Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN STATUS KLINIS

MANAJEMEN FISIOTERAPI PEDIATRI

RETARDASI MENTAL

OLEH:

DEWA MADE KRISNA VIANDARA 18031008

KOMANG DIAN UTAMI CHANDRA DINATA 18031009

LUH DIAN RAIKA PRAMESTI 18031010

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2021

i
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Etiologi.............................................................................................................4
2.2 Klasifikasi........................................................................................................5
2.3 Kriteria Diagnosis............................................................................................6
2.4 Faktor Resiko...................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.....................................................................................................9
BAB III PROSES ASUHAN FISIOTERAPI
3.1 Assesment........................................................................................................10
3.2 Diagnosis.........................................................................................................21
3.3 Prognosis..........................................................................................................22
3.4 Planning...........................................................................................................22
3.4 Intervensi.........................................................................................................24
3.5 Evaluasi............................................................................................................26
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental atau yang dapat disebut juga sebagai mental subnormal, defisit
mental, defisit kognitif, cacat mental, defisiensi mental, ataupun tuna grahita memiliki
berbagai versi definisi menurut berbagai sumber. Berdasarkan ICD 10 yang disebut
sebagai retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya (impairment) keterampilan
(kecakapan, skill) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Kelainan ini dapat
disertai dengan atau tanpa gangguan mental ataupun fisik lainnya (Lumbantobing, 2006).
Prevalensi retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi
mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup (Sularyo,
2000) prevalensi penderita retardasi mental lebih besar pada keluarga yang memilki tingkat
sosiekonomi yang rendah, hal ini menjelaskan kenapa di negara berkembang prevalensi
retardasi mental lebih tinggi dari pada di negara maju (Salmiah,2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapatlah dirinci rumusan masalah makalah ini sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental?
2. Bagaimana etiologi retardasi mental?
3. Bagaimana klasifikasi retardasi mental?
4. Bagaimana kriteria diagnosis retardasi mental?
5. Apa saja faktor resiko dari retardasi mental?
6. Bagaimana patofisiologi dari retardasi mental?
7. Bagaimana proses asuhan fisioterapi dari kasus retardasi mental?

1.3 Tujuan Penulisan


Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai
dalam tulisan ini adalah:
2

1. Mengetahui definisi dari retardasi mental.


2. Mengetahui etiologi dari retardasi mental.
3. Mengetahui klasifikasi dari retardasi mental.
4. Mengetahui kriteria diagnosis dari retardasi mental.
5. Mengetahui faktor resiko dari retardasi mental.
6. Mengetahui patofisiologi dari retardasi mental.
7. Mengetahui proses asuhan fisioterapi dari kasus retardasi mental.

1.4 Manfaat Penulisan


Mengacu pada latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan di atas, manfaat yang
ingin dicapai dalam tulisan ini adalah makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak
berikut:
1. Bagi penulis
Dapat lebih dalam mengetahui mengenai kasus Retardasi Mental dan menambah
kaidah wawasan penulis sehingga dapat menjadi bekal untuk penulis setelah lulus.
2. Bagi pembaca
Dapat menambah ilmu pengetahuan, pengenalan serta mengetahui berbagai
informasi mengenai Retardasi Mental. Mulai dari definisi, etiologi, tanda gejala
sampai proses asuhan fisioterapi yang dapat diberikan untuk penyakit tersebut.
Sehingga pembaca dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat setelah membaca
tulisan ini dalam kehidupan sehari-harinya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental atau yang dapat disebut juga sebagai mental subnormal, defisit
mental, defisit kognitif, cacat mental, defisiensi mental, ataupun tuna grahita memiliki
berbagai versi definisi menurut berbagai sumber. Berdasarkan ICD 10 yang disebut
sebagai retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya (impairment) keterampilan
(kecakapan, skill) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Kelainan ini dapat
disertai dengan atau tanpa gangguan mental ataupun fisik lainnya (Lumbantobing,2006).
Definisi retardasi mental menurut American Association on Mental Retardation
(AAMR) adalah fungsi intelektual umum secara bermakna di bawah normal, disertai
adanya keterbatasan pada dua fungsi adaptif atau lebih, yaitu komunikasi, menolong diri
sendiri, ketrampilan sosial, mengarahkan diri, keterampilan akademik, bekerja,
menggunakan waktu luang, kesehatan, dana atau keamanan, keterbatasan ini timbul
sebelum umur 18 tahun.
Subastian dalam Soetjiningsih dan Ranuh (2014) menyatakan retardasi mental
adalah kerterlambatan perkembangan yang dimulai pada masa anak, yang ditandai oleh
intelegensi/kemampuan kognitif di bawah normal dan terdapat kendala pada perilaku
adaptif sosial. Sementara itu, yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah
kemampuan sesorang untuk mandiri, menyesuaikan diri, dan mempunyai tanggung jawab
sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya. Armatas (2009) menyebutkan
bahwa retardasi mental (mental retardation) bukan merupakan suatu penyakit, melainkan
hasil patologik didalam otak yang menggambarkan keterbatasan intelektualitas dan fungsi
adaptif. Sedangkan Salmiah (2009) menyatakan retardasi mental dapat terjadi dengan atau
tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya
Meskipun ada berbagai jenis definisi yang diungkapkan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang disebut sebagai retardasi mental adalah suatu kedaan gangguan fungsi
intelektual yang dapat diukur dengan menggunakan kriteria IQ sehingga mempengaruhi
kemampuannya dalam bersosialisasi.

3
4

2.2 Etiologi Retardasi Mental


Perkembangan mental seorang anak selaras dengan tumbuh kembangnya, dan
faktor – faktor penentu tumbuh kembang seorang anak pada garis besarnya terdiri dari
beberapa faktor, antara lain faktor genetik / heredokonstitusional dan faktor lingkungan.
Adapun yang di maksud dengan faktor lingkungan disini adalah suasana yang tersedia
selama proses tumbuh kembang anak tersebut. Faktor – faktor tersebut akan saling
berkaitan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asuh (fisis-biomedis)
yang berupa sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dasar, kesegaran jasmani ;
kebutuhan asih atau kasih sayang dari kedua orang tuanya; serta kebutuhan asah atau
stimulasi mental yang merupakan cikal bakal proses pembelajaran mental dan motorik.
Adanya gangguan interaksi antar individu dan lingkungan yang menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar akan mengakibatkan kelainan tumbuh kembang, yang akan
berdampak pada morbiditas dan mortalitas anak, termasuk didalamnya adalah retardasi
mental (Sularyo,2000).
Penyebab – penyebab biologis prenatal antara lain, yaitu kelainan kromosom atau
genetik; kelainan atau syndrome metabolik; infeksi intrauterine; dan intoksikasi. Ada
beberapa jenis kelainan kromosom yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa
retardasi mental, yang terbanyak adalah Down Syndrome. Down Syndrome merupakan
penyebab terbanyak dari retardasi mental, sekitar 10 – 32 % dari total penderita retardasi
mental. Kelainan kromosom lain yang dapat menimbulkan manifestasi klinis serupa adalah
Syndrome Edward (trisomi 18); Syndrome Patau (trisomi 13); Syndrome Cri–du chat;
Klinefelter Syndrome; Turner Syndrome serta Fragile-X Syndrome.
Penyebab biologis retardasi mental lainnya adalah pada fase perinatal. Penyebab
biologis terbanyak pada fase perinatal adalah prematuritas atau bayi lahir sebelum masa
perkembangan didalam janin selesai dengan sempurna. Semakin kecil berat badan lahir
bayi prematur ini maka semakin besar resiko dan tingkat keparahan dari kemungkinan
5

mengalami retardasi mental. Keadaaan lain yang dapat menyebabkan bayi lahir dengan
retardasi mental pada fase perinatal adalah Asfiksia, hipoglikemia, perdarahan
intraventrikular, kernikterus, dan meningitis yang dapat menimbulkan kerusakan otak
secara ireversibel.
Penyebab retardasi mental pada fase post natal adalah infeksi, trauma, malnutrisi,
intoksikasi, dan kejang yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang pada akhirnya
menimbulkan retardasi mental. Infeksi yang terjadi pada post natal biasanya adalah
meningitis tuberculosis, meningitis purulenta , morbili dan pertusis. Hal ini dapat dicegah
dengan mengadakan sanitasi yang baik disekitar lingkungan bayi serta keluarga.
Intoksikasi pada bayi yang paling banyak adalah intoksikasi timbal dan timah hitam, yang
juga dapat di cegah dengan memberikan mainan yang aman bagi bayi serta sebisa mungkin
menghindarkan bayi dari polusi udara.

2.3 Klasifikasi Retardasi Mental


Berdasarkan The ICD 10 Classification of Mental and Behavioural Disorder,
WHO di Genewa pada tahun 1994, retardasi mental dikelompokkan menjadi 4 bagian,
yaitu :
1) Mild Retardation ( Retardasi Mental Ringan ), dengan IQ 50 – 69
2) Moderate Retardation ( Retardasi Mental Sedang ), dengan IQ 35 – 49
3) Severe Retardation ( Retardasi Mental Berat ), dengan IQ 20 – 34
4) Profound Retardation ( Retardasi Mental Sangat Berat ), dengan IQ dibawah 20
Mild retardation atau retardasi mental ringan menurut ICD 10 dapat dikenal juga
dengan sebutan moron, pikiran lemah, mental subnormal ringan, ataupun oligofrenia
ringan di masyarakat. Individu pada kelompok ini biasanya dapat berbahasa walaupun
sedikit terlambat dan berdikari dalam mengurus diri sendiri (mandi, makan, berpakaian,
BAB, BAK). Kesulitan utama terletak di bidang akademik sekolah serta adanya masalah
emosional dan sosial terutama bila mengalami gangguan (kesulitan menyesuaikan diri
dengan tradisi dan budaya, masalah perkawinan dan mengurus anak).
Moderate retardation (retardasi mental sedang) atau yang biasa disebut juga
dengan sebutan mental subnormal sedang, oligofrenia sedang atau imbesil ini termasuk
individu yang mengalami keterlambatan perkembangan komprehensi dan penggunaan
bahasa, kemampuan mengurus diri, dan keterampilan motorik sehingga beberapa
membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Walaupun demikian kecakapan dasar
6

(membaca, menulis) dan melakukan pekerjaan praktis sederhana dapat dilakukan dengan
supervisi yang cukup.
Severe retardation (retardasi mental berat) atau yang biasa disebut juga dengan
mental subnormal berat dan oligofrenia berat, secara klinis hampir menyerupai keadaan
retardasi mental sedang tetapi disertai dengan gangguan motorik yang jelas disertai adanya
kerusakan atau gangguan perkembangan susunan saraf pusat.
Profound retardation (retardasi mental sangat berat) atau biasa juga disebut dengan
idiot, mental subnormal sangat berat dan oligofrenia sangat berat. Individu pada kelompok
ini sangat terbatas dalam memahami atau menurut permintaan dan suruhan orang lain
mobilitas sangat terbatas, inkontinen, tidak mampu mengurus kebutuhan dasarnya, dan
komunikasinya bersifat nonverbal. Kelompok ini sangat membutuhkan pertolongan dan
supervisi secara terus – menerus.

2.4 Kriteria Diagnosis


Diagnosis anak dengan retardasi mental memiliki beberapa kriteria, mulai dari tes
intelegensi, riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan
fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang serta tidak kalah pening adalah kemampuan
adaptasi sosialnya.
Untuk anak – anak dengan usia dibawah 2 – 3 tahun sering ditemui kesulitan
karena kurangnya alat untuk mengukur tingkat fungsi intelegensi anak, begitu juga dengan
kurangnya kooperatif anak. Pada anak – anak usia kurang dari 2 – 3 tahun dapat
diperhatikan gejala – gejala yang khas seperti pada minggu - minggu pertama bayi dengan
mental subnormal akan memperlihatkan gejala keterlambatan dalam senyum,
memperhatikan, mengikuti benda bergerak, bereaksi terhadap suara, serta tampak tidak
peduli dengan lingkungannya; pada bayi dengan mental subnormal juga sering didapati
apabila bayi berbaring sering memperhatikan gerakan tangannya sendiri hingga usia lebih
dari 20 minggu; bayi ini juga masih sering memasukkan benda – benda yang diberikan
kepadanya ke dalam mulut hingga usia lebih dari 12 bulan, bahkan terkadang masih
dijumpai hingga anak usia 2 – 3 tahun; gejala lain yang dapat ditemukan untuk mendeteksi
dini adanya kelainan retardasi mental pada anak usia dibawah 2 – 3 tahun adalah
kurangnya perhatian terhadap sekitar, perhatian berlangsung singkat, acuh, bila diberi
mainan maka tidak dapat melakukan hal yang konstruktif bahkan mainan tidak dapat
7

menarik perhatiannya, tidak berusaha ingin mengambil mainan yang jatuh atau dijauhkan,
serta kurang responsif.
Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan
pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain pemeriksaan
fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu
dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada anak yang
berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Tes intelegensi yang sering di gunakan
untuk mengukur fungsi intelegensi anak ada beberapa macam dan digunakan diberbagai
negara sesuai dengan kinerja khas perkembangan anak tersebut. Macam – macam tes
intelegensi antara lain Tes Binet – Simon yang mengukur usia mental anak dengan
berbagai item yang diseusaikan dengan perkembangan umur, Intelligent Quotinent yang
membandingkan usia mental anak dengan usia kronologisnya, serta Skala Wechsler yang
menyajikan tiga skor inteligen, yaitu IQ verbal, IQ performance dan IQ gabungan.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai adanya
kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan asam
amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU. Pemeriksaan analisis kromosom
dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom yang mendasari retardasi mental
tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti
pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita
masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak
yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar, serta
perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami
keterlambatan motor dan bahasa.

2.5 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya retardasi mental dapat dibagi menjadi 3 bagian
(Lumbantobing,2006), yaitu
1) Faktor ibu
- Usia ibu sewaktu melahirkan kurang dari 16 atau lebih dari 40 tahun (atau
kehamilan pertama lebih dari usia 35 tahun)
- Kosanguinitas atau hubungan darah yang dekat antara suami dan istri
- Abnormalitas serviks
8

- Pelvis sempit
- Malnutrisi
- Adanya penyakit penyerta, seperti Diabetes Melitus, nefritis, flebitis, hipertensi
renal, kelaian kelenjar tiroid
- Riwayat abortus
- Komplikasi kehamilan, seperti syok hemoragik, polihidramnion, dan pendarahan
per vaginam saat trisemester kedua dan ketiga
2) Faktor perinatal
- Seksio caesaria setelah gagal melakukan persalinan normal
- Adanya sianosis, prematuritas, hipoksia, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan
toksemia kehamilan
- Lahir sungsang
3) Faktor neonatal
- Cara menghisap yang abnormal
- Adanya anomali didaerah muka, asimetris ektremitas, hiperbilirubinemia,
hipotonia dan adanya jejas
- Adanya riwayat pemakaian oksigen, inkubator, kejang, muntah, demam dan
berat badan yang kurang berkembang.
9

2.6 Patofisiologi

Faktor Faktor Faktor Faktor


Genetik Prenatal Perinatal Pascanatal

Kelainan Gizi Proses kelahiran Akibat infeksi


jumlah dan Mekanis yang lama Trauma kapitis
bentuk Toksin Posisi janin dan tumor otak
Endokrin yang abnormal Kelainan tulang
kromosom Radiasi
Infeksi Kecelakaan tengkorak
Stres pada waktu lahir Kelainan endokrin
Imunitas dan kegawatan dan metabolik,
Anoksia embrio fatal keracunan pada otak

Kerusakan pada fungsi otak:

Hernisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus


Hernisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, sosial dan kognitif

Penurunan fungsi intelektual secara umum


Gangguan perilaku adaptif sosial

Keluarga Hubungan sosial Perkembangan

Kecemasan Gangguan
Fungsi intelektual 
keluarga komunikasi
Kurang verbal
pengetahuan Gangguan bermain
Koping keluarga Risiko
Isolasi social ketergantungan
tak efektif
Kerusakan
interaksi sosial Risiko cedera
BAB III
PROSES ASUHAN FISIOTERAPI

3.1 Assessment
A. Anamnesis
Data pasien :
a. Nama : AK
b. Umur : 2 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Tanggal lahir : 14 Mei 2019
e. Anak ke : Kedua
f. Jumlah saudara kandung : 1 orang (kakak)
g. Agama : Hindu
h. Alamat : Jalan Nusa Indah
i. Tanggal Pemeriksaan : 29 Mei 2021

Data Orang Tua


a. Nama Ayah : Tn. B.K
b. Pekerjaan Ayah : PNS
c. Nama Ibu : Ny. M.D
d. Pekerjaan Ibu : Wiraswasta
e. Alamat : Jalan Nusa Indah

Data-data medis
a. Diagnosa Medis : Suspect Retardasi Mental
b. Terapi : Vitamin A dan B6

B. Kesan umum
Kesan pertama saat dilakukannya pemeriksaan pasien digendong oleh ibunya,
dengan ekspresi datar, dan sesekali pasien mengoceh tetapi tidak jelas. Ketika
pasien diberdirikan pasien mampu berdiri secara mandiri, namun ketika pasien
berjalan 2 langkah, pasien kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

32
33

Pemeriksaan Subjektif
a. Keluhan Utama

Pasien masih belum bisa berjalan tanpa pegangan, gangguan keseimbangan,


dan belum mampu memegang sendok sendiri untuk makan.

b. Keluhan Orang Tua


Orang tua pasien mengeluh bahwa anaknya belum bisa berjalan tanpa
pegangan, terdapat gangguan keseimbangan, dan belum mampu memegang
sendok saat makan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan digendong oleh ibunya dengan keluhan pasien belum
bisa berjalan tanpa pegangan, belum mampu memegang sendok sendiri untuk
makan, dan gangguan keseimbangan. Dimana ketika pasien diberdirikan
pasien mampu berdiri secara mandiri, namun ketika pasien berjalan 2
langkah, pasien kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Orang tua pasien
mengaku bahwa dahulu sempat ingin menggugurkan bayinya karena kondisi
ibunya sedang sakit dan tidak ingin membebaninya. Sebelumnya orang tua
pasien sudah melakukan pemeriksaan di RSUD. Setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien disuspect mengalami Retardasi Mental. Lalu pasien
dirujuk ke fisioterapi untuk melakukan terapi.

d. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Pasien dahulu pernah sekali mengalami kejang-kejang pada umur 1 tahun


e. Riwayat Kehamilan

Prenatal: Pada saat kehamilan, kondisi ibu pasien yang sebelumnya sakit,
orang tua pasien menginginkan agar menggugurkan bayi yang dikandungnya,
agar tidak membebani ibu pasien. Setelah menceritakan keinginan mereka di
bidan, bidan tersebut memberikan dua jenis obat dimana ibu pasien lupa nama
obatnya, seingat pasien itu merupakan obat penggugur kandungan. Tetapi
setelah meminum obat tersebut, ibu pasien tidak mengalami keguguran, dan
kehamilan terus berlangsung hingga pasien lahir.
34

Natal: Pasien dikatakan lahir dengan umur kehamilan 8 bulan 2 hari secara
normal. Setelah dilahirkan, dikatakan pasien lahir dengan tidak menangis dan
leher terbelit tali pusat, lalu pasien ditepuk dan di cubit pada bagian pantatnya
dan akhirnya pasien menangis, tetapi tidak sekencang tangisan bayi lainnya
(seperti kakak pasien). Anak lahir dan langsung mendapatkan ASI ekslusif,
dengan kondisi bayi, BBL: 2,8 kg, PBL: 50 cm.
Postnatal: Pasien pernah pengalami riwayat kejang-kejang 1 kali pada umur 1
tahun. Tidak pernah mengalami kecelakaan, dan tidak memiliki riwayat alergi
pada makanan maupun pada obat-obatan

f. Riwayat Imunisasi

- BCG
- Hepatitis B dan Hepatitis A
- Polio
- DPT
- Campak
- HiB
- Pnemokokus
- Influenza

g. Riwayat Perkembangan Anak

Mengangkat kepala : sudah mampu


Tengkurap : sudah mampu
Duduk : sudah mampu
Merangkak : sudah mampu
Berdiri : sudah mampu
Jalan : belum bisa berjalan tanpa pegangan
Bicara : mengoceh tetapi tidak jelas
35

h. Riwayat Nutrisi

Pemberian ASI

 Pertama kali di susui sejak bayi lahir

 Pemberian ASI dilakukan saat bayi menangis dan merasa haus

Pola perubahan nutrisi tiap tahapan sampai nutrisi saat ini

 Usia 0-6 bulan diberikan ASI

 Usia 7 bulan diberikan ASI, bubur sum, dan pisang

 Usia 12 bulan diberikan ASI dan nasi

 Usia 19 bulan diberikan susu formula dan nasi

 Usia 24 bulan diberikan nasi


i. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak terdapat penyakit serupa yang dialami oleh keluarga.

j. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama keluarganya.

C. Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan Umum

Absolut Tambahan*
HR : 95x/min Lingkar kepala : 46 cm
RR : 22x/min Tinggi Badan : 85 cm
BP : 100/60 mmHg Berat Badan : 15 kg
Suhu : 36,40Celcius Kesadaran : Compos Mentis

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Hasil

Inspeksi Statis - Bentuk kepala normal


36

- Tidak terdapat deformitas pada ekstremitas atas dan


bawah
- Ekspresi wajah pasien datar
Inspeksi Dinamis - Ketika berjalan pasien masih harus dituntun
- Pasien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan
bawahnya
- Pasien mengoceh tetapi tidak jelas
- Saat diberikan mainan tidak tertarik
Palpasi - Tidak ada spasme, oedema, dan spastisitas
- Suhu tubuh normal

3. Pemeriksaan Khusus Lainnya

Pemeriksaan Hasil
Gross Motor Function Ability :
Usia 4 bulan
-
Mengangkat kepala setinggi 450
-
Dada ditumpu lengan saat tengkurap
-
Menggerakan kepala ke kiri, kanan, atau tengah.
Usia 7 bulan
-
Berbalik dari telungkup ke telentang
-
Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan
stabil.
Usia 11 bulan
-
Duduk sendiri dalam sikap bersila.
-
Merangkak meraih mainan atau mencari
seseorang
Usia 15 bulan
-
Mengangkat badannya ke posisi berdiri
-
Bisa berdiri selama 30 detik atau dengan bantuan
pegangan
-
Mampu berjalan dengan bantuan
Usia 24 bulan
-
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Disability :
37

-
Belum mampu berjalan tanpa berpegangan
-
Belum mampu berjalan mundur sampai 5 langkah
Fine Motor Function Ability
Usia 5 bulan
- Menggapai mainan yang digerakan
Usia 10 bulan
- Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
Usia 18 bulan
- Memegang tanggannya sendiri
- Memasukan benda ke mulut.

Disability
- Belum mampu menahan barang yang dipegangnya
- Belum mampu menggenggam erat pensil
- Belum mampu makan menggunakan sendok
Sensori System Visual:
- Terlihat pasien tidak tertawa saat diberikan
rangsangan yang lucu
- Tidak tertarik saat diberikan mainan
Auditory:
- Pasien kadang tidak menoleh saat dipanggil
Vestibular:
- VOR : Pasien dapat memandang benda yang
menarik dan berada di depan jangkauan mata
sejauh lapang pandang (adanya pergerakan mata)
- VCR : Pasien tidak memandang benda yang
menarik dan menoleh kearah benda tersebut
dengan menggerakan head dan neck apabila benda
tersebut melampaui jarak pandang anak (tidak
adanya pergerakan leher)
- VSR : Pasien tidak memutar badan kearah benda
yang di lihat apabila benda melampaui jarak
pandang anak (tidak adanya pergerakan trunk)
Gustatory:
- Tidak ada kesulitan pada pasien saat mengecap
(mampu merasakan)
Olfactory:
38

- Pasien merespon ketika diberi sesuatu yang


berbau wangi
Taktil:
- Pasien bisa merasakan sensasi saat diberikan
rangsangan (tajam, tumpul)
Perkembangan Ability:
Bahasa Baru lahir
- Merespon terhadap sumber suara
Usia 4 bulan
- Menoleh ke arah pembicara
Usia 12 bulan
- Menunjuk untuk suatu hal yang diinginakan
- Memahami perintah verbal
Disability:
- Belum mampu mengulang konsonan atau kata
dengan jelas
- Mengoceh dengan kata-kata tidak jelas
Cognitive Function Fungsi bermain :
- Melihat objek (-) anak tidak memberikan respon
saat diberikan mainan
- Meraih objek/mainan (-) anak tidak meraih
mainan dengan kedua tangannya
- Bisa memegang mainan baik tangan kiri maupun
kanan
- Dapat mencari sumber bunyi yang dibunyikan
- Tidak dapat membedakan warna
- Tidak dapat membedakan bentuk benda
Kemampuan Kemampuan Fungsional Dasar:
Fungsional dan - Pasien belum mampu berjalan mandiri
Lingkungan Aktifitas Aktifitas Fungsional
- Pasien belum mampu melakukan gerakan
fungsional misalnya cara makan menggunakan
sendok, menggunakan pakaian, menaiki tangga.
Lingkungan Aktifitas
- Kondisi tempat tidur pasien cukup lapang, tempat
tinggal pasien ramai dengan anak-anak yang
39

sering mengajak pasien bercanda. Dengan


keadaan demikian lingkungan aktifitas pasien
cukup mendukung untuk mempercepat
kesembuhan pasien.
Pemeriksaan Fungsi Pasif :
Gerak Dasar (PFGD) Pasien mampu melakukan gerakan pasif full rom
pada AGA & AGB dengan gerakan yang dibantu
oleh terapis.

Pemeriksaan Reflek a. Refleks primitive


- Palmar Grasp (-)
- Sucking (-)
- Searching (-)
- Moro (-)
- Startle (-)
- Asymmetric Tonic Neck Refleks (-)
- Symmetric Tonic Neck Refleks Tonic (-)
- Plantar Grasp (-)
- Babinski (-)
b. Refleks Postural
- Stepping (+)
- Crawling (-)
- Swimming (-)
- Head and Body Righting (-)
- Parachuting (-)
- Labyrinthine (-)
Pemeriksaan Denver - Anak belum mampu mencuci tangan dan
II (DDST) menggosok gigi sendiri
- Anak belum mampu menggunakan sendok dan
garpu
- Anak belum mampu memakai dan melepas baju
kemeja
- Anak belum mampu berbicara dengan benar
- Anak belum mampu menunjuk gambar
- Anak belum mampu melompat
- Anak belum mampu berjalan tanpa pegangan,
naik turun tangga dan berjalan mundur
- Anak belum mampu berlari
40

4. Associated problem

Pasien belum mampu berjalan tanpa pegangan, belum mampu menjaga


keseimbangan saat berjalan , dan belum mampu memegang sendok sendiri
saat makan.
5. Pengukuran

Pengukuran Alat Ukur Hasil


Midline, Pengukuran Hasil
Meteran, Lingkar Kepala 46 cm
Timbangan Lingkar Lengan 9 cm
Panjang Tungkai 45 cm
Tinggi Badan 85 cm
Antropometri Berat Badan 15 kg
IMT Normal
Interpretasi:
Hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar lengan, panjang
tungkai, tinggi badan, berat badan dan IMT didapatkan
hasil normal
Kekuatan Otot Children’s Ektremitas atas dan bawah dekstra dan sinistra.
Memorial
Hospital Regio Gerakan Nilai
Usa (XOTR) Shoulder Fleksi X
Ekstensi X
Abduksi X
Adduksi X
Elbow Fleksi X
Ekstensi X
Wrist Fleksi X
Ekstensi X
Hip Fleksi X
Ekstensi X
Abduksi X
Adduksi X
Internal Rotasi X
Eksternal Rotasi X
Knee Fleksi X
Ekstensi X
Plantar Fleksi X
Dorso Fleksi X
Eversi X
Inversi X

Intepretasi:
41

Kekuatan otot dengan menggunakan skala Children’s


Memorial Hospital Usa (XOTR) pada semua region
mendapat nilai “X” yang artinya kekuatan otot nornal.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil
Brain Evoked Response BETA merupakan pemeriksaan pendengaran yang
Auditory (BETA) dilakukan pada anak umur 1-3 tahun. Bertujuan untuk
mengetahui apakah anak mengalami gangguan
pendengaran atau tidak. Apabila terdapat gangguan
pendegaran akan dapat menyebabkan gangguan bicara
berbahasa kognitif masalah social dan emosional.
Hasil tes BERA ditunjukan dengan respons otak yang
dibaca dan direkam melalui computer.

Pemeriksaan ultrasonografi Pemeriksaan USG kepala dapat membantu menilai adanya


(USG) klasifikasi cerebral perdarahan intra kranial pada bayi
dengan ubun-ubun masih terbuka.
MRI MRI otak digunakan untuk mendeteksi kelainan struktur
otakpada pasien dengan retardasi mental
Electroencephalography Apabila pasien ada riwayat kejang.
(EEG)
42

7. Algoritma Pemeriksaan

Usia ibu, riwayat abortus


dan bayi terlahir prematur
Retardasi Mental

Pasien masih belum bisa berjalan tanpa pegangan,


gangguan keseimbangan, dan belum mampu
memegang sendok sendiri untuk makan.

Pasien datang dengan digendong oleh ibunya dengan keluhan


pasien belum bisa berjalan tanpa pegangan, belum mampu
Anamnesis memegang sendok sendiri untuk makan, dan gangguan
keseimbangan. Dimana ketika pasien diberdirikan pasien mampu
berdiri secara mandiri, namun ketika pasien berjalan 2 langkah,
pasien kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Orang tua pasien
mengaku bahwa dahulu sempat ingin menggugurkan bayinya
karena kondisi ibunya sedang sakit dan tidak ingin membebaninya.
Sebelumnya orang tua pasien sudah melakukan pemeriksaan di
Vital Sign RSUD. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien disuspect
 HR: 95x/mnt, TB: 85 cm mengalami Retardasi Mental. Lalu pasien dirujuk ke fisioterapi
 BP: 100/60 mmHg untuk melakukan terapi.
 BB: 15 kg LK: 46 cm
 RR: 22x/mnt Suhu: 36,4oC
Visual:
Inspeksi Statis: Bentuk kepala normal, tidak
- Terlihat
terdapatpasien tidak tertawa
deformitas pada saat diberikan atas dan
ekstremitas
Inspeksi dinamis rangsangan yang lucu
bawah, ekspresi wajah pasien datar
dan statis - Inspeksi
Tidak Dinamis:
tertarik Bentukmainan
saat diberikan kepala normal, tidak
Pemeriksaan fisik. terdapat
Auditory:
Disability
Disability:
deformitas pada ekstremitas atas dan
Disability : ekspresi wajah pasien datar
bawah,
--- Belum
Pasien kadang tidak menoleh saatyang
dipanggil
Pemeriksaan Gross motor
Belummampu
Belum
Oedeme
Vestibular:
mampu
mampu menahan
mengulang
berjalan
(-), Nyeri barang
konsonan
(-),tanpa berpegangan
Spastisitas dipegangnya
atau
(-) kata
suhu
Perkembangan
Sensory
Fine motor
System
Bahasa -- dengan
Belum jelas
mampu menggenggam erat pensil
Khusus Lainnya Palpasi normal
Belum mampu berjalan mundur sampai 5 langkah
-- Mengoceh
VCR : (tidak adanya
dengan pergerakan
kata-kata tidakleher)
jelas
43

Fungsi bermain :
- Melihat objek (-) anak tidak memberikan respon
saat diberikan mainan
- Meraih objek/mainan (-) anak tidak meraih mainan
Cognitive Function dengan kedua tangannya
- Bisa memegang mainan baik tangan kiri maupun
kanan
- Dapat mencari sumber bunyi yang dibunyikan
- Tidak dapat membedakan warna

Kemampuan Fungsional Dasar:


- Pasien belum mampu berjalan mandiri
Aktifitas Fungsional
Kemampuan Fungsional dan - Pasien belum mampu melakukan gerakan
fungsional misalnya cara makan menggunakan
Lingkungan Aktifitas sendok, menggunakan pakaian, menaiki tangga.
Lingkungan Aktifitas
- Kondisi tempat tidur pasien cukup lapang, tempat
tinggal pasien ramai dengan anak-anak yang
sering mengajak pasien bercanda. Dengan keadaan
demikian lingkungan aktifitas pasien cukup
mendukung untuk mempercepat kesembuhan
pasien.
Pasif :
PFGD - Pasien mampu melakukan gerakan pasif full rom
pada AGA & AGB dengan gerakan yang dibantu
oleh terapis.
Refleks primitive
Palmar Grasp (-), Sucking (-), Searching (-), Moro (-),
Startle (-), ATNR (-), STNR (-), Plantar Grasp (-)
Pemeriksaan Refleks Babinski (-)
Refleks Postural
Stepping (+), Crawling (-), Swimming (-), Head and
Body Righting (-), Parachuting (-), Labyrinthine (-)

- Anak belum mampu mencuci tangan dan


Pemeriksaan Denver II menggosok gigi sendiri
(DDST) - Anak belum mampu menggunakan sendok dan
garpu
- Anak belum mampu memakai dan melepas baju
kemeja
- Anak belum mampu berbicara dengan benar
- Anak belum mampu menunjuk gambar
- Anak belum mampu melompat
- Anak belum mampu berjalan tanpa pegangan, naik
Pasien belum mampu berjalan tanpa pegangan, belum mampu menjaga
Associated problem keseimbangan saat berjalan , dan belum mampu memegang sendok
sendiri saat makan.

Pengukuran Hasil
Lingkar Kepala 40,5 cm
Pengukuran Antropometri Lingkar Lengan
Panjang Tungkai
9 cm
45 cm
Tinggi Badan 85 cm
Berat Badan 18 kg
IMT Normal
-
Kekuatan Otot Kekuatan otot dengan menggunakan skala Children’s
Memorial Hospital Usa (XOTR) pada semua region
mendapat nilai “X” yang artinya kekuatan otot nornal.

Diagnosa Ketidakmampuan anak berjalan secara mandiri, adanya gangguan keseimbangan,


dan belum mampu makan dengan sendok disebabkan oleh karena pasien disuspect
retardasi mental.
44

3.2 Diagnosis
ICF Coding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)

Body Structure
- Structure of brain (s110)
Body Function :
- Orientation functions (b114)
- Intellectual functions (b117)
- Attention functions (b140)
- Basic cognitive function (b163)
- Voice and speech functions other specified (b398)
- Control of voluntary movement function (b760)
II. Activity Limitation and Disability

- Copying (d130)
- Learning through actions with objects (d131)
- Applying knowledge (d160-d179)
- Speaking (d330)
- Fine foot use (d446)
- Walking (d450)

III. Participation of Restriction

- Moving around (d455)

- Basic interpersonal interactions (d710)

IV. Contextual Factor


a. Personal Factor

Kognitif : Anak kurang kooperatif dan tidak selalu


memahami instruksi yang diberikan oleh fisioterapis dengan
arahan dari orang tuanya saat melakukan latihan

Interpersonal : Anak tidak dapat berkomunikasi dengan baik.


45

b. Environmental Factor

Fasilitator : Immediate family (e310)


Friends (e320)
Barrier : Mood anak tidak bisa diprediksi

Diagnosis Fisioterapi

Ketidakmampuan anak berjalan secara mandiri, adanya gangguan


keseimbangan, dan belum mampu makan dengan sendok disebabkan oleh
karena pasien disuspect retardasi mental.

3.3 Prognosis
Quo ad vitam

Bonam

Quo ad sanam

Dubia ad bonam

Bonam

Quo ad cosmeticam

Quo ad Fungsional

Dubia ad bonam

3.4 Planning
a. Jangka Pendek :
46

- Meningkatkan keseimbangan saat berjalan


- Anak mampu makan menggunakan sendok

b. Jangka Panjang :

- Meneruskan planning jangka pendek


- Anak mampu berjalan mandiri
- Anak mampu berlari
- Anak mampu melompat
Clinical Reasoning

Retardasi Mental

Contextual Factor

Internal Factor Eksternal Factor

Functional Disability Umur Penyakit Lingkungan Habit Motivasi


Penyerta

Anatomy Impairment Functional Impairment Activity Limitation Participation


Restriction
Intervensi

Faktor prenatal dan perinatal Gangguan - Trampoline Kneeling


keseimbangan exercise ADL
Standing
Kerusakan fungsi otak - Latihaan
Keterlambatan keseimbangan Walking
berjalan dengan swiss
Keterlambatan
ball
perkembangan motorik kasar
dan halus Tidak mampu - Sit and reach
makan dengan exercise
sendok
- Latihan bermain
(latihan berjalan
dan makan
dengan sendok)
47

3.5 INTERVENSI

I. Tabel Intervensi

Intervensi Metode pelaksanaan Dosis Evidance Base


Trampoline Trampoline exercise Latihan ini Giagazoglou,
exercise dapat dilakukan dengan dilakukan Paraskevi, et al.
diam berdiri dengan mata kurang lebih “Effects of a
tertutup, berdiri dengan selama 20 trampoline
kedua kaki terbuka. menit. exercise
intervention on
motor performance
and balance ability
of children with
intellectual
disabilities.” Rese
arch in
developmental
disabilities 34.9
(2013): 2701-
2707.

Latihan Latihan ini termasuk Latihan Kubilay, Neslihan


keseimbangan latihan keseimbangan dilakukan S., et al. "Effect of
dengan swiss dan postur pada swiss selama 15 menit balance training
ball ball dengan postur yang and posture
berbeda dan gerakan exercises on
membungkuk atau functional level in
terlentang. mental
retardation." Fizyo
terapi
Rehabilitasyon 22.
2 (2011): 55-64.

Sit and reach Posisi pasien duduk Latihan Giagazoglou,


exercise dengan kedua kakinya dilakukan 8-10 Paraskevi, et al.
lurus. Pasien kali repetisi “Effects of a
diinstruksikan untuk selama 15 menit trampoline
meraih benda atau exercise
mainan yang dipegang intervention on
48

oleh terapis. motor performance


and balance ability
of children with
intellectual
disabilities.” Rese
arch in
developmental
disabilities 34.9
(2013): 2701-
2707.

Latihan - Latihan berjalan, anak Latihan Lisnawati, L.,


bermain dilatih berjalan pada dilakukan Shahib, M. N., &
permukaan yang datar selama 15-20 Wijayanegara, H.
Bantu anak untuk menit (2014). Analisis
memindahkan berat keberhasilan terapi
badan mereka dari bermain terhadap
satu kaki ke kaki perkembangan
lainnya, sedangkan potensi kecerdasan
tangan terapis berada anak retardasi
di kedua pelvis mental sedang usia
- Latihan makan 7–12
dengan menggunakan tahun. Majalah
sendok Kedokteran
Bandung, 46(2),
73-82.

II. Edukasi

Edukasi Evidance Base


- Keluarga tidak disarankan memberikan Anonim. Retardasi Mental.
perlindungan yang berlebihan pada anaknya, Diakses pada tanggal
yang mengakibatkan anak mendapatkan 08/06/2020, dari :
kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan http://digilib.unimus.ac.id/d
pengalaman yang sesuai dengan tingkat ownload.php?id=14722
perkembangannya. Semakin bertambahnya umur
anak retardasi mental maka para orang tua harus https://rsupsoeradji.id/retard
mengadakan penyesuaian terutama dalam asi-mental/
pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari.
- Tingkatkan dan jaga kesehatan dengan
memberikan gizi yang baik dan mengajarkan
hidup sehat sejak dini.
49

- Selalu berikan support dan apresiasi untuk


latihan-latihan yang dilakukan

III. Home program

Home Program Evidance base


Terapi bermain dirumah, seperti berjalan di Lisnawati, L., Shahib, M. N.,
permukaan datar dan kasar menyusun balok, & Wijayanegara, H. (2014).
mencocokkan bentuk, menggambar, Analisis keberhasilan terapi
menggunakan pakaian sendiri, menggunakan bermain terhadap
sendok untuk makan dan menggosok giginya. perkembangan potensi
kecerdasan anak retardasi
mental sedang usia 7–12
tahun. Majalah Kedokteran
Bandung, 46(2), 73-82.

III.5 Evaluasi
Tanggal Evaluasi: 20 Juni 2021
Vital Sign

Absolut Tambahan*
HR : 90x/min Lingkar kepala : 46 cm
RR : 20x/min Tinggi Badan : 85 cm
BP : 100/60 mmHg Berat Badan : 15 kg
Suhu : 360Celcius Kesadaran : Compos Mentis

Pemeriksaan Hasil
Gross Motor Function Ability :
-
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
-
Mampu berjalan tanpa berpegangan

Disability :
-
Belum mampu berjalan mundur sampai 5 langkah
Fine Motor Function Ability
- Mampu menahan barang yang dipegangnya
- Mampu makan menggunakan sendok
50

Disability
- Belum mampu menggenggam erat pensil
Sensori System Visual:
- Mulai tertawa saat diberikan rangsangan yang
lucu dan mulai tertarik saat diberikan mainan
Auditory:
- Pasien kadang tidak menoleh saat dipanggil
Vestibular:
- VOR : Pasien dapat memandang benda yang
menarik dan berada di depan jangkauan mata
sejauh lapang pandang (adanya pergerakan mata)
- VCR : Pasien mulai memandang benda yang
menarik dan menoleh kearah benda tersebut
dengan menggerakan head dan neck apabila benda
tersebut melampaui jarak pandang anak (tidak
adanya pergerakan leher)
- VSR : Pasien memutar badan kearah benda yang
di lihat apabila benda melampaui jarak pandang
anak (tidak adanya pergerakan trunk)
Gustatory:
- Tidak ada kesulitan pada pasien saat mengecap
(mampu merasakan)
Olfactory:
- Pasien merespon ketika diberi sesuatu yang
berbau wangi
Taktil:
- Pasien bisa merasakan sensasi saat diberikan
rangsangan (tajam, tumpul)
Perkembangan Ability:
Bahasa - Mampu mengulang konsonan atau kata dengan
jelas
Disability:
- Mengoceh dengan kata-kata tidak jelas
Cognitive Function Fungsi bermain :
51

- Melihat objek: anak mulai memberikan respon


saat diberikan mainan
- Meraih objek/mainan: anak meraih mainan
dengan kedua tangannya
- Bisa memegang mainan baik tangan kiri maupun
kanan
- Dapat mencari sumber bunyi yang dibunyikan
- Tidak dapat membedakan warna
- Dapat membedakan bentuk benda
Kemampuan Kemampuan Fungsional Dasar:
Fungsional dan - Pasien belum mampu berjalan mandiri
Lingkungan Aktifitas Aktifitas Fungsional
- Pasien sudah mulai mampu melakukan gerakan
fungsional misalnya cara makan menggunakan
sendok, menggunakan pakaian, menaiki tangga.
Lingkungan Aktifitas
- Kondisi tempat tidur pasien cukup lapang, tempat
tinggal pasien ramai dengan anak-anak yang
sering mengajak pasien bercanda. Dengan
keadaan demikian lingkungan aktifitas pasien
cukup mendukung untuk mempercepat
kesembuhan pasien.
Pemeriksaan Fungsi Pasif :
Gerak Dasar (PFGD) Pasien mampu melakukan gerakan pasif full rom
pada AGA & AGB dengan gerakan yang dibantu
oleh terapis.

Pemeriksaan Reflek c. Refleks primitive


- Palmar Grasp (-)
- Sucking (-)
- Searching (-)
- Moro (-)
- Startle (-)
- Asymmetric Tonic Neck Refleks (-)
- Symmetric Tonic Neck Refleks Tonic (-)
- Plantar Grasp (-)
- Babinski (-)
d. Refleks Postural
52

- Stepping (-)
- Crawling (-)
- Swimming (-)
- Head and Body Righting (-)
- Parachuting (-)
- Labyrinthine (-)
Pemeriksaan Denver - Anak mampu mencuci tangan dan menggosok gigi
II (DDST) sendiri
- Anak mampu menggunakan sendok dan garpu
- Anak mampu memakai dan melepas baju kemeja
- Anak mampu berbicara dengan benar
- Anak mampu menunjuk gambar
- Anak belum mampu melompat
- Anak mampu berjalan tanpa pegangan, namun
belum mampu naik turun tangga dan berjalan
mundur
- Anak belum mampu berlari

Pengukuran Alat Ukur Hasil


Midline, Pengukuran Hasil
Meteran, Lingkar Kepala 46 cm
Timbangan Lingkar Lengan 9 cm
Panjang Tungkai 45 cm
Tinggi Badan 85 cm
Antropometri Berat Badan 15 kg
IMT Normal
Interpretasi:
Hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar lengan, panjang
tungkai, tinggi badan, berat badan dan IMT didapatkan
hasil normal
Kekuatan Otot Children’s Ektremitas atas dan bawah dekstra dan sinistra.
Memorial
Hospital Regio Gerakan Nilai
Usa (XOTR) Shoulder Fleksi X
Ekstensi X
Abduksi X
Adduksi X
Elbow Fleksi X
Ekstensi X
Wrist Fleksi X
Ekstensi X
53

Hip Fleksi X
Ekstensi X
Abduksi X
Adduksi X
Internal Rotasi X
Eksternal Rotasi X
Knee Fleksi X
Ekstensi X
Plantar Fleksi X
Dorso Fleksi X
Eversi X
Inversi X

Intepretasi:
Kekuatan otot dengan menggunakan skala Children’s
Memorial Hospital Usa (XOTR) pada semua region
mendapat nilai “X” yang artinya kekuatan otot nornal.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah suatu kedaan gangguan fungsi intelektual yang dapat
diukur dengan menggunakan kriteria IQ sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam
bersosialisasi.
Perkembangan mental seorang anak selaras dengan tumbuh kembangnya, dan
faktor – faktor penentu tumbuh kembang seorang anak pada garis besarnya terdiri dari
beberapa faktor, antara lain faktor genetik / heredokonstitusional dan faktor lingkungan.
Adapun yang di maksud dengan faktor lingkungan disini adalah suasana yang tersedia
selama proses tumbuh kembang anak tersebut.
54

Berdasarkan The ICD 10 Classification of Mental and Behavioural Disorder,


WHO di Genewa pada tahun 1994, retardasi mental dikelompokkan menjadi 4 bagian,
yaitu: Mild Retardation, Moderate Retardation, Severe Retardation, dan Profound
Retardation.
Diagnosis anak dengan retardasi mental memiliki beberapa kriteria, mulai dari tes
intelegensi, riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan
fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang serta tidak kalah pening adalah kemampuan
adaptasi sosialnya. Macam – macam tes intelegensi antara lain Tes Binet – Simon yang
mengukur usia mental anak dengan berbagai item yang diseusaikan dengan perkembangan
umur, Intelligent Quotinent yang membandingkan usia mental anak dengan usia
kronologisnya, serta Skala Wechsler yang menyajikan tiga skor inteligen, yaitu IQ verbal,
IQ performance dan IQ gabungan.
Faktor resiko terjadinya retardasi mental dapat dibagi menjadi 3 bagian
(Lumbantobing,2006), yaitu faktor ibu (usia ibu sewaktu melahirkan kurang dari 16 atau
lebih dari 40 tahun (atau kehamilan pertama lebih dari usia 35 tahun), abnormalitas serviks,
malnutrisi dan riwayat abortus); faktor perinatal (adanya sianosis, prematuritas, hipoksia,
prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan toksemia kehamilan dan lahir sungsang); faktor
neonatal (adanya riwayat pemakaian oksigen, inkubator, kejang, muntah, demam dan berat
badan yang kurang)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Retardasi Mental – Ilmu Anak. Diakses pada tanggal 06/06/2020, dari :
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/NR05_Mental-
Retardasi-Q.pdf

Anonim. Retardasi Mental. Diakses pada tanggal 08/06/2020, dari :


http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14722

Hazmi, D. F., Tirtayasa, K., & Irfan, M. (2013). Kom-binasi Neuro Developmental
Treatment dan Sensory Inte-gration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmen-
tal Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down
Syndrome. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013, 8-57.

Isro’Iartsa, Z. 2018. Retardasi Mental. Diakses pada tanggal 06/06/2020, dari :


http://repository.unimus.ac.id/1994/4/bab%202.pdf

Lisnawati, L., Shahib, M. N., & Wijayanegara, H. (2014). Analisis keberhasilan terapi
bermain terhadap perkembangan potensi kecerdasan anak retardasi mental sedang
usia 7–12 tahun. Majalah Kedokteran Bandung, 46(2), 73-82.

Sinta. Retardasi Mental. Diakses pada tanggal 06/06/2020, dari :


http://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/c9b0aeb6073832b89c0b6e2d85fa544f.p
df

Setiawan, I. Kadek Agus. "RETARDASI MENTAL RINGAN DENGAN EPISODE


PSIKOSIS SEBUAH LAPORAN KASUS." E-Jurnal Medika Udayana: 321-332.

Sularyo, Titi Sunarwati, and Muzal Kadim. "Retardasi mental." Sari Pediatri 2.3 (2016):
170-7.

Sularyo, TS. 2016. Retardasi Mental – Sari Pediatri. Diakses pada tanggal 06/06/2020, dari
: https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/1036/966

Anda mungkin juga menyukai