunakan mata kanan. Tarsorafi akan dilepas setelah 3-4 minggu pasca
operasi.
6. Menjelaskan pada pasien bahwa pasien harus rutin kontrol untuk evaluasi perbaikan gejala,
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi maupun inflamasi akut.
7. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh hipertiroid, sehingga
pasien harus tetap kontrol ke Poli Penyakit Dalam dalam penanganan penyakit secara
komprehensif.

XII. FOLLOW UP
Follow Up Hari ke-1 Post Operasi
(Kamis, 22 Agustus 2019)
Kamis, Mata Kanan Mata Kiri Terapi
22 Agustus 2019
Visus Tidak dapat dievaluasi 6/15 Cefixime
(tarsorafi (+)) 2x200mg p.o
Tekanan Tdig N Tdig N Metilprednisolon
Intra Okular 8mg 2-0-1 tab p.o
Palpebra Edema (+); hiperemis (+); Edema (-), spasme (-) Ranitidin
jahitan (+) rapat di 2x150mg p.o
palpebra superior, rembes Paracetamol
darah (-), pus (-); tarsorafi 3x500mg p.o prn
(+) baik (jumlah 3 buah) nyeri
Konjungtiva Tidak dapat dievaluasi Injeksi (-), sekret (-) C-Lyteers eyedrop
Kornea Tidak dapat dievaluasi Jernih (+) /6jam Mka (dari
Bilik Mata Depan Tidak dapat dievaluasi Kedalaman cukup sela jahitan)
Iris Tidak dapat dievaluasi Kripte (+), atrofi (-) Gentamisin eye-
Pupil Tidak dapat dievaluasi Bulat, sentral, reguler, Ø ointment pada
3mm, refleks pupil (+) jahitan
Lensa Tidak dapat dievaluasi Jernih (+)
normal Tarsorafi kelopak
Refleks Fundus Tidak dapat dievaluasi (+) Cemerlang mata kanan
Funduskopi Tidak dapat dievaluasi Dalam batas normal (dipertahankan 3-4
minggu)

Foto klinis post operasi hari ke-1 :


Mata Kanan Mata Kiri Mata Kanan Mata Kiri

Saat pasien membuka mata Saat pasien menutup mata

XIII. DISKUSI
Pada tahun 1835, Grave mengutarakan suatu penyakit akibat naiknya metabolisme
tubuh disertai dengan perubahan pada mata yang dinamakan penyakit Grave atau eksoftalmus
goiter. Meningkatnya metabolisme menimbulkan berbagai perubahan di dalam tubuh, dan
perubahan pada mata dinamakan oftalmopati. 1
Ada banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kelainan yang ditemukan
pada jaringan orbita yang terkait dengan penyakit tiroid, antara lain Thyroid-Associated
Ophthalmopathy / Orbitopathy (TAO), Thyroid Ophthalmopathy / Orbitopathy, Graves
Ophthalmopathy / Orbitopathy (GO), Disthyroid Ophthalmopathy, Euthyroid / Infiltrative
Ophthalmopathy, Endocrine / Thyrotoxic / Malignant Exophthalmos dan Exophthalmos. 1
Graves Ophthalmopathy (GO) merupakan manifestasi ekstratiroid dari suatu penyakit
inflamasi autoimun yang menyerang jaringan orbita dan periorbita yang dapat menimbulkan
kebutaan. GO telah menjadi bahan penelitian dari para ilmuwan dikarenakan patofisiologi dan
tampilan klinisnya yang membingungkan. Pada umumnya GO disertai dengan adanya
hipertiroidisme (90%), namun pada pemeriksaan yang lebih lanjut tanda dan gejala tersebut
juga ditemukan pada mereka yang eutiroid (6%), tiroiditis Hashimoto (3%), maupun hipotiroid
(1%). 2
Prevalensi GO pada populasi Kaukasian sebesar 25-50% sedangkan di Asia mencapai
34,7%. Insidensi GO lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio
16:3 per 100.000 penduduk setiap tahunnya di Amerika Serikat. Hasil pemeriksaan TSH pada
Riskesdas (2007) mendapatkan 12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan menunjukkan
kecurigaan adanya hipertiroid, sedangkan 2,7% laki-laki dan 2,2% perempuan hipotiroid.
Riskesdas (2013) mendapatkan hasil 0,4% penduduk Indonesia berusia 15 tahun atau lebih
mengakui terdiagnosis hipertiroid, yang berarti terdapat lebih dari 700.000 orang terdiagnosis
hipertiroid. 3, 4
Hipertiroid merupakan suatu kelainan autoimun yang bersifat sistemik, dimana tubuh
membentuk anti-tirotropin yang akan menghambat reseptor tirotropin (thyroid stimulating
hormone receptor, TSH-R) sehingga akan terjadi penumpukan hormon tiroid di dalam tubuh.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah anti-tirotropin yang tinggi pada penderita
hipertiroid dan penderita GO, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi imunologis yang
sama adalah dasar kedua kelainan ini. 5
Mekanisme terjadinya GO sebenarnya tidak diketahui dengan jelas. Secara umum
dinyatakan bahwa kelainan yang terjadi pada mata disebabkan oleh proses autoimun, yang
mana gejala yang timbul seperti mata kering, keratopati, gangguan gerak bola mata, diplopia,
gangguan otot ekstraokuler, penurunan tajam penglihatan akibat kompresi saraf optik, serta
kelainan secara fisik seperti mata juling maupun penonjolan bola mata. Kelainan ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsional yang sangat berpotensi mengancam fungsi penglihatan
dan menurunkan kualitas hidup penderita, namun sebenarnya kelainan ini termasuk tipikal self-
limiting autoimmune disease. 5
Graves Ophthalmopathy (GO) didefinisikan sebagai suatu kondisi autoimun yang
dihubungkan dengan status kadar tiroid yang tidak normal, dimana terdapat inflamasi berat
yang menyebabkan remodeling jaringan orbita, termasuk akumulasi makromolekul
ekstraseluler dan lemak. Kondisi ini ditandai dengan retraksi kelopak mata, penonjolan bola
mata keluar, miopati ekstraokluler, dan neuropati optik. 5

Faktor Genetik berperan pada Graves Ophthalmopathy (GO)


Penyakit tiroid dan penyakit GO terjadi pada populasi yang secara genetik berisiko
terhadap penyakit autoimun yang dipicu oleh faktor lingkungan. Sampai saat ini, predisposisi
terjadinya proses autoimun pada penyakit tiroid dianggap multilokus dan berkaitan dengan gen
HLA dan gen reseptor TSH. Predisposisi imunogenetik kemungkinan didasarkan pada
peningkatan human leukocyte antigen (HLA) tertentu (DR, B8, DQ3, dan DW). Namun saat ini
belum ada heterogenitas genetik yang signifikan, serta belum ada lokasi untuk HLA
ditemukan.2, 5
Penelitian terbaru menunjukkan gen pada lokus penyakit tiroid ditemukan pada
kromosom 14 beberapa penderita GO. Lokasi dari gen untuk kromosom 14 berada pada area
gen untuk reseptor TSH. Beberapa peneliti memiliki hipotesis bahwa antigen-antigen yang
memengaruhi terjadinya hipertiroid juga memengaruhi jaringan orbita, dikarenakan jaringan
orbita ini memiliki reseptor antigen yang sama dengan tiroid. 2, 5
Proses reaksi autoimun yang terjadi di jaringan lunak orbita menyebabkan terjadinya
pelepasan fibroblas. Faktor lain yang dapat meningkatkan jumlah fibroblas di jaringan lunak
orbita adalah merokok, dimana dapat meningkatkan insidensi sebanyak lima kali. Penelitian
membuktikan bahwa dengan berhenti atau mengurangi merokok dapat menurunkan produksi
fibroblas di jaringan secara signifikan, dan penderita memiliki respons lebih baik terhadap
pengobatan dibandingkan mereka yang masih melanjutkan merokok. Faktor keluarga dengan
penyakit tiroid dapat diturunkan sebanyak 20-60%. Beberapa faktor risiko lain seperti terapi
genetik untuk hipertiroid, jumlah antibodi reseptor TSH, usia lanjut, dan stress dapat
meningkatkan derajat keparahan dan risiko oftalmopati. 6

Patogenesis Graves Ophthalmopathy (GO)


Produksi hormon kelenjar tiroid diawali oleh sekresi iodothyronines (T3 dan T4).
Sebagian besar hormon tiroid disekresikan sebagai T4 dan dikonversi menjadi T3. T4 memiliki
ikatan yang sangat kuat dengan thyroxin-binding globulin (TBG) dan thyroxin-binding pre-
albumin (TBPa). Tirotoksikosis dapat terjadi akibat produksi hormon yang berlebihan
(hipertiroidisme) atau dari kebocoran hormon kelenjar yang disebabkan oleh peradangan.
Pasien yang mengalami hipertiroidisme memiliki gejala-gejala klasik termasuk gugup,
kelelahan, penurunan berat badan, jantung berdebar, intoleransi panas, peningkatan nafsu
makan, dan berkeringat. Temuan pada pemeriksaan seperti takikardi dan penonjolan kelenjar
tiroid yang dapat teraba sering sebagai gejala yang muncul. Hasil laboratorium yang abnormal
ditemukan pada penyakit tiroid seperti peningkatan kadar T3 dan T4, peningkatan rasio T3-T4,
penurunan kadar TSH, antibodi reseptor thyrotropin, antibodi antitiroid, dan hasil abnormal T3
suppresion. Jumlah TSH rendah merupakan indikator paling sensitif pada disfungsi tiroid. 5
Inflamasi jaringan orbita melalui stimulasi fibroblas orbita merupakan patogenesis dari
thyroid eye disease (GO). Proses diawali dengan self-tolerance reseptor tirotropin (TSHR) dan
Insulin-like growth factor-1 receptor (IGF-1R) yang belum diketahui penyebabnya. Antigen
Precenting Cell (APC) menginternalisasi TSHR dan IGF-1R, kemudian mempresentasikan
kedua faktor tersebut ke sel T-helper. Sel T-helper kemudian teraktivasi dan menginduksi sel B
untuk memproduksi autoantibodi dari serum pasien (GD IgGs) atau menjadi sel T autoreaktif.
Interaksi antara GD IgGs dengan TSHR pada sel epitel folikular tiroid menyebabkan hipertropi
dan hiperplasia folikel. Autoreaktif CD40 sel T dapat melalui jaringan orbita, berinteraksi dan
menyebabkan aktivasi fibroblas orbita (OFs). Sel T, sel B dan OFs mensekresikan sitokin yang
juga mengaktivasi sel fibroblas. 6

Gambar 1. Patogenesis Thyroid Eye Disease (GO) 5

Fibroblas orbita yang teraktivasi dapat berdiferensiasi menjadi adiposa maupun


miofibroblas dan meningkatkan sintesis hialuronan. Fibroblas pada muskulus ekstraokuler
apabila terpapar oleh sitokin dapat berdiferensiasi menjadi miofibroblas yang ikut berperan
selama proses inflamasi, penyembuhan dan fibrosis. Fibroblas pada jaringan adiposa apabila
terpapar growth factor dan sitokin dapat berdiferensiasi menjadi adiposa dan kondisi ini
berkontribusi pada peningkatan volume jaringan orbita. Diketahui pula bahwa fibroblas yang
berikatan dengan sel T CD154 akan menginduksi Interleukin-6 (IL6), Interleukin-8 (IL8) dan
Prostaglandin E2 (PGE2) yang memicu sintesis hialuronan dan glikosaminoglikan. Pengisian
polianionik dan tingginya tekanan osmotik dari glikosaminoglikan ini menyebabkan sifat
hidrofilik dan meningkatkan kapasitas penyimpanan air dan hal ini menyebabkan muskulus
ekstraokuler membesar. 6
Tanda dan gejala klinis pada thyroid eye disease (GO) dapat muncul akibat terjadi
pembesaran progresif otot ekstraokular ataupun akibat terjadi hipertrofi pada lemak orbita. Otot
ekstraokular akan membesar hingga menekan saraf optik di dalam orbita. Sedangkan dalam
beberapa kasus (namun jarang), proptosis progresif dapat meregangkan saraf optik sehingga
menyebabkan disfungsi saraf optik. 6
Gejala dan tanda klinis pada GO dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya hipertiroid
atau dapat terjadi dalam rentang 18 bulan setelah hipertiroid muncul. Namun pada 70% kasus,
gejala dan tanda klinis GO akan terjadi selama bertahun-tahun setelah hipertiroid muncul.
Secara klinis, gejala yang dialami oleh penderita GO sangat khas dan bisa terdapat lebih dari
satu gejala pada saat yang bersamaan. 6

Manifestasi Klinis Graves Ophthalmopathy (GO)


Graves Ophthalmopathy (GO) dapat dibagi menjadi 3 fase, tergantung dari aktif
tidaknya proses inflamasi yang sedang terjadi, yakni fase aktif, fase stabil, dan fase inaktif. 5

A B

Gambar 2. Manifestasi klinis pada GO; (A) Fase aktif, (B) Fase stabil 5

Manifestasi klinis yang terjadi pada fase aktif adalah: 5


a) Proptosis atau eksoftalmus; bedakan antara “true proptosis”, dimana terjadi
pemisahan dari otot levator dan pseudo-proptosis dimana kelopak mata kontralateral
mengalami retraksi sehingga timbul kesan adanya proptosis.
b) Strabismus; terjadinya restriksi pada otot rektus bola mata terutama inferior dan
medial sehingga pada pemeriksaan akan tampak deviasi horizontal atau deviasi
vertikal, ditandai dengan force duction test yang positif.
c) Diplopia; dapat bersifat intermiten (hanya terjadi saat bangun tidur atau kelelahan
dan pada “extreme gazes”) atau konstan (pada “primary gaze” atau pada posisi
membaca).
d) Kelainan segmen anterior mata. Kelainan pada permukaan okuler mata ini sering
tidak mendapatkan perhatian utama. Paparan pada kornea, instabilitas dari kualitas
dan jumlah air mata, evaporasi air mata yang cepat dan osmolaritas air mata tinggi
timbul akibat lagoftalmus. Kelainan segmen anterior ini biasanya mendahului
keluhan yang lainnya. Injeksi konjungtiva dan kemosis konjungtiva terutama
terdapat pada area di atas otot rektus bola mata.
e) Penurunan visus yang diakibatkan oleh dysthyroid optic neuropathy (DON) dimana
terjadi kompresi pada nervus optikus tetapi karena tidak ditandai oleh edema pada
nervus optikus hal ini biasanya tidak terdeteksi secara cepat. Peningkatan tekanan
intraokuler biasanya tinggi pada mereka yang mengalami DON.

Sistem Klasifikasi Graves Ophthalmopathy (GO)


Klasifikasi NOSPECS yang diperkenalkan oleh Werner tahun 1960 yang kemudian
dimodifikasi pada tahun 1977 merupakan pengelompokan GO yang paling sering digunakan
karena dapat dengan mudah diingat. Pengelompokan ini untuk mempermudah penilaian
keadaan klinis pasien secara komprehensif. 7
Adanya modifikasi NOSPECS, pengobatan pada GO berdasarkan derajat keparahan
penyakit dan bukan pada derajat aktivitas penyakitnya, sehingga tidak dapat diketahui dengan
pasti progresi dari suatu penyakit. Hal ini yang mendorong terciptakan sistem klasifikasi CAS
(Clinical Activity Score) yang diciptakan oleh Mourits dkk pada tahun 1989. Sejak adanya
sistem klasifikasi ini pengobatan dilakukan pada saat fase aktif, dan karena terdapat perbedaan
yang jelas antara fase aktif dengan fase stabil, serta monitoring lebih mudah dilakukan. 7
Sistem klasifikasi CAS mengalami modifikasi pada tahun 1997 dan modifikasi ini
memudahkan klinisi untuk menentukan kapan pengobatan dimulai serta kapan harus berhenti
dan mulai untuk monitoring. Pada modifikasi CAS terdapat sepuluh poin dan masing-masing
poin diberi nilai satu bila poin itu terdapat pada pasien. Modifikasi CAS ini dinilai pada setiap
kali pasien diperiksa. Pasien dianggap sedang dalam fase aktif bila pada pemeriksaan pertama
skornya adalah lebih dari 3 dari 7 poin pertama (>3/7), atau lebih dari 4 poin dari total 10 poin
(>4/10) pada pemeriksaan berikutnya secara berturut-turut. 7
Pada penilaian ini penderita dengan gejala ringan atau sedang diobati secara
konservatif. Penderita dengan gejala pembengkakan kelopak mata dan keterlibatan otot bola
mata dan memiliki skor CAS yang tinggi dipertimbangkan untuk pengobatan yang lebih
agresif, termasuk kortikosteroid sistemik dan terapi radiasi. Penderita dengan penyakit yang
mengancam penglihatan harus diobati secara darurat baik secara medis (steroid intravena) dan
dengan dekompresi orbital jika diperlukan. 7
Saat ini modifikasi CAS tidak lagi memadai sebagai penunjuk untuk pengobatan GO,
karena hanya menunjukkan ada tidaknya GO, tetapi tidak memberikan gambaran tingkat
keparahan. Sehingga diperkenalkan sistem klasifikasi VISA (Vision, Inflamation, Strabismus,
Appearance); yang diciptakan oleh Dolman dan Rootman pada tahun 2006, dan EUGOGO
(The European Group of Graves Ophthalmopathy). VISA lebih umum digunakan di wilayah
Amerika utara dan Kanada, sementara EUGOGO lebih sering digunakan di wilayah Eropa.
Kedua klasifikasi ini tidak dapat digunakan secara bersamaan ataupun bergantian, sehingga
salah satu klasifikasi saja yang digunakan untuk penilaian awal dan juga untuk pemeriksaan
yang berikutnya. 7
Sistem ini menilai empat parameter tingkat keparahan yaitu, vision (visus),
inflamation (inflamasi dan kongesti jaringan lunak orbita), strabismus (diplopia dan adanya
restriksi otot rektus bola mata), serta appearance (proptosis, retraksi kelopak mata, dan protrusi
lemak). Masing-masing parameter ini dinilai secara individual dan tiap parameter memiliki
beberapa skor yang perlu untuk dipertimbangkan. Nilai maksimum yang dapat diperoleh
adalah 20 poin, yang merupakan total dari masing-masing parameter yang telah dinilai secara
individual. 7
The European Group on Graves Ophthalmopathy (EUGOGO) merekomendasikan
sistem klasifikasi yang lebih sederhana. Dalam sistem ini penderita dibagi menjadi tiga grup,
yakni ringan, sedang, dan mengancam penglihatan. Seiring dengan menentukan skor klinis,
klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan tatalaksana dan urgensi pengobatan. 7

The European Group on Graves Ophthalmopathy (EUGOGO)


Classification Findings
Mild Minor impact on daily life (not justifying steroid treatment)
Minor (<2mm) lid retraction
Minor soft tissue swelling
Less than 3mm proptosis
Transient or no diplopia
Exposure symptomps responsive to lubricants
Moderate Significant impact on daily life (which if active justifies
steroid or surgical treatment)
Greater than 3mm or proptosis
Diplopia
Sight threatening TAO associated optic neuropathy
Exposure keratitis warranting immediate intervention
Tabel 1. Rekomendasi EUGOGO pada GO
Diagnosis penyakit mata tiroid ditegakkan jika terdapat 2 dari 3 tanda berikut ini : 4
1. Disfungsi tiroid (pada graves hipertiroidisme atau tiroiditis hashimoto).
2. Kondisi mata tipikal penyakit mata tiroid (unilateral atau bilateral retraksi
palpebra dengan atau tanpa lagofthalmus, unilateral atau bilateral proptosis, strabismus
restriktif, neuropati optik kompresif, dan khemosis).
3. Pemeriksaan radiologi yang mendukung (adanya pembesaran unilateral atau
bilateral 1 atau lebih dari otot otot rektus).

Pemeriksaan Penunjang Graves Ophthalmopathy (GO)2


1. Laboratorium
Pemeriksaan T3 (triiodothyronine), T4 (thyroxine) dan TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) digunakan untuk mengetahui abnormalitas fungsi tiroid. Pada Graves
didapatkan kadar T3 dan T4 melebihi nilai normal dan TSH rendah.
2. Lapang pandang untuk mengetahui adanya neuropati optik.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini berguna untuk menampilkan penebalan muskulus ekstraokuler pada
apeks orbita yang menekan nervus optikus dan membantu perencanaan dekompresi
orbita apabila diperlukan.
4. MRI
Pemeriksaan MRI selain dapat menilai pembesaran muskulus ekstra okuler juga sangat
baik untuk mengetahui neuropati optik kompresif yang masih ringan.

Terapi Graves Ophthalmopathy (GO)


Terapi harus dimulai pada saat diagnosa ditegakkan karena efektivitasnya akan
berkurang apabila sudah pada tahap fase stabil. Terapi paling efektif adalah pada bulan awal
fase inflamasi aktif, dan berkurang efektivitasnya pada bulan akhir fase inflamasi aktif. Pada
fase stabil, pilihan terapi terbatas yaitu operatif. Tujuan terapi pada GO yaitu mencapai status
eutiroid, mengurangi nyeri, proteksi visus dan perbaikan secara kosmetik pada fase stabil.
Hal ini dapat dicapai dengan beberapa modalitas terapi, yaitu: 4
1. Suportif
2. Medikamentosa
3. Pembedahan
4. Radioterapi
Terapi Operatif Graves Ophthalmopathy (GO)
Pilihan terapi pembedahan pada penyakit mata tiroid antara lain dekompresi orbita
dan koreksi retraksi palpebra.
1. Dekompresi Orbita 4
Dekompresi orbita adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk meningkatkan
volume orbita. Prosedur ini memberi ruang untuk otot dan lemak orbita yang membesar
sehingga mengurangi penekanan saraf optik dan pembuluh darah, serta mengurangi proptosis.
Pada mulanya prosedur dekompresi berupa mengambil dinding medial orbita dan dasar
orbita sehingga jaringan intra orbita dapat mengisi sinus ethmoid dan maksila. insisi yang
dibuat dapat melalui sinus maksila (Caldwell-Luc) atau orbitotomi anterior transkutan. Tetapi
jika digunakan pada pasien dengan penyakit inflamasi disertai pembesaran dan penekanan
muskulus rektus inferior, teknik operasi ini dapat membuat ptosis dan retraksi palpebra
superior. Approach yang banyak digunakan sekarang adalah insisi transkonjungtiva dengan
kantotomi kantolisisis lateral. Pengambilan lemak retrobulber pada prosedur dekompresi
semakin membantu mengurangi proptosis dan berguna untuk mengurangi neuropati optik
kompresi.
2. Koreksi Retraksi Kelopak Mata 4
Retraksi palpebra superior dapat dikoreksi dengan eksisi atau resesi muskulus muller,
resesi aponeurosis levator, myotomi muskulus levator, atau blefarotomi transversal full
thickness. Pada kasus penyakit mata tiroid, tarsoraphy lateral dikombinasi dengan resesi
retraktor superior dan inferior dapat memperbaiki kontur palpebra superior.
Sama halnya dengan koreksi palpebra superior, operasi untuk mengoreksi palpebra
inferior juga bergantung pada penyebabnya. Defisiensi lamelar anterior misalnya pada kasus
reseksi berlebih blefaroplasti akan memerlukan full thickness skin graft. Defisiensi lamelar
media misalnya pada jaringan sikatrik post trauma memerlukan pembebasan sikatrik.
Sedangkan defisiensi lamelar posterior pada penyakit kongenital akan memerlukan graft
membran mukosa full thickness.
Sedangkan pada penyakit mata tiroid, etiologi retraksi palpebra inferior beragam.
Retraksi yang berat pada palpebra inferior sering terjadi pada penyakit mata tiroid akan
memerlukan graft diantara retraktor palpebra inferior dan tarsus inferior. Penggunaan
kartilago aurikula, mukosa palatum durum, dan dermis fat adalah pilihan yang baik untuk
kasus seperti ini.
Prognosis dan Komplikasi
Prognosis GO dipengaruhi oleh usia. Pasien usia muda umunya memiliki manifestasi
klinis yang ringan dibandingkan usia dewasa sampai tua karena gangguan fungsional
menimbulkan perubahan struktur. Prognosis buruk juga berkaitan dengan merokok,
progresivitas yang cepat GO dan adanya myxedema (thyroid dermatopathy). Komplikasi GO
berupa ancaman penglihatan karena corneal exposure (keratopathy exposure) dan neuropati
optik kompresi terjadi pada 3-7% pasien. 8

XIV. PEMBAHASAN KASUS


Pasien seorang wanita berusia 30 tahun datang dengan keluhan kedua mata menonjol
yang telah diderita sejak 1 tahun yang lalu. Mata proptosis dirasakan terutama mata kanan.
Lagoftalmus pada kelopak mata kanan (+), mata kanan lakrimasi (+), penurunan visus (-),
diplopia (-), dan nyeri (-). Sedangkan mata kiri proptosis (+), lagoftalmus pada kelopak mata
kiri (+), penurunan visus (+), diplopia (-), dan nyeri (-). Pasien memeriksakan mata ke RSUD
setempat lalu dirujuk ke RSDK untuk penanganan lebih lanjut. Riwayat penyakit hipertiroid
(+) diketahui sejak 3 tahun lalu, namun tidak berobat rutin. Pasien mulai minum obat teratur
sejak 1 tahun ini dengan Thyrozol 2x15mg dan Propanolol 2x40mg.
Pemeriksaan status oftalmologi didapatkan visus mata kanan 6/6, mata kiri 6/15.
Mata kanan proptosis (+), lagoftalmus (+) ± 3-4 mm, scleral show (+), segmen anterior tenang,
funduskopi dalam batas normal, dan pemeriksaan hertel eksoftalmometer didapatkan
eksoftalmus (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar tiroid (+). Hasil
pemeriksaan laboratorium pada awalnya didapatkan peningkatan kadar FT4, namun setelah
diberikan pengobatan tiroid oleh Dokter Penyakit Dalam, hasil FT4 dalam batas normal.
Pasien sebelumnya telah diperiksa MSCT-scan kepala tanpa kontras di RSUD setempat, namun
didapatkan hasil yang tidak signifikan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan oftalmologis dan pemeriksaan
laboratorium pasien didiagnosis menderita Graves’ Ophthalmopathy (GO). Berdasarkan
anamnesis pada kasus ini adalah seorang wanita berusia 30 tahun sesuai dengan epidemiologi
GO lebih banyak terjadi pada wanita. Proptosis atau eksoftalmus terjadi, karena isi orbita
tertahan di dalam tulang orbita, dan dekompresi hanya bisa terjadi ke arah anterior.
Diagnosis banding seperti pseudotumor dan massa retrobulber. Pseudotumor dapat
dibedakan dari Graves’ Ophthalmopathy. Pada pseudotumor didapatkan proptosis, nyeri dan
tanda inflamasi lain seperti eritema, edema palpebra. Biasanya mengenai satu mata
(unilateral), jarang bilateral. Nyeri merupakan gejala umum dari pseudotumor pada dewasa
dan terjadi sekitar 58-69% diikuti diplopia sebanyak 31-38%. Edema periorbital terjadi pada
hampir 80% kasus, diikuti proptosis 32-62%, keterbatasan gerak bola mata 54%, mata merah
48%, chemosis 29%, penurunan visus 20% dan ptosis 16%. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan C-reactive protein (CRP) dan erythrocyte sedimentation
rate (ESR). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pembesaran otot multiple dengan
keterlibatan tendon, perbatasan anatomis tidak teratur.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dilakukan tindakan pembedahan berupa
elongasi levator palpebra mata kanan dan mata kiri dengan cara Blepharotomy. Tindakan
pembedahan dipilih mengingat kondisi pasien sudah berada pada fase stabil. Tindakan
pembedahan ini dilakukan bukan untuk memperbaiki penglihatan pasien, akan tetapi
memperbaiki kondisi retraksi kelopak mata bagian atas. Operasi ini bertujuan mengurangi
paparan kornea dan dapat digunakan untuk proptosis ringan sampai sedang.
Blepharotomy dilakukan dengan anestesi lokal dengan campuran 1- 1,5 ml
bupivakain 0,5% dan adrenalin (epinefrin) 1: 200.000 secara subkutan dan subconjunctiva.
Lakukan pendekatan transkutan pada lipatan kulit palpebral superior. Konjungtiva diinsisi pada
sepertiga temporal palpebral superior dan secara bertahap ditranseksikan selangkah demi
selangkah, kontrol tinggi dan kontur yang dicapai pada palpebra. Bila perlu kornu lateral
ditraseksi juga. Perhatian diberikan untuk meninggalkan jembatan sentral konjungtiva utuh di
bagian tengah palpebra di aksis pupil. Jembatan ini memiliki perpanjangan horisontal minimal
3-4mm untuk mempertahankan kontur kelopak mata yang baik dan alami dan untuk
menghindari ptosis sentral. Kemudian luka ditutup dengan jahitan kulit dengan benang silk 6-
0.

Gambar 3. Metode Blepharotomy; (kiri) Potongan sagital; (kanan) Gambar


skematik menunjukkan jembatan sentral konjungtiva dan insisi temporal dari cornu lateral.
Edukasi sangat penting pada kasus seperti tersebut di atas. Edukasi yang diberikan
meliputi kondisi pasien, diagnosis, komplikasi penyakit, pilihan tindakan, prognosis, dan
follow up selanjutnya. Pasien juga harus dijelaskan mengenai kemungkinan masih adanya
rekurensi penyakit walaupun sudah dilakukan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rajat M., Weis E. Thyroid Associated Orbitopathy. Indian J Ophtalmol. 2012. 60(2): 89-
93.
2. Liu G. T., Volpe N. J., Galetta S. L. Neuro-Ophthalmology Diagnosis and Management,
3rd edition. Orbital Disease. Elsevier. 2019. 18: 611-631.
3. Mallika P.S., et al. Thyroid Associated Ophthalmopathy - a review. Malaysian Family
Physician. [cited 2019 Apr 9];4(1):8-14. Avalilable from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170380/pdf/MFP-04-08.pdf
4. Infodatin. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. 2015 [cited 2019 Apr 9] Available from:
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-tiroid
5. Smith T. J., Hegedüs L. The New England Journal of Medicine. Graves’ Disease.
Massachusetts Medical Society. 2016. 1552-1565.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Thyroid Eye
Disease. 2018. 8: 197-199; 14: 426-428.
7. Şahlı E., Gündüz K. Turkish J of Ophthalmology. Thyroid Associated Ophthalmopathy.
2017. 47; 2: 94-105.
8. Bhatti M. T., Dutton J. J. North American Ophthalmology Society. Thyroid Eye Disease:
Therapy in the Active Phase. 2014. 34: 186–197.
9. Shan S. J., Douglas R. S. North American Ophthalmology Society. The Pathophysiology
of Thyroid Eye Disease. 2014. 34: 177–185.
10. Liaboe C.A., Clark T.J., Shriver E.M., et al. Thyroid Eye Disease: An Introductory
Tutorial and Overview of Disease. Eyerounds.org. 2016. [cited 2019 Apr 29] Available
from: https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/thyroid-eye-disease/4a-TED-
treatment.htm

Anda mungkin juga menyukai