Anda di halaman 1dari 9

ISSU KESALAHAN PEMBERIAN OBAT TERKAIT KESELAMATAN

PASIEN DI RUMAH SAKIT

Esty Purnama Sari

Estypurnamasari97@gmail.com

Latar Belakang

Keselamatan pasien (patient safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit yang
memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan dan komponen dari manajemen mutu (Kemenkes RI, 2011). Mengurangi kejadian
yang membahayakan bagi pasien merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan bagi setiap
orang, dan terdapat banyak hal yang harus dipelajari dan dibagi antara negara-negara maju
dengan negara-negara berkembang dan negara dalam transisi/konflik tentang masalah
keselamatan pasien (WHO Collaborating Centre, 2009). Insiden keselamatan pasien yang
meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) akan sering terjadi
dan akan berakibat pada terjadinya cedera, kerugian, kerusakan dan bahkan kematian pasien.

Isu keselamatan pasien melahirkan paradigma baru tentang mutu pelayanan. Bentuk-bentuk
kesalahan yang terjadi di rumah sakit seperti kesalahan dalam pelayanan atau pengobatan yang
dikarenakan kesalahan dalam mengidentifikasi pasien dengan benar, kesalahan dalam pemberian
obat dikarenakan Look-Alike Sound-Alike, serta metode penggunaan obat yang terbukti tidak
efektif. Penggunaan berlebihan juga menjadi masalah mutu karena pengobatan tertentu diberikan
tanpa mengindahkan bukti bahwa pengobatan tersebut tidak efektif atau bahkan berbahaya.
(Sharon, 2017:66). Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian label
secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga
membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati (Kemenkes
R.I, 2011). Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi (Kemenkes R.I, 2011).
Tujuan dilakukan penelitian agar perawat dapat melakukan upaya terkait kesalahan dalam
pemberian obat untuk mencegah terjadinya KTD dan KNC dengan membuat asuhan pasien lebih
aman meliputi: asessemen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan, analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan menindaklanjuti
insiden serta implementasi solusi untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya risiko
(Depkes, 2008).

Kata Kunci : Kesalahan Pemberian Obat, Keselamatan Pasien, dan Issu keselamatan Pasien di
Rumah Sakit.

Metode

Metode yang digunakan yaitu literature review, yaitu dengan menganalisis buku-buku dan jurnal
yang berkaitan dengan Issu Kesalahan Pemberian Obat Terkait Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit. Dalam Penulisan Jurnal ini diawali dengan pemilihan topik, kemudian menuliskan kata
kunci “ Kesalahan Pemberian Obat”, “ Keselamatan Pasien” dan “ Issu Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit”. Dari hasil pencarian kemudian diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan
sebuah pembahasan dan kesimpulan dari topik yang ditetapkan. Sumber penelitian ini berasal
dari beberapa literature jurnal. Jurnal ini dibatasi dengan tahun paling tua 2012. Jumlah referensi
jurnal yang digunakan sebanyak 11 referensi jurnal. Berdasarkan tujuan penelitian, maka
penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi untuk mengetahui Issu Kesalahan Pemberian Obat
Terkait Keselamatan Pasien di Rumah Sakit yang dapat dilihat dari referensi.
Hasil

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution, Kasman, dan Salbiah (2013) yang terkait tentang
evaluasi didapatkan bahwa sebagian besar telah melaksanakan SPO pemberian obat dengan
prinsip enam benar dan obat High alert yang disimpan pada unit pelayanan pasien diberi label
yang jelas. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Alifariki, L, O.,dkk (2019)
bahwa Standar pelaksanaan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, pada aspek ini belum
banyak perawat atau ruangan yang melakukan penataan obat-obatan High alert dengan benar,
meskipun dominan perawat sudah melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat.
Sementara berdasarkan penelitian Isnaini, S, M., Muhammad, R. (2014) hasilnya bahwa Dua
partisipan/perawat mencirikan obat high alert adalah obat yang konsentrasinya tinggi sehingga
dalam penggunaannya biasanya harus diencerkan terlebih dahulu, dalam pemberian melalui
intravena biasanya diberikan melalui kateter IV ukuran 20. Kemudian mencontohkan obat yang
termasuk high alert seperti KCl, MgSO4, dan Dextrose 40. Pernyataan tersebut sesuai dengan
panduan sasaran keselamatan pasien dari JCI (2008) yang menyatakan bahwa Obat-obatan yang
sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara
tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium
klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Selanjutnya
perawat menyatakan obat – obat high alert akan diberikan stiker khusus warna merah
bertuliskan high alert, kemudian disimpan di dalam troli emergency, dan tidak disediakan di
ruangan secara sembarangan. Hal ini telah sesuai dengan panduan sasaran keselamatan pasien
dari JCI yang menyatakan bahwa elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien
kecuali jika dibutuhkan secara klinis. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan
pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (JCI, 2008).
Hasilnya dapat disimpulkan jika dua perawat tersebut mengetahui tentang SOP pemberian obat.
Hasil lainnya di Rumah sakit Prima Husada malang mendokumentasikan penggunaan berlebihan
antibiotik dikalangan sampel orang dewasa pada bulan April 2017 ditemukan sebanyak 51%
kasus antibiotic berlebihan untuk penyakit flu biasa, 52% untuk penyakit infeksi saluran
pernapasan, dan 75% untuk penyakit bronchitis. Resep tersebut ditulis walaupun penyakit
disebabkan oleh virus bukan bakteri. Antibiotic yang berlebihan akan menambah strain bakteri
yang resisten terhadap banyak obat. (Sharon, 2017:66). Hal ini menggambarkan bahwa
Penggunaan berlebihan juga menjadi masalah mutu karena pengobatan tertentu diberikan tanpa
mengindahkan bukti bahwa pengobatan tersebut tidak efektif atau bahkan berbahaya. (Sharon,
2017:66).

Pembahasan

Menurut National Health Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip dari Australian
Institute Health and Welfare (Australian Institute of Health and Welfare, 2009) mendefinisikan
keselamatan pasien adalah menghindari atau mengurangi hingga ketingkat yang dapat diterima
dari bahaya aktual atau risiko dari pelayanan kesehatan atau lingkungan dimana pelayanan
kesehatan diberikan. Fokus dari definisi ini adalah untuk mencegah hasil pelayanan kesehatan
yang merugikan pasien atau yang tidak diinginkan.

Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pada pasal 29 menjelaskan bahwa setiap
rumah sakit mempunyai kewajiban yang salah satunya adalah memberi pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara
kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses untuk setiap pelayanan di rumah sakit.

Untuk sasaran keselamatan pasien dalam hal peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
rumah sakit belum membuat kebijakan, ditemukan nama obat dan rupa mirip (NORUM) di
farmasi namun daftar NORUM belum dibuat, rumah sakit belum pernah menggunakan larutan
konsentrat sehingga belum bisa diterapkan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi
area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta
pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati
(Kemenkes R.I, 2011).
Obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara
kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan serius (sentinel event).
Obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan seperti obat-obatan yang
terlihat mirip Nama Obat Rupa Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA). Cara
yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi (Kemenkes R.I, 2011). Misalnya
membuat daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang disusun berdasarkan data spesifik sesuai
dengan regulasi. Untuk obat-obatan high alert sudah memakai stiker berwarna merah dan LASA
memakai stiker berwarna kuning. Dimana seharusnya elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit
kerja/instalasi farmasi atau depo farmasi bukan diruangan lain. Kemudian tempat penyimpanan
obat di rawat inap Bedah dan Non Bedah harus sesuai standar, karena obat disimpan di ruang
perawat yang suhunya ideal. Lemari khusus penyimpanan obat seharusnya menggunakan double
kunci sehingga keamanannya akan terjamin.

Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Sasaran Ketepatan
identitas pasien ini pertama untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi
pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut (Kemenkes
R.I, 2011). Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien
dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk
identifikasi. Dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam
medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien
atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. (Kemenkes R.I, 2011).

Pelaksanaan kebijakan dan SOP yaitu kesesuaian atau tidaknya pelaksanaan identifikasi pasien
dan terlabelnya obat high alert dengan kebijakan dan SOP.Dalam menyebutkan langkah-langkah
apa saja yang harus dilakukan, perawat pelaksana dapat menyebutkan dengan tepat dan jelas
sesuai dengan kebijakan dan SOP yang berlaku di rumah sakit.namun bukan berarti mereka
melakukan tugasnya sesuai dengan SOP, perawat pelaksana merasa setiap melakukan suatu
tindakan tidak perlu bertanya nama pasien berulang-ulang. Karena perawat merasa sudah
mengingat nama pasien tersebut. Perbuatan perawat ini sebenarnya termasuk dalam kejadian
nyaris cedera (KNC) karena bisa saja terdapat 2 atau lebih pasien yang memiliki nama yang
serupa, nama pasien tersebut juga bisa bebeda secara pengucapan dan tulisan. Dalam tindakan
pemberian obat dan transfusi darah tentu saja hal ini sangat mebahayakan apabila perawat tidak
menanyakan nama pasien dan menyesuaikannya dengan golongan darah pasien tersebut.
Dalam menjaga keamanan obat (high alert) yang harus dilaksanakan, salah satu SOP yaitu
menyatakan obat high alert harus ditempatkan di farmasi didalam lemari terpisah dari obat
lainnya. Setiap unit rawat inap memiliki farmasi tersediri didalamnya. Pada hari senin sampai
jumat perawat mengembalikan obat ke farmasi unit rawat inap namun pada hari sabtu dan
minggu farmasi di rawat inap tutup maka dari ituperawat harus pergi ke farmasi alasan bahwa
farmasi unit rawat inap tutup dan harus mengambil obat di farmasi rumah sakit yang cukup jauh
jaraknya dari unit rawat inap, maka dari itu perawat meletakkan obat (high alert) di meja
rawat inap pasien tanpa pengawasan. Hal ini membuktikan bahwa perawat kurang berkomitmen
dalam mematuhi kebijakan dan SOP yang berada di rumah sakit.

Obat – obat high alert akan diberikan stiker khusus warna merah bertuliskan high alert,
kemudian disimpan di dalam troli emergency, dan tidak disediakan di ruangan secara
sembarangan. Hal ini telah sesuai dengan panduan sasaran keselamatan pasien dari JCI yang
menyatakan bahwa elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (JCI, 2008). Penelitian oleh
Altair (2009) yang menyebutkan bahwa hambatan perawat dalam mewaspadai penggunaan obat
high alert antara lain adalah pengetahuan tentang obat high alert tidak adekuat dan beban kerja
yang cukup menekan bagi perawat.

Berdasarkan hasil penelitian ini partisipan menyatakan bahwa perawat akan melakukan
pembimbingan atau mentoring tentang jenis – jenis obat high alert dan cara penggunaannya.
Perawat yang masih baru tentu masih sedikit pengalaman dan pengetahuannya tentang obat high
alert sehingga membutuhkan bimbingan dari perawat yang senior. Mentoring memberikan
berbagai keuntungan seperti menjembatani jurang antara teori dan praktek, meningkatkan
pemikiran kritis dan pengembangan karir, dan mengingkatkan profesionalisme perawat baru
(Block & Korrow, 2005)

Penutup

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Keselamatan pasien (patient safety) adalah isu
global dan nasional bagi rumah sakit yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi
pasien dalam menerima pelayanan kesehatan dan komponen dari manajemen mutu (Kemenkes
RI, 2011). Bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi di rumah sakit seperti kesalahan dalam
pelayanan atau pengobatan yang dikarenakan kesalahan dalam mengidentifikasi pasien dengan
benar, kesalahan dalam pemberian obat dikarenakan Look-Alike Sound-Alike, serta metode
penggunaan obat yang terbukti tidak efektif. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar terutama untuk tenaga
perawat yang memiliki jumlah terbesar dalam jumlah kepegawaian rumah sakit, merupakan hal
yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors) (Institute of Medicine,1999:38).
Kesalahan medis merupakan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang sebelumnya telah
direncanakan. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD).
Daftar Pustaka

1). Alifariki, L, O., La, R., Adius, K. (2019). Hubungan Ketersediaan Fasilitas Dengan
Implementasi Patient Safety di Ruang ICU dan Bedah RSUD Kota Kendari. Jurnal Kesehatan
Al-Irsyad, XII (1)

2). Anggraeni, D., Ahsan., Misbahuddin, A.(2016). Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien
terhadap Sikap Melaporkan Insiden pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II dr.
Soepraoen. Jurnal Aplikasi Manajemen, 14(2).

3). Arruum, D., Salbiah., Manik, M. (2015). Pengetahuan Tenaga Kesehatan Dalam Sasaran
Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Sumatera Utara (Knowledge of Health Workers in The
Patient Safety in The Hospital of Sumatera Utara). Idea Nursing Journal, VI (2).

4). Cahyono, A. (2015). Hubungan Karakteristik Dan Tingkat Pengetahuan Perawat Terhadap
Pengelolaan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah WIDYA, 3(2).

5). Isnaini, N, M., Rofii, M. (2014). Pengalaman Perawat Pelaksana Dalam Menerapkan
Keselamatan Pasien. Jurnal Managemen Keperawatan, 2(1).

6). Neri, R, A., Yuniar, L., Husna Y. (2018). Analisis Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien
Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum DaerahPadang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas,
7(Supplement 4).

7). Sakinah, S., Putri, A,W., Septo, P,A. (2017). Analisis Sasaran Keselamatan Pasien Dilihat
Dari Aspek Pelaksanaan Identifikasi Pasien dan Keamanan Obat Di RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal), 5 (4)

8). Setiyani M, D., Zuhrotunida., Syahridal. (2016). Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien
Di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tanggerang. JKFT, Edisi Nomor 2.
9). Simamora, R. H., & Nurmaini, C. T. S. (2019). Knowledge of Nurses about Prevention of
Patient Fall Risk in Inpatient Room of Private Hospital in Medan. Indian Journal of Public
Health Research & Development, 10(10), 759-763.

10). Sundoro, T., Rosa, E. M., & Risdiana, I. (2016). Evaluasi Pelaksanaan Sasaran Keselamatan
Pasien Sesuai Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak PKU
Muhammadiyah Kotagede Yogyakarta. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit,
5(1), 40–48.

11). Zakaria, F, M. (2017). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Sasaran Keselamatan Pasien
Terhadap Kepuasan Pasien Rumah Sakit Prima Husada Malang. Jurnal Ilmu Management
(JIMMU), II (2)

Anda mungkin juga menyukai