KELOMPOK A 09
Ketua
(1102014094)
Sekertaris
: Hamdah
(1102014117)
Anggota
: Adyzka marshalivia
(1102013011)
Andina dewanty
(1102013026)
Jelsa meida
(1102013137)
Alvin ariano
(1102014014)
(1102014022)
(1102014062)
(1102014118)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
SKENARIO 2
ANYANG ANYANGAN
Seorang wanita usia 32 tahun, menikah, dating kedokter puskesmas
dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan anyang-anyangan berulang.
Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu. Dalam pemeriksaan fisik tidak
ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra pubik. Pada pemeriksaan
urinalisa dijumpai urin keruh dan didapatkan peningkatan leukosit. Kemudian
pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.
KATA SULIT
1. Supra pubik
: daerah diatas os. Pubis (tulang kemaluan)
2. Kultur urin
: salah satu pemeriksaan laboratorium untuk
melihat bakteri melalui
media kultur
3. Anyang-anyangan : buang air kecil yang jumlahnya sedikit karena
peradangan pada
saluran kemih dengan frekuensi
yang sering
4. Urinalisa
: pemeriksaan urin yang meliputi makroskopik &
mikroskopik
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
JAWABAN
1. Supra pubik terletak di atas os pubis sehingga terdapat di vesika
urinaria yang di akibatkan infeksi sehingga terjadi inflamasi
2. Gender, usia, hyegien, pemakaian kateter, pada laki-laki tidak
disirkumsisi
3. Karena ada manipulasi dari bakteri di N. pelvikus yang menuju ganglia
di plexus pelvicus dari dinding vesika urinaria, sehingga menimbulkan
rangsangan relaksasi pada sfingter & kontraksi pada m. detrusor
4. Urin keruh karena adanya bakteri dan leukosit. Leukosit meningkat
karena adanya reaksi pertahanan tubuh karena ada infeksi
5. Ct scan abdomen, radiologi
6. Untuk mengetahui identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi
seperti E.coli& pseudomonas
7. Ada, karena hubungan sexual (kebersihan)
8. Pyielonephritis
9. ISK ( infeksi saluran kemih bawah )
10.
Pemberian antibiotic
HIPOTESA
ISK (infeksi saluran kemih) disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana yg
terbanyak yaitu bakteri E.coli. infeksi bakteri ini menyebabkan inflamasi
pada vesika urinaria dan merangsang N.pelvicus untuk relaksasi pada
m.sfingter & kontraksi pada m. detrusor. Hal ini dapat mengakibatkan nyeri
saat BAK dan anyang-anyangan. Faktor resiko terjadinya infeksi yaitu
gender, usia, hyegien. Pemeriksaan yang dilakukan kultur urin, ct san
abdomen & radiologi. Penanganan yang dilakukan yaitu pemberian
antibiotic, apabila tidak ditangani mengakibatkan komplikasi pyielonephritis.
SASARAN BELAJAR
Li 1. Memahami dan mengetahui anatomi vesika urinaria & uretra
Lo 1. Makroskopik
Lo 2. Mikroskopik
Li 2. Memahami dan mengetahui fisiologi berkemih
Li 3. Memahami dan mengetahui infeksi saluran kemih
Lo 1. Definisi
Lo 2. Etiologi
Lo 3. Klasifikasi
Lo 4. Patofisiologi
Lo 5. Menifestasi klinis
Lo 6. Diagnosis & diagnosa banding
Lo 7. Tatalaksana
Lo 8. Pencegahan
Lo 9. Komplikasi
Lo 10. Prognosis
Li 4. Memahami dan mengetahui pandangan islam tentang salasil baul
Pada bagian dalam dari Vesica Urinaria terdapat se-buah area yang disebut dengan Trigonum
Lieutaudi. Trigonum Lieutaudi ini dibentuk oleh sepasang ostium ureteris dan ostium urethra
internum. Pada pria trigonum lieutaudi ini akan terfiksasi pada prostat. Sedangkan pada wanita
akan terfiksasi pada dinding anterior vagina.
Fiksasi VU
Ligamentum pada fundus, cervix dan apex vesicae yang merupakan pemadatan jaringan ikat
yang men-jadi fascia endopelvina. Terdiri dari lig. Pubopros-taticum medial (wanita : lig.
pubovesicalis) yang di dalamnya terdapat m. pubovesicalis, lig. Puboprostaticum lateral,
lig.lateral yang didalamnya terdapat m. Rectovesicalis. Selain itu juga terdapat ligamentum yang
merupakan sisa embrional yakni lig. Umbilicale mediana (sisa dari urachus) dan lig. Umbilicale
medialis (obliterasi dari a.umbilicalis).
VASKULARISASI VESICAE URINARIA
Mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah sebagai berikut:
1
2
Di urus oleh syaraf otonom parasympatis yang berassal dari N . Splanchnicus pelvicis
( sacral 2-3-4 ) dan syaraf sympatis ganglion symphaticus (lumbal 1-2-3 ).
URETHRA
Adalah saluran terakhir dari saluran urinarius mulai dari orificium internum urethra
sampai ke orificium urethra externa ( tempat urine dikeluarkan ). Urethra pada laki laki lebih
panjang dapi perempuan sebab pada laki laki terdapat penis dan kelenjar prostat sedangkan
pada wanita tidak ada. Pada laki laki panjang urethra ( 18-20 ) cm dan pada wanita hanya (5-8).
Tiga tempat penyempitan pada ureter :
Uretro pelvica junction, yaitu perubahan pada pelvis renalis menjadi ureter.
Tempat penyilangan ureter pada vasa iliaca sama dengan flexura marginalis, yaitu pada
waktu masuk pintu atas panggul (menyilang A.iliaca communis)
Muara ureter ke dalam vesica urinaria, yaitu pada saat menembus dinding VU.
STRUKTUR ANATOMI URETHRA :
URETHRA MASCULINA
Urethra pada pria memiliki panjang sekitar 20-25cm. Selain berfungsi untuk mengeluarkan
urin, urethra masculine juga berfungsi untuk mengeluarkan cairan semen. Urethra masculine
terbagi atas 3 bagian , yakni :
1. Pars prostatica :
o Urethrae melalui prostat, di bagian dorsal ostium urethrae internum ada tonjolon di
sebut uvula vesicae yang akan melanjutkan diri ke dinding dorsal pars prostatica
sebagai crista urethralis, kemudian sebagai collicus seminalis yang di sebelah kanan
kirinya terdapat sinus prostaticus.
o Panjangnya sekitar 3 cm
o Pada colliculus seminalis di linea mediana bermuara utriculus prostaticus, yaitu suatu
saluran pendek, pada ujung lain buntu.
o Paramedian agak ke proximal muara utriculus prostaticus bermuara ductus
ejaculatorius.
2. Pars Membranaceae:
o Melalui trigonum urogenitalis, panjangnya sekitar 2 cm
o Bagian yang penting karena urethrae sangat menyempit dibandingkan dengan ke
duanya pada pria berbelok belok
o Didepan VU ada rongga yang dibentuk oleh symphisis pubis (depan), lateral ramus
inferior os pubis disebut spatium prae vesicale = spatium retopubicum (retzii)
3. Pars cavernosa (pars spongiosa)
o Berjalan di dalam corpus cavernosum urethrae (corpus spongiosum penis), dimulai
dari fossa intrabulbaris sampai dengan pelebaran urethrae disebut fossa terminalis
(fossa navicularis urethrae). Karena melebar jika terjadi penurunan batu VU maka
akan tersangkut disini dan dapat diambil dengan pinset dari osteum urethrae externa.
o Ikut membentuk penis, di pangkal bagian urethrae ada yang melebar disebut bulbus
urethrae, lanjut membentuk bagian penis yang merupakan bagian erectil dibagi kiri
dan kanan.
o Kelenjar yang terletak paraurethral ada yang bermuara langsung di samping ostium
urethrae externum. Dikenal lacuna magna (besar) terletak di dinding dorsal fossa
terminalis. Ada juga lacuna yang tidak bersifat kelenjar. Pada waktu memasukkan
catheter logam kedalamurethrae pria ada kemungkinan ujung catheter masuk
kedalam fossa intrabulbaris.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara
klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun
tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif
URETHRA FEMININA
Urethra pada wanita hanya berukuran 3,75 - 5cm, berbentuk lurus dan mudah diregangkan.
Karena alasan ini pulalah yang menyebabkan wanita sering mengalami Infeksi Saluran Kemih
(ISK). Urethra akan berakhir pada Orificium Urethra Externum pada vestibulum vagina
PERDARAHAN URETHRA
Di urus oleh cabang cabang arteria pudenda interna
1. A. Dorsalis penis
2. A. Bulbo Urethralis
PERSARAFAN URETHRA
Urethra pars prostatica menerima innervasi dari plexus nervosus prostaticus.
Urethra pars membranacea dipersarafi oleh nervus cavernosus penis,
dan pars spongiosa diinervasi oleh cabng-cabang dari nervus pudendus.
Biasanya pada prostat, di daerah uvula pada bibir posterior collum vesicae terjadi
pembesaran prostat yang oleh para klinisi dianggap sebagai : hipertrofi median lobe.
Menurut strukturnya dibagi:
a. Kelenjar : 50 %
b. Otot polos : 25 %
c. Jaringan ikat fibrotic : 25 %
Prostat terdiri dari 5 lobus:
1. lobus anterior
terletak didepan urethrae pars prostatica
unsur kelenjar tidak berkembang
embriologi: berasal dari dinding depan
urethrae pars prostatica
2. lobus lateral dextra dan sinistra
paling berkembang menjadi benign prostat hyperplasia
terletak sebelah lateral dari urethrae pars prostatica
3. lobus posterior
berkembang dari dinding dorsal urethrae
lobus posterior ini yang teraba pada rectal toucher, bila membesar menjadi carcinoma
prostate
bagian prostat yang berhadapan dengan rectum
terletak dibawah muara ductus ejakulatorius
4. lobus media
sinonim: lobus medianus
berkembang dari dinding posterior urethrae pars prostatica
terletak diatas ductus ejakulatorius
sering menjadi BPH (Benign Prostata Hyperplasia)
dalam keadaan normal prostat berukuran kira kira sebesar kenari.
Prostat dapat diraba secara rectal melalui anus dengan menekan dinding pars ampularis recti
ke ventral.
VASKULARISASI
Aa. vesicales inferior cabang dari A. iliaca interna. Plexus venosa prostatica menerima darah dari
v. dorsalis penis dan mengalirkannya ke v. iliaca interna.
Lo 2. Mikroskopik
VESICAE URINARIA
Penampilan irisan kandung kemih mirip ureter. Epitel transisionalnya lebih tebal, terdiri atas
6-8 lapis sel pada kandung kemih kosong, dan hanya setebal 2-3 lapis kandung kemih terisi
penuh. Di bawah epitel terdapat muskularis mukosa yang tidak utuh yang dibentuk oleh seratserat otot kecil yang tidak beraturan,dengan banyak serat saraf.
Lamina proprianya tebal dengan lapis luar yang longgar, kadang disebut submukosa, yang
memungkinkan mukosa ini berlipat pada kandung kemih kosong. Tebal tunika muskularis
sedang saja dan terdiri atas tiga lapisan: (1) lapisandalam yang longitudinal, (2)lapisan tengah
yangsirkular, dan (3) lapisan luaryang longitudinal. Lapisan sirkular tengah paling mencolok dan
membentuk sfingter tebal sekitar muara urethra dalam dan tidak begitu tebal sekitar muara ureter.
Lapisan adventisia terdiri atas jaringan fibro-elastis, hanya permukaan superior kandung kemih
saja yang ditutupi peritoneum secara longgar. Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke
ujung prostat pada laki-laki, dan pada wanita berjalan sampai ke meatus externus urthrae.
URETHRAE
Urethra masculina:
Panjang urethra pria antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif dibagi
dalam tiga bagian. Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel
transisional, tetapi pada bagian lain berubah menjadi epitel berlapis
/bertingkat silindris, dengan bercak-bercak epitel berlapis gepeng. Ujung
urethra bagian penis yang melebar (fossa navicularis) dibatasi epitel berlapis
gepeng, terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel
terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar.
Membran mukosa tidak beraturan, dengan lekukan atau sumur kecil-kecil
yang meluas ke dalam membentuk kelenjar tubular (Littre) yang bercabang.
Kelenjar ini lebih banyak pada permukaan dorsal urethra dan tersusun
serong dengan bagian dasar tersusun proximal terhadap muaranya. Kelenjar
ini dibatasi epitel serupa dengan yang membatasi urethra dan menghasilkan
mukus.
htt
p://education.med.nyu.edu/Histology/courseware/modules/urinarysy/images/urisys.23.gif
Urethra feminina
Urethra pada wanita jauh lebih pendek daripada urethra pria.Muskularis
terdiri atas dua lapisan otot polos tersusun serupa dengan yang ada pada
ureter, tetapi diperkuat sfingter otot pada muaranya. Epitel pembatasnya
terutama epitel berlapis gepeng, dengan bercak-bercak epitel bertingkat
silindris. Juga terdapat penonjolan berupa kelenjar, serupa kelenjar Littre
padapria. Lamina proprianya merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang
ditandai dengan banyaknya sinus venosus mirip jaringan cavernosa.
Daerah
Kandung
Epitel
Transisional, dalam keadaan
Lamina Propria
Jaringan ikat
Lapisan muskularis
3 lapisan yang tidak
kemih/vesika
urinaria
fibroelastik yang
banyak
mengandung
pembuluh darah
Uretra
perempuan
Jaringan ikat
fibroelastik yang
vaskular; kelenjar
mukus Littre
Uretra pars
prostatik
lelaki
Uretra pars
membranosa
Kolumnar/silindris berlapis
atau bertingkat
Uretra pars
kavernosa
Silindris/kolumnar berlapis
atau bertingkat; pada fossa
navikularis, berubah menjadi
gepeng berlapis seperti
permukaan glans penis
Stroma
fibromuskular
kelenjar prostat;
beberapa kelenjar
mukus Littre
Stroma
fibroelastik;
dengan sedikit
kelenjar mukus
Littre
Digantikan oleh
korpus
spongiosum
(kavernosum
uretra); banyak
kelenjar Littre
regang yang dipicu oleh reseptor regang sensorik di dalam dinding kandung kemih, terutama
oleh reseptor di urethra posterior ketika area ini mulai terisi dengan urin pada tekanan kandung
kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke
segmen sakralis dari medulla spinalis melalui saraf pelvis, dan kemudian dikembalikan secara
refleks ke kandung kemih melalui serabut saraf parasimpatis dengan mengunakan persarafan
yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi mikturisi ini biasanya akan berelaksasi
secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan
tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus terisi, refleks mikturisi
menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor yang lebih kuat.
Sekali refleks mikturisi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri. Yang artinya, kontraksi
awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang menyebabkan peningkatan impuls
sensorik yang lebih banyak ke kandung kemih dan uretra posterior, sehingga menyebabkan
peningkatan refleks kontraksi kandung kemih selanjutnya; jadi, siklus ini akan berulang terusmenerus sampai kandung kemih mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang bergenerasi sendiri ini mulai kelelahan
dan siklus regeneratif pada refleks mikturisi menjadi terhenti, memungkinkan kandung kemih
be-relaksasi.
Jadi, refleks mikturisi merupakan sebuah siklus yang lengkap yang terdiri dari (1) kenaikan tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3) kembalinya tekanan
kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks mikturisi yang telah terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih, elemen persarafan pada refleks ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga 1 jam atau lebih, sebelum terjadi refleks
mikturisi berikutnya. Bila kandung kemih terus-menurus diisi, akan terjadi refleks mikturisi yang
semakin sering dan semakin kuat.
Bila refleks mikturisi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan melalui saraf
pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat di dalam otak
dari pada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, maka akan terjadi pengeluaran urin.
Jika tidak, pengeluaran urin tidak akan terjadi hingga kandung kemih terus terisi dan refleks
mikturisi menjadi lebih kuat lagi.
Fasilitasi atau Inhibisi Proses Mikturisi oleh Otak
Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, tetapi dapat dihambat
atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi: (1)pusat fasilitasi dan inhibisi yang kuat di
batang otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa pusat yang terletak di korteks serebri
yang terutama bersifat inhibisi tetapi dapat berubah menjadi eksitasi.
Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi
yang akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai berikut:
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat sebagian, kecuali
bila mikturisi diinginkan.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks mikturisi,
dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus melakukan kontraksi tonik
hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya.
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sacral untuk
membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sama menghambat sfingter
eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.
Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-mula, orang
tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan tekanan di
dalam kandung kemih dan memungkinkan urin tambahan memasuki leher kandung kemih dan
uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini
memicu reseptor regang, yang mencetuskan refleks mikturisi dan secara bersamaan menghambat
sfingter uretra eksterna. Biasanya seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari
5 sampai 10 mililiter urin didalam kandung kemih.
Lemahnya pertahanan tubuh telah menyebabkan bakteri dari vagina, perineum (daerah sekitar
vagina), rektum (dubur) atau dari pasangan (akibat hubungan seksual), masuk ke dalam saluran
kemih. Bakteri itu kemudian berkembang biak di saluran kemih sampai ke kandung kemih,
bahkan bisa sampai ke ginjal.
Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri di bawah ini :
Gram Negatif
Famili
Enterobacteriaceae
Pseudomonadaceae
Gram Positif
Famili
Micrococcaceae
Streptococcaceae
Genus
Escherichia
Klebsiella
Proteus
Enterobacter
Providencia
Morganella
Citrobacter
Serratia
Pseudomonas
Spesies
coli
pneumoniae, oxytosa
mirabilis, vulgaris
cloacae, aerogenes
rettgeri, stuartii
morganii
freundii, diversus
morcescens
Aeruginosa
Genus
Staphylococcus
Streptococcus
Spesies
Aureus
fecalis, enterococcus
Penyebab lainnya bisa dai virus seperti Adenovirus dan jamur seperti Chlamydia dan
Mycoplasma.
E. coli dapat menyebabkan infeksi asimtomatik ataupun simtomatik. E.coli mempunyai
pili tipe P yang akan melekat pada bagian antigen golongan darah P, struktur pengenal
-D-galaktopiranosil-(1-4)--D-galaktopiranosida
minimalnya adalah disakarida
(adhesi pengikatan GAL-GAL)
Proteus sp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif sering ditemukan pada anak
laki-laki berusia 5 tahun. ISK yang disebabkan oleh proteus sp akan menghasilkan urease
sehingga mengakibatkan hidrolisis urea secara cepat dan membebaskan amonia sehingga
urin bersifat basa dan mudah sekali terjadi pembentukan batu. Ditambah lagi motilitas
proteus sp yang cepat.
Infeksi pseudomonas sp dan mikroorganisme lainnya
Faktor predisposisi
Bendungan aliran urin
o Anomali kongenital; Batu saluran kemih
o Oklusi ureter (sebagian atau total)
Refluks vesikoureter
Urin sisa dalam buli-buli karena :
o Neurogenic bladder
o Striktura uretra
o Hipertrofi prostat
Diabetes Melitus
Instrumentasi
o Kateter
o Dilatasi uretra
o Sitoskopi
Kehamilan dan peserta KB
o Faktor statis dan bendungan
o PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman 7
Senggama
Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang kurang efektif
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
Adanya hambatan pada aliran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
Lo 3. Klasifikasi
Tipe Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah (sistitis, uretritis dan prostatitis)
2. Infeksi saluran kemih atas (Ureteritis, Pyelonefritis)
1. Perempuan
- Sistitis adalah persentasi klinis infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna
- Sindroum uretra akut (SUA) adalah persentasi sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril). Disebabkan MO anaerobik.
SUA dibagi menjadi 3, yaitu :
Kelompok I: Pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi
E.Coli dengan cfu/ml urin 103 samapi 105. Sumber infeksi dari
kelenjar peri-urethral / urethral itu sendiri. Kelompok ini berespon
baik jika diberi golongan ampisillin.
Kelompok II : Pasien lekosituria 10 50 /lp tinggi dan kultur urin
steril. Kultur khusus ditemukan Chlamydia trachomatis / bakteri
anaerob.
Kelompok III : Pasien tanpa piuria dan biakan steril.
2. Laki-laki
Infeksi akibat organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.
ISK rekuren.
Reinfeksi :Episode terinfeksi dengan interval > 6 minggu dengan
mikroorganisme yang berlainan.
Relapsing infection : Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang
sama, disebabkan sumber infeksi tidak diobati adekuat.
Lo 4. Patofisiologi
Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih.
Bakteritersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.Beberapa strain
bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesikaurinaria. Strain E. coli
yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinismemiliki strain yang sama
dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran
kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasiklinis adalah beberapa strain bakteri E.
coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda darisebagian besar E.coli di usus manusia (fecal
E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor
virulensi.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence
determinalis. Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung
pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi
Faktor virulensi E.coli
Penentu virulensi
Alur
Fimbriae
- Adhesi
- pembentukan jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K
- Resistensi terhadap pertahanan tubuh
- Pelekatan (attachment)
Lipopolysaccharide side chains (O antigen) - Resistensi terhadap fagositosis
Lipid A (endotoksin)
- Inhibisi peristaltik ureter
- Proinflamatori
Membran protein lainnya
- Kelasi besi
- Antibiotika resisten
- Kemungkinan pelekatan
Hemolysin
- Inhibisi fungsi fagosit
- Sekuestrasi besi
Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)
Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from bacterial surface)
merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada
permukaan mukosa saluran kemih. Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang
berfungsi untuk berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran
seluroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan
tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P Fimbriae yang dapat
menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel uroepithelial,eritrosit
(antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan
dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial. Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada
90% bakteri E.coli yang menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang
menyebabkan ISK bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri
untuk melekat pada mukosa vesika urinaria.
Peranan Faktor Virulensi
Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel salurankemih), maka
proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar uropatogenik E.coli
(UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan
dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen
dan O antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari
proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai
mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak
bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen
oportunistik intraseluler.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan
enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada kromosom dan berhubungan
dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid.
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari
respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi
yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena ituketahanan hidup
bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal.
Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. Faktor bakteri
dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat
kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemihtermasuk pelvis ginjal tanpa
obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka
terhadap infeksi.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin, konsentrasi
asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi bakteri pada mukosa
saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri
yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteri-uria dan tingkat inflamasi di saluran
kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran
kemih dan berperan sebagai salahsatu mekanisme pertahanan tubuh.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapatmeningkatkan
pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi danfungsional saluran kemih
yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan host terhadap ISK.
Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter, stent dapat membantu bakteri untuk
bersembunyi dari mekanisme pertahanan host.
Status Imunologi Pasien
Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi jaringan dari
infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasimekanisme pertahanan tubuh.
Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen
spesifik dari bakteri sehingga menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan
mengsekresikan kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang
terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri
serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini
berperandalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian
ISK.
Infeksi saluran kemih melalui lymph, walau sangat jarang namun dapat terjadi.
Kemungkinan bakteri patogen masuk melalui aliran lymph rektum atau koloni menuju prostat
atau kandungkemih, dapat juga melalui aliran lymph peri-uterina pada wanita.
Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi
Dua jalur utama masuknya bakteri ke saluran kemih adalah jalur hematogen dan asending, tetapi
asending lebih sering terjadi.
1. Infeksi hematogen (desending)
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah, karena
menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan
imunosupresif. Penyebaran hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah
satu tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen adalah
Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida sp., dan Proteus sp. Ginjal yang
normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli karena itu jarang terjadi infeksi
hematogen E.coli. Ada beberapa tindakan yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal yang
dapat meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen. Hal ini
dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut :
- Adanya bendungan total aliran urin
- Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun terdapatnya presipitasi
obat intratubular, misalnya sulfonamide
- Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah
- Pemakaian obat analgetik atau estrogen
- Pijat ginjal
- Penyakit ginjal polikistik
- Penderita diabetes melitus
2. Infeksi ascending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung mikroorganisme kecuali pada bagian
distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri normal kulit seperti basil difteroid,
streptpkokus. Di samping bakteri normal flora kulit, pada wanita, daerah 1/3 bagian distal uretra
ini disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis yang juga banyak dihuni oleh bakteri
yang berasal dari usus karena letak usus tidak jauh dari tempat tersebut. Pada wanita, kuman
penghuni terbanyak pada daerah tersebut adalah E.coli di samping enterobacter dan S.fecalis.
Kolonisasi E.coli pada wanita didaerah tersebut diduga karena:
1) adanya perubahan flora normal di daerah perineum
2) Berkurangnya antibodi lokal
3) Bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel wanita
b. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih
Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandunh kemih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih
adalah:
1) Faktor anatomi Kenyataan bahwa infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada wanita
daripada laki-laki disebabkan karena :
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal, sistemik dan
perubahan urinalisis. Dalam praaktik sehari-hari gejala cardinal seperti disuria, polakisuria, dan
urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien rawat jalan dengan ISK akut
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
- Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
- Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
- Hematuria
- Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
- Demam
- Menggigil
- Nyeri panggul dan pinggang
- Nyeri ketika berkemih
- Malaise
- Pusing
- Mual dan muntah
Lokal:
- Disuria
- Polakisuria
- Stranguria
- Tenesmus
- Nokturia
- Enuresis nocturnal
- Prostatismus
- Inkontinensia
- Nyeri uretra
- Nyeri kandung kemih
- Nyeri kolik
- Nyeri ginjal
Sistemik:
- Panas Panas badan sampaimenggigil
- Septicemia dan syok
Perubahan urinalisis:
- Hematuria
- Piuria
- Chylusuria
Gejala pada bayi dan anak kecil yang sering terjadi, meliputi:
1. Kecendrungan terjadi demam tinggi yang tidak diketahui sebabnya, khususnya jika
dikaitkan dengan tanda-tanda bayi yang lapar dan sakit, misalnya: letih dan lesu.
2. Rasa sakit dan bau urin yang tidak enak. ( orang tua umumnya tidak dapat
mengidentifikasikan infeksi saluran kemih hanya dengan mencium urin bayinya. Oleh
karena itu pemeriksaan medis diperlukan).
3. Urin keruh (jika urinnya jernih, hal ini hanya mirip dengan penyakit, walaupun tidak
dapat dibuktikan kebenarannya
4. rasa sakit pada bagian abdomen dan punggung
5. muntah dan sakit pada daerah abdomen (pada bayi)
6. jaundice (kulit yang kuning dan mata yang putih) pada bayi, khususnya bayi yang berusia
setlah delapan hari
Gejala infeksi saluran kemih pada anak - anak, meliputi:
1. Diarrhea
2. Menangis tanpa henti yang tidak dapat dihentikan dengan usaha tertentu (misalnya:
pemberian makan, dan menggendong)
3. Kehilangan nafsu makan
4. Demam
5. Mual dan muntah
Untuk anak - anak yang lebih dewasa, gejala yang ditunjukkan berupa:
1. Rasa sakit pada panggul dan punggung bagian bawah (dengan infeksi pada ginjal)
2. seringnya berkemih
3. ketidakmampuan memprodukasi urin dalam jumlah yang normal, dengan kata lain, urin
berjumlah sedikit (oliguria)
4. tidak dapat mengontrol pengeluaran kandung kemih dan isi perut
5. rasa sakit pada perut dan daerah pelvis
6. rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)urin berwarna keruh dan memilki bau menyengat
Adakah gejala sistemik seperti demam, menggigil, berkeringat, dan penurunan berat
badan?
Riwayat penyakit terdahuluAdakah riwayat disuria, ISK, batu urin, penyakit ginjal, atau
diabetes melitus?
Riwayat penyakit keluargaAdakah riwayat ISK berulang dalam keluarga?
Obat-obatanApakah pasien sedang menjalani terapi antibiotik? apakah pasien memiliki
alergiterhadap antibiotik?
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik diagnosis tampak sakit sedang-berat, panas intermitten disertaimenggigil
dan takikardi. Frekuensi nadi dapat dipakai sebagai pedoman klinik untuk derajatpenyakit. Bila
infeksi disebabkan oleh E.coli biasanya frekuensi nadi kira-kira 90 kali permenit, tetapi infeksi
oleh kuman stafilokok atau streptokok dapat menyebabkan takhikardilebih dari 140 per menit.
Sakit sekitar pinggang dan ginjal sulit diraba karena spasme otot-otot.
Fist percussion di daerah sudut kostovertebral selalu dijumpai pada setiap pasien. Distensi
abdomen sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal inimenunjukkan
adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Bising usus mungkin melemahkarena ileus paralitik
terutama pada pasien-pasien septikemi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi
saluran kemih, antara lain :
1) Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah,
pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan
yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih
adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah
(midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril
pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara
pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain
karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica
urinaria.Yang dinilai adalah sebagai berikut:
a) Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai
penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran
kemih. Positif bila ditemukan 5-10 per lapang pandang sedimen urin.
b) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan olehStamm, bila ditemukan
paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5
leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat
dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin.
c) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain :
Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal
Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis
Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut
Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan
dengan proteinuria nefrotik.
d) Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e) Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran
kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
2) Bakteriologis
Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan
pandang minyak emersi.
Biakan bakteri
Pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untukmemastikan diagnosis ISK yaitu
bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna,yaitu:
Pengambilan
spesimen
Kateter
>100.000 cfu/ml
3)
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada
infeksi saluran kemih:
a. Faktor fisiologis
- Diuresis yang berlebihan
- Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat
- Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state)
- Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
- Terdapat bakteriofag dalam urin
b.
c.
-
Faktor iatrogenic
Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia
Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya
Cara biakan yang tidak tepat:
Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan
asam
Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
3) Kimiawi
Dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,diantaranya yang paling sering dipakai
adalah tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative). Dasarnyaadalah
sebagian besar mikroba kecualienter ococci mereduksi nitrat.Batasannya bila
ditemukan bakteri >100.000.Kepekaannya mencapai 90% dengan spesifitas 99%.
4)Tes Plat-Celup (Dip-Slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempenganplastik
bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihanpadat
khusus.Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengandigenangi
urin.Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabungplastik tempat
penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satumalam.Penentuan
jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan polapertumbuhan kuman yang
terjadi dengan serangkaian gambar yangmemperlihatkan pola kepadatan koloni antara
1000 hingga 10.000.000 cfu per mLurin yang diperiksa.Cara ini mudah dilakukan,
murah dan cukup adekuat.Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak
dapat diketahui.
5)Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin
masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh >
105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan
penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 10 3 koloni / ml
urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi
flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 10 3 - 105 koloni /
ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya
dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan
pemberian antibiotika sebelumnya.
Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri
yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah
terkontaminasi.
Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Lo 7. Tatalaksana
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah:
Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan
mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang
mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping
yang minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan
anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang
dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain:
Pengobatan dosis tunggal
Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
Pengobatan profilaksis dosis rendah
Pengobatan supresif.
Tujuan Terapi
Tujuan terapi ISK adalah mencegah atau mengobati akibat sistemik dariinfeksi, membunuh
mikroorganisme penyebab infeksi dan mencegah terjadinyainfeksi ulangan.
Strategi Terapi
Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar urineyang keluar juga
meningkat.Pengobatan ISK adalah menggunakan antibiotik. Idealnya, antibiotik yangdigunakan
harus dapat ditoleransi dengan baik, mencapai konsentrasi tinggi dalamurine dan mempunyai
spektrum aktivitas terhadap mikroorganisme penyebab infeksi.Pemilihan antibiotik untuk
pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempatterjadinya infeksi dan jenis
mikroorganisme yang menginfeksi.
Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip manajemen ISK bawah adalah Intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan
kalau perlu terapi simtomatik untuk lkalinisasi urin:
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal;
seperti ampisilin 3 gr, trimetoprim 200 mg.
Bila infeksi menetap disertai urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama
5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semuagejala hilang
dan tanpa lekosuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
Disertai factor predisposisi: Terapi antimikroba yang intensif diikuti factorresiko
Tanpa factor predisposisi:
Asupan cairan banyak
Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takarantunggal (misal:
trimetoprim 200mg)
Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Sindrom Uretra Akut (SUA)
Pasien dengan SUA dengan hitung kuman 103-105 memerlukan antibiotikayang adekuat.
Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin
Infeksi disebebkan MO anaerobic di perlukan antimikroba yang serasi, missalgolongan
kuinolon.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas
Pielonefritis AkutPada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.Indikasi
Rawat Inap Pilonefritis Akut:
Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral
Pasien sakit berat atau debilitasi
Terapi antibiotika oral rawat jalan mengalami kegagalan
Faktor predisposisi utuk ISK tipe berkomplikasi
Diperlukan investigasi lanjutan
Komorbiditas seperti kehamilan, DM, usia lanjut
Sistitis akut
E.coli, S.saprophyticus,
kuman gram negative
lainnya
Nitrofurantion, ampisilin,
trimetroprim
Pielonefritis akut
Prostatitis akut
Kotrimoksazol atau
fluorokuinolon, atau
aminoglikosid+ampisilin
parenteral
Prostatitis kronis
Kotrimoksazol atau
fluorokuinolon atau
trimetroprim
Yang termasuk aminoglikosida:gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin
(streptomisin dan kanamisin tidak termasuk)
Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson, seftazidin,
sefsulodin, moksalaktam, dll.
Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin, dll.
SULFONAMID
Mekanisme kerja:
Kuman memerlukan PABA(p-aminobenzoic-acid)untuk membentuk asam folat yang
digunakan untuk sintesis purin asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat
kompetitif PABA.
PABA
Dihidropteroat sintetase
sulfonamide berkompetisi dgn PABA
Asam dihidrofolat
Dihidrofolat reduktase
trimetroprim
Asam tetrahidrofolat
Purin
DNA
Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena
kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa purin
dan timidin.
Kombinasi dengan Trimetoprim
Menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.
Farmakokinetik
Absorpsi:
melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa jenis sulfa di
absorpsi di lambung.
Distribusi:
Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam derajat yang
berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna untuk
infeksi sistemik.
Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik pada
janin.
Sulfonamide di bagi ke dalam 3 golongan besar:
1. sulfonamide dengan absorpsi dan eksresi cepat
sulfisoksazol
dosis permulaan untuk dewasa 2-4mg, di lanjutkan dengan 1g setiap 46jam
untuk anak 150mg/kgBB sehari
obat ini bisa menimbulkan hipersensitivitas yang kadang bersifat letal
sediaan dalam bentuk tablet 500mg untuk oral
sulfametoksazol
derivate sulfisoksazol dgn absorpsi dan eksresi lebih lambat
dapat diberikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi
sistemik
umumnya di gunakan dengan kombinasi tetap dengan trimetoprim
sulfadiazine
dosis permulaan oral pada orang dewasa 2-4g, dilanjutkan dgn 2-4g dalam
3-6 kali pemberian, lama pemberian tergantung keadaan penyakit.
Anak-anak >2 bln, diberikan setengah dosis awal per hari, kemudian di
lanjutkan dengan 60-150mg/kgBB(maksimum 6g/hari) dalam 4-6 kali
pemberian
Sediaan dalam bentuk tablet 500mg
Sulfasitin
CORTIMOKSAZOL
Trimetropin + sulfametoksazol
Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus, S.viridans,
dll
Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin
Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis 1. Sulfo = hambat PABA,
2. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat tetrahidrofolat
Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik volume distribusi >> besar dari
sulfa
Rasio sulfa : trime 5:1
Diekskresi di urin
Indikasi : ISK, IS nafas, IS cerna, Inf. Genital
E.S : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena
sulfonamid
GOL. PENISILIN
Farmako dinamik :
penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri yang
penting untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin.
Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki penisilin.
Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan beratnya
infeksi.
Cara pemberian :
Ampisilin + sulbaktam
IV, IM
Tikarsilin + as. klavulanat
Amoksisilin
ORAL
Amoksisilin + as. klavulanat
Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi,
absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-60
menit sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh, penisilin
bisa melewati sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP
Ekskresi : melalui ginjal
E.S : hipersensitivitas (angioedem, makulopapular, anafilaktik), diare, nefritis
(metisilin), neurotoksisitas, gangguan pembentukan darah (karbanesilin dan karsilin =
antipseudomonas), toksisitas kation
GOL. CEPHALOSPORIN
GOL. FLUOROKUINOLON
Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan P.Aeruginosa.
Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut
maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh.
Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi
dengan bantuan enzim DNA girase hambat DNA girase pada kuman dan bersifat
bakterisid
Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter
Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia)
Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang
terikat protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2
panjang 2x sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian
empedu.
Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak dan
sendi, dll.
E.S : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ; fatotoksif dll.
Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan obat
yang dapat perpanjang interval Qtc.
AMINOGLIKOSIDA
Farmako dinamik : terhadap MO anaerobik rendah, transpor aminogliko butuh
O2, aktivitas terhadap gram (+) terbatas, aktifitas dipengaruhi pH (alkali lebih
tinggi), aerobik-anarobik, keadaan hiperkapnik. Berdifusi lewat kanal air yang
dibentuk porin protein pada membran luar bakteri gram (-) masuk ke ruang
periplasmik. Setelah masuk sel terikat pada ribosom 30 s dan hambat sintesis
protein kerusakan membran sitosol mati. Bersifat bakterisid.
Farmako kinetik : sangat polar, sukar di absorbsi di saluran cerna, per oral hanya
untuk efek lokal di saluran cerna. Untuk kadar sistemik parenteral, ikatan
protein rendah kecuali streptomisin 30-50%. Distribusi ke dalam cairan otak
sangat terbatas, ekskresi di ginjal, kadar dalam urin capai 50-200 mg/ml,
gangguan ginjal hambat ekskresi.
E.S : alergi, reaksi iritasi (rasa nyeri di tempat suntik), toksik (gangguan
pendengaran dan keseimbangan), ototoksik pada N. VII, nefrotoksik.
Kanamisin : untuk E.coli, enterobacter, klebsiella, proteus dll (untuk ISK)
Gentamisin, tobramisin, dan netilmisin Indikasi : infeksi karena proteus,
pseudomanas, klebsiella, E.colli, enterobacter
Amikasin : untuk E.coli, P.aeruginosa, proteus, enterobacter
Sumber : faramakologi dan terapi FKUI ed 5, 2007
ANTISEPTIK
1. Metenamin
Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada residu
kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus
E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran
kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit.
KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan bersama
sulfonamid.
Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan meningkatkan pH
Oral 4 x 1 gram/hari
2. Nitrofrantoin
Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah
penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif ISK
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
b.
juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi berulang. Dosis obat ini adalah 160 mg dan
interval pemberiannya tiap 12 jam.
Penicillin
B. Antibiotika Parenteral.
a. Amynoglycosida
Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin sedikit
lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas memilki
peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya
digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat
badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan dengan interval
pemberian tiap 8 jam.
Penicillin
Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat
Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang
ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari.
c.
d.
e.
Cephalosporin
Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri gram
negative, tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin
digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi pathogen.
Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative, dan
bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan
Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida.
Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam.
Aztreonam
Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas aeruginosa.
Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari, serta
pada pasien yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000 mg dengan
interval pemberian tiap 8-12 jam.
Lo 8. Pencegahan
-
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah
terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal
kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati:
pielonefritis, bayi prematur, anemia, Pregnancy-induced hypertension
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal kronik
Berdasarkan Klinis
Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural
yang mendasarinya
Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-laki,
atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural yang
mendasarinya
Lo 10. Prognosis
ISK bawah akut (sistitis akut): Prognosis pada ISK bawah akut dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan.
ISK bawah kronis (sistitis kronis): Prognosis pada ISK bawah kronis baik bila diberikan
antibiotik yang intensif dan tepat, faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
ISK atas akut (pielonefritis akut): Prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan
penyebuhan klinis maupun bakteriologis terhadap antibiotik.
ISK atas kronis (pielonefritis kronis): Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan
kedua ginjal telah menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk mempertahan-kan
faal jaringan ginjal yang masih utuh
sah tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan
tertentu yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah Swt.
"Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.
Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para
fuqaha dinamakan salisul-baul.
Pengertian salisul-baul
Menurut mazhab Hanafi, salisul-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air
kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Hanbali, salisul-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air
kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
Menurut mazhab Syafi'i, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang
diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau
sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air
kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.
Dalil tentang salisul-baul
"Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya
(dalam keadaan mencret tersebut)."
Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit
mencret, keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk
mengulang-ulang wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.
Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salisul-baul
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam
keadaan salisul-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganda Soebrata,(2008). Penuntun Laboratorium Klinik.Dian Rakyat, Jakarta
Jawetz., Melnick., dan Adelberg,.(2007). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC,
Jakarata
Junqueira C.L.,Carneiro, L,. (2007) Histologi Dasar Teks dan Atlas. Edisi 10.EGC,
Jakarta
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Sukandar,E.,(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih Pasien
Dewasa. Edisi 5. Jilid 2. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta
Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all,eds. 2011. Harissons principles of internal
medicine 18th ed. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division.
http://mutafaqqih.blogspot.com/2016/04/keluar-air-kencing-secara-kontinyu.html
Kasim YI. Traktus urogenitalia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
KridaWacana; 2010.
Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 142-163.
Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP.
Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2004