Oleh :
dr. Marisa Rachim
Pembimbing :
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M. Kes, FISCM, Sp.M (K)
I. PENDAHULUAN
Limfoma orbital adalah jenis limfoma non Hodgkin yang berasal dari
konjungtiva, kelenjar lakrimal, jaringan lunak kelopak mata atau otot ekstraokuler
yang lokasinya berada di ekstrakonal. Limfoma orbital dikatakan primer ketika
muncul spontan dari salah satu lokasi ini dan sekunder ketika dikaitkan dengan
penyebaran metastasis dari ekstraorbital. Limfoma adalah tumor orbital ganas
primer yang paling umum di negara-negara Asia seperti Jepang dan Korea serta di
Eropa.1
Laporan ini menyajikan seorang wanita 29 tahun dengan mata kiri tumor
orbita superior e.c Non Hodgkin Malignant Lymphoma. Perjalanan klinis dan
penanganan yang dilakukan menjadi bahan diskusi pada laporan kasus ini.
1
III. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 19 November 2019 di Instalasi Rawat Jalan
Poliklinik Mata Merpati RS dr. Kariadi
Keluhan Utama : benjolan di kelopak mata kiri atas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 minggu yang lalu terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas, awalnya
bengkak kemudian membesar, nyeri (-), kemerahan (-), mata kabur (-), penglihatan
ganda (-), mata merah (-), nrocos (+). Benjolan dirasa semakin membesar jika
menangis, benjolan tidak pernah mengecil. Pasien periksa ke RS setempat karena
keluhan tidak berkurang kemudian dirujuk ke RS dr. Kariadi.
2
IV. PEMERIKSAAN
Status Praesen (19 November 2019)
Keadaan umum : Baik, kompos mentis
Tanda vital : Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi : 84 menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,5 o
Berat badan : 50 kg
3
Mata Kanan Mata Kiri
Visus 6/8.5 6/15
Koreksi S-0.75 6/6.6 NBC S-0.75 6/7.5 NBC
Tonometri 17.6 mmHg 18.7 mmHg
Terhambat -3 ke superior,
Gerak Bola Mata Bebas ke segala arah
superotemporal dan superonasal
teraba massa di palpebra superior
temporal ukuran 3x1 cm,
konsistensi kenyal, imobile, batas
Palpebra tegas, permukaan rata, warna
Edema (-) spasme (-)
sama dengan kulit sekitar, nyeri
tekan (-), edema (-), spasme (+),
proptosis (+), ptosis (+), ,
lagoftalmus (-)
Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-), kemosis (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Van Herick III Van Herick III
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, regular ᴓ 3 mm, Bulat, sentral, regular ᴓ 3 mm,
refleks pupil (+) normal refleks pupil (+) normal
Lensa jernih jernih
CV Turbidity (-) Turbidity (-)
Fundus refleks (+) cemerlang (+) cemerlang
Funduskopi
Mata Kanan dan Kiri
4
Pemeriksaan Palpebra
Pemeriksaan Eksoftalmometer
Sulit dilakukan
Laboratorium Darah
Hematologi Nilai Normal
Haemoglobin 14 gr/dL 13.00 – 16.00 (N)
Hematokrit 39.3 % 40 – 54 (L)
Eritrosit 4.22 juta/uL 4.4 – 5.9 (L)
Lekosit 8.6 ribu/uL 3.8 – 10.6 (N)
Trombosit 398.0 ribu/uL 150 – 400 (N)
PPT 10,1 detik 9.4 – 11.3 (N)
PPTK 30.8 detik 23.4 - 36.8 (N)
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 120 mg/dl 80 – 160 (N)
Ureum 17 mg/dl 15 – 39 (N)
Kreatinin 0.9 mg/dl 0.60 – 1.30 (N)
5
MSCT Orbita dengan Kontras ( 18 November 2019 )
6
medial kiri disertai dengan erosi dinding media cavum orbita kiri dan lesi
pada sinus frontalis (1,1x1,2x0.7cm), sfenoidalis (1,7x0,7x1,1) dan
maksilaris kiri (1,2x1,6x1,3 cm)
- curiga gambaran limfoma
- multiple limfadenopati pada level 2 dan 3 colli kanan kiri (ukuran terbesar
1,1x1,3 cm pada colli kanan)
7
V. RESUME
Keluhan Utama : benjolan di kelopak mata kiri atas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 minggu yang lalu terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas, awalnya
bengkak kemudian membesar, nrocos (+). Benjolan dirasa semakin membesar jika
menangis, benjolan tidak pernah mengecil. Riwayat tumor atau keganasan (+)
tumor mamae hasil patologi anatomi fibrokistik.
Status Oftalmologis
Mata Kanan Mata Kiri
Visus 6/8.5 6/15
Koreksi S-0.75 6/6.6
S-0.75 6/7.5 NBC
NBC
Bebas ke Terhambat -3 ke superior, superotemporal dan
Gerak Bola Mata
segala arah superonasal
teraba massa di palpebra superior temporal
ukuran 3x1 cm, konsistensi kenyal, imobile,
Palpebra Edema (-), batas tegas, permukaan rata, warna sama
spasme (-) dengan kulit sekitar, nyeri tekan (-), edema (-),
spasme (+), proptosis (+), ptosis (+), ,
lagoftalmus (-)
Hasil MSCT orbita dengan kontras : curiga gambaran limfoma
Analisa Patologi Anatomi : limfoma maligna non Hodgkin
8
IX. PENATALAKSANAAN
Rencana Mata Kiri Orbitotomi Anterior + Insisi + Biopsi + PA/ GA FT
Levofloxacin 1x 500 mg PO
Metil Prednisolon 16 mg 2-0-1 PO
Kontrol 2 minggu
X. PROGNOSIS
Mata kanan Mata kiri
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad malam
Quo ad sanam Dubia Dubia ad malam
Quo ad vitam Dubia ad malam
Quo ad cosmeticam Dubia ad malam
XI. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit pasien
bahwa pada mata kiri menderita tumor. Tumor yang diderita pasien
menyebabkan pendesakan ke bola mata. Selain itu, tumor juga berada di
hidung.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan tindakan
operasi pada mata kiri yang bertujuan untuk pengambilan sampel jaringan
dari tumor dan tidak dilakukan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan
tersebut akan dikirimkan ke laboratorium untuk mengetahui jenis tumor yang
jinak atau ganas. Sehingga setelah operasi dilakukan benjolan akan menetap.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tindakan operasi yang akan
dilakukan mempunyai beberapa risiko seperti tajam penglihatan turun,
kelopak mata turun, mata juling, pandangan dobel, infeksi dan perdarahan.
4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi yang diberikan
seperti kemoterapi ataupun radiasi tergantung dari hasil pemeriksaan patologi
anatomi.
9
XII. CATATAN KEMAJUAN
10
Bulat, sentral, regular Bulat, sentral, regular ᴓ 3
Pupil ᴓ 3 mm, refleks pupil mm, refleks pupil (+)
(+) normal normal
Lensa Jernih Jernih
11
COA Van Herick III Van Herick III
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Bulat, sentral, regular Bulat, sentral, regular ᴓ 3
Pupil ᴓ 3 mm, refleks pupil mm, refleks pupil (+)
(+) normal normal
Lensa Jernih Jernih
Telah dilakukan :
Mata Kiri Orbitotomi Anterior + Insisi + Biopsi + PA + Ekstirpasi Massa Sinonasal ( Rhinotomi Lateral) / GA
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, FISCM, SP.M(K) – dr. Dwi Antono, Sp.THT-KL/ DDH, MRS, FE
Senin, 9 Desember 2019/ OK Garuda 6/
12
Durante operasi :
13
Status Oftalmologis (10 Desember 2019 )
14
Status Oftalmologis (23 Desember 2019 )
15
Lensa Jernih Jernih
16
XIII. DISKUSI
1. Epidemiologi
Neoplasma limfoproliferatif terhitung lebih dari 20% dari seluruh tumor orbita. Sementara
limfoma merupakan lebih dari setengah dari semua keganasan orbita (55 %). Lesi limfoproliferatif dari
adneksa okuler merupakan kelompok heterogen dari neoplasma yang didefinisikan secara klinis,
histologis, imunologis, molekuler dan karakteristik genitik. Sebagian besar lesi limfoproliferatif orbita
adalah limfoma maligna non-Hodgkin (LMNH). Insiden LMNH meningkat 3%-4% per tahun di
Amerika dan saat ini menjadi keganasan nomor 4 yang menyerang laki-laki dan wanita.1 Limfoma
adalah tumor orbital ganas primer yang paling umum di negara-negara Asia seperti Jepang dan Korea
serta di Eropa.1
Faktor risiko LMNH adalah pekerja yang terekspos zat bioaktif jangka panjang, usia
dewasa, pasien dengan keadaan imunosupresi dan pasien dengan penyakit autoimun kronik.
Beberapa penelitian menyebutkan limfoma orbita terjadi pada usia 15 sampai 70 tahun dan
didominasi oleh perempuan.1,2
2. Klasifikasi
Klasifikasi LMNH secara luas berdasarkan arsitektur nodal. Orbita yang merupakan
ekstranodal dimasukkan ke dalam klasifikasi Real European-America Lymphoma (REAL).
Limfoma ekstraorbita sering berkembang pada pasien dengan infiltrasi limfoid orbita yang secara
histologis jinak. Pasien dengan limfoma maligna dari adneksa okuler dapat berespon baik dengan
terapi lokal tanpa keterlibatan sistemik selanjutnya.1,3
Lesi limfoproliferatif pada orbita 70%-80% merupakan limfoma maligna yang didasarkan
pada marker monoklonal sel permukaan, dimana 90% ditemukan menjadi keganasan berdasarkan
studi genetik molekuler. Limfoma orbita sebagian besar merupakan derivat dari sel B. Limfoma
sel T merupakan kasus yang jarang dan lebih letal. Limfoma sel B dibagi menjadi limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin yang mana sangat jarang metastasis ke orbita. LMNH sel B terhitung
lebih dari 90% dari penyakit limfoproliferatif orbita.1,4
Limfoma orbita berdasarkan klasifikasi REAL :1
1. Mucosa-Associated Lymphoid Tissue (MALT) limfoma
MALT limfoma merupakan 40% - 60% dari seluruh jenis limfoma orbita. Kurang
lebih 50% MALT limfoma berasal dari traktus gastrointestinal. Terdapat studi yang
menyebutkan bahwa terdapat peran antigen seperti H. pylory pada limfoma gaster dan
17
infeksi klamidia kronik pada MALT konjungtiva. Walapun MALT limfoma memilki
tingkat malignansi yang rendah, studi jangka panjang menyebutkan sedikitnya 50% pasien
berkembang menjadi menjadi penyakit sistemik dalam 10 tahun. Sebanyak 5% - 15 %
kasus dapat remisi secara spontan. Secara histologik, transformasi menjadi lesi tingkat
tinggi ditemukan pada tipe sel yang besar pada 15% -20% kasus. Transformasi ini biasanya
terjadi bertahun tahun dan tidak berkaitan dengan terapi.
2. Chronic Limphocytic Lymphoma (CLL) merupakan lesi tingkat rendah dengan tipe sel
berupa folikular ukuran kecil, mature appearing lymphocytes
3. Follicular Center Lymphoma merupakan lesi tingkat rendah dengan tipe folikular di tengah
4. High grade Lymphoma termasuk diantaranya limfoma sel besar, limfoma limfoblastik dan
limfoma Burkitt.
Hampir 80 persen limfoma orbita dan adneksa memiliki variasi low-grade dengan limfoma
sel-B dan limfoma zona marginal ekstranodal dari jenis limfoma MALT yang merupakan diagnosis
histologis paling umum. Limfoma MALT terdiri dari tumor yang menunjukkan sifat unik dari homing,
yang memungkinkan sel-sel limfoma untuk melekat pada epitel dan mukosa lainnya, sehingga
memungkinkan keterlibatan bilateral.2
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari lesi limfoproliferatif adanya benjolan yang membesar secara
progresif tanpa disertai rasa nyeri. Lesi limfoproliferatif baik jinak maupun ganas, biasanya akan
mengelilingi struktur orbita di sekitarnya dan tidak menginvasi sehingga gangguan gerak bola mata
dan fungsi penglihatan jarang ditemukan. Manifestasi klinis umumnya tidak spesifik dan tergantung
pada lokasi limfoma. Lokasi tumor sering didapatkan pada orbita anterior atau di bawah
konjungtiva.1,2
• Konjungtiva
Kemosis konjungtiva yang berwarna merah muda atau merah "salmon patch" atau hiperemis
konjungtiva.
18
Gambar 1. Lesi subkonjungtiva salmon-patch pada forniks superior dan inferior merupakan
karakteristik limfoma konjungtiva dan orbita anterior.1
• Orbita
Presentasi orbita paling sering terlihat sebagai massa yang teraba tanpa rasa sakit di kuadran
superolateral. Hal ini dapat menyebabkan proptosis, ptosis, diplopia, atau hambatan gerak bola
mata. Pemeriksaan radiologi orbita menunjukkan gambaran seperti dempul yang mengelilingi
struktur normal. Erosi pada tulang atau infiltrasi biasanya tidak terlihat kecuali pada limfoma
maligna high grade.
Gambar 2. Ptosis pada palpebra superior kanan dan massa di bawah rima orbita.1
• Glandula lakrimalis
Kelenjar lakrimal yang membesar menggeser bola mata ke inferomedial. Lebih dari 50%
lesi limfoproliferatif orbita berasal dari fossa lakrimalis. Limfoma yang berasal dari lemak
retrobulbar lebih infiltratif.
• Palpebra
Pembengkakan dan prolaps dapat terjadi pada palpebra.
19
Lesi limfoproliferatif didapatkan pada ekstraconal tetapi dapat meluas ke intrakonal. Penyakit glandula
lakrimalis dapat melibatkan lobus orbita dan lobus palpebra. Sakus lakrimalis dan otot ekstraokular
juga mungkin terlibat. Infiltrasi ireguler dapat terlihat pada struktur lemak retrobulbar, namun
kalsifikasi jarang terlihat. Lesi heterogen dengan destruksi tulang adalah indikasi limfoma high -grade.
Lesi bilateral mungkin terjadi dan dapat menandakan penyakit sistemik.1,3
Limfoma maligna terdiagnosis apabila ditemukannya sejumlah sel limfosit imatur dan
sifatnya aktif secara mitotik. Gambaran histologisnya berupa populasi sel B monoklonal yang
dikonfirmasi oleh pemeriksaan imunohistokimia. Imunohistokimia merupakan teknik yang
sensitif untuk mengidentifikasi ekspresi antigen dari sel limfoma.5
Pada limfoma orbita terdapat empat gambaran yang umum terlihat yaitu :4
• Preseptal anterior
• Retrobulber
• Keterlibatan glandula lakrimalis
• Perluasan lesi limfomatosa
20
Diagnosis banding pada limfoma orbita diantaranya :2,6
• Pseudotumor
• Metastasis orbita
• Limfangioma difus
• Adenokistik karsinoma
• Hemangioma kavernosa
Limfoma orbita dan adneksa berhubungan dengan limfoma sistemik pada 30-35% kasus. Oleh
karena itu, semua pasien dengan limfoma okular harus menjalani pemeriksaan lengkap untuk
menyingkirkan limfoma sistemik.4 Pasien dengan lesi limfoid hiperseluler baik monoklonal maupun
poliklonal harus diperiksa oleh seorang onkologis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
fisik secara umum, pemeriksaan darah lengkap, biopsi sumsum tulang, scan hati, limpa, x foto thoraks
21
dan elektroforesis serum immunoprotein. Onkologis juga dapat merekomendasikan pemeriksaan ct
thoraks dan abdomen untuk memeriksa nodus limfatikus mediastinum dan retropretoneal yang terlibat.
Pasien juga harus diperiksa ulang secara berkala karena sistemik limfoma dapat terjadi beberapa tahun
setelah neoplasma limfoid orbita.1
Kortikosteroid sistemik direkomendasikan pada pengobatan pseudotumor namun tidak tidak
dapat diberiksan sebagai pengobatan pada lesi limfoproliferatif. Radioterapi merupakan pilihan
pengobatan penyakit limfoproliferatif yang terlokalisir pada adneksa orbita. Dosis 2000-3000 cGy
dapat diadministrasikan dan mencapai kontrol lokal pada semua kasus, apabila lesi terisolasi regimen
ini dapat mencegah penyebaran ke sistemik.1
a. Pembedahan
Pembedahan memainkan peran ganda dalam pengelolaan limfoma orbita, baik diagnostik
maupun terapetik. Namun, meskipun biopsi penting untuk diagnosis yang akurat, pembedahan sebagai
satu-satunya modalitas pengobatan sering berakhir dengan kekambuhan penyakit. Hal ini
dimungkinkan karena lokasi tumor menyulitkan ahli bedah untuk eksisi komplit, mempertahankan
fungsi okuler dan estetika.2,3
b. Radioterapi
Sebagian besar limfoma orbita terlokalisir pada orbita saja sehingga radioterapi adalah
modalitas pengobatan yang paling umum. Seluruh orbita harus mencakup bidang radiasi, terlepas dari
seberapa banyak orbit yang terlibat. Ini mengurangi kemungkinan rekurensi di daerah yang sebelumnya
tidak terlibat. Dosis 25 hingga 35 Gy d bersifat kuratif untuk tumor low-grade, dan 30 - 40 Gy untuk
varietas high-grade. Namun, dosis yang lebih tinggi terutama yang lebih besar dari 35 Gy dapat
menimbulkan komplikasi yang signifikan yaitu :2
22
• Monoterapi
Zat alkilasi seperti siklofosfamid biasanya digunakan. Klorambucil oral telah digunakan
sebagai monoterapi untuk limfoma MALT, dengan total dosis rata-rata 600 mg. Respons lengkap
hampir 80 % telah dilaporkan. Terapi ini memiliki efek samping minimal dan dapat ditoleransi dengan
baik, bahkan oleh pasien usia lanjut namun tingkat kekambuhan dilaporkan tinggi. 2
• Terapi kombinasi
Regimen yang mengandung doxorubicin lebih disukai, seperti CHOP (cyclophosphamide,
doxorubicin, vincristine, dan prednisone atau prednisolone) dan CVAD (cyclophosphamide,
vincristine, doxorubicin, dan deksametason). Efek samping yang signifikan termasuk myelosupresi dan
gagal jantung kongestif. 2
d. Imunoterapi
Sel-sel neoplastik limfoma MALT telah menunjukkan ekspresi antigen CD20 pada
permukaannya. Rituximab adalah antibodi monoklonal chimeric yang diarahkan terhadap CD20, yang
pada akhirnya mengarah pada penghancuran sel dengan berbagai mekanisme termasuk apoptosis,
sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang bergantung pada antibodi.
Kelemahan utama dari monoterapi dengan rituximab adalah tingkat kekambuhan yang tinggi.
Pada awalnya, terapi induksi standar adalah empat siklus mingguan rituximab dengan dosis 375 mg /
minggu yang diberikan melalui infus intravena. Efek samping yang dilaporkan adalah mual, demam,
dan pruritus, jarang terjadi bronkospasme, anafilaksis, dan hipotensi. Baru-baru ini, terapi kombinasi
yang terdiri dari rituximab dan chlorambucil telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada kasus
limfoma orbital yang baru didiagnosis. 2
Respon radioterapi terhadap MALT limfoma cukup baik. baik radioterapi saja atau
dikombinasikan dengan kemoterapi. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa relaps dapat terjadi.
Beberapa studi meneliti kombinasi radioterapi dan kemoterapi dan imunoterapi untuk stadium lanjut
dan relaps non MALT limfoma dibandingkan dengan monoterapi yaitu radioterapi saja, namun tidak
ada studi prospektif yang menunjukan respon baik terhadap single radioterapi.7
6. Follow Up
Pasien membutuhkan tindak lanjut seumur hidup untuk memantau komplikasi dan untuk
mendeteksi kekambuhan dan pembentukan tumor sekunder. Kunjungan dapat dijadwalkan setiap tiga
bulan sekali selama dua tahun, lalu setiap enam bulan untuk tiga tahun berikutnya, dan kemudian setiap
tahun. Setiap kunjungan harus mencakup riwayat lengkap, pemeriksaan fisik, dan investigasi radiologis
jika diindikasikan. 2,5
23
XIV. PEMBAHASAN KASUS
Kasus ini menyajikan seorang wanita 29 tahun dengan keluhan benjolan di kelopak mata kiri atas
sejak 2 minggu ini. Penegakan diagnosis berdasarkan pada anamnesis, didapatkan keluhan terdapat
benjolan di kelopak mata kiri atas, awalnya bengkak kemudian membesar, tidak nyeri, tidak kemerahan,
tidak disertai pandangan mata kabur, tidak didapatkan penglihatan ganda ataupun mata merah. Keluhan
muncul benjolan disertai nrocos saja. Benjolan dirasa semakin membesar jika menangis, benjolan tidak
pernah mengecil. Riwayat penyakit dahulu didapatkan tumor mamae dan hidung tersumbat serta suara
sengau sejak 15 tahun lalu.
Pada pemeriksaan oftalmologi tanggal 19 November 2019 didapatkan visus mata kanan 6/8.5 S-
0.75 6/6.6 NBC, visus mata kiri 6/15 S-0.75 6/7.5 NBC, kedudukan bola mata ortoforia, Hirschberg
test 00. Gerak bola mata kanan bebas ke segala arah, sementara gerak bola mata kiri terhambat -3 ke
superior, superonasal dan superotemporal. Status lokalis didapatkan massa di palpebra superior
temporal dengan ukuran 3x1 cm, konsistensi kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata, warna sama
dengan kulit sekitar, tidak nyeri, spasme. Didapatkan proptosis dan ptosis mata kiri, namun tidak
didapatkan lagoftalmus. Dari anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi dapat menunjukkan adanya
massa yang tumbuh dengan progresif selama 2 minggu dan tidak disertai nyeri sesuai dengan penyakit
yang mendasari yaitu suatu keganasan.
Pada perjalanan klinisnya visus mata kiri tidak didapatkan penurunan, namun massa yang
semakin membesar hingga konjungtiva yang kemosis dan hambatan gerak bola mata ke segala arah.
Herpes zoster thorakalis didapatkan pada dada bawah kiri pasien, kemudian pasien dikonsulkan ke TS
Kulit.
Pemeriksaan MSCT orbita dengan kontras menunjukkan adanya lesi pada aspek superolateral
cavum orbita kiri yang sulit dipisahkan dari glandula lakrimalis kiri dan menempel pada muskulus
rectus superior dan lateral kiri menyebabkan proptosis bulbi kiri ke anteroinferior. Pada cavum orbita
kanan juga didapatkan lesi di aspek superolateral yang sulit dipisahkan dari glandula lakrimal kanan
dan menempel pada muskulus rectus superior kanan. Dari pemeriksaan msct orbita didapatkan massa
pada kedua cavum orbita menunjukkan adanya lesi bilateral disertai dengan keterlibatan daerah lain
yaitu pada regio duktus nasolakrimalis kiri hingga ke selulae ethmoid, lamina papirasea kiri yang
tampak menempel dengan muskulus rectus medial kiri disertai dengan erosi dinding media cavum
orbita kiri dan lesi pada sinus frontalis, sfenoidalis dan maksilaris kiri. Gambaran ini sesuai dengan
gambaran limfoma maligna high-grade yang tidak terbatas hanya pada orbita saja namun sudah
mencapai regio nasi dan mendestruksi tulang di sekitarnya.
24
Tatalaksana selanjutnya adalah insisi biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomi dilakukan
bersama TS THT yang melakukan ekstirpasi massa sinonasal. Durante operasi insisi biopsi pada aspek
superolateral orbita tampak massa yang berbenjol-benjol kemudian jahit kembali hingga kutis tertutup
rapat. Ekstirpasi massa yang dilakukan TS THT sampai sinus ethmoid melalui rhinotomi lateral sampai
ke medial cavum orbita.
Pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri setelah dilakukan operasi visus menjadi 1/~ LPJ, gerak
bola mata terhambat -4 ke segala arah, massa di palpebra superior, nyeri tekan , edema, spasme,
hematom, proptosis, ptosis dan kemosis konjungtiva. Pupil bulat, sentral, regular dengan diameter 3
mm, reflex pupil menurun. Pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan karena palpebra yang spasme,
konjungtiva kemosis dan nyeri sehingga pasien sulit untuk membuka mata.
Pemeriksaan oftalmologis 2 minggu setelah operasi didapatkan visus mata kiri NLP. Kedudukan
bola mata hipotropi OS Hirschberg test 300 , gerakan bola mata terhambat -2 ke superior, -1 ke
superotemporal dan superonasal, teraba massa ukuran 1.2x 1.3 cm, nyeri jika ditekan, edema berkurang,
proptosis, ptosis dan jahitan yang rapat. Pupil bulat, sentral, regular dengan diameter 6 mm refleks pupil
negatif. Pemeriksaan segmen posterior didapatkan papil atrofi. Hal ini dimungkinkan karena desakan
tumor ke nervus optikus intraorbital durante operasi.
Hasil analisa patologi anatomi menyimpulkan diagnosis limfoma maligna non Hodgkin,
sementara dari sediaan ethmoid gambaran morfologi dan pulasan imunohostokimia dari sediaan
ethmoid menyokong diagnosis limfoma Burkitt yang merupakan bagian dari limfoma maligna non
Hodgkin. Diagnosis ini sesuai dengan klasifikasi REAL dan pada kasus ini termasuk limfoma high
grade.
Pengelolaan limfoma maligna non Hodgkin tergantung dari grading dan staging. Selanjutnya
pasien akan dikonsulkan ke onkologis untuk tatalaksana lebih lanjut seperti usg hepar, limpa, ct
abdomen dan thoraks. Pemeriksaan fisik secara umum didapatkan pembesaran nodus limfatikus di regio
coli yang kemungkinan berhubungan dengan limfoma sistemik karena menurut studi limfoma sistemik
terjadi pada 30-35% kasus limfoma orbita. Follow up harus dilakukan seumur hidup untuk memantau
komplikasi dan untuk mendeteksi kekambuhan dan pembentukan tumor sekunder.
25
DAFTAR PUSTAKA
26