BLOK XV
“Observasi Pasien Post Hemodialisis di Masyarakat”
Kelompok 2
Anggota:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Pengenalan Profesi dengan judul
Observasi Pasien Post Hemodialisis di Masyarakat pada Blok XV “Sistem Urinaria &
Genitalia Maskulina” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian Laporan Tugas Pengenalan Profesi ini, penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes sebagai pembimbing kelompok 2
4. Teman-teman seperjuangan.
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga Laporan Tugas Pengenalan
Profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT. Amin
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 20
4.1 Hasil ..................................................................................................................... 20
4.2 Pembahasan.......................................................................................................... 22
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Anatomi Ginjal ....................................................................................... 5
Gambar 1.2 Mesin Hemodialisis................................................................................ 11
Gambar 1.3 Cara Kerja Mesin Hemodialisis ............................................................. 13
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.2 TujuanKhusus
Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu :
2
d. Apa saja komplikasi yang terjadi dengan pasien post hemodialisis ?
e. Apa saja asupan nutrisi pada pasien post hemodialisis?
f. Mengetahui komplikasi yang terjadi dengan pasien post hemodialisis
3
4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang
5
dilapisi oleh sel transisional, otot polos sirkuler, dan otot polos longitudinal. Kontraksi
dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan
peristaltic ureter guna mengalirkan urine ke dalam buli-buli.
3. Buli-buli
Buli-buli atau vesica urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis
otot detrusor yang saling beranyaman, yakni terletak paling dalam adalah otot
longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot
longitudinal. Secara anatomis bulli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferiolateral,
dan permukaan posterior. Permukaan posterior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra terbagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli0buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Panjang uretra wanita kurang
lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.
6
6. Mengeluarkan produk-produk akhir metabolisme tubuh.
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat aditif makanan, pestisida,
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
8. Menghasilkan eritropoietin, suatu hormone yang merangsang produksi sel darah
merah.
9. Menghasilkan renin, suatu hormone enzimatik yang memicu suatu reaksi berantai
yang penting dalam konservasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Pembentukan Urine
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas-protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Dalam keadaan normal, 20%
plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini dikenal sebagai filtrasi
glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urine. Secara rerata, 125
mL filtrate glomerulus terbentuk secara kolektif melalui seluruh glomerulus setiap
menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter setiap hari. Dengan mempertimbangkan
bahwa volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti
bahwa ginjal meyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari.
Sewaktu filtrate mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan
dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi
tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urine tetapi
dibawa oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk
diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, 178,5 liter secara rerata
direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urine.
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan
dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Hanya sekitar 20% plasma yang
mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80%
mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
Ekskresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh dalam urine, yang
merupakan hasil dari tiga proses pertama di atas. Semua konstituen plasma yang
terfiltrasi atau disekresikan, tetapi tidak dreabsorpsi akan tetap di tubulus dan
7
mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urine dan dikeluarkan dari tubuh
(Sherwood, 2014).
8
kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan zat
terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping difusi,
zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan proses
konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah
proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)).
Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat
terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan
tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan
dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun
berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat
terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala
(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari
akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).
9
oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam),
hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I),
asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL),
ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum,
disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol,
obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai
jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1)
GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi,
anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4)
hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik
yang refrakter (Allen, 2007).
Menurut Matthew (2017), indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita
gagal ginjal adalah :
1. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 menit
2. Hiperkalemia
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum lebih dari 200mg/dl.
5. Kelebihan cairan
6. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali
10
ke dalam dialisat dan meningkatkan proses katabolisme. Penurunan berat badan pada
penderita PGK mulai terlihat setelah 3 bulan menjalani hemodialisis dan penurunan
berat badan secara signifikan setelah 1 tahun menjalani hemodialisis. Status gizi
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat penderita membutuhkan
inisiasi hemodialisis oleh karena malnutrisi merupakan faktor yang meningkatkan
mortalitas pada penderita PGK (Salawati, 2016).
Banyak komplikasi dengan multipel dan kurang dipahami mekanisme yang
mendasarinya biasanya terjadi selama pengobatan HD. Beberapa dari mereka termasuk
kram otot yang berhubungan dengan hemodialisis (HAMC), hipotensi selama HD,
ventrikel dan aritmia supraventrikular, mual dan muntah, nyeri dada dan punggung,
sakit kepala, gatal, reaksi alergi terhadap dialyzer atau mediasi, demam serta
kedinginan. Kram otot juga penting dan menjadi komplikasi umum dari Hemodialisis
yang terjadi pada sekitar 35–80% pasien hemodialisis. Paling umum melibatkan otot
tungkai bawah. Namun, otot-otot lain termasuk tangan, lengan dan perut mungkin juga
terpengaruh selama hemodialisis. Tingkat keparahan kram terjadi dengan perawatan
dialisis mungkin sangat tinggi dan oleh karena itu memiliki dampak negatif yang
signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan di antara pasien. Episode kram otot
didefinisikan sebagai kontraksi otot tak sadar yang menyakitkan dan dapat berlangsung
selama lebih dari 1 menit selama hemodialisis (Beladi, 2015).
11
Gambar 1.2 Mesin hemodialisis
Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata haemo
yang berarti darah dan dilisis sendiri merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid
dari partikel-partikel bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses
digunakan selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan
laju transport partikel.
Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di
mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator.
Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti Ginjal, yang
digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik.
Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal
Akut) atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik).
Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme seperti potassium
dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi
sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya,
dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu, penderita dapat
memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.
12
Gambar 1.3 Cara kerja mesin hemodialisis
Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD
berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat.
Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita
menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di
atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan
antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu
rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem
monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis
dan keselamatan.
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah
saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air
yang berlebih. Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.
Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol
tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.
13
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya
lebih besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan
memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil,
khususnya dalam tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator
memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai
KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang dinyatakan dalam
satuan ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan maksimum dari dialisator
dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat
konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida bergerak.
Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan
tunak (steady state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak
termampatkan (incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama
besarnya (kontinuitas).
b. Interdialytic Time
Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis yang berkisar antara 2
kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis dilakukan 3 kali/minggu
dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu
dengan durasi 4-5 jam.
14
aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara
bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam
e. Clearance of dialyzer
Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk membersihkan darah dari cairan
dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya
membran. Luas membran berkisar antara 0,8-2,2 m2. KoA merupakan koefisien luas
permukaan transfer yang menunjukkan kemampuan untuk penjernihan ureum. Untuk
mencapai adekuasi diperlukan KoA yang tinggi yang diimbangi dengan Qb yang
tinggi pula antara 300-400 ml/menit
15
terukur dari fungsi residu. Direkomendasikan minimal 12 jam per minggu untuk
mayoritas tiga kali seminggu pasien dengan fungsi pergantian minimal (Ashby, 2019).
16
dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan
salah satu pemicu terjadinya depresi.
17
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Identitas Pasien
Nama : Tn. Z
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan Golden Asri
Pekerjaan : Supir Travel
1. Penyakit apa yang diderita oleh pasien ? Sejak Gagal ginjal kronik sejak
kapan? 2011
a.Gagal Ginjal Kronik
4. Bagaimana keadaan pasien setelah melakukan terapi Tn. Z merasa tidak sesak
hemodialisis ? lagi, nafsu makannya
a.Badan terasa bertenaga kembali seperti biasa, dan
b.Nafsu makan kembali badan terasa bertenaga.
21
22
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi Tugas Pengenalan Profesi yang dilakukan kelompok
2 terhadap pasien post hemodialisis, didapatkan pasien bernama Tn Z, jenis kelamin laki
laki, umur 37 tahun, alamat di KM 15 Palembang. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan, diketahui Tn Z menderita Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease) sejak
tahun 2011, sesuai dengan teori HD terbukti membantu meningkatkan kelangsungan
hidup pasien dengan memperpanjang harapan hidup pasien PGK stadium V (Nurcahyati,
2016).
Keadaan Tn Z sebelum dilakukan Hemodialisis, Tn. Z mengalami sesak, lemas,
mimisan, kencing berbusa, tidak nafsu makan, bau mulut seperti amoniak. Pada saat
setelah dilakukan Hemodialisis keadaan Tn Z merasa tidak sesak lagi, nafsu makannya
kembali seperti biasa, dan badan terasa bertenaga.
National institute of diabetes and digestive and kidney disesases (NIDDKD)
melaporkan tingkat kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dialisis berada
pada angka 80%, sedangkan tingkat harapan hidup selama dua tahun, lima tahun, dan
sepuluh tahun masing-masing sekitar 64%, 33%,dan 10%. HD merupakan terapi yang
paling sering dilakukan oleh pasien PGK (Son et al., 2009).
Tn Z melakukan Hemodialisis karena Karena Tn. Z sebelumnya telah didiagnosis
mengalami gagal ginjal kronik stadium 5 yang menyebabkan kedua ginjalnya tidak
berfungsi.
Tn Z melakukan Hemodialis dua kali dalam satu minggu, satu kali terapi
Hemodialisis dengan durasi 6 jam.
Adapun larangan bagi Tn Z yang tidak boleh dilakukan setelah melakukan terapi
hemodialisis yaitu mengurangi asupan cairan, mengurangi kadar protein. Sesuai dengan
teori Yenny 2012, Managemen Nutrisi pada PGK. Tujuan terapi diet pada pasien dengan
PGK adalah untuk menurunkan akumulasi sisa nitrogen, membatasi gangguan metabolik
karena uremia, mencegah malnutrisi, dan memperlambat progresi dari PGK. Diet rendah
protein memperbaiki gejala uremia karena menurunkan kadar toksin uremik, yang
sebagian besar dihasilkan dari metabolisme protein.
Data asupan protein yang dianjurkan NKF-K/DOQI yaitu 1,2 g/kgBB/hari.
Berdasarkan rerata berat badan post hemodialisa subyek, maka asupan berat badan yang
dianjurkan adalah 66 gram per hari. Maka rerata asupan protein subyek lebih rendah
dibandingkan dengan asupan protein yang dianjurkan oleh NKF-K/DOQI. Menurut NKF-
K/DOQI pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis beresiko tinggi
22
mengalami malnutrisi protein. Malnutrisi yang terjadi pada pasien hemodialisis
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas, sehingga KDOQI merekomendasikan
angka kecukupan protein minimal untuk pasien GGK adalah 1,2 gram/kgBB/hari.
(Anggraini, 2015)
Adapun hambatan yang dialami Tn Z ketika akan melakukan terapi Hemodialisis
yaitu, jika mengalami Hb rendah harus dilakukan transfuse darah terlebih dahulu sampai
Hb normal. Jika hipertensi pasien diistirahatkan terlebih dahulu, dan jika pasien
mengalami penurunan kesadaran tunggu pasien sampai kesadaran pasien pulih. Menurut
Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang hemodialisa adalah sebagai
berikut:
a. Hipertensi berat (TD>200/100mmHg).
b. Hipotensi (TD<100mmHg).
c. Adanya perdarahan hebat.
d. Demam tinggi.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien yang bernama Tn. Z :
1. Manfaat hemodialisa pada terapi gagal ginjal kronik yaitu membantu meningkatkan
kelangsungan hidup pasien dengan memperpanjang harapan hidup pasien PGK
stadium V serta menyeimbangkan cairan dan elektrolit yang ada di dalam tubuh .
2. Indikasi Tn. Z menjalani terapi hemodialiasa gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit,
penurunan kesadaran, lemas, sesak dan kadar ureum yang tinggi dalam tubuh.
3. Adapun kontraindikasi pasien untuk menjalani terapi hemodialisa yaitu Hipertensi
berat, Hipotensi, Adanya perdarahan hebat, Demam tinggi dan penurunan kesadaran
4. Efek samping setelah hemodialisa antara lain adalah: pusing dan mual.
5. Adapun edukasi dari dokter yaitu larangan bagi Tn Z yang tidak boleh dilakukan
setelah melakukan terapi hemodialisis yaitu mengurangi asupan cairan, mengurangi
kadar protein.
6. Tidak ada komplikasi setelah melakukan terapi hemodialisa pada Tn Z, tetapi ada
komplikasi setelah melakukan hemodialisis yaitu hipotensi, kram otot dan kematian
5.4 Saran
1. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan hemodialisa diharapkan seluruh rumah
sakit yang ada di palembang mempunyai mesin hemodialisa supaya pasien tidak
terlalu jauh untuk pergi ke rumah sakit.
2. Dalam upaya peningkatan kemampuan mahasiswa terhadap proses hemodialisa,
diharapkan mahasiswa mempelajari lebih dalam tentang hemodialisa.
3. Dalam upaya mengurangi kejadian gagal ginjal, diharapkan masyarakat mengetahui
penyebab gagal ginjal dan menghindarinya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume Excess.
Allen R. Nissenson, Richard N. Fine. 2007. Handbook Of Dialysis 4th Edition. Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins.
Angraini, Dian Isti. 2015. The Different of Protein Intake Between Chronic Renal Failure
Patients with Malnutrition and Not Malnutrition in Hemodialysis Unit at dr. Abdul
Moeloek Hospital Bandar Lampung. Jurnal kedokteran dan kesehatan, volume 2, no.
2, april 2015: 163-168. Community Medicine Departement Of Medical Faculty
Universitas Lampung
Ashby Damien Ashby, Natalie Borman, James Burton, Richard Corbett , Andrew Davenport,
Ken Farrington, Katey Flowers, James Fotheringham, RN Andrea Fox', Gail Franklin,
Claire Gardiner, RN Martin Gerrish, Sharlene Greenwood ", Daljit Hothi, Abdul
Khares, Pelagia Koufaki, Jeremy Levy ', Elizabeth Lindley, Jamie Macdonald, Bruno
Mafrici, Andrew Mooney, James Tattersall, Kay Tyerman, Villar dan Martin Wilkie.
2019. Clinical Practice Guideline on Haemodialysis. BMC Nephrology 20:379
THE RENAL ASSOCIATION 1950 diakses tanggal 18 Oktober 2019.
Beladi Mousavi SS, Zeraati A, Moradi S, et al. 2015. The Effect of Gabapentin on Muscle
Cramps during Hemodialysis: A Double-blind Clinical Trial. Saudi J Kidney Dis
Transpl 2015;26(6):1142-1148.
25
Coulliette, A. D., & Arduino, M. J. 2013. Hemodialysis and water quality. Seminars in
dialysis, 26(4), 427–438. doi:10.1111/sdi.12113.
Daugirdas, John T. 2015. Handbook of Dialysis 5th edition. United State : Wolters Kluwer Health.
Himmelfarb J, Ikizler TA. 2010. Medical Progress Hemodialysis. The New England
Journal of Medicine.
Incekara, F., Kutluhan, S., Demir, M., Sezer, T. (2008). Dialysis headache : A case
report. http://edergi.sdu.edu.tr/index.php/sdutfd/article/viewFile/1255/1374
Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., Corca, A.L. 2015. Review of hemodialysis for
nurses and dialysis personel. 7th edition. St. Louis : Elsevier Mosby.
Kandarini, Yenny. 2012. Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien PGK Pradialisis dan
Dialisis.FK Universitas Udayana. Divisi Ginjal dan Hipertensi.
Nurcahyati, S dan Karim, D. 2016. Implementasi Self care model dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik. JKS. 3(2) : 25-32.
Liu KD, Chertow GM. 2010. Dialysis in the treatment of renal failure. Dalam: Jameson JL,
Loscalzo J, editor (penyunting). Harrison’s nephrology and acid-base disorders. Edisi
ke-1. New York: The MacGraw-Hill Companies.
Purnomo, Basuki B. 2016. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawidjaja.
Rahman Moch., Kaunang Theresia, Elim Christofe. 2016. Hubungan antara lama menjalani
hemodialysis dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis di Unit
Hemodialisis RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Jurnal E-Clinic Volume 4 No. 1.
26
Rivara, M. B. et al. (2017) ‘Indication for Dialysis Initiation and Mortality in Patients With
Chronic Kidney Failure: A Retrospective Cohort Study’, American Journal of Kidney
Diseases. doi: 10.1053/j.ajkd.2016.06.024.
Salawati, L. 2016. Analisis Lama Hemodialisis Dengan Status Gizi Penderita Penyakit Ginjal
Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 2.
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC.
Son, Y.J., Choi, K. S., Park, Y. R., Bae, J. S., & Lee, J. B. 2009. Depression, symptoms and
the quality of life in patients on hemodialysis for end-stage renal disease. Am J
Nephrol. 29: 36-42.
Wijayanti W., Isroin L., Purwanti L.E., Perilaku Pasien Hemodialisis dalam Mengontrol
Cairan Tubuh di Ruang Hemodialisis RSUD Dr. Harjono Ponorogo. IJHS. 2017 ;
volume 1 (1) : Hal. 10-16.
27
28
27
27
Checklist
Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
1. Penyakit apa yang diderita oleh pasien ? Sejak
kapan?