Disusun Oleh:
Amalia Ekotomoputri
1610306025
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah Bagaimana Manajemen Fisioterapi dengan pendekatan Core stability
exercise pada Kasus Anak Cerebral palsy Diplegia.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca memahami
Bagaimana Manajemen Fisioterapi dengan pendekatan Core stability exercise
pada Kasus Anak Cerebral palsy Diplegia.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Teoritis
Untuk menambah wawasan tentang manfaat manajemen fisioterapi
dengan pendekatan Core stability exercise pada kasus anak Cerebral palsy
Diplegia.
2. Praktis
a. Bagi penulis
Melatih kretifitas penulis dalam menuangkan gagasan pemikiran tentang
suatu kajian atau topik dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari.
b. Bagi pembaca
Agar pembaca mengetahui bagaimana manajemen fisioterapi dengan
pendekatan Core stability exercise pada kasus anak Cerebral palsy
Diplegia.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskriptif Teoritis
1. Anatomi Fungsional Otak
Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak (Chusid, 1990).
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum (otak besar), cerebelum
(otak kecil), dan brainstem (batang otak) dan diensefalon (Satyanegara, 1998).
Cerebrum (Otak besar) dibagi menjadi Otak Kiri dan Otak Kanan.
Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda.
o Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika,
rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat
matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan
pusat Intelligence Quotient (IQ).
o Otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ).
Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta
pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan
intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh,
seperti menyanyi, menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif
lainnya.
5. Patofisiologis
Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri
terjadi kontraksi otot yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena
tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila terdapat
cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan
pada semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara. Namun bila
hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat
dilakukan. Gangguan proses sensorik primer terjadi di cerebelum yang
mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi
motor control akan berdampak juga pada proses sensorik.
Iskemia, hipoksia dan trauma yang terjadi pada otak janin pada
semeter kedua dan ketiga dapat menyebabkan malformasi yang bukan
terjadi primer akibat kelainan genetik. Akibat perkembangan otak belum
sempurna, lesi yang terjadi menyebabkan gangguan perkembangan dan
dapat menyebabkan hambatan migrasi neuroblast atau glioblast sebelum
prosesnya lengkap. Dapat menyebabkan fokal displasia atau laminasi
kortikal dan heterotopia akibat neuron yang berhenti dalam migrasinya.
Patofisiologi dari cerebral palsy sangat berkaitan dengan proses
perkembangan otak manusia dan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan tersebut. Perkembangan otak manusia dan waktu puncak
terjadinya meliputi berikut:
1. Neurulasi primer Minggu 3-4 kehamilan
2. Perkembangan Prosensefalik Bulan 2-3 kehamilan
3. Proliferasi neuronal Bulan 3-4 kehamilan
4. Migrasi neuronal Bulan 3-5 kehamilan
5. Organisasi Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pasca
kelahiran
6. Mielinisasi Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran
3) Prone Plank
Latihan ini secara keseluruhan latihan inti penguat. Posisikan anak
berbaring tengkurap di lantai dengan tangan menempel di lantai
setinggi bahu dan kaki di lantai. Pada hitungan 3, perintahkan anak
untuk mendorong pada tangannya untuk meluruskan lengannya dan
mengangkat seluruh tubuhnya sampai ke jari-jari kakinya dari lantai
(atas).
B. Proses fisioterapi
1. Assessment
Assessment merupakan komponen penting dalam segala manajemen
penatalaksanaan fisioterapi, termasuk dalam kasus stroke. Pemeriksaan ini
menjadi begitu penting karena sedikitnya ada 3 alasan pokok, yaitu:
a. Dapat mengidentifikasi masalah pasien yang akan diinterverensi oleh
fisioterapis, dengan kata lain menegakan diagnosis fisioterapi.
b. Dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke
waktu.
1) Memberikan motivasi kepada pasien
2) Memberikan informasi tentang efektivitas terapi yang berguna untuk
menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi selanjutnya.
c. Dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menetukan biaya atau efesiensi
terapi.
Dapat memilih salah satu alat ukur, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
1) Anamnesis
a) Data diri
(1) Nama
(2) Umur
(3) Jenis kelamin
(4) Agama
(5) Pekerjaan
(6) Alamat
(7) No. CM
b) Data data medis Rumah sakit
(1) Diagnosis medis
(2) Catatan klinis
(3) Medika mentosa
(4) Hasil lab
(5) Foto rontgen
b) Pemeriksaan Subjektif
a) Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai
penyakit tersebut, meliputi :
(1) Lokasi keluhan
(2) Onset
(3) Penyebab
(4) Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
(5) Irritabilitas dan derajat
b) Riwayat penyakit sekarang
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga
saat ini, proses pengobatan yang telah dilakukan.
c) Status sosial
Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan
lingkungannya, meliputi :
(1) Lingkunga kerja
(2) Lingkungan tempat tinggal
(3) Aktivitas rekreasi di waktu senggang
(4) Aktivitas sosial
d) Riwayat keluarga
Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit
serupa dengan pasien.
e) Riwayat penyakit dahulu
Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang
membuat resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita.
c) Pemeriksaan objektif
a) Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda
penting dalam tubuh.
(1) Tekanan darah
(2) Denyut nadi
(3) Pernafasan
(4) Temperatur
(5) Tinggi badan
(6) Berat badan
b) Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indera
penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis.
c) Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau
menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi :
(1) Pitting Oedema
(2) Spasme
(3) Suhu lokal
d) Pemeriksaan gerak dasar
Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara
aktif, pasif dan isometric. Dilihat pula tingkat derajat full
ROM dan nyeri yang dirasakan saat digerakan.
e) Pemeriksaan khusus
Pada kasus cerebral pasly terdapat beberapa pemeriksaan
yang harus dilakukan agar dapat dievaluasi dengan mudah,
diantaranya melalui beberapa pengukuran berikut:
- Skala Asworth
- Tes Sensibilitas
- Tes Refleks
- Tes Kekuatan Otot
- Gross Motor Function Measure
2. Penetapan Diagnose
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada pasien.
Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan problem pasien
dengan gangguan neurologi adalaha klasifikasi dari WHO. Klasifikasi
ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai secara luas di dunia
sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia klinis, pengumpulan
data dan penelitian.
a. Impairtment
Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis,
fisiologis, struktur anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah
kelemahan, gangguan sensasi, penurunan fungsi propioceptif,
gangguan koordinasi, dan gangguan penglihatan.
b. Activity limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas
dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal.
Biasanya dalam membicarakan activity limitation ini focus ada
dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah
ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya.
c. Participation restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan
lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya
fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam menegakkan
problematika/diagnose fisioterapi.
Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-
keterangan diatas, maka yang dituliskan sebagai list of problem
adalah gangguan fungsional pasien sedangkan gangguan impairment
menjadi faktor yang menyebabkan. Berdasarkan seluruh
permasalahan yang ada, maka selanjutnya dibuatlah prioritas
masalah yang dimaksudkan untuk mengarahkan dan
memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi.
BAB III
STATUS KLINIS
I. Identitas Pasien
Nama : An. J
Umur : 8 tahun 6 bulan (4 April 2008)
Jenis kelamin : Laki-laki
No.RM : 9608
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jirak Semin, gunung kidul RT/RWn 01/ 04 Yogyakarta
II. Diagnosis Medis
Cerebral palsy hipotonus spastik diplegi type flexi
III. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Prenatal
Saat mengandung usia ibu 34tahun dan bapak berusia 36 tahun.
Pada saat masa kehamilan trimester 1 tidak ada keluhan ,Trimester 2 ibu
pasien mengalami jatuh dengan posisi duduk tetapi ibu pasien tidak
merasakan keluhan apapun saat jatuh ,Trimester 3 tidak ada keluhan
b. Natal
ibu pasien melahirkan secara caisar dan prematur 8bln 4hari BBL : 2kg dan
TB: 50cm. Anak langsung menangis.
c. Post natal
Pada usia 8 bln pasien mengalami kejang dan demam tinggi 39oC. Pada saat
itu pasien hanya bisa terlentang saja, sehingga orangtua pasien khawatir
dengan keadaan pasien dan langsung mengambil tindakan dengan membawa
pasien salah satu rumah sakit terdekat yang ada tumbuh kembamg anaknya,
lalu di rujuk ke YPAC surakarta untuk melakukan fisioterapi, okupasi terapi,
dan terapi wicara.saat itu pasien berobat ke YPAC berusia7tahun 5bulan.
V. Pemeriksaan Fisik
General impresion : pasien terlihat kurus, ekspresi muka murah senyum,
ceria, dan memakai kursi roda saat datang
Statis : neck flexi, shoulder protraksi, elbow flexi, wrist palmar flexi, trunk
flexi, pelvic posterior, knee flexi, ankle plantar flexi, duduk dengan sacrum
Dinamis : belum mampu berdiri mandiri dan berjalan, pasien sudah mampu
merangkak tapi belum stabil.
Palpasi:
- hipotonus postural
-otot spsame: hamstring, m.quadricep, m.gastrocnemius, bicep
-otot lemah: erector spine, upper trapezius, abdomen dan trunk, hip abduktor
Keterangan :
+ = reflek muncul
_ = reflek tidak muncul
= reflek kladang muncul kadang tidak
b. Pemeriksaan Sensoris
Bagian Nilai Keterangan
Visual 2 Normal
Audiotory 2 Normal
Touch 2 Normal
Vestibular 1 Ada gangguan
Propioceptive 1 Ada gangguan
Taktil 2 Normal
Smell 2 Normal
Taste 2 Normal
Keterangan :
0 : tidak berfungsi
1 : ada gangguan
2 : normal
c. Pemeriksaan Perkusi
Bagian Kanan kiri
Reflex biceps + +
Reflex tricep ++ ++
Reflex patella ++ ++
Reflex Achilles ++ ++
Keterangan :
+ : lemah
++ : normal
+++ : hiper refleks ringan
++++ : hiper refleks
e. Pemeriksaan GMFM
Dimensi A : 51 x 100% = 100%
51
Dimensi B : 50 x 100% = 83,3%
60
Dimensi C : 30 x 100% = 71,42%
42
Dimensi D : 16 x 100% = 41,02%
39
Dimensi E : 0 x 100% = 0%
72
Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip T T
Knee T T
Ankle T T
Fungsional Limitation:
Pasien belum bisa berdiri mandiri dan berjalan
Sudah bisa merangkak tapi belum stabil
Partisipation Restriction:
Pasien belum mampu bermain kejar-kejaran dengan teman seumuran dan
melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri
XI. Evaluasi
1. Pemeriksaan Reflek
Reflex T1
Neck righthing +
Body righting +
Amphibian Reaction +
Terlentang/ Tengkurep +
Kneeling +
Sitting +
Berdiri -
2. Pemeriksaan Sensoris
Jenis T1 T4
Visual 2 2
Auditory 2 2
Taste 2 2
Smell 2 2
Propioseptif 1 1
Vestibular 1 1
3. Pemeriksaan Perkusi
Bagian Kanan kiri
Reflex biceps + +
Reflex tricep ++ ++
Reflex patella ++ ++
Reflex Achilles ++ ++
Keterangan :
+ : lemah
++ : normal
+++ : hiper refleks ringan
++++ : hiper refleks
4. Pemeriksaan spastisitas dengan Skala Asworth
T1 T4
D S D S
Shoulder 2 2 1 1
Elbow 2 1 1 1
Wrist 0 1 0 1
Hip 3 3 2 2
Knee 2 2 1 1
Ankle 1 1 1 1
Trunk 1 1
5. Pemeriksaan GMFM
T1 T4
DIMENSI A 100% 100%
DIMENSI B 83,33% 90%
DIMENSI C 71,42% 76,19%
DIMENSI D 41,02% 43,58%
DIMENSI E 0% 0%
SCORE 303,1% : 5 309,77% : 5
HASIL 59,15% 61,95%
Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip T T
Knee T T
Ankle T T
BAB IV
PEMBAHASAN
1. UNDERLYING PROSES
Kemandirian
2. REKOMENDASI JURNAL
a. Effect of Core Stabilizing Program on Balance in Spastic Diplegic Cerebral
Palsy Children oleh Mostafa Soliman Mostafa Ali, Faten Hassan Abd
Elazem, Ghada Mohamed Anwar tahun 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh program
stabilisasi inti pada keseimbangan dalam cerebral palsy spastik diplegi
pada anak. Pada metode penelitian ini menggunakan 30 sampel CP diplegi
yang berumur 6 sampai 8 tahun. Dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok kontrol menggunakan terapi latihan selektif dan kelompok
perlakuan menggunakan terapi latihan selektif ditambah dengan core
stabilisasi program. Penelitian ini dilakukan 1 jam perhari dengan
frekuensi 3 kali seminggu selama 8 minggu.
Hasilnya ada perbedaan yang signifikan ketika membandingkan nilai
pre dan nilai pasca rata-rata semua variabel yang diukur dalam setiap
kelompok, ketika membandingkan nilai rata-rata antara kedua kelompok,
hasil menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam mendukung
kelompok perlakuan.
Kesimpulannya terapi latihan core stability program adalah latihan
yang efektif untuk meningkatkan keseimbangan dalam cerebral palsy
spastik diplegi pada anak.
BAB V
A. KESIMPULAN
anak yang disebabkan karena adanya kerusan pada otak yang bisa terjadi pada
disabilitas.
Cerebral palsy disebabkan karena 3 faktor yaitu pada masa pre-natal, natal
dan post natal. Karakteristik pada cerebral palsy juga dapat dibedakan menjadi 5
Pada kasus cerebral palsy memiliki treatment yang berbeda- beda untuk
b. Treatment inti: NDT (body to body, neck to body, stimulasi duduk, stimulasi
mobilisasi trunk.
Dari terapi yang diberikan terjadi perubahan, walaupun belum sampai akhir
terapi.
e. SARAN
Saran atau edukasi kepada orang tua yang meningkatkan kekuatan otot perut,
bisa dengan standing atau menggendong pasien dengan posisi pasien menghadap
kedepan, melakukan massage ringan untuk perbaikan vital sign, dan memberikan