Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUGAS PENGENALAN PROFESI

BLOK XV
“Observasi Pasien Post Hemodialisis di Masyarakat”

Kelompok 2

Dosen Pembimbing : dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes.

Anggota:

M. Fadhiel Fajar 702017055


Harry Putra Kusuma 702017069
Fatinah Fairuz Qonitah 702017019
Chairunissa Alya Ananda 702017028
Fajar Alfarabi 702017031
Yusriyah 702017036
Najwa Anggraeni Kadir 702015075
Ghinaa Andariva Tanjung 702017050
Septi Fadhilah Sarabayan Pazka 702017053
Tri Fadia Ariani 702017043
Harum Pazadila Utami 702017059

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Pengenalan Profesi dengan judul
Observasi Pasien Post Hemodialisis di Masyarakat pada Blok XV “Sistem Urinaria &
Genitalia Maskulina” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian Laporan Tugas Pengenalan Profesi ini, penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes sebagai pembimbing kelompok 2
4. Teman-teman seperjuangan.
5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga Laporan Tugas Pengenalan
Profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT. Amin

Palembang, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4


2.1 Anatomi Ginjal..................................................................................................... 4
2.2 Fisiologi Ginjal .................................................................................................... 6
2.3 Definisi Hemodialisis........................................................................................... 7
2.4 Tujuan Hemodialisis ............................................................................................ 8
2.5 Indikasi Hemodialisis........................................................................................... 9
2.6 Efek Samping Hemodialisis................................................................................. 10
2.7 Peralatan Hemodialisis......................................................................................... 11
2.8 Dosis Hemodialisis .............................................................................................. 14
2.9 Komplikasi Post Hemodialisis ............................................................................. 15
2.9.1 Komplikasi Akut ....................................................................................... 16
2.9.2 Komplikasi Kronik .................................................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 18


3.1 Lokasi Pelaksanaan .............................................................................................. 18
3.2 Waktu Pelaksanaan .............................................................................................. 18
3.3 Subjek Tugas Mandiri .......................................................................................... 18
3.4 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 18
3.5 Langkah-Langkah Kerja ...................................................................................... 18
3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 18

ii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 20
4.1 Hasil ..................................................................................................................... 20
4.2 Pembahasan.......................................................................................................... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 24


5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 24
5.2 Saran .................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 25

Daftar Gambar
Gambar 1.1 Anatomi Ginjal ....................................................................................... 5
Gambar 1.2 Mesin Hemodialisis................................................................................ 11
Gambar 1.3 Cara Kerja Mesin Hemodialisis ............................................................. 13

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal adalah gagalnya ginjal membuang metabolit yang terkumpul dari
darah. Menurut Brunner and Suddarth, gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan
merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
Gagal ginjal mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa dan air
(Tambayong, 2010).
Gagal ginjal di klasifikasikan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronis. Menurut Nursalam (2012) Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen
lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis
atau transplantasi ginjal). Centers Disease Control (CDC) melaporkan bahwa dalam
kurun waktu tahun 1999-2004 terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20
tahun, mengalami penyakit ginjal kronis (PGK). Persentase ini meningkat bila
dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5%. Insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun di negara-negara berkembang.
Laporan The United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2007
menunjukan adanya peningkatan populasi penderita dengan End Stage Renal Disease
(ESRD) di Amerika Serikat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Prevalensi
penderita ESRD pada tahun 2005 mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk. Nilai ini
mencapai 1,5 kali prevalensi penderita ESRD pada tahun 1995. Data di beberapa
bagian nefrologi di Indonesia, diperkirakan insidensi PGK berkisar 100-150 per 1 juta
penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Firmansyah,
2010).
Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang
dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis)
1,5 juta orang. Prevalensi di Amerika Serikat yang terkena gagal ginjal sebanyak 300
ribu dengan hemodialisis sebanyak 220 ribu orang. Jumlah penderita gagal ginjal di
Indonesia sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani hemodialisis 10 ribu orang
(Yuwono, 2010).
Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik dapat mempertahankan hidupnya
lebih lama dan berkualitas dengan hemodialisa (cuci darah), hemodialisa merupakan
pilihan utama saat ini dengan teknik menggunakan mesin dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terampil serta profesional. Prinsip hemodialisa adalah mengalirkan
darah pasien ke ginjal pengganti untuk dibersihkan melalui proses difusi osmosis dan
ultrafiltrasi menggunakan bantuan sebuah mesin hemodialisa, sehingga harapan hidup
pasien dapat di tingkatkan (Aru, 2015).
Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2012,
glomerulonefritis merupakan 46,39% penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis, sedangkan diabetes melitus insidennya 18,65 % di susul obstruksi/
infeksi ginjal 12,85% dan hipertensi 8,46% (Aru, 2015).
Mengingat bahwa penyelenggaraan hemodialisis merupakan suatu upaya
untuk membantu pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik untuk dapat
mempertahankan hidupnya lebih lama dan perlu diketahui oleh mahasiswa
kedokteran, maka kami akan melakukan Tugas Pengenalan Profesi untuk
mengobservasi pasien post hemodialisis di masyarakat

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa manfaat hemodialisis?
b. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pasien yang menjalani hemodialisis?
c. Apa saja efek samping setelah hemodialisis?
d. Apa saja komplikasi yang terjadi dengan pasien post hemodialisis ?
e. Apa saja asupan nutrisi pada pasien post hemodialisis?

1.3 Tujuan Tugas Pengenalan Profesi


1.3.1 TujuanUmum
Setelah menyelesaikan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahami, menjelaskan, metode kerja hemodialisis.

1.3.2 TujuanKhusus
Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu :

a. Apa manfaat hemodialisis?


b. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pasien yang menjalani hemodialisis?
c. Apa saja efek samping setelah hemodialisis?

2
d. Apa saja komplikasi yang terjadi dengan pasien post hemodialisis ?
e. Apa saja asupan nutrisi pada pasien post hemodialisis?
f. Mengetahui komplikasi yang terjadi dengan pasien post hemodialisis

1.4 Manfaat Tugas Pengenalan Profesi


1. Menambah ilmu tentang hemodialisis di masyarakat .
2. Menambah pengalaman dalam observasi pasien post hemodialisis di
masyarakat .

3
4
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Sistem urinaria atau disebut juga sebagai system ekskretori adalah system
organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urine. Pada manusia normal,
organ ini terdiri dari ginjal beserta system pelvikalises, ureter, buli-buli, dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya
terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh
darah, system limfatik, dan system saraf.
Berbentuk seperti kacang, total 2 potongan kiri dan kanan, ginjal kiri lebih
besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang daripada di
ginjal perempuan. Ginjal dipertahankan dalam posisi oleh pada tebal lemak. Irisan
longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah berbeda dari korteks dan medula.
Kedua ren berwarna coklat kemerahan dan terletak di belakang peritoneum,
pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan
sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dexter terletak sedikit lebih rendah
dibandingkan ren sinister, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Pada margo
medialis masing-masing ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh
pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas
ke rongga yang besar disebut sinus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke
belakang oleh vena renalis, dua cabang arteria renalis, ureter, dan cabang ketiga
arteria renalis. Pembuluh-pembuluh limfatik dan serabut-serabut simpatik juga
melalui hilus ini (Snell, 2011).
Masing-masing ren mempunyai cortex renalis di bagian luar, yang berwarna
coklat gelap, dan medula renalis di bagian dalam yang lebih terang. Medula renalis
terdiri atas kira-kira selusin pyramis medullae renalis, yang masing-masing
mempunyai basis menghadap ke cortex renalis dan apex, papilla renalis yang
menonjol ke medial. Bagian cortex yang menonjol ke medula antara pyramis
medullae yang berdekatan disebut columna renalis. Bagian bergaris-garis yang
membentang dari basis pyramidis renalis menuju ke cortex disebut radii medullares.

Gambar 1.1 Anatomi Ren


Masing-masing tubulus ginjal dan membentuk kesatuan glomerulusnya
(nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal adalah sekitar satu
juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, glomerular kapiler tumbai,
kontortus tubulus proksimal, lengkung Henle dan tubulus distal kontortus, yang
mengosongkan dirinya ke duktus kolektor (Snell, 2011).
Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis yang bermuara
langsung ke dalam vena cava inferior. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar dari
ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih
panjang daripada arteri.
Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam
kolumna Bertini (di antara piramida renalis), kemudian membelok membentuk busur
mengikuti basis piramida sebagai arteri akuarta, dan selanjutnya menuju korteks
sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil menujuke glomeruli sebagai arteri
aferen, dan dari glomeruli keluar arteri eferen yang menuju ke tubulus ginjal
(Purnomo, 2016).

2. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang

5
dilapisi oleh sel transisional, otot polos sirkuler, dan otot polos longitudinal. Kontraksi
dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan
peristaltic ureter guna mengalirkan urine ke dalam buli-buli.

3. Buli-buli
Buli-buli atau vesica urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis
otot detrusor yang saling beranyaman, yakni terletak paling dalam adalah otot
longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot
longitudinal. Secara anatomis bulli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferiolateral,
dan permukaan posterior. Permukaan posterior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.

4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra terbagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli0buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Panjang uretra wanita kurang
lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.

2.2 Fisiologi Ginjal


Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar di
antaranya membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal :
1. Mempertahankan keseimbangan air (H₂O) di tubuh.
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi
keseimbangan H₂O.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian ion CES, termasuk natrium, kalium,
klorida, kalsium, ion hydrogen, bikarbonat, fosfat, sulfat, dan magnesium.
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka-
panjang tekanan darah arteri.
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H⁺ dan HCO3¯ di urine.

6
6. Mengeluarkan produk-produk akhir metabolisme tubuh.
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat aditif makanan, pestisida,
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
8. Menghasilkan eritropoietin, suatu hormone yang merangsang produksi sel darah
merah.
9. Menghasilkan renin, suatu hormone enzimatik yang memicu suatu reaksi berantai
yang penting dalam konservasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Pembentukan Urine
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas-protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Dalam keadaan normal, 20%
plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini dikenal sebagai filtrasi
glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urine. Secara rerata, 125
mL filtrate glomerulus terbentuk secara kolektif melalui seluruh glomerulus setiap
menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter setiap hari. Dengan mempertimbangkan
bahwa volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti
bahwa ginjal meyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari.
Sewaktu filtrate mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan
dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi
tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urine tetapi
dibawa oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk
diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, 178,5 liter secara rerata
direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urine.
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan
dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Hanya sekitar 20% plasma yang
mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80%
mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
Ekskresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh dalam urine, yang
merupakan hasil dari tiga proses pertama di atas. Semua konstituen plasma yang
terfiltrasi atau disekresikan, tetapi tidak dreabsorpsi akan tetap di tubulus dan

7
mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urine dan dikeluarkan dari tubuh
(Sherwood, 2014).

2.3 Definisi Hemodialisis


Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end
stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat
sisa yang menumpuk pada pasien PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif
membran semipermeabel. Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung mengikuti
penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan metode
tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien PGK dapat
diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga dapat
membaik (Liu KD, Chertow GM, 2010)

2.4 Tujuan Hemodialisis


Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya
adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang
menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui
membran semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan
utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel
yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan
memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan
memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.
Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi.
Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang

8
kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan zat
terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping difusi,
zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan proses
konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah
proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)).
Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat
terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan
tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan
dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun
berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat
terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala
(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari
akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).

2.5 Indikasi Hemodialisis


Menurut Wijaya dkk, (2013) indikasi hemodialisa adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml).
Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi: Hiperkalemia (K+ darah > 6 mEq/l), asidosis, kegagalan terapi
konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%,
Kreatinin serum > 6 mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah hebat.
b. Intoksikasi obat dan zat kimia
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
d. Sindrom hepatorenal dengan kriteria :
1) K + pH darah < 7,10 → asidosis
2) Oliguria/anuria > 5 hari
3) GFR < 5 ml/I pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency
atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis
dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi,

9
oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam),
hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I),
asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL),
ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum,
disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol,
obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai
jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1)
GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi,
anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4)
hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik
yang refrakter (Allen, 2007).
Menurut Matthew (2017), indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita
gagal ginjal adalah :
1. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 menit
2. Hiperkalemia
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum lebih dari 200mg/dl.
5. Kelebihan cairan
6. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali

2.6 Efek Samping Hemodialisis


Masalah umum yang banyak dialami oleh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis adalah perilaku dalam mengontrol cairan, sehingga banyak pasien
hemodialisis yang mengeluh sesak nafas karena kelebihan cairan. Pengontrolan cairan
merupakan hal yang sangat kurang dipatuhi dalam menajemen diri pasien hemodialisis.
Pengontrolan cairan sangat penting guna mengurangi risiko kelebihan volume cairan
antara waktu dialisis. Pengontrolan cairan pada pasien hemodialisis adalah faktor
penting yang dapat menentukan keberhasilan terapi. Pasien hemodialisis yang tidak
mematuhi pengontrolan cairan dapat mengalami komplikasi (Wijayanti, 2017).
Kualitas setelah menjalani hemodialisis cukup baik. Namun, hemodialisis berdampak
pada status gizi pasien, oleh karena prosedur dialisis mengakibatkan hilangnya nutrisi

10
ke dalam dialisat dan meningkatkan proses katabolisme. Penurunan berat badan pada
penderita PGK mulai terlihat setelah 3 bulan menjalani hemodialisis dan penurunan
berat badan secara signifikan setelah 1 tahun menjalani hemodialisis. Status gizi
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat penderita membutuhkan
inisiasi hemodialisis oleh karena malnutrisi merupakan faktor yang meningkatkan
mortalitas pada penderita PGK (Salawati, 2016).
Banyak komplikasi dengan multipel dan kurang dipahami mekanisme yang
mendasarinya biasanya terjadi selama pengobatan HD. Beberapa dari mereka termasuk
kram otot yang berhubungan dengan hemodialisis (HAMC), hipotensi selama HD,
ventrikel dan aritmia supraventrikular, mual dan muntah, nyeri dada dan punggung,
sakit kepala, gatal, reaksi alergi terhadap dialyzer atau mediasi, demam serta
kedinginan. Kram otot juga penting dan menjadi komplikasi umum dari Hemodialisis
yang terjadi pada sekitar 35–80% pasien hemodialisis. Paling umum melibatkan otot
tungkai bawah. Namun, otot-otot lain termasuk tangan, lengan dan perut mungkin juga
terpengaruh selama hemodialisis. Tingkat keparahan kram terjadi dengan perawatan
dialisis mungkin sangat tinggi dan oleh karena itu memiliki dampak negatif yang
signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan di antara pasien. Episode kram otot
didefinisikan sebagai kontraksi otot tak sadar yang menyakitkan dan dapat berlangsung
selama lebih dari 1 menit selama hemodialisis (Beladi, 2015).

2.7 Peralatan Hemodialisis


Peralatan dan cara kerja mesin hemodialisis

11
Gambar 1.2 Mesin hemodialisis

Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata haemo
yang berarti darah dan dilisis sendiri merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid
dari partikel-partikel bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses
digunakan selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan
laju transport partikel.
Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di
mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator.
Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti Ginjal, yang
digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik.
Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal
Akut) atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik).
Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme seperti potassium
dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi
sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya,
dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu, penderita dapat
memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan


ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada
hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser (
yang berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di
dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah,
sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat
terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa
metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian
juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

12
Gambar 1.3 Cara kerja mesin hemodialisis

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD
berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat.
Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita
menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di
atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan
antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu
rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem
monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis
dan keselamatan.

Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah
saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air
yang berlebih. Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.
Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol
tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.

13
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya
lebih besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan
memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil,
khususnya dalam tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator
memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai
KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang dinyatakan dalam
satuan ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan maksimum dari dialisator
dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat
konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida bergerak.
Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan
tunak (steady state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak
termampatkan (incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama
besarnya (kontinuitas).

2.8 Dosis Hemodialisis


Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang diberikan
harus memperhatikan hal-hal berikut (Pernefri, 2012; Daugirdas et al., 2007) :
a. Time of Dialisis
 Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam per minggu.
Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisis
adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali
hemodialisis adalah 4-5 jam.

b. Interdialytic Time
Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis yang berkisar antara 2
kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis dilakukan 3 kali/minggu
dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu
dengan durasi 4-5 jam.

c. Quick of Blood (Blood flow)


Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang besarnya antara
200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada mesin dialisis. Pengaturan Qb 200
ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb
sampai 400 ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan

14
aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara
bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam

d. Quick of Dialysate (Dialysate flow)


Adalah besarnya aliran dialisat yang menuju dan keluar dari dialiser yang dapat
mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai, sehingga perlu di atur sebesar 400-800
ml/menit dan biasanya sudah disesuaikan dengan jenis atau merk mesin. Daugirdas et
al. (2007) menyebutkan bahwa pencapaian bersihan ureum yang optimal dapat
dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb), kecepatan aliran dialisat (Qd), dan
koefisien luas permukaan dialiser.

e. Clearance of dialyzer
Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk membersihkan darah dari cairan
dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya
membran. Luas membran berkisar antara 0,8-2,2 m2. KoA merupakan koefisien luas
permukaan transfer yang menunjukkan kemampuan untuk penjernihan ureum. Untuk
mencapai adekuasi diperlukan KoA yang tinggi yang diimbangi dengan Qb yang
tinggi pula antara 300-400 ml/menit

f. Tipe akses vascular


Akses vaskular cimino (Arterio Venousa Shunt) merupakan akses yang paling
direkomendasikan bagi pasien hemodialisis. Akses vaskular cimino yang berfungsi
dengan baik akan berpengaruh pada adekuasi dialisis

g. Trans membrane pressure


Adalah besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen dialisis (Pd) dan
kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya
tidak boleh kurang dari -50 dan Pb harus lebih besar daripada Pd serta dapat dihitung
secara manual dengan rumus: TMP=(Pb – Pd) mmHg.
Dosis dialisis dalam tiga kali jadwal dialisis mingguan. Direkomendasikan eKt
/ V sebagai ukuran kecil terlarut yang valid secara klinis dari dosis dialisis, dan
merekomendasikan pemantauan dosis dialisis setiap bulan untuk mayoritas pasien
dialisis. Direkomendasikan penargetan dosis dialisis untuk mencapai secara konsisten
eKt / V minimum 1.2 untuk tiga kali seminggu pasien, dengan tidak adanya kontribusi

15
terukur dari fungsi residu. Direkomendasikan minimal 12 jam per minggu untuk
mayoritas tiga kali seminggu pasien dengan fungsi pergantian minimal (Ashby, 2019).

2.9 Komplikasi Post Hemodialisis


Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir
stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis
saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis.
Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis
regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru
meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(Agarwal & Light, 2010).

2.9.1 Komplikasi Akut


Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam, dan menggigil (Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo et al., 2009).

2.9.2 Komplikasi kronik


Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb,
2013). Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan
pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa hidupnya.
Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam
memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik
dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta
ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos dan Schaefer

16
dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan
salah satu pemicu terjadinya depresi.

17
18

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi blok XV ini dilaksanakan di masyarakat Kota Palembang,
Sumatera Selatan.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi Blok XV ini dilaksanakan pada:
Hari, tanggal : Sabtu, 2 November 2019
Pukul : 11.00 - selesai

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi Blok XV ini adalah
pasien Post Hemodialisis pada masyarakat Palembang, Sumatera Selatan.

3.4 Alat dan Bahan


1. Alat tulis
2. Checklist
3. Kamera/alat rekam

3.5 Langkah-langkah Kerja


Untuk melaksanakan Tugas Pengenalan Profesi Blok XV dengan baik, diperlukan
langkah kerja yang sistematis dan teratur. Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1) Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi.
2) Berkonsultasi kepada pembimbing kelompok Tugas Pengenalan Profesi.
3) Menyiapkan surat permohonan izin melakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.
4) Pergi menuju lokasi pelaksanaan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.
5) Melaksanakan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.
6) Membuat laporan hasil kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.
7) Membuat kesimpulan hasil kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah wawancara
berdasarkan checklist relevan yang telah dibuat penulis disertai observasi langsung.
1) Wawancara terarah berdasarkan checklist.
Wawancara terarah merupakan wawancara yang memiliki jawaban yang telah
ditentukan. Wawancara terarah ini dilakukan penulis bertujuan agar dapat langsung
mengumpulkan informasi secara spesifik yang diinginkan penulis. Penulis
melakukan wawancara kepada masyarakat yang dianggap relevan untuk menjadi
narasumber kegiatan ini.
2) Observasi berdasarkan checklist.
Observasi dilakukan berdasarkan checklist yang telah dibuat oleh penulis mengenai
evaluasi kasus osteoporosis berdasar studi literatur untuk dibandingkan dengan hasil
data yang dikumpulkan.

19
20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Identitas Pasien
Nama : Tn. Z
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan Golden Asri
Pekerjaan : Supir Travel
1. Penyakit apa yang diderita oleh pasien ? Sejak Gagal ginjal kronik sejak
kapan? 2011
a.Gagal Ginjal Kronik

2. Apa alasan pasien melakukan terapi hemodialisis ? Karena Tn. Z sebelumnya


telah didiagnosis mengalami
gagal ginjal kronik stadium
4 yang menyebabkan kedua
ginjalnya tidak berfungsi.

3. Bagasimana keadaan pasien sebelum melakukan Tn. Z mengalami sesak,


terapi hemodialisis ? lemas, mimisan, kencing
a.Lemas berbusa, tidak nafsu makan,
b.Tidak nafsu makan bau mulut seperti amoniak,

4. Bagaimana keadaan pasien setelah melakukan terapi Tn. Z merasa tidak sesak
hemodialisis ? lagi, nafsu makannya
a.Badan terasa bertenaga kembali seperti biasa, dan
b.Nafsu makan kembali badan terasa bertenaga.

5. Bagaimana dosis untuk melakukan terapi Dua kali dalam satu


hemodialisis? minggu, selama 6 jam.
a.Dua kali seminggu
b.Tiga kali seminggu
7. Apakah ada larangan tertentu yang tidak boleh Mengurangi asupan cairan,
dilakukan pasien setelah melakukan terapi mengurangi kadar protein.
hemodialisis?
a.Asupan cairan ke tubuh
b.Asupan kadar protein

8. Apakah ada hambatan saat melakukan terapi Jika mengalami Hb rendah


hemodialisis ? harus dilakukan transfuse
a.Keadaan Hb darah terlebih dahulu
b.Keadaan tekanan darah sampai Hb normal. Jika
hipertensi pasien
diistirahatkan terlebih
dahulu, dan jika pasien
mengalami penurunan
kesadaran tunggu pasien
sampai kesadaran pasien
pulih.

9. Apakah efek samping yang dirasakan setelah Setelah melakukan


melakukan terapi hemodialisis ? hemodialysis pasien merasa
a.Pusing pusing dan mual.
b.Mual
10. Apakah ada komplikasi yang dialami pasien setelah Tidak ada komplikasi
melakukan terapi hemodialisis ?
a.Sembab
b.Edema

21
22

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi Tugas Pengenalan Profesi yang dilakukan kelompok
2 terhadap pasien post hemodialisis, didapatkan pasien bernama Tn Z, jenis kelamin laki
laki, umur 37 tahun, alamat di KM 15 Palembang. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan, diketahui Tn Z menderita Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease) sejak
tahun 2011, sesuai dengan teori HD terbukti membantu meningkatkan kelangsungan
hidup pasien dengan memperpanjang harapan hidup pasien PGK stadium V (Nurcahyati,
2016).
Keadaan Tn Z sebelum dilakukan Hemodialisis, Tn. Z mengalami sesak, lemas,
mimisan, kencing berbusa, tidak nafsu makan, bau mulut seperti amoniak. Pada saat
setelah dilakukan Hemodialisis keadaan Tn Z merasa tidak sesak lagi, nafsu makannya
kembali seperti biasa, dan badan terasa bertenaga.
National institute of diabetes and digestive and kidney disesases (NIDDKD)
melaporkan tingkat kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dialisis berada
pada angka 80%, sedangkan tingkat harapan hidup selama dua tahun, lima tahun, dan
sepuluh tahun masing-masing sekitar 64%, 33%,dan 10%. HD merupakan terapi yang
paling sering dilakukan oleh pasien PGK (Son et al., 2009).
Tn Z melakukan Hemodialisis karena Karena Tn. Z sebelumnya telah didiagnosis
mengalami gagal ginjal kronik stadium 5 yang menyebabkan kedua ginjalnya tidak
berfungsi.
Tn Z melakukan Hemodialis dua kali dalam satu minggu, satu kali terapi
Hemodialisis dengan durasi 6 jam.
Adapun larangan bagi Tn Z yang tidak boleh dilakukan setelah melakukan terapi
hemodialisis yaitu mengurangi asupan cairan, mengurangi kadar protein. Sesuai dengan
teori Yenny 2012, Managemen Nutrisi pada PGK. Tujuan terapi diet pada pasien dengan
PGK adalah untuk menurunkan akumulasi sisa nitrogen, membatasi gangguan metabolik
karena uremia, mencegah malnutrisi, dan memperlambat progresi dari PGK. Diet rendah
protein memperbaiki gejala uremia karena menurunkan kadar toksin uremik, yang
sebagian besar dihasilkan dari metabolisme protein.
Data asupan protein yang dianjurkan NKF-K/DOQI yaitu 1,2 g/kgBB/hari.
Berdasarkan rerata berat badan post hemodialisa subyek, maka asupan berat badan yang
dianjurkan adalah 66 gram per hari. Maka rerata asupan protein subyek lebih rendah
dibandingkan dengan asupan protein yang dianjurkan oleh NKF-K/DOQI. Menurut NKF-
K/DOQI pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis beresiko tinggi

22
mengalami malnutrisi protein. Malnutrisi yang terjadi pada pasien hemodialisis
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas, sehingga KDOQI merekomendasikan
angka kecukupan protein minimal untuk pasien GGK adalah 1,2 gram/kgBB/hari.
(Anggraini, 2015)
Adapun hambatan yang dialami Tn Z ketika akan melakukan terapi Hemodialisis
yaitu, jika mengalami Hb rendah harus dilakukan transfuse darah terlebih dahulu sampai
Hb normal. Jika hipertensi pasien diistirahatkan terlebih dahulu, dan jika pasien
mengalami penurunan kesadaran tunggu pasien sampai kesadaran pasien pulih. Menurut
Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang hemodialisa adalah sebagai
berikut:
a. Hipertensi berat (TD>200/100mmHg).
b. Hipotensi (TD<100mmHg).
c. Adanya perdarahan hebat.
d. Demam tinggi.

Tn Z juga merasakan efek samping setelah melakukan Hemodialisis yaitu Tn Z


merasa pusing dan mual. Sesuai dengan teori Thomas et al 2003. Pusing (headache)
Frekuensi sakit kepala saat dialisis adalah 5% dari keseluruhan prosedur hemodialisis.
Penelitian menunjukan bahwa migrain akibat gangguan vaskuler dan tension headache
adalah dua tipe sakit kepala yang dialami oleh pasien saat hemodialisis. Penyebab sakit
kepala saat hemodialisis belum diketahui. Kecepatan UFR yang tinggi, penarikan cairan
dan elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis, dan tingginya
ultrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya headache intradialysis (Incekara et al.,
2008). Mual dan muntah saat hemodialisis dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
gangguan keseimbangan dialisis akibat ultrafiltrasi yang berlebihan, lamanya waktu
hemodialisis, perubahan homeostasis, dan besarnya ultrafiltrasi. (Thomas, 2003;
Daugirdas, Blake & Ing, 2007; Holley et al, 2007).
Tidak terjadi komplikasi pada Tn. Z terkait dengan terapi Hemodialisis.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien yang bernama Tn. Z :
1. Manfaat hemodialisa pada terapi gagal ginjal kronik yaitu membantu meningkatkan
kelangsungan hidup pasien dengan memperpanjang harapan hidup pasien PGK
stadium V serta menyeimbangkan cairan dan elektrolit yang ada di dalam tubuh .
2. Indikasi Tn. Z menjalani terapi hemodialiasa gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit,
penurunan kesadaran, lemas, sesak dan kadar ureum yang tinggi dalam tubuh.
3. Adapun kontraindikasi pasien untuk menjalani terapi hemodialisa yaitu Hipertensi
berat, Hipotensi, Adanya perdarahan hebat, Demam tinggi dan penurunan kesadaran
4. Efek samping setelah hemodialisa antara lain adalah: pusing dan mual.
5. Adapun edukasi dari dokter yaitu larangan bagi Tn Z yang tidak boleh dilakukan
setelah melakukan terapi hemodialisis yaitu mengurangi asupan cairan, mengurangi
kadar protein.
6. Tidak ada komplikasi setelah melakukan terapi hemodialisa pada Tn Z, tetapi ada
komplikasi setelah melakukan hemodialisis yaitu hipotensi, kram otot dan kematian

5.4 Saran
1. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan hemodialisa diharapkan seluruh rumah
sakit yang ada di palembang mempunyai mesin hemodialisa supaya pasien tidak
terlalu jauh untuk pergi ke rumah sakit.
2. Dalam upaya peningkatan kemampuan mahasiswa terhadap proses hemodialisa,
diharapkan mahasiswa mempelajari lebih dalam tentang hemodialisa.
3. Dalam upaya mengurangi kejadian gagal ginjal, diharapkan masyarakat mengetahui
penyebab gagal ginjal dan menghindarinya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of Volume Excess.

Nephrol Dial Transplant, 25(10): 3355–61.

Allen R. Nissenson, Richard N. Fine. 2007. Handbook Of Dialysis 4th Edition. Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins.

Angraini, Dian Isti. 2015. The Different of Protein Intake Between Chronic Renal Failure
Patients with Malnutrition and Not Malnutrition in Hemodialysis Unit at dr. Abdul
Moeloek Hospital Bandar Lampung. Jurnal kedokteran dan kesehatan, volume 2, no.
2, april 2015: 163-168. Community Medicine Departement Of Medical Faculty
Universitas Lampung

Ashby Damien Ashby, Natalie Borman, James Burton, Richard Corbett , Andrew Davenport,
Ken Farrington, Katey Flowers, James Fotheringham, RN Andrea Fox', Gail Franklin,
Claire Gardiner, RN Martin Gerrish, Sharlene Greenwood ", Daljit Hothi, Abdul
Khares, Pelagia Koufaki, Jeremy Levy ', Elizabeth Lindley, Jamie Macdonald, Bruno
Mafrici, Andrew Mooney, James Tattersall, Kay Tyerman, Villar dan Martin Wilkie.
2019. Clinical Practice Guideline on Haemodialysis. BMC Nephrology 20:379
THE RENAL ASSOCIATION 1950 diakses tanggal 18 Oktober 2019.

Beladi Mousavi SS, Zeraati A, Moradi S, et al. 2015. The Effect of Gabapentin on Muscle
Cramps during Hemodialysis: A Double-blind Clinical Trial. Saudi J Kidney Dis
Transpl 2015;26(6):1142-1148.

25
Coulliette, A. D., & Arduino, M. J. 2013. Hemodialysis and water quality. Seminars in
dialysis, 26(4), 427–438. doi:10.1111/sdi.12113.

Christopher T. Chan1, Peter J. Blankestijn2, Laura M. Dember, Maurizio Gallieni, David


C.H. Harris, Charmaine E. Lok, Rajnish Mehrotra, Paul E. Stevens, Angela Yee-
Moon Wang, Michael Cheung, David C. Wheeler, Wolfgang C. Winkelmayer and
Carol A. Pollock; for Conference Participants. Dialysis initiation, modality choice,
access, and prescription: conclusions from a Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) Controversies Conference. Received 20 September 2018; revised
21 December 2018; accepted 4 January 2019.

Daugirdas, John T. 2015. Handbook of Dialysis 5th edition. United State : Wolters Kluwer Health.

Himmelfarb J, Ikizler TA. 2010. Medical Progress Hemodialysis. The New England
Journal of Medicine.

Incekara, F., Kutluhan, S., Demir, M., Sezer, T. (2008). Dialysis headache : A case
report. http://edergi.sdu.edu.tr/index.php/sdutfd/article/viewFile/1255/1374

Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., Corca, A.L. 2015. Review of hemodialysis for
nurses and dialysis personel. 7th edition. St. Louis : Elsevier Mosby.

Kandarini, Yenny. 2012. Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien PGK Pradialisis dan
Dialisis.FK Universitas Udayana. Divisi Ginjal dan Hipertensi.

Nurcahyati, S dan Karim, D. 2016. Implementasi Self care model dalam upaya meningkatkan
kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik. JKS. 3(2) : 25-32.

Liu KD, Chertow GM. 2010. Dialysis in the treatment of renal failure. Dalam: Jameson JL,
Loscalzo J, editor (penyunting). Harrison’s nephrology and acid-base disorders. Edisi
ke-1. New York: The MacGraw-Hill Companies.

Purnomo, Basuki B. 2016. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawidjaja.
Rahman Moch., Kaunang Theresia, Elim Christofe. 2016. Hubungan antara lama menjalani
hemodialysis dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis di Unit
Hemodialisis RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Jurnal E-Clinic Volume 4 No. 1.

26
Rivara, M. B. et al. (2017) ‘Indication for Dialysis Initiation and Mortality in Patients With
Chronic Kidney Failure: A Retrospective Cohort Study’, American Journal of Kidney
Diseases. doi: 10.1053/j.ajkd.2016.06.024.

Salawati, L. 2016. Analisis Lama Hemodialisis Dengan Status Gizi Penderita Penyakit Ginjal
Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 2.

Snell, Ricahard S. 2011. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC.

Son, Y.J., Choi, K. S., Park, Y. R., Bae, J. S., & Lee, J. B. 2009. Depression, symptoms and
the quality of life in patients on hemodialysis for end-stage renal disease. Am J
Nephrol. 29: 36-42.

Vadakedath S, Kandi V. 2017. Dialysis: A Review of the Mechanisms Underlying


Complications in the Management of Chronic Renal Failure. Cureus 9(8): e1603.
DOI : 10.7759/cureus.1603.

Wijayanti W., Isroin L., Purwanti L.E., Perilaku Pasien Hemodialisis dalam Mengontrol
Cairan Tubuh di Ruang Hemodialisis RSUD Dr. Harjono Ponorogo. IJHS. 2017 ;
volume 1 (1) : Hal. 10-16.

27
28
27

27
Checklist
Identitas Pasien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
1. Penyakit apa yang diderita oleh pasien ? Sejak
kapan?

2. Apa alasan pasien melakukan terapi hemodialisis ?

3. Sejak kapan melakukan terapi hemodialisis ?

4. Bagasimana keadaan pasien sebelum melakukan


terapi hemodialisis ?

5. Bagaimana keadaan pasien setelah melakukan


terapi hemodialisis ?

6. Bagaimana dosis untuk melakukan terapi


hemodialisis?

7. Apakah ada larangan tertentu yang tidak boleh


dilakukan pasien setelah melakukan terapi
hemodialisis?

8. Apakah ada hambatan saat melakukan terapi


hemodialisis ?
9. Apakah efek samping yang dirasakan setelah
melakukan terapi hemodialisis ?

10. Apakah ada komplikasi yang dialami pasien


setelah melakukan terapi hemodialisis ?

Anda mungkin juga menyukai