Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


GAGAL GINJAL
Dosen Pembimbing: Dr. Grido Handoko

Di Susun Oleh:
Kelompok 6
Fatimatus Zahroh (14201.06.14012)
Hayunda (14201.06.14017)
Intan Yuli T. (14201.06.14021)
Kamelia Firdausi (14201.06.14023)
Nur Kholidiah (14201.06.14074)
Rista Septia (14201.06.14033)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN – PROBOLINGGO
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GAGAL GINJAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar
KOMPREHENSIF 2

Mengetahui,
Dosen Mata Ajar

Dr. Grido Handoko

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, saya susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL” dan dengan
selesainya penyusunan makalah ini, saya juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok
pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Ana Fitria N, M.Kep, sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan.
4. Dr. Grido Handoko, Sebagai dosen mata ajar Komprehensif.
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini saya menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati mengharap kritik dan
saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada
materi makalah ini.

Probolinggo, Maret 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i


Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi ...................................................................................... 4
2.2 Definisi ....................................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi .............................................................................................. 7
2.4 Klasifikasi .................................................................................................. 7
2.5 Etiologi ....................................................................................................... 8
2.6 Patofisiologi ............................................................................................... 10
2.7 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan ......................................................................................... 16
2.10 Komplikasi ............................................................................................... 19
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .................................................................................................. 20
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................... 25
3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 26
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 32
4.2 Saran ........................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33
Lampiran

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan
mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal. Gagal ginjal kronik (GGK)
atau Cronik kiddney disease (CKD)adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup
berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama (menahun) yang disebabkan
oleh berbagai penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih
(Smeltzer,2009).
Pada tahap awal gagal ginjal kronik sering kali tidak menunjukkan gejala, sampai
75 % fungsi ginjal hilang. Menurut Rahardjo, (2009) menjelaskan bahwa jumlah
penderita gagal ginjal kronis yang menjadi gagal ginjal terminal terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Menurut survey dari Organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 165 juta penduduk dunia tahun 2005
mengidap gagal ginjal kronik. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta
pada tahun 2025. Namun hanya 12 ribu orang yang menjalani dialisis (cuci darah) seumur
hidup dan 600 orang yang menjalani transplantasi ginjal.Sedangkan satu dari 10 orang di
dunia mengalami gangguan ginjal. Sedangkan sebanyak 1,5 juta orang mengalami
penyakit ginjal kronik stadium akhir.Pengobatan untuk penderita yang didiagnosa
mengalami gagal ginjal terminal tetapi tidak menjalani transplantasi adalah dengancara
melakukan cuci darah atau dialisa untuk menggantikan fungsi ginjalnya.
Menurut Schroeder (2009), Sistem dialisa bagi penderita gagal ginjal terminal
merupakan satu-satunya cara untuk dapat bertahan hidup. Sebagian besar pasien
membutuhkan 12 – 15 jam hemodialisa setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau
tiga sesi dimana setiap sesi berlangsung antara 3 – 6 jam.Keadaan ketergantungan pada
mesin dialisa seumur hidupnya mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan
penderita gagal ginjal terninal yang melakukan terapi hemodialisa.Dalam pelaksanaan
hemodialisa sangatlah banyak komplikasi diantaranya adalah pasien dapat terkena infeksi
HCV(Suyono, 2009).

5
1.2 Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan keperawatan pada pasien gagal Ginjal?

1.3 Tujuan Tujuan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien
gagal ginjal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar pembaca lebih memahami tentang anatomi dan fisiologi ginjal.
2. Untuk mengetahui definisi dari gagal ginjal.
3. Supaya pembaca mengetahui epidemiologi dan etiologi dari gagal ginjal.
4. Pembaca dapat menjelaskan patofisiologi dari gagal ginjal.
5. Pembaca mampu mengidentifikasi tanda, gejala dan klasifikasi gagal ginjal.
6. Mampu mendeskripsikan komplikasi dari gagal ginjal.
7. Agar pembaca mengetahui hal-hal yang dapat terdeteksi dalam pemeriksaan
diagnostik pada pasien gagal ginjal.
8. Mengetahui penatalaksaan dari penderita gagal ginjal.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
a. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang proses terjadinya gagal ginjal.
b. Menambah referensi pendidikan mengenai asuhan keperawatan pada pasien
gagal ginjal.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan mengenai konsep terjadinya gagal jantung dan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI FISIOLOGI GINJAL


A. Ginjal

1. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak saling
bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh manusia yang
normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan mengandungi unit
penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan
tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus adalah
struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan glomerulus. Ginjal
berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba yang dikenali sebagai ureter.
Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih.
Uretra menghubungkan kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay,
2010).
2. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/
membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit
(170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Selain

7
itu, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus
(Guyton dan Hall, 2007).

3. Fungsi ginjal adalah


1. Fungsi ekskresi
a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
b) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
c) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
d) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
a) Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang. Memetabolisme
vitamin D menjadi bentuk aktifnya Degradasi insulin
c) Menghasilkan prostaglandin

b. Fungsi Nefron
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir
metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion
natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan (Guyton dan Hall, 2007)

8
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak

diperlukan dalam tubuh adalah :

Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan

menghasilkan cairan filtrasi. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus,

substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang

diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.

Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma

langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus.

Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-

substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)

dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan

molekul yang masih diperlukan tubuh, molekul dan sisa cairan lainnya akan

dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme

pertukaran lawan arus dan kotranspor, hasil akhir yang kemudian diekskresikan

disebut urin.

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut

korpuskula (badan malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

9
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut

glomerulus yang berada dalam kapsula bowman. Setiap glomerulus mendapat

aliran darah dari arteri afferent. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori

untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis

yang berpori dari glomerulus dan kapsula bowman karena adanya tekanan dari

darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke

dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat

arteri efferent.

Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula

bowman terdapat tiga lapisan:

1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus


2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari
glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam
kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak
mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk
molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal
sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc
filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan
untuk tes diagnosa fungsi ginjal (Guyton dan Hall, 2007).
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang
mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus
konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang
bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama
berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang
digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria
yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk
10
menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar
air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
kolektivus melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke
dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:
1) Tubulus penghubung
2) Tubulus kolektivus kortikal
3) Tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut
aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular.
Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin cairan
menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin,
yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

2.2 DEFINISI
Gagal gijal merupakan penyakit sistemik dan erupakanjaluakhiyang umum dari
beagai penyakt trakts uruinarius dan ginjal. Gagal ginja terjadi ketika ginjal tid mampu
mengangkut sampah meaolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. CKD merupakan
progresif, penurunan ireversibel di glomerulo filtrasi rate (GFR). Nephropathies
Kebanyakan kronis sayangnya tidak memiliki spesifik pengobatan dan kemajuan tanpa
henti untuk stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Ginjal mampu beradaptasi dengan
kerusakan oleh adaptif hiper filtrasi - increas- ing filtrasi dalam nefron normal yang
tersisa (Mai Rosenberg, 2008).
Gaga ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektronik akibat dektruks strukture ginja
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) didadalam
darah (Rudi Haryono,2013)
Gagal ginjal akut merupakan ganggaun fungsi ginjal yang terjaadi secara mendadak
dengan tanda gejala khas berupa oliguira atau anuria dengan peningkatan BUN (Blood
Ureum Nitrogen) atau kreatinin serum. Secara pengertian umum gagal ginjal akut juga
disebut sebagai Acute Renal Failure (ARF) atau Acute Kidney Injury (AKI) (Wilcox,
2009).

11
2.3 KLASIFIKASI
1. Gagal Ginja Kronik
Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan stadium CKD.

(Hayfa H. Almutary, 2013).


2. Gagal Ginjal Akut
2.4 ETIOLOGI
a. Etiologi Gagal Ginjal
1. Diabetes
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyebab utama CKD, terutama tipe dua DM
(Anothaisintawee, Rattanasiri, Ingsathit, Attia, & Thakkinstian, 2009; Karkar, 2011;
Nugent, et al, 2011.). DM tipe dua menyebabkan kerusakan glomerulus dengan
mempengaruhi pembuluh darah mikroskopis dalam glomeruli (Ginjal Kesehatan
Australia, 2012).
2. Obesitas
Perubahan gaya hidup mengakibatkan obesitas dan kurang olahraga. Meskipun
hubungan langsung antara obesitas dan CKD tidak jelas, hal ini juga diketahui bahwa
obesitas memberikan kontribusi untuk semakin banyak faktor terkait CKD
Colesterol konsep sama dengan DM
3. Merokok
Konsumsi rokok juga dilaporkan sebagai lebih tinggi di antara orang tua hingga
sampai 25%. Merokok meningkatkan risiko masing-masing individu mengembangkan
CKD, terutama bila merokok dikombinasikan dengan faktor risiko lain untuk CKD.
Merokok mengurangi aliran darah ke ginjal yang mengakibatkan nephrosclerosis

12
(Orth & Hallan, 2008). Merokok juga dapat menjadi faktor risiko independen untuk
pengembangan nefropati dan perkembangan ESKD pada orang dengan DM dan
hipertensi seperti merokok meningkatkan ekskresi protein dan albumin dalam urin
4. Hipertensi
Prevalensi penyakit warisan tertentu yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
CKD sering karena pertalian darah. Ini memberikan kontribusi untuk peningkatan
insiden dan prevalensi gangguan genetik, seperti penyakit ginjal polikistik.(Konsenya
sama dengan merokok)
5. Riwayat keluarga dan kelainan genetik
Prevalensi penyakit warisan tertentu yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
CKD sering karena pertalian darah. Ini memberikan kontribusi untuk peningkatan
insiden dan prevalensi gangguan genetik, seperti penyakit ginjal polikistik
6. Jenis kelamin
Sebagai laki-laki biasanya memiliki lebih banyak massa otot daripada perempuan,
yang merupakan penentu utama untuk konsentrasi kreatinin dalam serum, tidak
mengherankan bahwa jenis kelamin laki-laki bisa menjadi faktor risiko untuk
pengembangan CKD (Zhang & Rothenbacher, 2008). Namun, pada akhir 1990-an,
rasio jenis kelamin telah berubah, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pria dan wanita (1: 1,2). Penjelasan lain untuk peningkatan tingkat CKD di antara
wanita bisa dikaitkan dengan peningkatan prevalensi obesitas dan merokok pada
wanita.
7. Umur
Jumlah tertinggi orang yang menerima perawatan dialisis ditemukan dalam kelompok
usia 26 sampai 45 tahun (SCOT, 2011 ). Namun, prevalensi dan insiden tahap-tahap
awal CKD bergeser ke kelompok usia yang lebih. Ini sependapat dengan laporan
global di mana perubahan demografi usia ke kelompok usia yang lebih tua
berhubungan dengan peningkatan insiden dan prevalensi tren CKD (Hayfa H.
Almutary, 2013).
b. Etiologi Gagal Ginjal Akut
Secara umum ada 3 (tiga) factor potensial yang dalam menyebabkan gagal ginjal,
gangguan/ kerusakan perfusi ginjal, obstruksi saluran urinary (urinary track), dan
infusi pathogen. Gangguan atau kerusakan perfusi ginjal merupakan factor utama
yang berkaitan dengan sirkulasi renal. Dengan menurunnya perfusi jaringan ginjal,
13
maka jaringan ginjal akan mengalami hipoksia dan inilah yang menurunkan kerja
ginjal. Obstruksi saluran kemih akan menimbulkan bendungan/ stagnansi aliran urine.
Kondisi yang lama akan mengakibatkan refluks urine pada ginjal dan terjadi
hidronefrosis. Hal ini akan mengakibatkan fungsi fisiologis normal ginjal utamanya
filtrasi, reabsorpsi dan eksresi menurun/ rusak. Infeksi bakteri pathogen merupakan
factor sekunder dari kejadian gagal ginjal. Selain inflamasi jaringan akibat infeksi, zat
toksin dari mikroba sendiri akan merusak mikrofaskuler dan jaringan renal sehingga
terjadilah fungsi (Anymous, 2008)
Secara terpisah, penyebab terjadinya gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 klasifikasi,
yaitu:

1. Pre Renal
a. Hipovolemia, karena:
a) Perdarahan
b) Kehilangan cairan dari saluran pencernaan
c) Hiponatremia
d) Luka bakar
e) Penyakit ginjal/ adrenal dengan pembuangan garam.
b. Hipotensi, karena:
a) Septicemia
b) Koagulasi intravaskuler tersebar.
c) Hiponatremia
d) Perdarahan
e) Gagal jantung.
c. Hipoksia, karena:
a) Pneumonia
b) Stenosis aorta
c) Sindrom kegawatan pernafasan
2. Renal
a. Glomerulonefritis, karena:
a) Pasca streptococcus
b) Lupus eritematosus
c) Membranonoproliferatif

14
d) Perogresivitas cepat idiopatik
e) Purpura anafilaktoid
b. Koagulasi intravaskuler terlokalisasi karena:
a) Thrombosis vena renalis
b) Nekrosis korteks
c) Sindrom hemolitik uremik
c. Nekrosis tubulus akut, karena:
a) Logam berat
b) Bahan kimia
c) Obat
d) Mioglobin
e) Syok
f) Iskhmia
d. Nefritis interstitialis akut, karena:
a) Infeksi
b) Obat-obatan
e. Tumor, karena:
a) Infiltrasi parenkim ginjal
b) Nefropati asam urat
f. Kelainan perkembangan, karena:
a) Penyakit kistik
b) Hipoplasia- dysplasia nefritis herediter.
3. Post renal
a. Uropati obstruktif, karena :
a) Sambungan uretropelvik
b) Ureterokel
c) Katup uretra
d) Tumor
b. Refluks vesikoureter penyebab didapat, karena:
a) Batu
b) Jendalan darah
Pengklasifikasian etiologi dari gagal ginjal diatas sebenarnya mengacu pada
bentuk dasar pemicu gangguan. Pada factor pre renal berkaitan dengan
15
perfusi ginjal. Dalam hal ini terjadi hipoperfusi pada ginjal ketika terjadi
insufisiensi blood flow ke renal sirkulasi. Dengan kondisi ini maka akan
mengacu prostaglandin, sehingga afren dilatasi dan memicu angiotensin,
maka kadar natrium akan turun, dan kadar urem nitrogen akan meningkat.
Sedangkan factor renal berkaitan dengan kerusakan pada parenkim ginjal itu
sendiri. Jika jaringan organ itu sendiri mengalami kerusakan, pastinya akan
berpengaruh pada fungsi fisiologis. Factor yang terakhir adalah factor post
renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran urinary. Hal ini akan
mengakibatkan adanya stagnansi cairan yang akan memperberat fungsi ginjal
sampai terjadinya kegagalan (Wilcox, 2014).

2.5 PATOFISIOLOGI
1. Patofiologi Gagal Ginjal Kronik
Pada gagal Ginjal Kronik fungi ginjal menurun drastis yang berasal dari neufron.
Insifisiensi dari ginjal tersebut sekita 20-50 % dalam hal GFR. Pada penurunan fungsi
rata-rata 50 %, biasanya muncul tanda dan gejala aztemia sedang, poliuri, nokturi,
hipertesi, dan sesekali anemia. Selain itu selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka
keseimbangan cairan dan elektrolitpun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala
GGK hampir sama dengan gagal ginja akut, namun awitan waktunya saja yang
berbeda. Perjalanan dari GGK membawa dampak yang sistemik terhadap
seluruhsistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi (Prabowo & Pranata,
2014)
2. Patofiologi Gagal Ginjal Akut
Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oieh 3 faktor pemicu yam: pre ‘ ma}, renal dan
post renal. Ketiga faktor ini memiiiki kaitan yang bemedar Dada. Pre rena! berkaitan
dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjat mengaiami penurunan
(hipoperfusi). Kondisi ini diprcu oleh kondisi hipovoremi. hipotensi, vasokonstriksi
dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini, maka GFR (Glomeru/ar
Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan reabsorbsi tubular.
Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkim gmjal.
Kerusakan inz' drpicu oteh trauma maupun penyakit-penyakit pada grnja! rtu sendiri.
jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis gmjal, jika rusak akan mempengaruhi
berbagai fungsi ginjal. Sedangkan faktorpost renal berkaitan dengan adanya obstruksi
16
pada saluran kemih, sehingga akan timbui stagnansi bahkan adanya reftuks urine flow
pada giniai. Dengan demikian beban tahanan/ resistensi ginjai akan meningkat dan
akhirnya mengalami kegagaian (Prabowo & Pranata, 2014)

17
Glomerulonephritis
Infeksikronis
Kelainankongenital
Penyakitvaskuler Gagal Ginjal Kronis
Nephrolithiasis
SLE
Obatnafrotoksik gangguanreabsorpsi hipernatremia Produksi urine turun
hiponatremia retensicairan GangguanEliminasi
proseshemodialisa Vol. Vaskulerturun Vol.Vaskuler Urin

kontinyu hipotensi meningkat


Ketidakefektifan Perfusi
tindakan invasif berulang Perfusi turun JaringanPerifer permeabilitaskapiler Oedema
injuryjaringan Defisiensi energy sel Intoleransi Aktivitas meningkat Stagnansi Vena
Resikoinfeksi infiltrasi
OedemaPulmonal
informasiinadekuat Kerusakan
JaringanKulit
Ansietas EkspansiParuTurun Retensi Co2
Stress ulcer Dispneu Asidosisrespiratorik

Ketidakseimbangannutrisi HCL meningkat


KetidakefektifanPolaNafas
Kurang Dari Kebutuhan Mual Muntah GangguanPertukaran
Gas 18
19
Pre Renal Renal Post Renal

Gagal Ginjal Akut

Gangguan Gangguan Reabsorsi


Filtrasi Penurunan Disfungsi
Hipofiltrasi Hipernatremia Sekresi ekskresi
Bikarbonat Amonia

Penurunan Kadar H2O


Ekskresi Urine meningkat Retensi
Amonia
Oliguria, Anuria Oedema
Permeabilitas pH Turun
Gangguan Kelebihan Volume Kapiler terganggu
Eliminasi Cairan Asidosis
iUrine Metabolik
Penurunan
Oksigenasi Mekanisme
Akumulasi sirkulasi Kompensasi
residual
Urine Hipoksemia Hiperventilasi

Timbunan zat sisa


metabolisme Hipoksia Sel Ketidakefektifa
n pola Napas
Intoksitosi
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan
Kerja Otot
perifer
Sirkulasi Meningkat

Timbunan
Kulit kering, gatal, Asam laktat
pucat, Purpura Meningkat

Kerusakan Keletihan
Integritas Kulit

Ketidakeimbangan energi Ketidakseimbangan O2


CO2
20

Intoleransi Gangguan
Aktivitas Pertukaran
Gas
2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Berikut ini manifestasi klinis CKD berdasarkan klasifikasi:

(Mai Rosenberg, 2008)


2. Berikut ini manifestasi klinis Gaga Ginjal Akut berdasarkan klasifikasi:
1. Oliguria/ anuria
Kondisi ini dipicu karena hipofiltrasi pada ginjal, sehingga output urine akan
mengalami penurunan bahkan tidak ada sama sekali (anuria). Untuk kejadian
anuria jarang sekali terjadi.
2. Azotemia
Hal ini dikarenakan timbunan kadar ureum kreatinin yang sangat tinggi dalam
darah karena tidak bias dieskresikan oleh ginjal.
3. Ketidakseimbangan elektrolit
Merupakan dampak yang sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
4. Asidosis metabolic
Merupakan dampak yang sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
5. Manifestasi klinik dari GI track
Biasanya terjadi anoreksia, nausea, vomiting, diarea/konstipasi, stomatitis,
perdarahan, hematemesis, mukosa mebran yang kering dan bau nafas urea.
6. Manifestasi klinik pada system saraf pusat
Bias terjadi pusing, ngantuk, iritabilitas meningkat, peripheral neuropathy, kejang
dan koma.
7. Manifestasi klinik pada integument
Kulit kering, gatal, pucat, purpura dan bekuan ureum (jarang terjadi).
21
8. Manifestasi klinik pada kardiovaskuler
Hipotensi, hipertensi kronis, aritmia, peningkatan cairan, gagal jantung, edema
sistemik, anemia dan perubahan mekanisme pembekuan darah.
9. Manifestasi klinik pada system pernafasan Edema pulmonal, pernafasan
kussmauls.
10. Panas
Jika ditemukan adanya panas, maka kemungkinan diindikasikan adanya infeksi.
Secara.
Secara umum adalah dapat dikategorikan menjadi:
1. Hipertensi
Sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh meningkatnya produksi renin dan
angiotencion, atau akibat kelebihan volume cairan yang disebkan oleg retensi
garam dan air.
2. Kelainan kardio pulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru terjadi akibat kelebihan volume
cairan. Aritmia jantung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis oremia
mungkin terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang
sudah mendapatkan dialisis.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan klinis yang dibutuhkan menegakan diagnose gagal ginjal akut adalah
1. Kadar kimia darah
Meliputi Natrium, kalium, urium , kreatinin dan bikarbonat. Biasanya natrium
mengalami penurunan (a: 20 mmoi/ i). Sedangkan ureum akan mengalami
peningkatan (> 8) yang akan mempengaruhi sistem RAA (Renin Angiotensin
Aidosteron), karena ada kerusakan pada fungsi ginjal bisa juga karena terjadi
mengkonsumsi protein yang berlebih, sedangkan nilai normal ureum dalam darah
adalah 10-40 mg/dl. Kreatinin juga meningkat, normalnya dalam darah <1,3
mg/dl.
2. Uitrasonografi (USG) Hal ini untuk mendapatkan data pendukung tentang ukuran
ginial. adanya obstruksi pada tract urinary, hidronephrosis. dan penyakit pada
saluran kemih bagian bawah. USG juga diperuntukkan adanya komplikasi dari
gagal ginjal, misainya adanya kardiomegaii dan edema pulmonal. Pada pasien

22
gagal ginjal dihasilakan bahwa di Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney,
ureter dan bladder/KUB). Biasanya terdapat masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
3. Darah Lengkap Adapun hasii yang spesifik dari hasii pemeriksaan darah iengkap
pada kiien gagai ginjal akut adalah:
a. Penmgkalan kadar BUN (Biood Urea Nitrogen)
b. Peningkatan kadar serum kreatinin
c. Peningkaian kadar kalium
d. Penurunan pH darah
e. Penurunan kadar bikarbonat
f. Penurunan kadar hematokrit dan kadar hemogiobin
Pada gagal ginjal akut jarang teriadi anemia normokrom. Namun. pada gagal
giniai kronik sering teriadi. Biasanya sering didapatkan trombositopenia,
fragmentasi sei darah merah dan hemoiitik uremic syndrome. Dan hasilnya
adalah:
1. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
2. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
3. pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun
4. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5. Magnesium fosfat meningkat
6. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
7. Kalsium menurun
8. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin

23
4. ECG (eiectrocardiography)
Biasanya menunjukkan adanya iskhemia jantung dengan gejala bradikardia dan
pelebaran kompleks di gelombang QRS (Prabowo & Pranata, 2014)

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan GGK
a. Sosial support
Peningkatan dukungan sosial memiliki potensi secara positif melalui sejumlah
mekanisme, termasuk penurunan kadar depresi, peningkatan persepsi kualitas hidup
pasien, meningkatkan akses ke perawatan kesehatan, peningkatan kepatuhan pasien
dengan terapi yang ditentukan, dan langsung berefek fisiologis pada sistem
kekebalan.
b. Nutrition
Rekomendasi diet penting dalam penanganan CKD dan pemeliharaan kesehatan yang
lebih luas pada pasien CKD. Pada tahap awal CKD, pembatasan protein diet adalah
rekomendasi pertama untuk mencegah perkembangannya. Namun, batasan
pembatasan diet protein pada manusia bersifat kontroversial. Pedoman menunjukkan
bahwa kandungan protein makanan tidak boleh Lebih rendah dari 0,75 g / kg / hari
dan tidak boleh melebihi 0,8-1,0 g / kg / hari. Keinginan untuk menjaga nutrisi yang
adekuat di antara pasien dengan berat badan dan berat badan ideal; Indeks massa
tubuh (berat / tinggi2); Dan penilaian global subjektif. Ukuran lain dari keadaan gizi
adalah: kreatinin serum, serum lipid, albumin serum dan kekuatan handgrip.
Rekomendasi diet berbeda di semua negara, namun semua panduan sepakat bahwa
asupan energi pada pasien CKD 30-35 kkal / Kg / hari mungkin cukup. Sodium, total
lemak, kolesterol, karbo- hidrat, protein, fosfor dan potasium ditujukan untuk semua
pasien CKD.

24
Manajemen lain yang bisa dilakukan pada penderita CKD:

(Mai Rosenberg, 2008)


2. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut
Penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara komprehensn baik dari
disiplin medis. nurse pracii'tion/st. nutritionist clan lain sebagainya. Berikut ini adaiah
manalemen penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut (Prabowo & Pranata, 2014):
25
a. Tata laksana umum
Secara umum yang harus dilakukan pada kiien gagal ginjal akut adalah
memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan rendah protein,
natrium. kalium. dengan pemberian suplemen vitamin tambahan. Dan yang paling
pentlng adalah membatasi asupan cairan. Untuk mengontrol Radar elektrolit yang
tidak seimbang dalam tubuh. maka diperlukan tindakan diaiisis (hemodilysis/
peritoneal dialysis).
b. Tatalaksana medis
Penggunaan terapi medis pada gagal ginjal akut utamanya diperuntukkan untuk
menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai dengan kompensasi ginjal clan menjaga
kondisi asam basa darah. Terapi medis yang digunakan adalah:
1. Furosemid Pemberian 2O sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam) jam akan
menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh.
2. Kalsium glukonat Pemberian 10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (lV) akan
membantu menjaga kadar kalium.
3. Natrium polystyrene
15 r daiam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100 ml dari 20% sorbilol, 30
sampal 50 gr dalam 50 ml 70% sorbitol dan 150 mi dalam air akan menjaga
kadar kalium. Natrium bikarbonat Pemberian ini akan mengatasi kondisi
asidosis metabolik.
4. Observasi ketat
Hasll pemeriksaan Iaboratorium (BUN. kreatinin dan kadar kalium) harus
dimoniloring secara ketat. Hal ini sangat bermakna dalam mempertahankan
hidup klien.
5. Hemodialisa Dialisis peritonial

26
Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah,
melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal
buatan berupa mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah
‘cuci darah’. Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut
dan kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati,
perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak
responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan
sindrom hepatorenal. . Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum
dan gejala-gejala. Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin
menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin
serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai
laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia. Menurut
Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

Dialisis peritonium merupakan suatu alternatif dialisis yang menarik


cairan dan substrat dari dalam sirkulasi dengan menggunakan membran
peritonium sebagai membran dialisis endogen. Peritoneal dialysis adalah suatu
proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan
dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang
berisi racun yang akan dibuang. Adapun penyebab dilakukan tindakan
hemodialisis dan dialysis peritoneal :
27
1) Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak
adekuatnya gradient osmotic dialisat
2) Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran
darah)
3) Distensi abdomen atau konstipasi
4) Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan
kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas
adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan
infeksi.
5) Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang
berlebihan dari volume sirkulasi.

2.9 KOMPLIKASI
1. Anemia
Anemia adalah komplikasi CKD yang dini dan umum. Peran GP / FD harus
melibatkan pengukuran konsentrasi hemoglobin (Hb), mean corpuscular volume
(MCV) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) untuk menilai jenis anemia, jumlah
retikulosit absolut sampai Menilai aktivitas eritropoietik, konsentrasi feritin plasma /
serum untuk menilai penyimpanan zat besi, protein C-reaktif plasma / serum (CRP)
untuk menilai peradangan, dan penilaian kehilangan darah gastrointestinal gaib.
Dokter umum biasanya mengobati sebagian besar penyebab anaemia. Pasien dengan
GFR <60 ml / menit / (1,73 m2) harus diperiksa kadar Hb mereka, dan jika ditemukan
rendah maka anemia mereka harus diselidiki dan diobati lebih lanjut, Biasanya oleh
seorang nephrologist. Tingkat Hb yang direkomendasikan di mana terapi dengan agen
eritropoietis harus dimulai adalah <110 g / l (Mai Rosenberg, 2008).
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah
selama hemodialisis. anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal

28
ginjal,produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan,
agina dan nafas sesak.
2. Sebagai organ vital yang menjaga homeostasis tubuh ginjal akan mengatur beberapa
proses regulasi. Oleh karena itu, gangguan fungsi kegagalan fungsi fisiologis pada
ginjal akan berdampak pada ketidakselmbangan dalam sirkulasi dan metabohsme
tubuh. Berikut ini adalah beberapa potensial komplikasi yang bisa pada pasien dengan
gagal ginjal akut.
1. Keseimbangan elekrolit tubuh
a. Hiperkalemia
akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebihan.
b. Hiponetrimia
c. Asidosis metabolic
Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi
amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penuruna sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
d. Hipokalsemia
e. Hiperpostpatemia
f. Hipermaknesia
2. Fungsi jantung dan paru
a. Edema pulmonal
b. Perikarditis
c. Hipertensi
3. Gastrointestinal
a. Nausea
b. Vomiting
c. Anoreksia
d. Perdarahan
4. Hematologi
a. Anemia
b. Disfungsi platelet
29
5. Neurologis
a. Pusing
b. Obtundation
c. Asterixis
d. Myoclonus
e. Seizures
f. Dialytic
6. Infeksi pada fraktus urinarius, paru-paru, luka operasai dan sepsis.
7. Intoksikasi obat.

30
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian Umum

1. Keluhan mama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penumnan kesadaran, pcrubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakajan obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
4. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).

31
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf pusat.
Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. BI (Breathing). Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola
napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardia}.
Didapatkan tanda dag gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfuai perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan ganggm konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram
otot, dan nyeri otot
e. B4 (Bladder). Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
f. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
darj bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cema
sehingga sering didapatkan penumnan intake nutrisi dari kebutuhan.
g. B6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
32
sendi. Didapatkan adanya kelemahan flsik secara umum sekunder dari anemia
dan penumnan perfusi perifer dari hipertensi.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif bd. penurunan pH pada cairan
serebropinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi caimn interstisial dari edema paru dan respons asidosis
metabolik
2. Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/
penumpukan urea toksin, kalsiflkasi jaringan lunak.
3. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d. gangguan konduksi elektrikal sekunder dari
hiperkalemi.
4. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume urine, retensi cairan
dan nau'ium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
5. Aktual/risiko penumnan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal
sekunder dari asidosis metabolik.
6. Aktual/risiko tinggi defisit neurologis, kejang b.d. gangguan transmisi sel-sel saraf
sekunder dari hiperkalsemi.
7. Aktua/lrisiko tinggi terjadi cedera (profll darah abnormal) b.d. penekanan, produksi/
sduesi eritropoietin, penurunan produksi sel darah Inerah, gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskular.
8. Aktual/risiko terjad‘mya kerusakan integritas kulit b.d. gangguan status metabolik,
sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor
kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit. diet, perawatan dan pengobatan b.d.
kurangnya informasi.
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd, intake nutrisi yang tidak
adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
11. Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d. edema ekstremitas dan kelemahan fisik
secara umum.
12. Kecemasan dg prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.

33
13. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis,
keying maladaptif.

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan pH pada cairan
serebropinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi caimn interstisial dari edema paru dan respons asidosis
metabolic.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status


pernafasan baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Frekuensi pernafasan

2. Irama pernafasan

3. Kepatenan jalan nafas

4. Saturasi oksigen

5. Suara auskultasi nafas

Intervensi :
1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
a. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
b. Masukkan nasopharyngeal airway untuk melakukan suction nasotracheal
sesuai kebutuhan
c. Instruksikan kepada pasien untuk menarik nafas sebelum tindakan

34
2. Menejemen jalan nafas buatan
a. Memberikan OPA
b. Memberikan kelembaban 100% pada udara, oksigen atau gas yang dihisap
c. Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen

2. Penurunan Curah Jantung


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status sirkulasi
baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Tekanan darah sistol

2. Tekanan darah diastole

3. Tekanan nadi

4. Tekanan darah rata-rata

5. Saturasi oksigen

6. Capillary refill

Intervensi
1. Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor saturasi oksigen
35
c. Auskultasi suara nafas

2. Menejemen elektrolit
d. Monitor tanda ketidakseimbangan elektrolit
e. Pertahankan kepatenan akses IV
f. Lakukan pengukuran untuk mengontrol kehilangan elektrolit
3. Terapi oksigen
d. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
e. Pertahankan kepatenan jalan nafas
f. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan
3.4 Pengkajian Khusus
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dan pendidikan.
3.5 Riwayat kesehatan
Keluhan utama: Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluhmual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edemaakibat
retensi natrium dan cairan.
Riwayat kesehatan yang lalu:
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab
terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis. Selain itu perlu
ditanyakan riwayat penggunakan analgesik yang lama atau menerus.
Riwayat kesehatan keluarga:
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang menderita GGK erat
kaitannya dengan penyakit keturunannya seperti GGK akibat DM.
3.6 Pola kesehatan
a. Makan & minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhanmual muntah
akibat peningkatan ureum dalam darah.
b. Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urine seperti oliguri, anuria,disuria, dan
sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi,reabsorsi dan sekresi.
c. Aktivitas

36
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai
akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
d. Istrahat/tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhan-keluhan
sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat toksik sepertimual, muntah,
sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia.
Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivitas BB : Biasanya meningkat akibat oedemasistim renin.
1. Inspeksi
a. Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
b. Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit
c. Oedema pada tungkai, acites, sebagai akibat retensi cairan dan natrium
2. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga
pleura dan kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal
jantung kongestif.
3. Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas
4. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yangapabila terjadi
oedema pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi.
Data Psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik
dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi
karena perubahan peran dan ketergantungan pada orang lain.
Data Sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunankondisi kesehatan
dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.

37
Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dana tropik
2. Laboratorium
a. BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalamdarah.
b. Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin, diet
berlebihan dan retensi air.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
3.Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penangananya

38
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Eko & Pranata andi eka. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Muttaqin, Arif & Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salema Medika.
Almutary, Hayfa H, at al. 2013. Chronic Kidney Disease in Saudi Arabia: A Nursing
Perspective. Saudi Arabia: Queensland University of Technology.

Cristóvão AFAJ. 2015. Fluid And Dietary Restriction’s Efficacy On Chronic Kidney Disease
Patients In Hemodialysis. Portugal: Escola Superior de Enfermagem de Lisboa.

Deif, Hala I. Abo, et al. 2015. Effect of an Educational Program on Adherence to


Therapeutic Regimen among Chronic Kidney Disease Stage5 (CKD5) Patients under
Maintenance Hemodialysis. Cairo: Cairo University.

Nguyen, Lieuko, et al. 2014. Practical Nutrition Management of Children with Chronic
Kidney Disease. USA: Division of Nephrology.

Pasticci, Franca, et al. 2012. Nutritional Management Of Stage 5 Chronic Kidney Disease.
Italy: European Renal Care Association.

Rosenberg, Mai, et al. 2008. Management of chronic kidney disease in primary health care:
position paper of the European Forum for Primary Care. Estonia: Department of
Internal Medicine.

39

Anda mungkin juga menyukai