Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN

CORE STABILITY EXERCISE PADA KASUS ANAK


CEREBRAL PALSY DIPLEGIA

Disusun Oleh:

Amalia Ekotomoputri
1610306025

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS FISIOTERAPI
UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak
faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan
tumbuh kembang anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak tersebut adalah kematangan system saraf, mulai dari otak sampai dengan
saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak sejak dari dalam
kandungan. Masa tumbuh kembang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
bersifat positif dan negatif. Pada kondisi cerebral palsy (CP) mendapatkan
pengaruh yang negatif, sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan
susunan saraf pusatnya. Pada umumnya kerusakan yang terjadi pada kondisi CP
terdapat pada korteks serebri, ganglia basalis dan serebellum .Kelainan yang
disebabkan oleh kerusakan tersebut bersifat non progresif.
Cerebral palsy adalah gangguan perkembangan gerak dan postur serta
keterbatasan aktifitas yang bersifat non progresif akibat lesi pada otak yang
terjadi pada masa pertumbuhan dan perkembangan (dibawah usia 2 tahun).
Karena berbagai peyebab CP, jumlah pasti dari studi yang berbeda tidak
sepenuhnya disetujui. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam prevalensi di
seluruh dunia, dari Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1.000 dan
2,5 per 1.000 pada awal 1990-an, 2,3 per 1.000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1.000
dari Cina. Sebuah laporan dari inggris, yang merupakan perwakilan dari banyak
penelitian, menunjukan bahwa belum ada banyak perubahan dalam prevalensi
selama 40 tahun terakhir namun, pola CP telah bergeser lebih kearah diplegia
dan quadriplegia spastic dan jauh dari hemiplegia dan athetosis. Perubahan ini
mungkin mencerminkan peningkatan perawatan medis dengan perawatan
obstetric lebih baik dari beberapa peningkatan kejadian dari korban yang selamat
dari unit pelayanan intensif neonatal.Juga, kelahiran kembar memiliki resiko
yang jauh lebih tinggi. Tingkat prevalensi yang dilaporkan per kehamilan untuk
single adalah 1,2 %, 1,5% untuk kembar, untuk kembar tiga 8,0%, dan untuk
kembar empat 43%. (Miller, 2005).
Kelainan cerebral palsy dapat mempengaruhi respon pada otot dan
topografi tubuh. Respon pada otot dapat dilihat dengan adanya hipotonia,
hipertonia, atethosis, ataksia, spastisitas, rigiditas dan campuran, sedangkan
respon pada topografi tubuh adalah hemiplegia, diplegia dan quadriplegia (Potts
& Mandleco, 2007). Permasalahan pasien cerebral palsy spastik diplegi pada
umumnya adalah peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas
yang kemudian akan mempengaruhi kontrol gerak. Spastisitas akan berakibat
pada gangguan postur, kontrol gerak, keseimbangan dan koordinasi yang pada
akhirnya akan mengganggu aktifitas fungsional anak penderita cerebral palsy.
Penderita cerebral palsy spastik diplegi kemungkinan juga menderita problem
penyerta seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual
serta potensial terjadi kontraktur (deformitas) (Potts & Mandleco, 2007).
Fisioterapi pada kasus cerebral palsy berperan dalam memperbaiki postur,
mobilitas postural, kontrol gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar.
Treatment yang di gunakan fisioterapi dalam meningkatkan kemampuan
fungsional berdiri sangat beragam salah satunya dengan menggunakan latihan
core stability yang bertujuan menjaga postur dan memberikan persiapan pada
otot abdomen, trunk, gluteus dan abduktor hip ketika anak akan berdiri dan
berjalan. Sehingga otot menjadi mudah di gerakkan untuk melakukan aktifitas
fungsional meningkatkan jangkauan gerak, memperbaiki pola gerakan, dan
mengajarkan pada anak gerakan-gerakan fungsional sehingga diharapkan anak
dapat melakukan aktifitas sendiri dengan keterbatasan yang dimilikinya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah Bagaimana Manajemen Fisioterapi dengan pendekatan Core stability
exercise pada Kasus Anak Cerebral palsy Diplegia.

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca memahami
Bagaimana Manajemen Fisioterapi dengan pendekatan Core stability exercise
pada Kasus Anak Cerebral palsy Diplegia.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Teoritis
Untuk menambah wawasan tentang manfaat manajemen fisioterapi
dengan pendekatan Core stability exercise pada kasus anak Cerebral palsy
Diplegia.
2. Praktis
a. Bagi penulis
Melatih kretifitas penulis dalam menuangkan gagasan pemikiran tentang
suatu kajian atau topik dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari.
b. Bagi pembaca
Agar pembaca mengetahui bagaimana manajemen fisioterapi dengan
pendekatan Core stability exercise pada kasus anak Cerebral palsy
Diplegia.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskriptif Teoritis
1. Anatomi Fungsional Otak
Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak (Chusid, 1990).
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum (otak besar), cerebelum
(otak kecil), dan brainstem (batang otak) dan diensefalon (Satyanegara, 1998).

a. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi 4 Lobus,yaitu :
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

Cerebrum (Otak besar) dibagi menjadi Otak Kiri dan Otak Kanan.
Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda.
o Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika,
rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat
matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan
pusat Intelligence Quotient (IQ).
o Otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ).
Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta
pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan
intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh,
seperti menyanyi, menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif
lainnya.

b. Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi
tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak
atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar
dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
d. Diensefalon
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima
dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya
belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi.
2. Definisi Cerebral palsy
Menurut (Karel, 1966) Cerebral palsy merupakan hasil perkembangan
yang salah dari otak dengan karakteristik non-progresive dan terbentuk pada
masa awal anak-anak. Sedangkan menurut (Like Wu,dkk: 2014), Cerebral
berarti otak, palsy berarti kelumpuhan. Cerebral palsy adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam
bergerak dan meletakkan posisi tubuh akibat kerusakan atau kelainan fungsi
bagian otak tertentu pada bayi atau anak dapat terjadi ketika bayi dalam
kandungan, saat lahir atau setelah lahir.
Cerebral palsy atau yang dikenal sebagai paralisis serebral adalah
kerusakan otak yang terjadi pada bayi sebelum, selama, atau segera setelah
lahir. Kelainan ini menyebabkan beberapa derajat disfungsi motorik. Cerebral
palsy bersifat nonprogesif dan disebabkan oleh hipoksia serebral atau
peningkatan tekanan intrakranial setelah trauma fisik pada otak. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat secara langsung merusak sel neuron atau dapat
menyebabkan hipoksia dengan menekan pembuluh darah. Hemoragi sering
menjadi penyebab peningkatan tekanan intrakranial (Corwin, 2008)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi cerebral palsy
merupakan suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan
karena adanya kerusan pada otak yang bisa terjadi pada periode prenatal,
natal, maupun postnatal dengan karakteristik gangguan pada tonus postural,
motor control, postural control, keterbatasan fungsi dan disabilitas.
3. Karakteristik Anak Cerebral palsy
Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan karakteristik
anak cerebral palsy. Karakteristik anak cerebral palsy dapat dilihat dari ciri-
ciri yang tampak pada anak-anak cerebral palsy. Penyebab utamanya adalah
adanya kerusakan, gangguan atau adanya kelainan yang terjadi pada otak.
Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan kekakuan
otot; terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol pada kaki, tangan.
lengan, dan otot-otot wajah; hilangnya keseimbangan yang ditandai dengan
gerakan yang tidak terorganisasi; otot mengalami kekakuan sehingga seperti
robot apabila sedang berjalan; adanya gerakan- gerakan kecil tanpa disadari;
dan anak mengalami beberapa kondisi campuran. Dalam teori yang lain,
cerebral palsy dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Spasticity, yaitu kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan
hiperaktive reflex dan strech relex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
1) Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami
gangguan. Umumnya hal ini terjadi pada ekstremitas atas.
2) Diplegia
Terjadi di anggota tubuh pada ekstremitas bawah.
3) Hemiplegia
Menyerang ekstremitas atas atau menyerang lengan pada salah satu
sisi tubuh.
4) Triplegia
Menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan pada
kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
5) Quadriplegia
Menyerang ekstremitas atas dan juga ekstremitas bawah.
b. Athetoid, yaitu kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan
gerakan-gerakan menjadi tidak terkendali dan terarah.
c. Ataxia, yaitu kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan
gagguan pada keseimbangan.
d. Tremor, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat timbulnya
getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak
bertujuan.
e. Rigiditi, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan
kekakuan pada otot.

3. Derajat keparahan fungsional


a. Cerebral palsy ringan (10%)
Masih bisa melakukan pekerjaan atau aktifitas sehari hari sehingga tidak
atau hanya sedikit sekali memerlukan bantuan khusus.
b. Cerebral palsy sedang (30%)
Aktifitas sangat terbatas sekali sehingga memerlukan bermacam bentuk
bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan lain-lain.
c. Cerebral palsy berat (60%)
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik, pada penderita
ini sedikit sekali menujukkan kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan
yang diberikan, sebaiknya penderita seperti ini dirawat dirumah
perawatan khusus (Gage et all, 2009)

4. Etiologi Cerebral palsy


Pada dasarnya penyebab CP terbagi menjadi:
a. Sebelum lahir (Prenatal)
Terjadi pada saat pembentukan janin dan selama bayi di kandungan
sehingga menghasilkan keadaan tidak normal yang berhubungan
langsung dengan kerusakan jaringan saraf. Misalnya oleh infeksi pada
saat kehamilan terjadi di usia kehamilan trimester pertama (Toksoplasma,
rubella dan penyakit inklusi sitomegalik). Penyebab lain, ibu menderita
penyakit berat seperti tifus, kolera, malaria kronis, sifilis, TBC, dan
lainnya yang berpengaruh pada janin. Infeksi-infeksi ini mengganggu
perkembangan jaringan otak hingga menimbulkan kerusakan jaringan
otak. Jadi, saat bayi lahir jaringan otaknya tak berkembang sempurna dan
memungkinkan terjadi CP.
b. Saat lahir (Natal)
- Hipoksia : Penyebab yang terbanyak ditemukan saat kelahiran ialah
brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksia.
Hal ini terdapat pada kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah
caesar.
- Perdarahan otak : Perdarahan dan hipoksia dapat terjadi bersama-
sama, sehingga sukar membedakannya. Perdarahan dapat terjadi di
ruang sub arachnoid yang akan menyebabkan penyumbatan cairan
cerebro spinalis sehingga mengakibatkan hidrocephalus. Perdarahan
di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul
kelumpuhan spastik.
- Ikterus : Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia
basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
- Prematuritas : Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang
bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau
terjadi dua hal tesebut.
c. Setelah kelahiran (Post Natal)
Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak yang mengganggu
perkembangan dapat menyebabkan CP. Misalnya pada trauma kapitis,
meningitis,ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah. Bayi
dengan berat badan lahir rendah juga berpotensi mengalami CP.

5. Patofisiologis
Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri
terjadi kontraksi otot yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena
tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila terdapat
cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan
pada semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara. Namun bila
hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat
dilakukan. Gangguan proses sensorik primer terjadi di cerebelum yang
mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi
motor control akan berdampak juga pada proses sensorik.
Iskemia, hipoksia dan trauma yang terjadi pada otak janin pada
semeter kedua dan ketiga dapat menyebabkan malformasi yang bukan
terjadi primer akibat kelainan genetik. Akibat perkembangan otak belum
sempurna, lesi yang terjadi menyebabkan gangguan perkembangan dan
dapat menyebabkan hambatan migrasi neuroblast atau glioblast sebelum
prosesnya lengkap. Dapat menyebabkan fokal displasia atau laminasi
kortikal dan heterotopia akibat neuron yang berhenti dalam migrasinya.
Patofisiologi dari cerebral palsy sangat berkaitan dengan proses
perkembangan otak manusia dan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan tersebut. Perkembangan otak manusia dan waktu puncak
terjadinya meliputi berikut:
1. Neurulasi primer Minggu 3-4 kehamilan
2. Perkembangan Prosensefalik Bulan 2-3 kehamilan
3. Proliferasi neuronal Bulan 3-4 kehamilan
4. Migrasi neuronal Bulan 3-5 kehamilan
5. Organisasi Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pasca
kelahiran
6. Mielinisasi Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran

Penelitian kohort telah menunjukan peningkatan risiko pada anak


yang lahir sedikit prematur atau postterm (42 minggu)
a) Cedera otak atau perkembangan otak abnormal
Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera
atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi
klinis cerebral palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi
toksin atau infeksi, atau insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak
sebelum 19 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
neuronal; cedera antara minggu ke-19 dan 34 dapat mengakibatkan
leukomalasia periventrikular (foci nekrosis coagulative pada substantia alba
yang berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan
ke-40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung dibandingkan
dengan anak yang lahir pada 40 minggu. Pada berbagai faktor pada saat
cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah
otak dan regulasi aliran darah, serta respon biokimia jaringan otak untuk
oksigenasi.
b) Prematuritas
Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah
otak dan otak dapat menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor
resiko yang signifikan untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi
sirkulasi janin masih kurang baik, sehingga terjadi hipoperfusi pada
substantia alba periventrikular. Hipoperfusi dapat mengakibatkan perdarahan
matriks germinal atau leukomalasia periventrikular. Antara minggu ke-19
dan 34 usia kehamilan, daerah substantia alba periventrikular yang
berdekatan dengan ventrikel lateral adalah daerah yang paling rentan
mengalami cedera. Karena daerah-daerah tersebut membawa serat yang
bertanggung jawab atas kontrol motorik dan tonus otot kaki. Cedera ini
dapat terjadi dengan manifestasi klinik seperti diplegi spastik (yaitu,
kelemahan tungkai, dengan atau tanpa keterlibatan lengan).
a) Periventrikular leukomalasia
Ketika lesi lebih besar yang menjangkau daerah saraf descenden dari korteks
motor dan melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, manifestasi
klinik dapat terjadi pada ekstremitas bawah dan atas. Leukomalasia
periventrikular umumnya simetris dan menyebabkan cedera iskemik
substantia alba pada bayi prematur. Cedera asimetris pada substantia alba
periventrikular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh
dari yang lain. Hasilnya hampir sama dengan hemiplegi spastik tetapi lebih
terlihat sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks germinal di daerah
periventrikular sangat rentan terhadap cedera hipoksia- iskemik karena
lokasinya di zona perbatasan vaskular antara zona akhir arteri striata dan
thalamik.
d) Perdarahan periventrikular - intraventrikular
Banyak ahli telah menentukan berat ringannya perdarahan periventrikular-
perdarahan intraventrikular menggunakan sistem klasifikasi, yang pada
awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 19711 sebagai berikut:
1.Grade I perdarahan subependimal dan/atau matriks germinal
2. Grade II perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam ventrikel
lateral tanpa pembesaran ventrikel.
3. Grade III perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam ventrikel
lateral dengan pembesaran ventrikel
4.Grade IV sebuah perdarahan matriks germinal yang zona akhir arteri
striata dan thalamik. Meluas ke parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari
ada atau tidak adanya perdarahan intraventrikular.
e) Cedera vaskuler serebral dan hipoperfusi
Saat matur, ketika sirkulasi ke otak hampir menyerupai sirkulasi
serebral dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi
paling sering pada distribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan cerebral
palsy tipe spastik hemiplegi. Ganglia basal juga dapat terkena, sehingga
terjadi cerebral palsy tipe ekstrapiramidal dan diskinetik.

7. Latihan Core Stability


a. Pengertian Latihan Core Stability
Core stability merukapan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
bagaimana otot-otot yang ada pada area trunk menjaga area spinal dan
tubuh untuk tetap stabil.
Core stability berhubungan dengan bagian tubuh yang dibatasi oleh
dinding perut, pelvis, punggung bagian bawah dan diafragma serta
kemampuannya untuk menstabilkan tubuh selama gerakan. Otot-otot
utama yang terlibat dalam core stability meliputi Transversus abdominis,
Oblique internal dan eksternal, Quadratus Lumborum dan diafragma.
Core Stability merukapan salah satu faktor penting dalam postural
dan menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan
posisi dan gerakan sentral pada tubuh diantaranya head and neck aligment
of vertebral colum thorax and pelvic stability/mobility, ankle dan strategi
hip (Barr et al, 2005).
Core stability exercise akan membantu memelihara postur yang baik
dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada
lengan dan tungkai. Hal tersebut menunjukan bahwa hanya dengan
stabilitas postur (aktifasi otot core stability) yang optimal, maka mobilitas
pada ekstremitas dapat dilakukan dengan efisien (Kibler, 2005)
Macam-macam latihan core stability yang dapat dilakukan untuk
anank dengan cerebral palsy diplegi adalah:
1) Pelvic Control
Terapis memberikan sensori informasi posisi duduk yang benar
melalui propioceptif stimulasi, dengan mengubah koreksi melalui
berat tubuh dan mobilisasi pelvic.
2) Bridging
Jika anak sudah dapat diperintah, mintalah anak Anda berbaring
telentang dengan lutut ditekuk dan kaki datar di lantai. Mintalah
mereka mendorong keras melalui tumit mereka untuk meningkatkan
bottom mereka dari lantai. Pastikan bahwa mereka adalah menjaga
kepala dan bahu mereka di lantai.

3) Prone Plank
Latihan ini secara keseluruhan latihan inti penguat. Posisikan anak
berbaring tengkurap di lantai dengan tangan menempel di lantai
setinggi bahu dan kaki di lantai. Pada hitungan 3, perintahkan anak
untuk mendorong pada tangannya untuk meluruskan lengannya dan
mengangkat seluruh tubuhnya sampai ke jari-jari kakinya dari lantai
(atas).
B. Proses fisioterapi
1. Assessment
Assessment merupakan komponen penting dalam segala manajemen
penatalaksanaan fisioterapi, termasuk dalam kasus stroke. Pemeriksaan ini
menjadi begitu penting karena sedikitnya ada 3 alasan pokok, yaitu:
a. Dapat mengidentifikasi masalah pasien yang akan diinterverensi oleh
fisioterapis, dengan kata lain menegakan diagnosis fisioterapi.
b. Dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke
waktu.
1) Memberikan motivasi kepada pasien
2) Memberikan informasi tentang efektivitas terapi yang berguna untuk
menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi selanjutnya.
c. Dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menetukan biaya atau efesiensi
terapi.
Dapat memilih salah satu alat ukur, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
1) Anamnesis
a) Data diri
(1) Nama
(2) Umur
(3) Jenis kelamin
(4) Agama
(5) Pekerjaan
(6) Alamat
(7) No. CM
b) Data data medis Rumah sakit
(1) Diagnosis medis
(2) Catatan klinis
(3) Medika mentosa
(4) Hasil lab
(5) Foto rontgen
b) Pemeriksaan Subjektif
a) Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai
penyakit tersebut, meliputi :
(1) Lokasi keluhan
(2) Onset
(3) Penyebab
(4) Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
(5) Irritabilitas dan derajat
b) Riwayat penyakit sekarang
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga
saat ini, proses pengobatan yang telah dilakukan.
c) Status sosial
Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan
lingkungannya, meliputi :
(1) Lingkunga kerja
(2) Lingkungan tempat tinggal
(3) Aktivitas rekreasi di waktu senggang
(4) Aktivitas sosial
d) Riwayat keluarga
Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit
serupa dengan pasien.
e) Riwayat penyakit dahulu
Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang
membuat resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita.
c) Pemeriksaan objektif
a) Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda
penting dalam tubuh.
(1) Tekanan darah
(2) Denyut nadi
(3) Pernafasan
(4) Temperatur
(5) Tinggi badan
(6) Berat badan
b) Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indera
penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis.
c) Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau
menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi :
(1) Pitting Oedema
(2) Spasme
(3) Suhu lokal
d) Pemeriksaan gerak dasar
Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara
aktif, pasif dan isometric. Dilihat pula tingkat derajat full
ROM dan nyeri yang dirasakan saat digerakan.
e) Pemeriksaan khusus
Pada kasus cerebral pasly terdapat beberapa pemeriksaan
yang harus dilakukan agar dapat dievaluasi dengan mudah,
diantaranya melalui beberapa pengukuran berikut:
- Skala Asworth
- Tes Sensibilitas
- Tes Refleks
- Tes Kekuatan Otot
- Gross Motor Function Measure

2. Penetapan Diagnose
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada pasien.
Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan problem pasien
dengan gangguan neurologi adalaha klasifikasi dari WHO. Klasifikasi
ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai secara luas di dunia
sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia klinis, pengumpulan
data dan penelitian.
a. Impairtment
Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis,
fisiologis, struktur anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah
kelemahan, gangguan sensasi, penurunan fungsi propioceptif,
gangguan koordinasi, dan gangguan penglihatan.
b. Activity limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas
dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal.
Biasanya dalam membicarakan activity limitation ini focus ada
dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah
ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya.
c. Participation restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan
lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya
fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam menegakkan
problematika/diagnose fisioterapi.
Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-
keterangan diatas, maka yang dituliskan sebagai list of problem
adalah gangguan fungsional pasien sedangkan gangguan impairment
menjadi faktor yang menyebabkan. Berdasarkan seluruh
permasalahan yang ada, maka selanjutnya dibuatlah prioritas
masalah yang dimaksudkan untuk mengarahkan dan
memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi.
BAB III

STATUS KLINIS

I. Identitas Pasien
Nama : An. J
Umur : 8 tahun 6 bulan (4 April 2008)
Jenis kelamin : Laki-laki
No.RM : 9608
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jirak Semin, gunung kidul RT/RWn 01/ 04 Yogyakarta
II. Diagnosis Medis
Cerebral palsy hipotonus spastik diplegi type flexi
III. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Prenatal
Saat mengandung usia ibu 34tahun dan bapak berusia 36 tahun.
Pada saat masa kehamilan trimester 1 tidak ada keluhan ,Trimester 2 ibu
pasien mengalami jatuh dengan posisi duduk tetapi ibu pasien tidak
merasakan keluhan apapun saat jatuh ,Trimester 3 tidak ada keluhan
b. Natal
ibu pasien melahirkan secara caisar dan prematur 8bln 4hari BBL : 2kg dan
TB: 50cm. Anak langsung menangis.
c. Post natal
Pada usia 8 bln pasien mengalami kejang dan demam tinggi 39oC. Pada saat
itu pasien hanya bisa terlentang saja, sehingga orangtua pasien khawatir
dengan keadaan pasien dan langsung mengambil tindakan dengan membawa
pasien salah satu rumah sakit terdekat yang ada tumbuh kembamg anaknya,
lalu di rujuk ke YPAC surakarta untuk melakukan fisioterapi, okupasi terapi,
dan terapi wicara.saat itu pasien berobat ke YPAC berusia7tahun 5bulan.

IV. Vital Sign


Denyut Nadi : 60 x/menit
Pernapasan : 39 x/menit
Tinggi Badan : 112cm
Berat Badan : 17kg

V. Pemeriksaan Fisik
General impresion : pasien terlihat kurus, ekspresi muka murah senyum,
ceria, dan memakai kursi roda saat datang
Statis : neck flexi, shoulder protraksi, elbow flexi, wrist palmar flexi, trunk
flexi, pelvic posterior, knee flexi, ankle plantar flexi, duduk dengan sacrum
Dinamis : belum mampu berdiri mandiri dan berjalan, pasien sudah mampu
merangkak tapi belum stabil.
Palpasi:
- hipotonus postural
-otot spsame: hamstring, m.quadricep, m.gastrocnemius, bicep
-otot lemah: erector spine, upper trapezius, abdomen dan trunk, hip abduktor

VI. Pemeriksaan Khusus


a. Pemeriksaan Reflek
Reflex T1
Neck righthing +
Body righting +
Amphibian Reaction +
Terlentang/ Tengkurep +
Kneeling +
Sitting +
Berdiri -

Keterangan :
+ = reflek muncul
_ = reflek tidak muncul
= reflek kladang muncul kadang tidak
b. Pemeriksaan Sensoris
Bagian Nilai Keterangan
Visual 2 Normal
Audiotory 2 Normal
Touch 2 Normal
Vestibular 1 Ada gangguan
Propioceptive 1 Ada gangguan
Taktil 2 Normal
Smell 2 Normal
Taste 2 Normal

Keterangan :
0 : tidak berfungsi
1 : ada gangguan
2 : normal

c. Pemeriksaan Perkusi
Bagian Kanan kiri
Reflex biceps + +
Reflex tricep ++ ++
Reflex patella ++ ++
Reflex Achilles ++ ++
Keterangan :
+ : lemah
++ : normal
+++ : hiper refleks ringan
++++ : hiper refleks

d. Pemeriksaan Spastisitas dengan Skala Asworth

Regio Dextra Sinistra


Shoulder 2 2
Elbow 2 1
Wrist 0 1
Pelvic 3 3
Knee 2 2
Ankle 2 1
Truk 1

e. Pemeriksaan GMFM
Dimensi A : 51 x 100% = 100%
51
Dimensi B : 50 x 100% = 83,3%
60
Dimensi C : 30 x 100% = 71,42%
42
Dimensi D : 16 x 100% = 41,02%
39
Dimensi E : 0 x 100% = 0%
72

Total : 100%A + 83,33%B + 71,42%C + 41,02%D + 0%E = 295,77 = 59,154%


5 5

f. Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan XOTR


Regio Dextra Sinistra

Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip T T
Knee T T
Ankle T T

VII. Problem Fisioterapi


- Gangguan sensoris pada vertibular dan propioceptif
- Ada spastisitas pada ekstremitas bawah
- Instabilitas pada kedua ankle
- Trunk control masih belum bagus
- Kelemahan otot-otot abdomen dan postural
- Merangkak belum stabil
- Belum bisa berdiri mandiri dan berjalan

VIII. Diagnosis Fisioterapi


Impairment:
Terdapat spastisitas pada ekstremitas bawah
Kelemahan otot abdomen dan postural
Instabilitas pada kedua ankle
Adanya gangguan sensoris pada propioseptif dan vestibular
Reflek setara dengan midbrain ke cortical
Adanya trunk kiposis
Adanya otot spasme m.bicep, m.upper trapezius, m.hamstring,
m.quadricep, m.gastrocnemius

Fungsional Limitation:
Pasien belum bisa berdiri mandiri dan berjalan
Sudah bisa merangkak tapi belum stabil

Partisipation Restriction:
Pasien belum mampu bermain kejar-kejaran dengan teman seumuran dan
melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri

IX. Tujuan Fisioterapi


Jangka Pendek:
- Meningkatkan tonus postural
- Mengontrol reflek, meningkatkan kemampuan level mid brain ke
cortical
- Meningkatkan variable sensoris
- Mengurangi spastisitas ekstermitas bawah
- Memperbaiki postur tubuh
- Meningkatkan kekuatan otot
Jangka Panjang: berdiri dan berjalan mandiri, aktivitas fingsional mandiri
X. Intervensi Fisioterapi
- Neuro Sensorik Basic
- Myofasial Release
- Mobilisasi Trunk
- Koreksi Postur
- Core stability exercise
- Fasilitasi dan Inhibisi (NDT)
- General Massase

XI. Rencana Tindakan Fisioterapi

No. Intervensi Tujuan Dosis


1. Neuro stimulation Membuka pintu F : 1x/sesi terapi
gerbang stimulasi agar I : 3x hitungan
lebih mudah T: usapan dari kepala
distimulasi hingga kaki, usapan
bintang kecil-besar,
usapan angka 8, streng
contra streng (lurus,
diagonal),
T: 3-5 menit
3. Myofasial release Melepaskan F : 1x/sesi terapi
perlengketan pada I : 7 x hitungan
otot-otot yang T : tranvers friction
mengalami spasme
T : 3 detik/area
4. Mobilisasi trunk Penguluran pada otot- F : 1x/ sesi terapi
otot trunk dan I : 3 x hitungan
meningkatkan T : stretching
mobilisasi trunk ektensi,lateral dan rotasi
trunk
T : 1 menit
5. Koreksi postur Memperbaiki postur, F : 1x/ sesi terapi
mencegah terjadinya I : 7 x hitungan
penambahan kurva T : meposisikan pasien
pada otot postural pada posisi yang tepat
(kyposis, scoliosis) dan mempertahankanya
T : 2-3 menit
6. Core stability Melatih otot-otot pada F: 1x/ sesi terapi
exercise abdoment dan trunk I: 3x pengulangan
agar lebih kuat dan T: memposisikan pasien
stabil dengan gerakan
bridging, prone plank
atau pelvic tilt
7. Fasilitasi dan Memfasilitasi kearah F : 1x/ sesi terapi
inhibisi gerak ektensi dan I : 7 x hitungan
menginhibisi gerakan T : NDT
fleksi
T : 1 menit
8 Massage general Untuk rileksasi otot- F : 1x/ sesi terapi
otot I : 3 x hitungan
T : ellfurage, tranver
friction
T : 5 menit

XI. Evaluasi

1. Pemeriksaan Reflek

Reflex T1
Neck righthing +
Body righting +
Amphibian Reaction +
Terlentang/ Tengkurep +
Kneeling +
Sitting +
Berdiri -

2. Pemeriksaan Sensoris
Jenis T1 T4
Visual 2 2
Auditory 2 2
Taste 2 2
Smell 2 2
Propioseptif 1 1
Vestibular 1 1

3. Pemeriksaan Perkusi
Bagian Kanan kiri
Reflex biceps + +
Reflex tricep ++ ++
Reflex patella ++ ++
Reflex Achilles ++ ++
Keterangan :
+ : lemah
++ : normal
+++ : hiper refleks ringan
++++ : hiper refleks
4. Pemeriksaan spastisitas dengan Skala Asworth
T1 T4
D S D S
Shoulder 2 2 1 1
Elbow 2 1 1 1
Wrist 0 1 0 1
Hip 3 3 2 2
Knee 2 2 1 1
Ankle 1 1 1 1
Trunk 1 1
5. Pemeriksaan GMFM
T1 T4
DIMENSI A 100% 100%
DIMENSI B 83,33% 90%
DIMENSI C 71,42% 76,19%
DIMENSI D 41,02% 43,58%
DIMENSI E 0% 0%
SCORE 303,1% : 5 309,77% : 5
HASIL 59,15% 61,95%

6. Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan XOTR

Regio Dextra Sinistra

Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip T T
Knee T T
Ankle T T
BAB IV
PEMBAHASAN
1. UNDERLYING PROSES

PRE NATAL NATAL POST NATAL

Usia ibu 34 tahun dan usia Caesar Pada usia 8 bulan


bapak 36 tahun, Trimester Prematur 8 bulan 4 pasien mengalami
1 sampai trimester 3 awal hari kejang dan demam
ibu tdk nafsu makan Anak langsung tinggi 39celcius
(kekurangan nutrisi janin) menangis

Adanya gangguan pada cerebrum presental motoric area 4 dan 6, presental


sensoris area 1,2,3, korteks parietal area 5-7, ganglia basalis

Traktus piramidalis / Traktus Ekstrapiramidalis

Cerebral palsy Spastik Diplegi Hipotonus Tipe Fleksi

Gangguan Motorik Gangguan Sensoris Gangguan Kognitif Gangguan Learning


- Hipotonus otot trunk - Gangguan - Pola gerak yang - Belum mampu
and abdomen Propioceptif tidak terkontrol menerika
- Spastisitas - Gangguan pemahaman dlm
ektremitas bawah Vestibular menerima pola
- Gangguan geraknya
kemampuan
fungsional
-Mobilisasi trunk - Neuro Senso - Patterning
- Koreksi postur - General Massage - Brain gym
- Myofascial release
- Core stability exercise
- NDT

ADL Kemampuan Fungsional

Kemandirian
2. REKOMENDASI JURNAL
a. Effect of Core Stabilizing Program on Balance in Spastic Diplegic Cerebral
Palsy Children oleh Mostafa Soliman Mostafa Ali, Faten Hassan Abd
Elazem, Ghada Mohamed Anwar tahun 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh program
stabilisasi inti pada keseimbangan dalam cerebral palsy spastik diplegi
pada anak. Pada metode penelitian ini menggunakan 30 sampel CP diplegi
yang berumur 6 sampai 8 tahun. Dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok kontrol menggunakan terapi latihan selektif dan kelompok
perlakuan menggunakan terapi latihan selektif ditambah dengan core
stabilisasi program. Penelitian ini dilakukan 1 jam perhari dengan
frekuensi 3 kali seminggu selama 8 minggu.
Hasilnya ada perbedaan yang signifikan ketika membandingkan nilai
pre dan nilai pasca rata-rata semua variabel yang diukur dalam setiap
kelompok, ketika membandingkan nilai rata-rata antara kedua kelompok,
hasil menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam mendukung
kelompok perlakuan.
Kesimpulannya terapi latihan core stability program adalah latihan
yang efektif untuk meningkatkan keseimbangan dalam cerebral palsy
spastik diplegi pada anak.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Cerebral palsy (CP) merupakan suatu gangguan tumbuh kembang motorik

anak yang disebabkan karena adanya kerusan pada otak yang bisa terjadi pada

periode prenatal, natal, maupun postnatal dengan karakteristik gangguan pada

tonus postural, motor control, postural control, keterbatasan fungsi dan

disabilitas.

Cerebral palsy disebabkan karena 3 faktor yaitu pada masa pre-natal, natal

dan post natal. Karakteristik pada cerebral palsy juga dapat dibedakan menjadi 5

yaitu: spastisity, ataxia, athetoi, tremor dan rigidity.

Pada kasus cerebral palsy memiliki treatment yang berbeda- beda untuk

setiap anak. Treatment yang diberikan pada pasien ini meliputi:

a. Pre-treatment: standing 15 menit dan neurosenso (NS)

b. Treatment inti: NDT (body to body, neck to body, stimulasi duduk, stimulasi

berdiri), postural control, core stability exercise, myofasial release, dan

mobilisasi trunk.

c. Post-treatment: general massage

Dari terapi yang diberikan terjadi perubahan, walaupun belum sampai akhir

terapi.

e. SARAN

Saran atau edukasi kepada orang tua yang meningkatkan kekuatan otot perut,

bisa dengan standing atau menggendong pasien dengan posisi pasien menghadap

kedepan, melakukan massage ringan untuk perbaikan vital sign, dan memberikan

stimulasi berguling, duduk, merangkak, dan berdiri.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai