Anda di halaman 1dari 49

Skenario 2

NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA


Bp. S, 45 tahun mengalami nyeri dada retrosternal yang menjalar ke ekstremitas atas pada saat
menonton pertandingan sepakbola. Nyeri dada disertai rasa sulit bernafas, dada terasa berat, badan
lemas dan berdebar-debar. Bp. S langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit. Dari
anamnesis diketahui beliau merokok kretek 3 bungkus/hari dan jarang berolahraga. Pada
pemeriksaan fisik didapati Indeks Massa Tubuh (IMT) 24kg/m2. Pemeriksaan EKG terdapat irama
sinus 100x/menit, dijumpai ST elevasi pada sadapan prekordial. Pemeriksaan laboratorium
terdapat peningkatan kadar enzim jantung. Dokter segera memberikan obat agregasi trombosit dan
antiangina serta menyarankan Bp. S untuk menjalani pemeriksaan angiografi pada pembuluh darah
koroner.

1|Page
Kata-Kata Sulit
1. Retrosternal : nyeri dada di belakang sternum
2. IMT : menggambarkan kadar adikositas dalam tubuh seseorang
3. Sadapan Prekordial : sadapan dari ICS 1 ke ICS 6
4. ST Elevasi : segmen ST yang naik diatas garis isoelektris
5. Pemeriksaan Angiografi: untuk mendeteksi ada tidaknya plak pada pembuluh darah
jantung
6. Antiangina : senyawa yang digunakan untuk mencegah dan mengobati gejala
angina pectoris yang diakibatkan ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan
oksigen pada miokardial

2|Page
Pertanyaan
1. Mengapa Bp. S diberi obat agregasi trombosit?
2. Mengapa nyeri dada sampai ke ekstremitas atas?
3. Apa hubungan konsumsi rokok kretek 3 kali/hari dan jarang berolahraga dengan kasus Bp.
S?
4. Apakah ada korelasi antara nyeri dengan pola hidup?
5. Mengapa dilakukan perhitungan IMT dan berapa kadar normalnya?
6. Mengapa pada pemeriksaan EKG ditunjukan adanya ST elevasi?
7. Mengapa terjadi peningkatan enzim jantung?

Jawaban
1. Pasien merokok  mengandung nikotin  berikatan dengan Hb  terjadi agregasi
2. Berhubungan dengan persarafan dari saraf otonom
3. Karena rokok mengandung nikotin yang nantinya akan berikatan dengan Hb yang
mengandung plak. Pola hidupnya mempengaruhi.
4. Ada. Seperti pada nomor 3
5. IMT itu untuk mengetahui overweight pada kadar lemak
IMT > 30  obesitas
IMT > 25 – 29,9  overweight
IMT 18,5 – 24,9  normal
IMT <18,5  underweight
6. Karena terjadi sumbatan
7. Enzim jantung meningkat bila terjadi serangan jantung

Hipotesa
Pola hidup: merokok dan jarang olahraga + beresiko obesitas  terbentuk thrombus  tersumbat
 iskemik miokard  angina pectoris

3|Page
Sasaran Belajar
LO. MM Sindrom Koroner Akut
1.1 Definisi

1.2 Etiologi

1.3 Klasifikasi

1.4 Patofisiologi

1.5 Manifestasi klinik

1.6 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

1.7 Diagnosis dan diagnosis banding

1.8 Penatalaksanaan

1.9 Prognosis

1.10 Komplikasi

1.11 Pencegahan

4|Page
Pembahasan
1.1 Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan
suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan atau pnyumbatan aliran darah arteri
koronaria yang manifestasi kliniknya tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri
koronaria.

Selain itu, penyakit jantung koroner juga membawa arti penyakit kompleks yang disebabkan oleh
menurun atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang mengelilingi dan
mengsuplai darah ke jantung.

Penyakit jantung koroner (PJK) juga boleh diartikan sebagai kelainan pada satu atau lebih
pembuluh arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah (intima)
disertai adanya aterosklerosis yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya akan
mengganggu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan gangguan pada otot
jantung .
Penyempitan pembuluh darah akan menghasilkan neovaskularivasi (pembentukan pembuluh
darah baru) yang akan mengeliling pembuluh darah yang tersumbat untuk tetap mensuplai darah
dan oksigen ke jantung. Namun, pada saat olahraga atau stress, neovaskularisasi tidak dapat
mensuplai darah kaya oksigen sesuai dengan kebutuhan otot jantung.

Pada kasus lain, bekuan darah akan sepenuhnya menghalangi suplai darah ke otot jantung,
menyebabkan sindroma yang disebut sebagai sindroma koroner akut (acute coronary
syndrome).

1.2 Etiologi
A. FAKTOR UTAMA
1. Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Penelitian di berbagai tempat
di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%, sedang di negara maju
mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita Hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat
diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik.

Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%, Miokard Infark
35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi
esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi
penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium,
arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi
terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti
angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita

5|Page
Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya
pada jantung disebabkan karena :

a. Meningkatnya tekanan darah.


Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan
hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung
dari berat dan lamanya hipertensi.

b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.


Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor
koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih
sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK pada
hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik.
Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan
hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark. Juga
pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark
mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan darah
diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-104
mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik
105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart 1979 & 1982 juga memperkuat hubungan antara
kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi
sistolik dari Diastolik terjadi bersamaan maka akan menunjukkan resiko yang paling besar
dibandingkan penderita yang tekanan darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster
juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik
dibandingkan Tekanan darah Diastolik saja.

Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan
kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat- obatan dalam jangka
panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik
untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang
utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K
yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran
jasmani juga berhubungan dengan Tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian
Fraser dkk. Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung
rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan
angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan
pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan
merokok.

2. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor resiko utama
PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan

6|Page
makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress,
alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan
hubungannya dengan kadar kolesterol darah:

a. Kolesterol Total.
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti
resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total
normal Agak tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 200 mg/dl 2-239 mg/dl >240 mg/dl

b. LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau
merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui
resiko PJK dari pada kolesterol total.

Kadar LDL Kolesterol


Normal Agak tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 130 mg/dl 130-159 mg/dl >160 mg/dl

c. HDL Koleserol :
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau
menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali
ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah
terjadinya proses arterosklerosis.

Kadar HDL Kolesterol


Normal Agak tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 45 mg/dl 35-45 mg/dl >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL
kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti
merokok.

d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol


Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan).
makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK.

e. Kadar Trigliserida.
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan
Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.

7|Page
Kadar Trigliserid
Normal Agak tinggi Tinggi Sangat Sedang
< 150 mg/dl 150 – 250 mg/dl 250-500 mg/dl >500 mg/dl

Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, PJK,
ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang
tinggi, ada penyakit DM & pankreas.

3. Merokok.
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama PJK disamping
hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi
atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya.

Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10X
lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan
perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat
menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL
kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar
HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya
lebih besar dibandingkan laki – laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal
pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih
mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.
Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir tahun pertama
setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10
tahun.

B. FAKTOR RESIKO LAINNYA.


1. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus
kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.
Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki
kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun )
lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.

2. Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1
dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari
perempuan.

3. Geografis.

8|Page
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah di dunia.
Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke
Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada
genetik.

4. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur dengan
faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras
caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia
kira-kira separuhnya.

5. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan
sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang
tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi
dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan
didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.
6. Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada perempuan
. Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi.
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas
meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar
kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui
diet ataupun menambah exercise.
7. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh
darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada
orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.

8. Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner sehingga
resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena :
• Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
• Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
• Membantu menurunkan tekanan darah
• Meningkatkan kesegaran jasmani.

9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya.


Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe
A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat
menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu .
Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.

10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.

9|Page
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban serangan jantung
terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.

Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih besar
mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah.

11. Keturunan
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik.

1.3 Klasifikasi

ATEROSKELROSIS

OTAK
JANTUNG
STROKE

ACS STABLE ANGINA

UNSTABLE
STEMI NSTEMI
ANGINA

10 | P a g e
Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim Jantung
Angina Pectoris Angina pada waktu · Depresi segmen T Tidak meningkat
Tidak Stabil (APTS) istirahat/ aktivitas · Inversi gelombang T
ringan, Crescendo · Tidak ada gelombang Q
angina, Hilang dengan
nitrat.
NonST elevasi Lebih berat dan lama (> · Depresi segmen ST Meningkat minimal 2
Miocard Infark 30 menit), Tidak hilang · Inversi gelombang T kali nilai batas atas
dengan pemberian normal
nitrat. Perlu opium
untuk menghilangkan
nyeri.
ST elevasi Miocard Lebih berat dan lama (> · Hiperakut T Meningkat minimal 2
Infark 30 menit), Tidak hilang · Elevasi segmen T kali nilai batas atas
dengan pemberian · Gelombang Q normal
nitrat. Perlu opium · Inversi gelombang T
untuk menghilangkan
nyeri.

ACS : Penyakit Arteri Koroner / PJK (Coronary Artery Disease/Coronary Atherosclerosis


Disease) adalah tidak cukupnya pasokan oksigen organ jantung yang diakibatkan adanya
penyumbatan (endapan lemak) yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri
koroner dan menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Pada dasarnya gangguan tersebut
terjadi akibat peningkatan kebutuhan O2 atau berkurangnya penyediaan O2.

STABLE ANGINA :
 Peningkatan kerja jantung saat aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
 Tidak bersifat progresif dan reversibel

UNSTABLE ANGINA :
 Kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal
 Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner
 Biasanya disertai peningkatan beban kerja jantung akibat arterosklerosis koroner, yang
ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.

STEMI : Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode sumbatan pembuluh
darah yang lanjut. Ini mempengaruhi atau merusakkan area besar dari otot jantung, dan
menyebabkan perubahan EKG serta penanda kimia dalam darah.

NSTEMI : Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan perubahan khas pada
elektrokardiogram (EKG). Tetapi, terdapat penanda kimia (chemical markers) dalam darah yang
menunjukkan kerusakan yang telah terjadi pada otot jantung.

11 | P a g e
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:
- Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
- Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
- Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis
- Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
- Kelas B : Primer
- Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.

1.4 Patofisiologi
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.

Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofi siologi iskemia
miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai
oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan
berkurangnya suplai oksigen ke miokardium . Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner
yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi
karena meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk
meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.

12 | P a g e
Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal
terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh
dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark
miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi
nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan).7
Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA :

PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK


Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena
penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi juga
berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena
faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang
menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.

1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel


Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang.
Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses
aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-
density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan
pembentukan kapsul fi brosis. Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses
aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok.

Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor faktor risiko ini
dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi
endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel
mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi
perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak. Endotel yang mengalami disfungsi
ditandai hal-hal sebagai berikut:

13 | P a g e
a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang
mengganggu fungsi hemostasis vaskuler.

b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel, dan
molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1]).
c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal.

2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi

Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan
subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan
subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan mencerna LDL
teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya
membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan
sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40,
dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak
makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks
ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika
media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang
menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag
juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler
dan menyebabkan terjadinya disrupsi
plak .

Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel


• Peningkatan adhesivitas endotel
• Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika intima
pembuluh darah)
• Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag
• Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan
• Nekrosis fokal dinding pembuluh darah
• Perbaikan jaringan dengan fibrosis

14 | P a g e
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur

Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag
memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur.
LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons infl amasi
ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang
selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan
memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot
pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fi brosis, merupakan subjek
apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran
darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses
proinfl amatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas.

Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung
stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi
pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan
ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin
besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.

15 | P a g e
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA

Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembangperlahan-lahan seiring berjalannya waktu.


Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas
kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya
menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang
tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang
besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi untuk
terjadinya ruptur.
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan
agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus. Trombosit berperan dalam proses hemostasis
primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem
koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan
bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena aktivasi kaskade
koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih,
menyebabkan terjadinya oklusi total.

16 | P a g e
Patofisiologi STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi
dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich
red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu
aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2
(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

17 | P a g e
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII
dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI
dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik .
1.5 Manifestasi klinik
a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau
prekordial yang bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
b. Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional,
terpapar dingin atau makan dalam jumlah besar.

Lokasi : subternal, retrosternal, dan precordial


Sifat nyeri : rasa sakit seperti di tekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan di pelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung, perut, dan juga kebawah lengan.
b. Dispnea (kesulitan bernafas) akibat meningkatnya usaha bernafas yang terjadi akibat kongesti
pembuluh darah paru ,ortopnea (kesulitan bernafas pada posisi berbaring), dispnea nocturna
paroksimal yaitu dispnea yang terjadi sewaktu tidur, terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan
akan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur.
c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepetan, keteraturan,
atau kekuatan kontraksi jantung.
d. Edema perifer (penimbunan cairan dalam ruang interstitial) jelas terlihat pada daerah yang
menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
e. Sinkop (kehilangan kesadaran) sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.
f. Kelelahan dan kelemahan, sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran
darah perifer yang berkurang.

MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang
sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit
(biasanya lebih dari 15 menit)
b. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di
punggung diantara tulang belikat
c. Pusing dan kemudian pingsan
d. Berkeringat
e. Mual
f. Sesak napas
g. Keresahan

18 | P a g e
1.6 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain
sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI.
Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati
hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3 menunjukkan prognosis yang
buruk.
Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki
kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

1. Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat


2. Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin
3. Kombinasi nyeri dada substernal ˃ 30 menit dan banyak keringat
4. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan/ hipotensi)
5. Hampir setengah pasien infark inferior menunjukan hiperaktivitas saraf parasimpatis
(bradikardia dan / hipotensi)
6. Disfungsi ventrikular S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke 2
7. Murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi
aparatus katup mitral dan pericardial friction rub
8. Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI
PEMERIKSAAN EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh.

Kertas EKG
Kertas EKG adalah kertas grafik terdiri dari kotak-kotak kecil dan besar yang diukur dalam
milimeter. Garis horisontal merupakan waktu (1 kotak kecil = 1mm = 0,1 mV). Pada rekaman
EKG standar dibuat dengan kecepatan 25 mm/ detik.

19 | P a g e
a. STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q sebagian kecil
menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi
bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan
infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST
dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi
infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q dan non Q
menggantikan infark miokard mural/transmural.
b. NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) III Registry;
adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk.
Kaul et al, menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif
dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin
T, keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
c. UAP
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien UAP.
Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut.
Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan
T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm dan gelombang T negatif
kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada UAP,
sebanyak 4% mempunyai EKG yang normal, dan pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga
normal.
Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG

Letak infark EKG A.Koronaria Cab A.Koronaria

Anterior ektensif I, aVL, V1-6 Kiri, LAM LAD, LCx

Anteroseptal V 1-3 Kiri LAD

Anterolateral I, aVL, V4-6 Kiri LCx

Inferior II, III, aVF 80% kanan, 20% kiri PDA

20 | P a g e
Posterior murni V 1-2 Bervariasi kiri dan LCx, PLA
(resiprok) kanan

LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left circumflex, PDA = posterior
descending artery, PLA = posteriolateral artery
EKG Normal
Dasar Elektrokardiografi
Elektrokardiograf adalah alat medis yang digunakan untuk merekam beda potensial bioelektrik di
permukaan kulit yang dibangkitkan jantung dengan memasang elektroda rekam (Ag/AgCl) pada
tempat tertentu di permukaan tubuh.
Gambaran EKG normal menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :

 Gelombang P
Berukuran kecil dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.

 Segmen PR
Garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang kompleks QRS.

 Gelombang Kompleks QRS


Suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri.

 Segmen ST
Garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.

21 | P a g e
 Gelombang T
Potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.

 Gelombang U
Berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang masih belum jelas.

Kelainan pada Hasil EKG


Terdapat 12 nilai yang memiliki arti klinis dari grafik keluaran EKG untuk menentukan kriteria
kelainan, yaitu :
1. Irama
2. Frekuensi
3. Amplitudo gelombang P
4. Durasi gelombang P
5. Interval PR
6. Interval QRS 12. Keteraturan
7. Interval Q
8. Amplitudo R
9. Segmen ST
10. Interval QTc
11. Amplitudo T
12. Keteraturan

Beberapa kelainan yang sering terdeteksi dengan EKG adalah sebagai berikut :
1. Kelainan kecepatan
Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai takikardia,
sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut dengan
brakikardia.

2. Kelainan irama
Mengacu pada keteraturan diagram EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi
jantung disebut aritmia. Dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik, perubahan aktivitas
pemacu nodus SA, atau gangguan hantaran. Kecepatan denyut jantung juga biasanya ikut
terlibat. Ekstrasistol atau denyut prematur adalah deviasi dari irama normal yang sering
terjadi. Selain itu, kelainan irama lainnya yg mudah terdeteksi adalah sbb :

22 | P a g e
 Flutter atrium
Ditandai dengan urutan depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengankecepatan
antara 200-300 denyutan/menit. Ventrikel jarang dapat mengimbangi kecepatan atrium ini.
Karena periode masa refrakter jaringan penghantaran otot jantung pada ventrikel lebih
lama dibandingkan dengan otot jantung pada atrium, nodus AV tidak dapat merespons
semua impuls yang datang dari atrium. Hanya satu dari 2 atau 3 impuls atrium berhasil
melalui nodus AV ke ventrikel. Keadaan ini disebut dengan irama 2:1 atau 3:1. Kenyataan
bahwa tidak setiap impuls atrium mencapai ventrikel pada flutter atrium ini adalah hal
penting karena akan mencegah peningkatan kecepatan denyut ventrikel melebihi 200 kali/
menit. Kecepatan setinggi ini tidak akan memberikan yang cukup bagi pengisian ventrikel.
Hal ini menyebabkan curah jantung menurun dan dapat menyebabkan terjadinya kematian
akibat suplai darah ke otak yang tidak ada.

 Fibrilasi atrium
Ditandai dengan depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkoordinasi tanpa
gelombang P yang jelas. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi kacau dan tidak sinkron.
Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur, irama ventrikel menjadi tidak
teratur. Kompleks QRS berbentuk normal tetapi muncul secara sporadis. Waktu denyutan
2 ventrikel tidak teratur sehingga ventrikel tidak mempunyai cukup waktu untuk pengisian.
Hal ini menyebabkan sangat sedikitnya darah yang dapat dicurahkan keluar jantung
sehingga tidak tercipta denyut jantung. Terjadi pula pulsus defisit yang pada orang normal
tidak terjadi.

 Fibrilasi ventrikel
Kelainan irama yang sangat serius denagn otot ventrikel jantung memperlihatkan kontraksi
yang kacau dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan ventrikel tidak lagi dapat aktif
memompa darah ke seluruh tubuh dan perlu dilakukan defibrilasi listrik.

 Blok jantung
Adanya defek pada sistem penghantaran jantung. Kontraksi atrium tetap normal, namun
ventrikel kadang-kadang tidak berkontraksi setelah kontraksi atrium. Blok yang terjadi
dapat 2:1 atau 3:1 dan dapat dibedakan dengan flutter atrium. Pada blok jantung, kecepatan
aliran atrium normal, tetapi kecepatan ventrikel di bawah normal. Sedangkan, pada flutter
atrium, kecepatan atrium sangat tinggi sedangkan kecepatan ventrikel normal. Blok
jantung total ditandai dengan impuls dari atrium sama sekali tidak dihantarkan ke ventrikel.
Denyut atrium tetap diatur oleh nodus SA namun ventrikel menciptakan impuls sendiri
yang jauh lebih rendah. Pada EKG, gelombang P memperlihatkan irama normal. Kompleks
QRS dan gelombang T terjadi secara teratur namun dalam kecepatan yang jauh lebih
rendah daripadagelombang P dan benar-benar independen terhadap gelombang P.

3. Miopati jantung (rusaknya otot jantung)


Iskemia miokardium mengacu pada ketidakteraturan pasokan darah ke jaringan jantung.
Kematian atau nekrosis sel-sel otot jantung biasanya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah yang memperdarahinya. Hal ini dikenal dengan infark miokardium akut (serangan

23 | P a g e
jantung). Terlihat gelombang QRS abnormal ketika sebagian otot jantung mengalami
nekrosis.

Gambaran EKG pada Iskemia, Injuri, dan Infark Miokard


Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu sindroma klinis yang terdiri dari angina pektoris
tidak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST dan IMA dengan elevasi segmen
ST. Keadaan ini ditandai dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan
kempampuan miokard. Mekanisme dasar SKA berupa disrupsi plak dan pembentukan trombus
akut pada arteri koroner.

Segmen ST dan gelombang T pada iskemia miokard


Iskemia miokard akan memperlambat proses repolarisasi, sehingga pada EKG dijumpai perubahan
segmen ST (depresi) dan gelombang T (inversi) tergantung beratnya iskemia serta waktu
pengambilan EKG. Diduga iskemia jika depresi segmen ST lebih dari 0,5 mm (setengah kotak
kecil) dibawah garis baseline (garis isoelektris) dan 0,04 detik dari ∫ point.

24 | P a g e
Contoh EKG pada Iskemia Miokard

25 | P a g e
Perubahan EKG pada injuri miokard
Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara elektrik lebih
bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG tampak gambaran
elevasi segmen ST pada sadapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST
bermakna jika elevasi ≥ 1mm (1 kotak kecil) pada sadapan ekstremitas dan ≥ 2mm pada sadapan
prekordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap daerah anatomi jantung yg sama. Aneurisma
ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap beberapa bulan setelah infark miokard.

Perubahan EKG pada infark miokard kronis


Infark miokard terjadi jika aliran darah ke otot jantung mati. Sel infark yang tidak berfungsi
tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah infark
akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan pada EKG memberikan gambaran defleksi
negatif berupa gelombang Q patologis dengan syarat durasi lebih dari 0,04 detik dan dalamnya
harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama.

Takikardia

26 | P a g e
Flutter dan Fibrilasi Atrium

27 | P a g e
Aktivitas Listrik Jantung

Otot jantung terbentuk dari serabut – serabut otot yang bermuatan listrik, dikarenakan adanya
aliran ion Natrium dari dan ke dalam sel. Akibat aliran ion Natrium ini jantung mengalami siklus
depolarisasi – repolarisasi secara kontinyu sehingga membentuk pola denyutan jantung.
Bioelektrik jantung dibangkitkan oleh sinoatrial node (SA node)dan atrioventricular node (AV
node) kemudian menjalar melalui sel konduksi yang disebut berkas HIS atau serat purkinje
selanjutnya mengalir ke seluruh bagian jantung sehingga membentuk kompleks sinyal EKG
dipermukaan tubuh.

Teknik Sadapan EKG


Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda yang dapat
meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial yang disebut
elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah
elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas masing-
masing dilekatkan pada : lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan (TKa), dan tungkai
kiri (TKi).
Elektroda-elektroda prekordial diberi nama V1 sampai V6, dengan lokalisasi sebagai berikut :
Lead V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
Lead V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
Lead V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
Lead V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah).
Lead V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.
Lead V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea axillaris medialis.

28 | P a g e
PEMERIKSAAN ANGIOGRAFI

Angiografi berfungsi untuk memperlihatkan tumpukan plak pada pembuluh darah jantung,
mendeteksi plak pada arteri carotis di leher yang menggangu aliran darah ke otak yang
menyebabkan stroke, mengetahui kelainan pada pembuluh darah di otak, serta mengidentifikasi
aneurisma intracranial atau bahkan adanya aneurisma pembuluh darah aorta.

TUJUAN ANGIOGRAFI
1. Untuk mendeteksi problem pada pembuluh darah yang ada di dalam atau yang menuju otak
(contohnya, aneurysma, malformasi pembuluh datah, trombosis, penyempitan atau
penyumbatan)
2. Untuk mempelajari pembuluh darah otak yang letaknya tidak normal (karena tumor, gumpalan
darah, pembengkakan, spasme, tekanan otak meningkat, atau hydrocephalus)
3. Untuk menentukan pemasangan penjepit pembuluh darah pada saat pembedahan dan untuk
mencek kondisi pembuluh tersebut.

29 | P a g e
LABORATORIUM
a. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak
setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru,
otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan
otot.

b. SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)


Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel otot miokard
yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah 3-4
hari.

c. LDH (Lactat Dehidrogenase)


Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada kerusakan
jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya
dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein yang
terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam
sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
Pemeriksaan Enzim Jantung Penanda sel Cedera Jantung
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut
yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat dehidrogenase, dan
isoenzim CK-MB. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di otot
jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita infark miokardium
akut. Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui cTnT
positif, hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian
cTnT dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi. Aktivitas LDH
muncul dan turun lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah
serangan infark, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8–14 hari
setelah infark.

Penanda Meningkat Memuncak Durasi


Kreatinin Kinase (CK) 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
Kreatinin Kinase (CK-MB) 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
Cardiac-Specific Troponin T (cTnT) 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
Cardiac-Specific Troponin I (cTnT) 4-6 jam 18-24 jam 10 hari

RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark miokard akut.
Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal jantung).
Kadang-kadang dapat dilihat adanya kardiomegali.

30 | P a g e
1.7 Diagnosis dan diagnosis banding

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Riwayat penyakit dahulu:
o Adakah riwayat angina, infark miokard, dan gangguan jantung lainnya?
o Tanyakan secara terinci mengenai nyeri dada dan gejala lain. Pertimbangkan kemungkinan
penyebab nyeri dada yang lain, seperti emboli paru, diseksi aorta dan refluks esofagus.
o Adakah riwayat angioplasti, cangkok pintas arteri korones atau riwayat trombolisis?
o Adakah riwayat diabetes melitus?
Obat-obatan:
o Apakah pasien mengkonsumsi nitrat, aspirin, beta blocker, inhibitor ACE atau
tablet/semprot GTN?
o Apakah pasien sedang menjalani terapi hipertensi atau hiperkolesterolemia?
Alergi:
o Apakah pasien memiliki alergi terhadap streptokinase, aspirin, dan obat lain?
Riwayat keluarga:
o Adakah riwayat kematian mendadak dalam keluarga?
o Adakah riwayat nyeri dada dengan sebab lain dalam keluarga misalnya diseksi aorta?
Riwayat sosial:
o Apakah pekerjaan pasien dan apakah angina mengganggu kehidupan pekerjaanya?

2. Pemeriksaan Fisik
- Angina merupakan kunci diagnosis
- Stigmata hiperlipidemia

31 | P a g e
a. Arkus senilis kornea dapat bermakna pada pasien usia muda, namun dapat
merupakan temuan normal pada pasien berusia lebih dari 40 tahun dan belum
tentu merupakan tanda hiperlipidemia.
b. Xantelasma berkaitan dengan kadar trigliserid namun sering
didapatkan pada pasien dengan kadar lipid normal.
c. Xantoma tuberosa, tendinosa, dan eruptif harus dicari di siku,
lutut, tendon achilles, dorsum manus, dan tempat lain karena
merupakan tanda hiperlipidemia.
- Peningkatan tekan darah sistemik
- Denyut nadi sering normal
- Tekanan vena pada angina tanpa komplikasi biasanya normal
- Palpasi precordial
a. Apeks yang mengalami diskinesia atau pergeseran letak dapat merupakan
tanda infark miokard sebelumnya dengan dilatasi ventrikel atau adanya
aneurisma ventrikel kiri
b. Pemeriksaan prekordium normal
- Auskultasi
1. Selama serangan angina, penurunan kompians ventrikel menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri dengan S4 yang dapat terdengar.
2. Ejeksi ventrikel yang memanjang dapat menghasilkan pemisahan paradoksal
(terbalik) bunyi jantung kedua (S2).
3. S3 tidak umum didapatkan pada pasien dengan angina kecuali telah ada
kerusakan miokard sebelumnya.
4. Iskemi otot papilaris atau abnormalitas konfigurasi otot papilaris bisa
menyebabkan murmur akhir sistolik akibat MR ringan.
5. Yang menarik adalah murmur mid-diastolik yang terdengar pada batas sternal
kiri dan di apeks akibat stenosis arteri koroner proksimal.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen dada
Dari foto rontgen dada dokter dapat melihat ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping
itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak bisa dilihat dari foto rontgen ini.
Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut.
Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya, biasanya jantung
terlihat membesar.

b. Tes Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah.
a. Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8 jam,
mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
b. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam
kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
c. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih
kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.

32 | P a g e
d. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan
pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
e. Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama
Troponin T (TnT)
f. Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum
selama 1-3 minggu.
g. Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;
h. Peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah dan trigliserida sebagai faktor risiko. Dari
Pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat
kenaikan enzim jantung. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil
ditegakkan, biasanya dokter jantung/kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan
treadmill.

Dalam Kamus Kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan
diagnostik PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olahraga umumnya, namun dihubungkan
dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat
latihan. Dapat terjadi perubahan gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya
PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan tertentu
dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.

Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100%
karena pemeriksaan dengan treadmill ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedang untuk
wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang
pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang.

d. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung.


Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan "Golden Standard" untuk PJK, karena dapat
terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arteri koroner, apakah ringan, sedang atau berat
bahkan total.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam slang seukuran ujung lidi. Slang
ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau
melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung
ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras
sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan
atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja
mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa
pembuluh koroner.

Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah
pasien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan faktor risiko. Atau
mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan
istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping di balon dapat pula dipasang stent, semacam

33 | P a g e
penyangga seperti cincin atau gorong-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya
penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, di balon dengan atau tanpa stent, upaya lain
adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.

e. Bedah/operasi pintas koroner dalam istilah asingnya disebut sebagai Coronary Artery
Bypass Graft (CABG)

Dilakukan dengan membuat saluran baru melewati bagian arteri koroner yang mengalami
penyempitan atau penyumbatan. Bahasa kitanya bisa disebut sebagai jalan pintas. Ini dimaksudkan
agar kekurangan pasokan darah termasuk oksigen ke bagian ujung (distal) dari penyempitan dapat
diatasi. Bagian yang menyempit tetap seperti semula. Ya, andaikan suatu saat kemudian terjadi
penyumbatan total pada bagian yang menyempit, maka pasokan darah untuk otot jantung tadi tetap
terjamin. Saluran baru yang dipasang dapat diambil dari pembuluh darah balik di tungkai bawah.
Biasanya dari vena saphena, dapat juga dari pembuluh nadi (arteri) ditangan yaitu dari arteri
radialis, arteri brachialis atau dari pembuluh darah yang memperdarahi susu yang disebut arteria
mammaria. Bisa satu atau keduanya tergantung kebutuhan.

CABG dilakukan dengan membuka dada dengan pemotongan tulang dada untuk kemudian
menguakkan bagian kanan dan kiri dada sedemikian sehingga jantung dapat terlihat secara nyata.
Sudah tentu banyak jaringan-jaringan dan alatalat harus dipisahkan dulu sebelum sampai
menjamah jantung. Dokter Spesialis Bedah Jantung akan memastikan kembali hasil kateterisasi
yang menunjukkan penyempitan. Setelah itu barulah memasang pembuluh darah baru yang
diambil dari kaki, tangan atau pembuluh yang memperdarahi susu tadi melewati tempat
penyempitan. Sebelum menutup kembali rongga dada lapis demi lapis, sudah barang tentu
diadakan pengujian terhadap graft yang dipasang, kalau-kalau ada kebocoran atau pendarahan baik
pada pangkal maupun ujung.

f. Teknik baru operasi CABG


Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung machine), dengan
teknik ini jantung dihentikan berdenyut dengan memakai obat yang disebut cardioplegic. Jantung
benar-benar diam. Sementara itu urusan peredaran darah dan pertukaran udara diurus oleh mesin
jantung paru. Paru akan mengempis menjadi kira-kira sebesar bola pingpong bila diremas.
Belakangan ini sejak awal tahun 2000, telah diperkenalkan teknik operasi tanpa mesin jantung
paru (off pump CABG). Teknik ini dilakukan dalam keadaan jantung berdenyut normal. Paru-paru
pun berfungsi seperti biasa. Dokter bedah jantung memasang graft dalam keadaan jantung
berdenyut. Metode ini telah banyak dilakukan di Pusat Jantung Nasional/National Cardiovascular
Center Harapan Kita. Metode off pump ini banyak memberikan keuntungan. Selain lama rawat
lebih singkat, biaya operasi pun bisa lebih murah. Tetapi tidak semua pasien yang memerlukan
CABG akan dilakukan dengan metode ini. Semua tergantung pada indikasi masing-masing

g. EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri
dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
- Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)

34 | P a g e
- Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil)inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordialPerubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB)
danaritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jikaditemukan adanya
perubahan segmen ST. Namun EKG yang normalpun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapatmengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serialuntuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai
ciri dan kategori:
a. Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpainversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktunyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
b. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

DIAGNOSIS BANDING
1. Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut
2. Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis aktu, emboli paru akut, penyakit dinding
dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks
esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis
akut.

1.8 Penatalaksanaan
Dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Umum
a. Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk
melakukan aktivitas.
b. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang
c. Pengendalian faktor risiko
d. Pencegahan sekunder.
e. Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain, yang akan
berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang
sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
f. Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia
yang lebih berat sampai infark miokardium.
2. Mengatasi iskemia yang terdiri dari :
a. Medikamentosa
 Nitrat, dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan ada yang di
buat lepas lambat
 Berbagai jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja
cepat seperti pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan
nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.
 Antagonis kalsium
b. Revaskularisasi
 Pemakaian trombolitik
 Prosedur invasif non operatif, yaitu melebarkan arteri coronaria dengan balon.
 Operasi
Angina Pektoris
Penatalaksanaannya:

35 | P a g e
 Pengobatan pada serangan akut, nitrogliserin sublingual 5 mg merupakan obat pilihan yang
bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
 Pencegahan serangan lanjutan:
o Long acting nitrate, yaitu ISDN 3 dd 10-40 mg oral.
o Beta blocker : propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
o Calcium antagonist : verapamil, diltiazem, nifedipin.
 Mengobati faktor presdiposisi dan faktor pencetus: stres, emosi, hipertensi, DM,
hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan menghentikan kebiasaan merokok.
 Memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan jantung
(M. Santoso, T Setiawan. 2005)
Angina Tak Stabil
a. Mengatasi Nyeri Dada dan Iskemia
 Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral biasanya dapat mengatasi
nyeri dada.
 Apabila tidak ada kontraindikasi dapat segera diberikan penyekat beta seperti metoprolol
atau propranolol.
 Apabila angina masih tak stabil, dapat ditambahkan antagonis kalsium seperti diltiazem
(triple therapy).
 Nyeri dada yang hebat kadang – kadang membutuhkan nitrar (intravena). Dosis dan cara
pemberian telah diuraikan di atas.
 Apabila nitrat (intravena) masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi
morfin (2,5 – 5 mg) atau pethidin (12,5 – 25 mg) secara intravena.
b. Mencegah Perluasan atau Perkembangan Trombus Intrakoroner
 Telah dilaporkan bahwa pemberian aspirin atau heparin, atau kombinasi keduanya efektif
menurunkan kejadian serangan angina dan infark miokard pada penderita AP tak stabil.
 Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160 – 300 mg / hari (dosis
tunggal). Dosis heparin adalah 5000 unit (intravena bolus) kemudian dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 1000 unit / jam dalam infus (pertahankan APTT 1,5 – 2 kali dari nilai
kontrol) selama 5 hari.
c. Koreksi Gangguan Hemodinamik dan Kontrol Faktor Presipitasi
Koreksi semua faktor penyebab disfungsi jantung ; aritmia dengan obat anti aritmia, gagal
jantung dengan kardiotonik atau diuretik, anemia diberi transfusi darah dan seterusnya.
d. Tindak Lanjut
Karena angina tak stabil memiliki resiko tinggi terjadi infark miokard akut (IMA), setelah
angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi koroner elektif.
Mobilisasi bertahap diikuti uji latih beban untuk menentukan perlunya angiografi koroner
merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan obat
– obat, dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan Intra – Aortic Ballon
Counterpulsation (IABC) dan angiografi koroner, kemudian dilakukan PTCA atau cABG’s.

Infark Miokardium
Penatalaksanaan:
 Istirahat total
 Diet makanan lunak serta rendah garam

36 | P a g e
 Pasang infus dekstrosa 5 % emergency
 Atasi nyeri :
o Morfin 2,5 5 mg iv atau petidin 25 50 mg im
o Lain - lain: nitrat , antagonis kalsium , dan beta bloker
 Oksigen 2 -4 liter/menit
 Sedatif sedang seperti diazepam 3 dd 2 5 mg per oral
 Antikoagulan:
Heparin 20000 40000 U/24 jam atau drip iv atas indikasi. Diteruskan dengan asetakumarol
atau warfarin
 Streptokinase / trombolisis
(M. Santoso, T Setiawan. 2005)

Farmakologis
ANTIANGINA
1. Nitrat organik
Nitrat organik adalah ester alkohol polisakarida dengan nitrat, sedangkan nitrit organik adalah
ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol merupakan cairan yang mudah
menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Sedangkan ester nitrat lainnya yang berat
molekulnya lebih tinggi (misalnya pentaeritrol tetranirat dan isosorbit dinitrat berbentuk
padat).
Farmakodinamik:
 Nitrat organik (prodrug) yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme dan mengeluarkan
mitrogen monoksida.
 Biotransfromasi berlangsung di intraseluler, Mekanisme kerja dari nitrat dibagi menjadi 2:
a. vasodilatasi non-endothelium dependent dengan cara nitrat organik melepas nitrit
oksida, lalu merangsang penglepasan cGMP yang memperantarai defosforilasi miosin
sehingga terjadilah relaksasi otot polos.
b. vasodilatasi endothelium dependent dengan cara melepaskan prostasiklin yang
menyebaban vasodilatasi pembulih darah.
 Efek kardiovaskular :
 Nitrat organik menurunkan dan dapat meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskular  menimbulkan vasodilatasi sistem vaskular
 Nitrat organik memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis denagn
menimbullkan redistribusi aliran darah  menyebabkan dilatasi pembuluh darah
koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah kecil (arteriol),
sehingga tidak terjadi steal phenomenon
Farmakokinetik
 Nitrat organik diabsorpsi baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme obat
dalam hati dilakukan oleh nitrat reduktase.
 Masa kerja lebih panjang bila menggunakan nitrat organik oral (isosorbid mononitrat,
isosorbid dinitrat, eritritil tetranitrat)
 Nitrat organik dengan preparat transdermal (salep, plester). Plester nitrogliserin
(penggunaan 24jam-melepaskan 0.2-0.8 mg obat tiap jam). Bentuk salep nitrogliserin (2%-
pada kulit 2.5-5 cm²) biasanya untuk mencegah angina yang timbul pada malam hari.
 Amilnitrit mempunyai bentuk cairan yang mudah menguap (volatile)  cara inhalasi, lebih
cepat diabsorpsi dan menghindari efek metabolisme pertama dihati)

37 | P a g e
Tabel 2. Sediaan Nitrat Organik
Sediaan Nitrat Interval Lama kerja
Nitrat Kerja Singkat 0,18-0,3 ml 3-5 menit
• Amilnitrit inhalasi
• Preparat sublingual
1. Nitrogliserin 0,5-0,6 mg 10-30 menit
2. Isosorb dinitrat 2,5-5 mg 10-60 menit
Nitrat Kerja Panjang
• Isoisorb dinitrat oral 10-60 mg 4-6 jam
• Nitrogliserin oral 6,5-13 mg 6-8 jam

Kontraindikasi
Efek samping nitrat organik berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awalnya
ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Bila hipotensi berarti terjadi
bersama refleks takikardi yang akan memperburuk keadaan.
Pada pasien stenosis aorta / kardiomiopati hipertrofik, nitrat organik menyebabkan penurunan
curah jantung dan hipotensi refrakter. Pemberian nitrat organik dikontraindikasikan pada
pasien yang mendapat slidenafil.
Indikasi
a. Angina pektoris
Untuk angina tidak stabil  nitrat organik diberikan secara iv (dapat terjadi toleransi cepat
24-48jam). Untuk angina variant diperlukan nitrat organik kerja panjang dikombinasikan
dengan antagonis Ca⁺⁺
b. Infark jantung
Nitrat organik dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung
c. Gagal jantung kongesif
Nitrat organik untuk GJK dalam bentuk kombinasi dengan hidralazin (lini kedua),
sedangkan lini pertama menggunakan vasodilator. Penggunaan nitrat organik sebagai obat
tunggal  memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung terutama pasien tersebut menderita
jantung iskemik
2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker)
β-Bloker bermanfaat untuk mengobati angina pektoris stabil kronik. Golongan obat ini dapat
menurunkan angka mortalitas infark jantung  efek aritmianya. β-Bloker menurunkan
kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah
dan kontraktilitass. Efek kurang menguntungkan β-Bloker  peningkatan volume diastolik
akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Sifat farmakologi
 β-Bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif , namun bisa menghilang sifatnya bila
dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menentukan tempat metabolisme (hati) dan waktu
paruh memendek.
 β-Bloker mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yakni kurang menimbulkan
bradikardi atau penekanan kontraksi jantung.
Tabel 3. Sediaan Obat β-Bloker
Obat Kelarutan Eliminasi Kardioselektif Dosis antiangina
Dalam
lemak

38 | P a g e
asebutolol  Hati + kap 200 mg dan tab
400 mg
labetalol  Hati + 100-600 mg/hari
bisoprol tab 5 mg
nadolol  Ginjal tab 40 dan 80 mg
atenolol  Ginjal tab 50 dan 100 mg
metoprolol Sedang Hati + tab 50 dan 100 mg,
tab lepas lambat 100
mg
pindolol Sedang Ginjal & tab 5 dan 10 mg
hati
propanolol  Hati tab 10 dan 40 mg,
kapsul lepas lambat
160 mg
penbutolol  hati

Efek Samping
 Farmakologi : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme
 Sal cerna : mual, muntah, diare, konstipasi
 Sentral : mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
 Alergi : rash, demam dan purpura
Kontraindikasi
a. hipotensi
b. bradikardi simptomatik
c. blok AV derajat 2-3
d. gagal jantung kongesif
e. ekserbasi serangan asma (bronkospasme)
f. diabetes melitus dengan hipoglikemia
Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard
3. Penghambat Kanal Ca⁺⁺ (Calsium antagonis)
Farmakodinamik
a. Secara umum ada 2 jenis kanal Ca⁺⁺, pertama voltage-sensitive (VSC)/potential-dependent
calcium channels (PDC  membuka bila ada depolarisasi membran. Kedua, receptor-
operated calcium channel (ROC)  membuka bila agonis menempati reseptor dalam
kompleks sistem kanal ini (contoh : hormon, norepinefrin)
b. Calsium antagonis mempunyai 3 efek hemodinamik yang berhubungan dengan
pengurangan kebutuhan otot jantung :
1) Vasodilatasi koroner dan perifer
2) Penurunan kontraktilitas jantung
3) Penurunan automatisitas serta konduksi pada nodus SA dan AV
Sedangkan untuk meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara : dilatasi koroner dan
penurunan tekanan darah da denyut jantung (sehingga perfusi subendokardial membaik)

39 | P a g e
Farmakokinetik
Farmakokinetik penghambat kanal Calsium hampir semua absorpsi oralny sempurna tetapi
bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. efek obat tampak
30-60 menit pemberian. Macam-macam Calsium antagonis
 Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin
 Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil
 Benzotizepin: diltiazem
 Piperazin: sinarizin, flunarizin
 Lain-lain: prenilamin, perheksilin
Tabel 4. Efek Kardivaskular Antagonis Kalsium
Efek kardiovaskular Nifedipin Verapamil Diltiazem
(N) (V) (D)
1. Vasodilatasi koroner 5 4 3
2. Vasodilatasi perifer 5 4 3
3. Inotropik negatif 1 4 2
4. Kronotropik negatif 1 5 5
5. Dromotropik negatif 0 5 4
* Angka menunjukkan perbandingan kekuatan relatif masing-masing obat

 Pemberian nifedipin kerja singkat  menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah,


sebagian besar terikat pada protein plasma (70-98%) dengan waktu paruh 1.3-64 jam.
 Diltiazem mempunyai potensi vasodilator  menyebabkan penurunan resistensi perifer
dan tekanan darah disertai refleks takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir
 Pemberian verapamil peroral  menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi
perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung.

Efek Samping
o Nyeri kepala berdenyut (*dihidropiridin)
o Muka merah (*verapamil)
o Pusing (*dihidropiridin)
o Edema perifer (*dihidropiridin)
o Hipotensi (*dihidropiridin)
o Takikardia (*dihidropiridin)
o Kelemahan otot (*nimodipin)
o Mual (*dihidropiridin)
o Konstipasidan hiperplasia ginggiva (*verapamil)
o Gagal jantung
o Syok kardiogenik

 Penghambat kanal calsium dapat meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil tidak
boleh digunakan untuk mengatasi keracunan digitalis, sebab akan terjadi gangguan fungsi
konduksi AV yang lebih berat.
 Penghambat kanal calsium dikontraindikasikan pada aritmia karena konduksi antegrad
seperti Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium

40 | P a g e
ANTITROMBOTIK
1. Aspirin
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin
(PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim sikloogsigenase (akan
tetapi sikloogsigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan
siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya
dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi
trombosit. Dosis lebih tinggi, selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga
menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan
prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya
infark miokard yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA (transient ischemic attack),
penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kambuhnya TIA,
stroke karena penyumbatan, dan kematian akibat gangguan pembuluh darah. Berkurangnya
kematian terutama jelas pada pria.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran
cerna; biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. Penggunaan
bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat mengganggu
hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral
dapat meningkatkan risiko perdarahan.

2. Dipiridamol
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan sel endotel
pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam plasma. Adenosin
menghambat fungsi trombosit dengan merangsang adenilat siklase dan merupakan vasodilator.
Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin. Dipiridamol sering digunakan
bersama heparin pada pasien dengan katup jantung buatan. Obat ini juga banyak digunakan
bersama aspirin pada pasien infark miokard akut untuk prevensi sekunder dan pada pasien TIA
untuk mencegah stroke.
Efek samping yang paling sering yaitu sakit kepala; biasanya jarang menimbulkan masalah
dengan dosis yang digunakan sebagai antitrombotik. Bila digunakan untuk pasien angina
pektoris, dipiridamol kadang-kadang memperberat gejala karena terjadinya fenomena
coronary steal. Efek samping lain ialah pusing, sinkop, dan gangguan saluran cerna.
Bioavailabilitas obat ini sangat bervariasi. Lebih dari 90% dipiridamol terikat protein dan
mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa paruh eliminasi bervariasi: 1 – 12 jam. Dosis untuk
profilaksis jangka panjang pada pasien katup jantung buatan 400 mg/hari bersama dengan
warfarin. Untuk mencegah aktivasi trombosit selama operasi by-pass, dosisnya 400 mg dimulai
2 hari sebelum operasi.

3. Tiklopidin
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda Tiklopidin
menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda dari aspirin, tiklopidin
tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinik secara acak, dilaporkan
adanya manfaat tiklopidin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke, dan
angina pektoris tidak stabil.

41 | P a g e
Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi sampai pada
20% pasien. Selain itu, antara lain, dapat terjadi perdarahan (5%), dan yang paling berbahaya
leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan pemantauan hitung jenis leukosit selama 3
bulan pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan, sehingga perlu dipantau hitung
trombosit.
Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin.
Karena tiklopidin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi
kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik.

4. Klopidogrel

5. β-bloker
Banyak uji klinik dilakukan dengan β-bloker untuk profilaksis infark miokard atau aritmia
setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter Study, dengan timolol
didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna jumlah kematian bila diberikan
pada pasien yang telah mengalami infark miokard. Akan tetapi, tidak dapat dipastikan apakah
hal tersebut disebabkan oleh efek langsung timolol terhadap pembekuan darah.

6. Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa

Terapi Bedah
Revaskularisasi terapi untuk lesi aterosklerotik mencakup:
 Intervensi Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
o Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)

Prosedur Balloon Angioplasty


Prosedur ini dilakukan dengan
menyisipkan sebuah tabung plastik tipis
(Kateter) ke dalam arteri. Kateter
disisipkan ke dalam arteri besar (aorta)
ke arteri koroner. Setelah kateter
disisipkan (pada bagian arteri yang
menyempit), ujung balon mengembang
dan mendorong plak terhadap dinding
arteri. Angioplasty memungkinkan
darah mengalir lebih leluasa ke jantung.
Prosedur ini efektif sekitar 85-90% dari
waktu, tetapi sampai 35% dari orang
mengalami kembali pemblokiran arteri
mereka dalam 6 bulan. Jika hal ini
terjadi, angioplasty kedua dapat
dipertimbangkan.
o Cutting balloon angioplasty
o Coronary stent placement
 Bare stents

42 | P a g e
 Drug-eluted stents
o Coronary atherectomy
 Directional coronary atherectomy
 Rotational coronary atherectomy or rotablator
 Transluminal extraction catheter atherectomy
 Excimer laser atherectomy
o AngioJet suction device
o Brachytherapy - Intracoronary radiation therapy
 Gamma-ray devices
 Beta-ray devices

 Coronary artery bypass surgery


Melibatkan pengambilan bagian pembuluh darah dari bagian lain dari tubuh (misalnya kaki
atau dada) dan relokasi itu di atas dan di bawah bagian yang tersumbat dari arteri yang telah
menghalangi aliran darah bebas ke jantung. Operasi biasanya memakan waktu 3 sampai 6 jam,
tergantung pada seberapa banyak pembuluh darah perlu dijahit bersama-sama (dicangkokkan).
Penting untuk memahami bahwa operasi ini bukanlah obat untuk aterosklerosis. Oleh karena
itu, sangat penting bahwa langkah-langkah untuk mencegah pengerasan pembuluh darah
(misalnya olahraga, mendengar diet sehat, obat yang sesuai) dilanjutkan.

Coronary Artery Bypass


o Open heart surgery with use of bypass pump
o Beating heart surgery
o Keyhole or minimal incision coronary bypass
o Bypasses using arterial conduits
 Surgical transmyocardial laser

43 | P a g e
 Percutaneous transmyocardial laser
 Ileal bypass surgery
 Miscellaneous therapies
o Chelation therapy
 Ethylenediaminetetraacetic acid
 Hydrogen peroxide
o Plethysmography/extracorporeal counterpulsation for angina pectoris

Program Gaya Hidup Sehat

Hal ini melibatkan membuat perubahan gaya hidup. Jika seseorang itu merokok, mereka harus
berhenti merokok. Diet atau asupan makanan sehari-hari juga mungkin akan perlu dimodifikasi
unutk mengurangi kadar kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan darah, serta menjaga
gula darah supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes. Makanan yang rendah lemak,
rendah garam, dan rendah kolesterol juga dianjurkan. Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga
yang lebih untuk menjaga berat badan agar sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu dengan
dokter sebelum memulai program olahraga (Robert Bryg, 2009).

Mengamalkan gaya hidup sehat merupakan salah satu pengobatan terbaik untuk penderita PJK.
PJK dapat dicegah dan diperlambatkan baik oleh diri sendiri ataupun dalam kombinasi dengan
perawatan medis. Semua pasien dengan PJK akan mendapatkan manfaat dari gaya hidup sehat
(Mayoclinic Staff, 2008).

1.9 Prognosis
Kecirian prognosis penyakit jantung koroner
1. Dalam satu tahun setelah kambuhnya penyakit jantung, sekitar 42 persen penderita wanita
mungkin meninggal, angka itu lebih tinggi satu kali lipat daripada kaum lelaki.
2. Sesudah pertama kali penyakit jantung kaum wanita kambuh, keadaan itu lebih mudah terjadi
ulang dibandingkan dengan kaum lelaki.
Semua orang bisa sembuh dengan berbeda cara. Beberapa orang dapat mempertahankan
kehidupan yang sehat dengan mengubah diet mereka, berhenti merokok, dan minum obat persis
seperti resep dokter. Orang lain mungkin memerlukan prosedur medis seperti angioplasti atau
operasi. Meskipun setiap orang berbeda, deteksi dini PJK umumnya menghasilkan hasil yang lebih
baik.
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

1.10 Komplikasi
1. Disfungsi ventrikular
2 Gangguan hemodinamik

44 | P a g e
3 Edema paru akut
4 Syok kardiogenik
5 Infark ventrikel kanan
6 Aritmia pasca STEMI
7 Ekstrasistol ventrikel
8 Takikardia dan fibrilasi ventrikel
9 Fibrilasi atrium
10 Aritmia supra ventrikular
11 Asistol ventrikel
12 Bradiaritmia dan blok
13 Perikarditis

1.11 Pencegahan
a. Pencegahan Primer

b. Pencegahan sekunder

45 | P a g e
Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara terbaik untuk mencegah penyakit
jantung koroner.
 Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal kehidupan
 Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki penyakit jantung koroner, angina,
atau serangan jantung pada usia 55 tahun, resiko terkena penyakit jantung meningkat. Jika
penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat direkomendasikan tes skrining dan tindakan
pencegahan.
 Ubah faktor-faktor risiko berikut:
o Kadar lemak pada darah
Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan ambil tindakan untuk
mengontrolnya dengan diet dan olahraga jika kadarnya tinggi. Berikut panduan dari
National Cholesterol Education Program (NCEP), kadar kolesterol total yang diukur
dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa berdasarkan subtipe kolesterol penting:
 LDL cholesterol
 Kurang dari 100 - Optimal
 100-129 - Near optimal/above optimal
 130-159 - Borderline high
 160-189 - High
 190 atau lebih tinggi - Very high
 Total cholesterol
 Kurang dari 200 - Desirable
 201-239 - Borderline high
 240 atau lebih tinggi - High

46 | P a g e
 HDL cholesterol (the good cholesterol)
 Kurang dari 40 0 Low
 60 atau lebih tinggi - High (desirable)
o Diet
Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk orang dengan kolesterol tinggi
tetapi untuk semua orang.
 American Heart Association merekomendasikan bahwa kalori dari lemak maksimum
kurang dari 30% dari total kalori dalam makanan apapun.
 Setiap hari, cobalah untuk makan 6-8 porsi roti, sereal, atau padi; 2-4 porsi buah segar;
3-5 porsi sayuran segar atau beku, 2-3 porsi susu tanpa lemak, yogurt, atau keju; dan
2-3 porsi daging, unggas, ikan, atau kacang kering.
 Gunakan minyak zaitun atau canola untuk memasak. Minyak ini mengandung lemak
tak jenuh tunggal yang dikenal untuk menurunkan kolesterol.
 Makan 2 porsi ikan setiap minggu. Makan ikan seperti salmon, makarel, trout danau,
herring, sardin, dan tuna albacore. Semua ikan ini tinggi asam lemak omega-3 yang
menurunkan kadar lemak tertentu dalam darah dan membantu mencegah detak jantung
tidak teratur dan pembekuan darah yang menyebabkan serangan jantung.
 Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat membantu melindungi terhadap
penyakit jantung koroner, namun membatasi asupan Anda untuk 1-2 minuman per
hari. jumlah yang lebih tinggi dapat meningkatkan tekanan darah,
menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia), dan kerusakan otot jantung dan hati
secara langsung.
 Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak menyenangkan atau nyaman, tapi
mungkin memberikan manfaat yang signifikan dalam jangka panjang.
o Merokok
Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat dibuat. Perokok pasif (menghirup
asap tembakau), cerutu merokok, atau mengunyah tembakau sama-sama berbahaya bagi
kesehatan.
o Diabetes
Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan (aterosklerosis) pembuluh darah di
mana-mana dalam tubuh, termasuk arteri koroner. Mengontrol diabetes secara signifikan
mengurangi risiko koroner.
o Tekanan darah tinggi
Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur, pengurangan konsumsi alkohol,
dan pengurangan berat badan adalah sangat penting.
o Kegemukan
 Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada jantung dan pembuluh darah
dengan tekanan darah meningkat, ditambah sering dikaitkan dengan diabetes,
kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL rendah.
 Sebuah, diet rendah lemak serat-tinggi dan olahraga teratur dapat membantu
menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
 Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda sebelum memulai penurunan berat
badan program.
 Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat badan. obat-obatan tertentu yang
digunakan untuk berat badan
o Ketidakaktifan Fisik

47 | P a g e
Latihan membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat kolesterol baik
(HDL), dan mengendalikan berat badan Anda.
 Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan minimal 30 menit, 3-5 kali
seminggu. Tapi jalan cepat saja akan meningkatkan kelangsungan hidup
kardiovaskular.
 Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda, atau aerobik.
o Stres emosional
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional

48 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Corwin J. Elizabeth. 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC

Dewoto, Hedi R., 2009, Farmakologi dan Terapi ed. 5, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Dinkes Tasikmalaya; Ganiswarna, 1995. Deglin, Vallerand, 2005; Kee, Hayes, 1996; Setyabudi,
Rianto. 2008

Gray HH, et al (2005). Kardiologi. Erlangga Medical Series: Jakarta

Gleadel J (2003). At A Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Erlangga Medical
Series.

http://rumahsakitumumonline.blogspot.com/2011/06/sindrom-koroner-akut-ska.html

http://dokter-medis.blogspot.com/2009/06/sindrom-koroner-akut-penyakit-jantung.html

Lauralee Sherwood. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Edisi 2. Jakarta : EGC

McPherson, John A. 2010; eHealthhut. 2008

Kumar V, Burns D K. 2004. Buku Ajar Patologi: Jantung ed. 7. Jakarta. EGC

Kamus Kedokteran Dorland, ed. 31. Jakarta. EGC

Singh, Vibhuti N, 2006

Suyatna, F. D., 2009, Farmakalogi dan Terapi ed. 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

49 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai