Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahuluih
ke, olemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2006)
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia
seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun.
Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis
(60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia
mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia
yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90
tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami
Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 -
2025, tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah
sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar
11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah
Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan
sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan.
(Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia
rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor
satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru
sajaterjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,
penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan
ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih
sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda
bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya
penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang
dari 50tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit
yanghanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita
oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al.
2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai
penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N,
2003).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan
masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara
atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius,
sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah
demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi
orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut
usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka
masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan:
Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis
dan Psikolog Klinis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan pengertian pada Dementia?
2. Apa yang di maksud dengan etiologi pada Dementia?
3. Apa yang dimaksud dengan patofisiologi pada Dementia?
4. Apa yang dimaksud dengan manifestasi klinis pada Dementia?
5. Apa yang di maksud dengan pemeriksaan fisik pada Dementia?
6. Apa yang di maksud dengan penatalaksanaan pada Dementia?
7. Apa yang di maksud dengan komplikasi pada Dementia ?
1.3 Tujuan
Umum:
Untuk mengetahui tentang penyakit Dementia

khusus:
1. Untuk mengetahui pengertian pada Dementia
2. Untuk mengetahui etiologi pada Dementia
3. Untuk mengetahui patofisiologi pada Dementia
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Dementia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada Dementia
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Dementia
7. Untuk mengetahui komplikasi pada Dementia

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi institusi Pendidikan Kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik
dalam menelaah suatu fenomena kesehatan yang spesifik tentang
penyakit Dementia

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan


Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah
wawasan terhadap fenomena kesehatan yang saat ini menjadi
pembahasan tersendiri di kalangan masyarakat ini.

1.4.3 Bagi Mahasiswa


Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun
pembaca adalah untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk
tentang penyakit Dementia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi

a. Cerebrum (otak besar) Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan


semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, Cerebrum secara terbagi
menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus.
Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus
Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
b. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada
otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda
kenal terlalu dekat dengan anda.
d. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang.
e. Otak tengah (mesensefalon), Otak tengah terletak di depan otak kecil dan
jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar
hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas
(dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata
seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

2.2 Definisi
Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826)
dalam bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009).
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku (Kusumawati, 2011).

2.3 Epidemiologi
Usia diatas 65 tahun mempunyai resiko tinggi untuk mengalami
demensia dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan
status ekonomi. Hasil penelitian diseluruh dunia menunjukkan bahwa
demensia terjadi 8% pada warga diatas 65 tahun dan meningkat sangat pesat
menjadi 25% pada usia 80 tahun dan hampir 40% pada usia diatas 90 tahun.

2.4 Etiologi
Sheila (2008) menyatakan faktor-faktor penyebab demensia dapat dibagi
menurut beberapa penyebab :
a.       Infeksi
1) Neurosifilis, adalah infeksi otak atau sumsum tulang belakang
yang terjadi pada orang yang memiliki sifilis namun tidak diobati
selama bertahun-tahun. Neurosifilis disebabkan oleh Treponema
pallidum, bakteri yang menyebabkan sifilis.
2) Tuberkolosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
mycobacterium, yang berkembang biak di dalam bagian tubuh
dimana terdapat banyak aliran darah dan oksigen. ... Saat bakteri
menginfeksi paru-paru, TB aktif dapat menyebar dengan mudah
ke orang lain.
3) Penyakit virus, atau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
virus.
b.      Gangguan metabolik
1) Hipotiroidisme adalah istilah yang mengacu pada simtoma
menurunnya sintesis dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar
tiroid.
2) Keseimbangan elektrolit, terjadi kenaikan atau berkurangnya
elektrolit yang ada dalam tubuh
c.       Defisiensi zat-zat makanan
1) Defisiensi vitamin B12 hal ini yang menyebabkan tubuh
menghasilkan sel darah merah yang tidak berfungsi dengan baik.
2) Defisiensi Niacin
3) Defisiensi Korsakoff (tiamin) membantu tubuh dalam merubah
makanan menjadi energy serta membantu fungsi jantung dan
sistem kardiovaskuler, juga otak & sistem saraf.
d.      Lesi desak ruang
1) Hematoma subdural
2) Tumor
3) Abses
e.     Infark otak
f.       Zat-zat toksik
1) Obat-obatan
2) Alkohol
3) Arsen
g.      Gangguan vaskuler
1) Embolus serebral
2) Vaskulitis serebral
h.      Lain-lain
1) Penyakit Parkinson
2) Penyakit Wilson
3) Penyakit Huntington
4) Depresi
5) Cedera kepala sebelumnya

2.5 Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi
aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama
mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia
kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang
tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi
sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa
Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari
pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga
kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala
demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi
oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien
sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi
deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset)
menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang
mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat
dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang
mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada
kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil
ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
 Pathway

Faktor predisposisi : proses


autoimun, genetik

Penurunan metabolism dan aliran


darah di korteks parietalis superior

Degenerasi neuron kolinergik

Kekusutan neurofibiliar yang difus Hilangnya serat saraf


kolinergik di korteks serebrum

Terjadi plak senilis


Penurunan sel neuron kolinergik yang
berproyeksi ke hipokampus dan amigdala

Kelainan neurotransmiter

Asetikolin turun pada otak

demensia

Perubahan kemampuan
Tingkah laku aneh, kacau,
merawat diri sendiri
cenderung mengembara
Kehilangan kemampuan menyelesaikan
masalah perubahan mengawasi keadaan
Deficit perawatan diri yang kompleks dan berpikir abstrak, labil
(personal hygiene) dan pelupa Resiko tinggi trauma

Perubahan nutrisi Gangguan proses pikir


kurang dari kebutuhan
2.6 Manifestasi klinis
Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung
mengalami kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan
memerlukan pemecahan masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada
demensia adalah :
a. Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
1) Memori (daya ingat)
2) Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi
kesadarannya tidak mengalami gangguan.
3) Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan
objek.
4) Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan
konsentrasi berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang,
pikiran paranoid, delusi, dll.
5) Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses
informasi yang masuk.
6) Kemampuan dalam perhitungan.
b. Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa
dan tangis.
c. Kemunduran kepribadian
1) Sering egois
2) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian,
introvert.
3) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
d. Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :
1) Kardiovaskuler
Cardiac output menurun, kemampuan respon terhadap stress
berkurang, tekanan darah meningkat, denyut jantung setelah
pemulihan melambat, cepat pegal bila aktivitas meningkat.
2) Respirasi
Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun,
kapasitas difusi dan pertukaran gas menurun, efektivitas batuk
menurun, pada aktivitas berat cepat lelah dan sesak, oksigenasi
berkurang sehingga luka susah sembuh, susah mengeluarkan sekret
batuk.
3) Integumen (kulit)
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun,
perlindungan oleh kelenjar minyak alami dan berkeringat menurun,
kulit tipis kering, dan keriput, sering memar, kebiruan dan cepat
terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap panas, struktur tulang
kelihatan pada kulit yang tipis.
4) Reproduksi
Pada wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi
pada dinding vagina, sehingga menimbulkan hubungan seksual
yang sakit, perdarahan, gatal, iritasi dan lambat orgasme. Pada laki
–laki terjadi penurunan ukuran penis dan testes dan respon seksual
yang melambat.
5) Genito-urinaria
Kapasitas buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga
sering retensi dan kesulitan bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan
pada wanita terjadi relaksasi otot perineum dan inkontinensia urine.
6) Gastrointestinal
Salivasi berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut
kering, pengosongan esofagus dan lambung yang melambat
sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi usus
berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut tidak
nyaman.
7) Muskuloskeletal
Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi
tulang rawan sendi, sehingga terjadi penurunan tinggi badan,
kyphosis, fraktur, sakit pada punggung, merasa hilang tenaga,
flexibilitas dan ketahanan sendi menurun dan sering sakit sendi.
8) Saraf
Berkurangnya kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi
disertai dengan keluhan fisik dan kehilangan respon lingkungan.
Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi penurunan reaksi dan
respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung, sering lupa
dan jatuh.
e. Sistem indera :
1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat
berkurang, tidak toleransi terhadap sinar, kesulitan mangatur
intensitas cahaya masuk mata, dan penurunan kemampuan
membedakan warna.
2) Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara
frekuensi tinggi.
3) Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan membau
sehingga dapat menggunakan gula dan garam berlebih pada
makanannya.
f. Halusinasi dan delusi
g. Tanda dan Gejala lainnya :
1) Psikiatrik
Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering
menangis atau tertawa patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
2) Neurologis
Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan,
sering pingsan, gangguan tidur, disartria, disfagia.
3) Reaksi katastropi
Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap
defisit intelektual yang dialami pada keadaan yang penuh stres.
4) Sundown syndrome
Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat
stimulus eksternal berkurang atau karena pengaruh obat
benzodiazepine.
2.7 Klasifikasi
Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
1) Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a. Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada
korteks serebri substansia grisea yang berperan penting terhadap
proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit
Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma
Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit
Creutzfelt-Jakob.
b. Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari
kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia alba. Biasanya
tidak didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa. Beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah
penyakit Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1,
B12, Folate, sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia,
hipoglikemia, penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
2) Demensia Reversibel dan Non reversibel
a. Demensia Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati.
Yang termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah
keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi (ensefalopati
SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan
kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau
hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b. Demensia Non Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat
diobati dan bersifat kronik progresif. Beberapa penyakit dasar yang
dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit Alzheimer,
Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.
3) Demensia Pre Senilis dan Senilis
a. Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada
golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat
mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada
sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular,
gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab
trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik
(keracunan), anoksia).
b. Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah umur
65 tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan
otak yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.

Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari :


a. Demensia pada Penyakit Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada
sekitar 50 % kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang pasti. Dapat terjadi
pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan perkembangan
gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas 65 tahun (onset
lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih lambat. Pada penyakit
ini terjadi deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel
otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur fungsi
daya ingat dan mental. Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih
rendah dari normal.
Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
- Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya.
- Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun
fungsi sensorisnya masih baik.
- Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.
- Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih baik (contohnya mampu
memegang gagang pintu tapi tak tahu apa yang harus
dilakukannya).
b. Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir
40 % kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan
kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung,
diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA sebelumnya dengan
perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60 tahun
tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat
berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit
intelektual, adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia,
disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan, perubahan
kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.
c. Demensia pada penyakit lain
Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer
dan vaskuler yaitu :
- Demensia pada penyakit Pick
- Demensia pada penyakit Huntington
- Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
- Demensia pada penyakit Parkinson
- Demensia pada penyakit HIV-AIDS
- Demensia pada alkoholisme.

2.8 Penatalaksanaan
a. Terapi suportif: dukungan keluarga

1. Mempertahankan lingkungan yang familiar yang akan membantu


penderita tetap memiliki orientasi. Seperti: kalender yang besar,
cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau
radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
2. Menghindari bahaya yang akan terjadi atau menghindari resiko cidera
seperti: menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada
pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita
yang senang berjalan-jalan.

3. Mengontrol ADL secara rutin dan pastikan dilakukan secara mandiri


seperti: menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya
secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

4. Hindari marah dan member hukuman kepada penderita demensia


karena hal tersebut akan tambah memperburuk keadaaan.

5. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan


perawatan, akan sangat membantu.

b. Terapi symptomatic:

a) Diet

b) Latihan fisik yang sesuai

c) Terapi rekreasional dan aktifitas

d) Penanganan terhadap masalah-masalah

c. Terapi farmakologi

 Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan


antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine

 Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti


Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

 Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi


perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.

 Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-


depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
 Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi
obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.
Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami
halusinasi atau paranoid.

2.9 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan dasar untuk penderita demensia meliputihitung darah tepi,
analisa urin, elektrolit, LED, kadar vitamin B12 dan asam folat, fungsi hati,
fungsi tiroid, pemeriksaan serologis untuk sifilis, titer HIV (bila di curigai),
kadar obat (bila dicurigai),EKG, foto rontgen dada,EEG,CT-scan atau MRI,
fungsi lumbal (bila tidak ada massa intrakarnial) terutama pada meningitis
kronik atau infeksi oportunistik, dan pemeriksaan psikologis (bila di curigai)
Dengan penulusuran riwayat penyakit yang teliti, pemeriksaan fisik dan
penelitian-penelitian sebelumnya, sebagian besar kasus demensia dapat
diketahui penyebabnya. Bila diagnosis penyakit tetap belum jelas, arteriografi
dan biopsy otak diperlukan. Pemeriksaan penunjang lanjut yang di perlukan
tergantung pada usia dan tingkat fungsional penderita sebelumnya. Perlu
diingat bahwa tujuan utama pemeriksaan penunjang pada penderita demensia
untuk mendapatkan penyebab yang dapat diterapi.

2.10 Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan komplikasi yang sering terjadi pada
demensia adalah:
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a. Ulkus diabetikus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
2. Thromboemboli, infarkmiokardium
3. Kejang.
4. Kontraktur sendi.
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri.
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebkan klien datang
berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran
menurun.
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi
menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang
menurun dan tidak mau makan.
4. Psikososial
1)        Konsep diri
o    Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya
gambaran diri karena proses patologik penyakit.
o    Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan
individu.
o    Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga
klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
2)        Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep
diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang
yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak
sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan
hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan
individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang
lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain
dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian,
isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
3)        Spiritual
Keyakinan klien terhadapa agama dan keyakinannya masih
kuatnya tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan
ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4) Status mental
a. Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat
dirinya sendiri.
b. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif.
c. Alam perasaan. Klien nampak ketakutan dan putus asa.
d. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional
terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada
satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan.
Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
e. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang
umum diterima.
f. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan
penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau
kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan
pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi
(waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan
pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir
yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi
dan menilai realitas dengan akurat.
2. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik
3. Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan
ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus
terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

C.     INTERVENSI
1. Gangguan Proses Pikir
       Tindakan keperawatan untuk pasien:
Tujuan agar pasien mampu:
              Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan temapat
              Meklakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.
Tindakan
1.        Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik
pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.
2.        Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan
menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari
dengan tulisan besar.
3.        Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya
dan anggota keluarga terdekat
4.        Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia
berada.
5.        Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan
benar.
6.        Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-
hari
7.        Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang
dapat dilakukannya.
8.        Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
9.        Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
10.    Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
11.    Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.

       Tindakan untuk keluarga


Tujuan : Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu,
orang dan tempat, Menyediakan saran yang dibutuhkan pasien untuk
melakukan orientasi realitas, Membantu pasien dalam melakukan
aktiftas sehari-hari.
Tindakan:
1.        Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu,
orang dan tempat pada pasien
2.        Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender
dengan tulisan besar
3.        Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki
pasien
4.        Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat
ini.
5.        Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap
kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh pasien
6.        Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki
7.        Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien
sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
8.        Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap
kemampuan yang masih dimiliki pasien
9.        Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki
10.    Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
2. Risiko Cedera: jatuh
       Tindakan pada pasien.
Tujuan
              Pasien terhindar dari cedera
              Pasien mampu mengontrol aktifitas yang dapat mencegah
cedera.
Tindakan:
1.        Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera
dengan bahasa yang sederhana
2.        Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan
panik tetapi berteriak minta tolong
3.        Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-
cara mencegah cedera.
       Tindakan untuk keluarga
Tujuan: Keluarga mampu:
1.        Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera
pada pasien
2.        Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk
mencegah cedera
Tindakan:
1.        Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat
menyebabkan cedera pada pasien
2.        Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman
seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari
jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap
menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien
merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan
alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang
rendah
3.        Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah
serta memantau aktivitas harian yang dilakukan

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demensia adalah suatu sindrom disebabkan oleh kehilangannya kapasitas
intelektual , melibatkab tidak hanya ingatan namun juga kognitif , kemampuan
visual maupun kepribadian. Pada demensia terjadi perbahan-perubahan fisik
umumnya pada system persyarafan
4.2 Saran
Demensia tidak semua lansia, sehingga untuk menghindarinya. Kita
sebagai perawat dalam merawat lansia harus bisa membedakan pada setiap
umur.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol


8. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai