KELOMPOK A-15
Ketua
Sekretaris
Anggota
TAHUN AJARAN
2015/2016
DASAR TEORI
Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal :
(1102014118)
(1102014022)
(1102009143)
(1102012134)
(1102013011)
(1102014014)
(1102014062)
(1102014094)
(1102014117)
saraf vagus. Serabut ini memberikan inervasi luar kepada esofagus, lambung,
pankreas, dan sedikit ke usus sampai separuh bagian pertama usus besar.
Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral kedua, ketiga, keempat dari
medula spinalis, serta berjalan ke saraf pelvis ke seluruh distal usus besar dan
sepanjang anus. Area sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan
parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang lain. Fungsi serabut saraf ini
terutama untuk defekasi.
Neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak
terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf
parasimpatis menimbulkan peningkatan dari aktifitas seluruh sistem saraf enterik. Hal
ini memperkuat sebagian besar fungsi gastrointestinal.
Persarafan simpatis
Persarafan simpatis. Serabut simpatis berasal dari segmen T5 dan L2 medula
spinalis. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah
meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terletak di sisi lateral columna
spinalis, dan banyak dari serabut ini berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak
jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterika.
Sistem saraf simpatis menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya
di rongga mulut dan anus, seperti parasimpatis. Ujung saraf ini juga mensekresikan
norepinefrin dan epinefrin dalam jumlah sedikit.
Perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktifitas traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya dengan 2 cara :
a) Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk
menghambat otot polos traktus intestinal.
b) Pada tahap yang besar dengan pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada
neuron-neuron seluruh sistem saraf enterik.
Perangsangan yang kuat pada sistem saraf simpatis dapat menginhibisi
pergerakkan motor usus begitu hebat, sehingga dapat benar-benar menghentikan
pergerakkan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Efek Sistem Saraf Otonom Pada GIT
Organ
Saluran Pencernaan
Jenis
Reseptor simpatis
Efek
Stimulasi simpatis
, 2 (Organ)
motilitas (gerakan)
Efek Stimulasi
parasimpatis
motilitas
Norepineprin
Semua ujung (terminal) praganglion sistem Sebagian besar ujung pascaganglion simpatis
saraf otonom
Semua ujung pascaganglion parasimpatis
Medulla adrenal
Pengaruh Ion Kalsium Terhadap Kontraksi Otot Usus (Otot Polos Visceral)
Dasar Molekuler Kontraksi
Kalsium berperan penting dalam kontraksi otot polos, seperti halnya yang
terjadi padaotot rangka. Namun, karena secara umum retikulum sarkoplasma otot polos
visceral kurang berkembang, peningkatan konsentrasi kalsium yang disebabkan oleh
influks kalsium dari CES melalui kanal kalsium bergerbang voltase dan bergerbang
ligan. Disamping itu, miosin otot polos harus terfosforilasi untuk dapat mengaktifkan
miosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi miosin juga terjadi pada otot rangka, tetapi
fosforilasi tidak diperlukan untuk pengaktifkan ATPase. Pada otot polos, kalsium
berikatan pada kalmodulin dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan miosin
kinase rantai ringan yang tergantung pada kalmodulin (Calmodulin dependent myosin
light chain kinase). Enzim ini mengkatalis fosforilasi rantai ringan miosin pada serin
diposisi 19. Fosforilasi ini akan mengaktifkan ATP miosin mengalami defosforilasi oleh
myosin fosfatase rantai ringan dalam sel Namun, defosforilasi myosin kinase rantai
ringan tidak selalu menyebabkan relaksasi otot polos. Berbagai mekanisme berperan,
salah satunya adalah mekanisme latch bridge, yang menyebabkan jembatan silang miosin
tetap terikat ke aktin beberapa lama setelah menurunnya konsentrasi kalsium
sitoplasma. Hal ini menimbulkan kontraksi yang menetap dengan penggunaan energi
yang sedikit, yang sangat penting pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot
kemungkinan terjadi ketika kompleks kalsium-kalmodulin akhirnya terurai atau ketika
mekanisme lain bekerja.
TUJUAN PRAKTIKUM
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Memasang peralatan perfusi usus dan pecatat gerakan usus
2. Memasang
sediaan
usus
dalam
tabung
perfusi
dan
menghubungkannya dengan pencatat sehingga kerutannya dapat di
catat pada kimograf
3. Menjelaskan pengaruh berbagai factor di bawah ini pada frekuensi dan
amplitude kerutan serta tonus sediaan usus dalam tabung perfusi:
a. Epinefrin
b. Asetilkolin
c. Ion Kalium
d. Pilokarpin
e. Ion Barium
HASIL PRAKTIKUM
I.Pengaruh Epinefrin
T= 35OC
larutan
epinefrin
akan
menghasilkan
motilitas usus.
= 52 detik
Analisa data: Terjadi peningkatan frekuensi motilitas usus setelah pemberian ion barium.
KESIMPULAN
Pada pemberian epinefrin terjadi penurunan motilitas usus, Hal ini dapat terjadi
karena epinefrin memberikan efek simpatis pada otot usus sehingga
menghasilkan penurunan motilitas usus. Sedangkan pada pemberian
asetilkolin, kalsium dan ion barium terjadi peningkatan motilitas usus ,
Karena memberikan efek parasimpatis yang berpengaruh terhadap
peningkatan motilitas usus. Pada percobaan pengaruh suhu, semakin
rendah suhu, frekuensi motilitas usus juga semakin menurun, semakin
meningkat suhu, semakin meningkat pula motilitas usus. Karena enzimenzim pada usus bekerja pada suhu optimal, jika suhu rendah maka kerja
enzim menjadi tidak optimal, mengakibatkan kerja otot pada usus menurun.
Kerja
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, N. 2010 . Kamus kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : EGC.
Guyton, AC, Hall JE. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC.
Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 8 Jakarta: EGC; 2012.