Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Global Developmental Delay atau keterlambatan perkembangan umum adalah

keadaan keterlambatan perkembangan yang bermakna pada 2 atau lebih aspek

perkembangan, yaitu motorik kasar – halus, bahasa – bicara, kognitif, personal – sosial

atau adanya hambatan dalam aktifitas harian. Komponen perkembangan yang diperiksa

pada anak dengan Global Developmental Delay adalah komponen motorik, kemampuan

berbicara dan bahasa, kemampuan kognitif, dan kemampuan sosial dan emosi. Global

Delay development merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam

kehidupan anak (lahir hingga usia 18 bulan).

Prevalensi GDD diperkirakan 5-10 persen dari populasi anak di dunia dan

sebagian besar anak dengan GDD memiliki kelemahan pada semua tahapan

kemampuannya. Sekitar 8 persen dari seluruh anak usia lahir hingga 6 tahun di dunia

memiliki masalah perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih area

perkembangan. Sekitar 1-3 % anak usia0-5 tahun di dunia mengalami GDD. Sementara

di Indonesia khususnya di Jakarta, telah dilakukan Stimulasi Deteksi danIntervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak (SSDIDTK). Hasilnya, dari 476 anak yang diberi pelayanan

SDIDTK, ditemukan 57 (11,9%) anak dengan kelainan tumbuh kembang. Adapun lima

jenis kelainantumbuh kembang yang paling banyak dijumpai adalah, Delayed

Development (tumbuh kembang yang terlambat) sebanyak 22 anak, Global Delayed

Development sebanyak 4 anak, gizi kurang sebayak 10 anak, Mikrochepali sebanyak 7

anak dan anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa bulan

terakhir sebanyak 7 anak.

1
Marasmus adalah bentuk gangguan nutrisi yang disebabkan tubuh kekurangan

protein dan kalori. Kedua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan untuk menjalankan

berbagai fungsi tubuh. Saat tubuh kekurangan protein dan kalori, berbagai fungsi fisik

mengalami perlambatan bahkan dapat terhenti.

Di Amerika Serikat , marasmus jarang terlihat, terutama pada anak-anak. Pada

tahun 1995, hanya ada 228 kematian yang disebabkan oleh marasmus di AS, yang

hanya 3 adalah anak-anak. Pada 2016, prevalensi marasmus di Amerika Serikat adalah

0,5%. Prevalensi lebih tinggi pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit, terutama

yang memiliki penyakit kronis, namun kejadian pasti marasmus nonfatal tidak

diketahui. Hal ini disebabkan marasmus tidak dilaporkan sebagai diagnosis masuk atau

keluar. Marasmus lebih sering terlihat pada anak-anak di bawah usia 5 tahun karena

rentang usia itu ditandai sebagai yang memiliki peningkatan kebutuhan energi dan

kerentanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Organisasi Kesehatan Dunia juga

mengidentifikasi lansia sebagai populasi lain yang rentan terhadap kekurangan gizi.

Karena kebutuhan nutrisi mereka tidak terdefinisi dengan baik, upaya untuk memberi

mereka nutrisi yang diperlukan menjadi sulit.

Hubungan fisioterapi dapat membantu mengatasi keterlambatan tersebut dengan

cara melatih dan mengajarkan kemampuan gerak yang tertinggal dengan teknik dan

intervensi tertentu untuk meningkatkan kemampuan fungsional agar anak dapat tumbuh

dan hidup mandiri tanpa adanya ketergantungan terhadap orang lain.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus Nutritional Marasmus

1. Definisi Nutritional Marasmus

Marasmus adalah bentuk gangguan nutrisi yang disebabkan tubuh

kekurangan protein dan kalori. Kedua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan untuk

menjalankan berbagai fungsi tubuh. Saat tubuh kekurangan protein dan kalori,

berbagai fungsi fisik mengalami perlambatan bahkan dapat terhenti.

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat

kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama

kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan

makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada

pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein

dan kalori. (Nelson, 1999:212).

2. Anatomi Fisiologi Otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang

saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual

kita.Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ

yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak

mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam

situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-

bagian yang rusak.Otak sepertinya belajar kemampuan baru.Ini merupakan

mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke.

3
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat

dan sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla

spinalis.Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).Fungsi dari

SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian

tubuh lainnya.

(Gambar 2.1. Anatomi Otak)

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen

bagiannya adalah :

1) Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari

sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.Korteks ditandai

dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,

yaitu:

a) Lobus frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih

tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di

hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat

4
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)

dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).

b) Lobus temporalis

Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum

yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura

parieto-oksipitalis (White, 2008).Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya

ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan

perkembangan emosi.

c) Lobus parietalis

Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di

gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan

pendengaran.

d) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area

asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang

penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan

informasi saraf lain & memori.

e) Lobus Limbik

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori

emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui

pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

5
(Gambar 2.2. Bagian cerebrum)

2) Cerebellum

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak

neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.Memiliki peran koordinasi

yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi

somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan

output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan

tonus otot.Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.Bagian-

bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus

fluccolonodularis.

Gambar 2.3.Cerebellum, dilihat dari belakang atas

6
3) Brainstem

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses

kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan

medulla spinalis dibawahnya.Struktur-struktur fungsional batang otak yang

penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara

medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang

saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu

mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Gambar 2.4.Brainstem

Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan,

mulai dari otak primitive (action brain), otak limbic (feeling brain), dan

akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thourgh brain, otak pikir). Meski

saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri

a. Otak primitive, mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak

reflex,mengendalikan gerak motoric, memantau fungsi tubuh, dan

memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi

ancaman atau keaadan bahaya, bersamaan dengan otak limbic, otak

primitive menyiapkan reaksi’hadapi atau lari’ bagi tubuh.

7
b. Otak limbic, memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan

benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitive.

Maksudnya otak primitive dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir,

di saat lain otak pikir dapat ‘dikunci’ untuk tidak melayani otak limbic dan

primitive selama keadaan darurat, yang nyata maupun tidak.

c. Otak pikir juga merupakan tempat bergabungnya pengalaman, ingatan,

perasaan, dan kemampuan berpikir untuk melahirkan gagasan dan

tindakan.

d. Myelinasi saraf otak berlangsung secara berurutan, mulai dari otak primtif,

otak limbic, dan otak pikir. Jalur syaraf yang makin sering digunakan

membuat myelin makin menebal. Makin tebal myelin, makin cepat implus

syaraf atau perjalanan sinyal sepanjang ‘urat’ syaraf. Karena itu, anak yang

sedang tumbuh dianjurkan menerima masukan dari lingkungannya sesuai

dengan perkembangannya. Disamping itu, anak juga membutuhkan

pengalaman yang merangsang pancaindera. Namun, indera mereka perlu

dilindungi dari rangsangan yng berlebihan karena anak-anak itu ibarat

spon. Rangsangan dan perkembangan indera itu pada gilirannya akan

mengembangkan bagian tertentu dari otak primitive yang disebut reticular

activating system (RAS). RAS ini pintu masuk tempat kesan yang di

tangkap setiap indera saling berkoordinasi sebelum diteruskan ke otak

pikir. RAS merupakan wilayah di otak yang membuat kita mampu

memusatkan perhatian.

8
3. Etiologi Nutritional Marasmus

a. Masukan makanan yang kurang.

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,pemberian

makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng

yang terlalu encer.

b. Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus,terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis,bronkhopneumonia, pielonephritis

dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan

Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung,deformitas

palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI yang kurang.

e. Pemberian ASI

Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup.

f. Gangguan metabolic

Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose

intolerance.

9
g. Tumor hypothalamus

Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain

telah disingkirkan.

h. Penyapihan

Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang

kurang akan menimbulkan marasmus.

i. Urbanisasi

Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudi-an diikuti dengan pemberian susu manis dan

susu yang terlaluencer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila

disertaidengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akanmenyebabkan

anak jatuh dalam marasmus.

4. Patofisiologi Nutritional Marasmus

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan

kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.

Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,

karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan

bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat

sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya

katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam

10
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa

jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot

dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi

kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan

diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh

dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

Pada keadaan ini yang terlihat jelas ialah pertumbuhan yang kurang atau

terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawa kulit. Pada

mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan

hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan

yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh itu sendiri. Hal ini

menyebabkan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan

energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya

membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan

sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk

komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat terkadang masih

ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk

albumin yang cukup.

Proses metabolik anak pada dasarnya sama, akan tetapi relative lebih

aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak

makanan untuk tiap kilogram berat badannya untuk pertumbuhan dan pertukaran

energi yang lebih aktif. Tubuh yang hidup seperti halnya dengan mesin

memerlukan bahan bakar dan bahan untuk pengganti maupun perbaikan. Anak

yang sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan untuk pertumbuhan.

11
Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung

cukup kalori. Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein, karbohidrat,

mineral, air, vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah tertentu.

Pada keadaan awal, umumnya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi

pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan

globulin yang meninggi. Jika kebutuhan akan kalori telah dipenuhi, tetapi

makanan yang diberikan tidak mengandung semua nutrient yang esensial untuk

manusia, maka secara lambat kesehatan orang tersebut akan terganggu. Gejala

yang timbul tergantung kepada kekurangan jenis nutrient dalam dietnya.

Defisiensi protein akan mengakibatkan timbulnya gejala defisiensi protein atau

lebih dikenal dengan nama Kwashiorkor. Defisiensi vitamin A yang berlangsung

lama menimbulkan penyakit defisiensi vitamin A atau Xeropthalmia. Defisiensi

vitamin D mengakibatkan penyakit yang disebut Rikets dan sebagainya.

5. Gambaran Klinis Nutritional Marasmus

Gambaran klinis pada kasus Nutritional Marasmus antara lain :

a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terganggu (berat badan < 60%).

b. Tampak sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut tulang).

c. Muka seperti orang tua (old man face).

d. Pucat, cengeng, apatis.

e. Rambut kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan mudah dicabut.

f. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada,

sehingga kulit kehilangan turgornya.

g. Jaringan otot hipotrofi dan hipotoni.

h. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.

12
i. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

j. Sering disertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi.

6. Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan (growth) menurut (Soetjiningsih dan Ranuh, 2015) adalah

perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran,

dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Sebagai contoh, anak

bertambah besar bukan saja secara fisik, melainkan juga ukuran dan

struktur organ-organ tubuh dan otak. Otak anak semakin tumbuh

terlihat dari kapasitasnya untuk belajar lebih besar,

mengingat, dan mempergunakanakalnya semakin meningkat. Anak

tumbuh baik secara fisik maupun mental.

Perkembangan berkaitan dengan bertambahnya struktur fungsi tubuh

yang meliputi kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa

serta sosialisasi dan kemandirian (Soetjiningsih dan Ranuh, 2015).

Perkembangan merupakan perubahan yang progresif dan terus menerus

dalam diri organisme sejak lahir hingga mati (Sobur, 2013).

b. Ciri-Ciri Pertumbuhan Anak Usia 12 –36 Bulan (1 –3 Tahun)

Menurut Potter & Perry (2010) ciri-ciri pertumbuhan yaitu :

 Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal

bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan,

lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain-lain.

13
 Pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat pada

proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa

konsepsi hingga dewasa.

Dari uraian ciri-ciri pertumbuhan di atas, dapat dijelaskan bahwa

pertumbuhan merupakan proses perubahan ukuran baik fisik seperti

berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada

mengikuti proses kematangan menuju dewasa, contohnya tumbuhnya

rambut di daerah tertentu, lepasnya gigi susu, dan lain sebagainya.

c. Ciri-Ciri Perkembangan

Menurut Yusuf (2011), ciri-ciri perkembangan yaitu :

 Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahantinggi dan berat

badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin

bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan

berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

 Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi

tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya.

 Tahapan perkembangan berurutan mulai dari kemampuan

melakukan gerakan sederhana berlanjut menjadi melakukan hal

yang sempurna.

d. Perkembangan Motorik Kasar Anak Menurut Usia

Tahapan perkembangan motorik kasar anak menurut

Soetjiningsih dan Ranuh (2015) antara lain :

14
1) Umur 0-3 bulan

- Kepala terangkat setinggi 450 dan dada ditumpu lengan pada waktu

tengkurap.

- Kepala bergerak dari kiri/kanan ke tengah.

2) Umur 4 –6 bulan

- Gerakan berbalik dari telungkup ke telentang.

- Kepala terangkat setinggi 900.

- Kepala tetap tegak dan stabil.

3) Umur 7 –9 bulan

- Duduk sendiri (dalam sikap bersila).

- Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan.

- Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang.

4) Umur 10 –12 bulan

- Badan terangkat ke posisi berdiri.

- Berdiri selama 30 detik atau berpegangan

- Dapat berjalan dengan dituntun.

5) Umur 13 –18 bulan

- Berdiri sendiri.

- Memungut mainan kemudian berdiri kembali.

- Berjalan mundur lima langkah.

6) Umur 19 –24 bulan

- Berdiri sendiri tidak berpegangan kurang lebih 30 detik

- Berjalan tanpa terhuyung-huyung.

15
7) Umur 25 –36 bulan

- Jalan naik tangga sendiri.

- Dapat menendang bola kecil.

8) Umur 37 –48 bulan

- Berdiri 1 kaki sebentar (beberapa detik).

- Melompat dengan duakaki.

- Naik sepeda roda tiga.

9) Umur 49 –60 bulan

- Sering melompat dengan 1 kaki dan menari.

- Menggambar, contohnya menggambar tanda silang.

- Berdiri satu kaki 6 detik.

10) Umur 61 –72 bulan

- Berjalan lurus

- Berdiri dengan satu kaki selama 11 detik.

e. Perkembangan Motorik Halus

Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015), perkembangan motorik

halus menurut kelompok umur adalah:

1) Usia 0 –3 bulan

- Menahan barang yang dipegangnya.

- Menggapai mainan yang digerakkan.

- Menggapai ke arah objek yang tiba-tiba dijauhkan dari

pandangannya.

2) Usia 4 –6 bulan

- Menggenggam pensil.

16
- Meraih benda yang ada dalam jangkauannya.3)Memegang tangannya

sendiri.

3) Usia 7 –9 bulan

- Benda dapat dipindah dari satu tangan ke tangan lainnya.

- Memungut dua benda menggunakan kedua tangan bersamaan.

- Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup.

4) Usia 10 –12 bulan

- Mengulurkan lengan untuk meraih mainan yang diinginkan.

- Menggengam erat pensil.

- Memasukkan benda ke mulut.

5) Usia 13 –18 bulan

- Menumpuk dua buah kubus.

- Memasukkan kubus ke dalam kotak

6) Usia 19 –24 bulan

- Bertepuk tangan, melambai-lambai.

- Menumpuk empat buah kubus.

- Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk.

- Menggelindingkan bola ke arah sasaran.

7) Usia 25 –36 bulan

Mencoret-coret pensil pada kertas.

8) Usia 37 –48 bulan

- Membuat/ mengambar garis lurus.

- Menyusun tumpukan 8 buah kubus.

17
9) Usia 49 –60 bulan

- Membuat/menggambar benda silang, lingkaran.

- Menggambar 3 bagian tubuh (kepala, badan, lengan).

11) Usia 61 –72 bulan

- Menangkap bola kecil dengan kedua tangan.

- Membuat/menggambar segiempat.

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Lingkar kepala

Lingkar kepala digunakan sebagai pengganti pengukuran ukuran dan

pertumbuhan otak tetapi tidak sepenuhnya berkolerasi dengan volume otak.

Pengukuran lingkar kepala merupakan prediktor terbaik dalam melihat

perkembangan saraf anak dan dalam menyediakan tampilan dinamis dari

pertumbuhan global otak dan struktur internal, sehingga harus dipantau dalam

prenatal awal dan tahap postnatal. Faktor yang mempengaruhi lingkar kepala

meliputi faktor intrinsik ( genetik, faktor fungsi otot, faktor hormon ) dan

faktor ekstrinsik berpengaruh terhadap lingkungan, nutrisi, derajat aktivitas

fisik serta kesehatan dan penyakit.

Pengukuran lingkar kepala diambil sekitar bagian terbesar dari kepala

anak. Pita pengukur diletakkan 1-2 jari di atas alis ke bagian yang paling

menonjol dari belakang kepala. Baca angka pada pertemuan dengan angka nol.

18
Gambar : Lingkar kepala Bayi Normal

2. Tonus Otot dengan Skala Asworth

Skala Asworth adalah skala yang digunakan untuk mengukur tonus otot.

Tujuan dari pengukuran ini untuk menilai tonus otot, jika ada problem

spastisitas/flaccid. Adapun prosedurnya yaitu lakukan gerakan pasif sepanjang

gerakan pada ektremitas, kemudian nilai tahanan yang diberikan oleh otot

sepanjang fisioterapis memberikan gerakan asif tersebut. Kemudian jadikan

parameter asworth scale sebagai acuan dalam menilai tonus otot pasien.

Grade Keterangan

0 Tidak ada peningkatan tonus otot

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan

1 minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau

ekstensi

Ada peningktakan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya

2 pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan

minimal sepanjang sisa ROM

19
Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagia besar ROM tapi
3
sendi masih mudah digerakkan

4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak aktif

5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

3. Kekuatan otot (MMT)

Manual Muscle Testing (MMT) adalah salah satu usaha untuk

menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengontraksikan

otot atau group otot secara voluntary. MMT standar sebagai ukuran kekuatan

tidak akan sesuai atau cocok untuk seseorang yang tidak dapat

mengkontraksikan ototnya secara aktif dan disadari.

Nilai Keterangan

Nilai 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat atau diraba)

Nilai 1 Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada gerakan

sendi

Nilai 2 Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara penuh,

tidak melawan gravitasi

Nilai 3 Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan penuh dan

mampu melawan Gravitasi

Nilai 4 Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu melawan

gravitasi dengan tahanan Minimal

Nilai 5 Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu

melawan gravitasi dan dengan tahanan maksimal

20
4. Pengukuran Skala Denver II

Denver II merupakan tes skrining untuk anak berumur antara 0-6 tahun.

Sebenarnya Denver II adalah revisi utama standardisasi ulang dari Denver

Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental

Screening Test (DDST-R). Denver II adalah salah satu dari metode skrining

terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes

IQ.

Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menctatat nama si anak,

menentukan tanggal lahir anak, menentukan taggal tes yang nantinya akan

digunakan untuk menentukan umur si anak untuk menentukan garis umur di

kertas formulir Tes DENVER II. Umur anak dapat didapat dari tanggal tes

dikurangi tanggal lahir anak.

Tahun Bulan hari

Tanggal Tes 11 01 12

Tanggal Lahir 09 07 11

Umur Anak 01 06 01

Denver II memiliki 125 tugas dan dikelompokkan menjadi 4 sektor yaitu:

1. Personal social (perilaku sosial)

Aspek ini berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

2. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek ini berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

21
3. Language (bahasa)

4. Kemampuan untuk memeberikan respons terhadap suara, mengikuti

perintah dan berbicara spontan.

5. Gross Motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Setiap tugas

digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horisontal yang

berurutan menurut umur, dalam lembar Denver II. Pada umumnya pada

waktu tes, tugas yang perlu diperiksa pada setiap kali skiring hanya

berkisar antara 25-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama

hanya sekitar 15-20 menit.

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Neuro Muscle Teknik ( NMT )

NMT merupakan sentuhan yang systematic dan ilmiah pada jariangan

lunak tubuh dengan tujuan maintenance dan improvisasi kesehatan, member

efek tenang, menghilangkan reflex, menghilangkan kaku/kejang.

2. Passif Exercise

Pasif exercise adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan

menggunakan gerakan tubuh untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan otot,

ketahanan, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,

keseimbangan, dan kemampuan fungsional. Terapi latihan yang diberikan

secara pasif artinya fisioterapis melakukan gerakan secara pasif kepada pasien

dengan memperhatikan apakah terdapat nyeri, koordinasi gerakan, ROM pasif,

end feel, capsular pattern, dan lain sebagainya.

22
3. Stretching

Merupakan salah satu bentuk terapi yang disusun untuk mengulur

struktur jaringan lunak yang megalami pemendekan secara patologis dan

dengan dosis tertentu dapat menambah ROM. Passive stretching dilakukan

ketika pasien dalam keadaan rileks, menggunakan gaya dari luar, dilakukan

secara manual atau dengan bantuan alat untuk menambah panjang jaringan

yang memendek (Kisner & Colby, 1996).

4. Bridging Exercise

Bridging exercise biasa disebut pelvic bridging exercise yang mana

latihan ini baik untuk latihan penguatan stabilisasi pada glutei, hip dan

punggung bawah (Miller, 2012). Bridging exercise adalah cara yang baik untuk

mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring (belakang kaki bagian

atas ). Jika melakukan latihan ini dengan benar, bridging exercise digunakan

untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-

otot punggung bawah dan hip. Akhirnya, bridging exercise dianggap sebagai

latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilitas atau keseimbangan dan

stabilisasi tulang belakang (Quinn, 2012).

5. Bobath Exercise

a. Proprioceptive dan Taktil Stimulasi

Tujuan : Teknik ini untuk merangsang kembali fungsi menyanggah

pada sendi-sendi ( proprioceptive dan rasa raba ), proprioceptive diterapkan

dalam bentuk pengembangan. Taktil stimulasi berupa mengenakan kembali

bentuk dan permukaan benda yang bervariasi kepada sisi yang lumpuh.

23
Stimulasi harus segera dimulai bersamaan dengan dimulainya perawatan

agar tebentuk kembali mekanisme feed back gerakan yang utuh

b. Inhibisi

Untuk mencegah timbulnya pola patologis ( asosiasi reaksi, ATNR,

total pattern dan spastisitas ) dengan cara memposisikan ekstremitas atau

trunk diposisi tertentu terhdp bagian yang lain.

c. Fasilitasi

Teknik untuk mempermudah timbulnya gerakan dalam pola normal

dengan cara memposisikan trunk atau ekstremitas di posisi tertentu.

6. Aproksimasi

Latihan untuk memelihara stabilitas dan priprioseptif bayi selama tidak

menggerakkan badannya, diberikan dengan tujuan untuk meningkatan

stabilitasi dan keseimbangan pasien.

24
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Identitas Anak

1. No. Rekam Medis : 851 200

2. Nama : Anak M. F

3. Umur : 2 tahun

4. Jenis kelamin : Laki – laki

5. Agama : Islam

Identitas Ibu

1. Nama : Ny. N

2. Umur : 39 Tahun

3. Pekerjaan : Guru

4. Agama : Islam

Vital Sign

1. Tekanan darah : 90/65 mmHg

2. Frekuensi Pernapasan : 30 x/menit

3. Frekuensi Nadi : 196 x/menit

4. Suhu : 36.5˚C

5. Tinggi Badan : 73 cm

6. Berat Badan : 6.5 kg

7. IMT : 12.2 kg/m2

8. Lingkar kepala : 44 cm

25
B. Anamnesis Khusus

1. Keluhan Utama : Pasien belum bisa duduk sendiri

2. Riwayat Perjalanan Penyakit : Saat bayi usia 3 bulan sering demam tapi

tidak sampai kejang. Selama masa awal pertumbuhan dan perkembangan, bayi

hanya mampu dalam posisi tidur terlentang dan miring kanan kiri . Saat usia bayi

hampir menginjak 2 tahun, bayi belum mampu duduk sendiri.

3. Riwayat Pre-Natal :

1) Kehamilan yang diinginkan

2) Ibu rutin control saat hamil

3) Riwayat Hipertensi

4. Riwayat Peri-Natal :

a. Bayi lahir saat usia 38 minggu

b. Lahir secara sectio cesaria

c. Ditolong oleh dokter

5. Riwayat Post-Natal :

a. Bayi dilahirkan segera menangis

b. Tidak ada riwayat kejang

C. Inspeksi/Observasi

1. Statis

a) Kepala bayi tampak kecil (microcephalus)

b) Mimik wajah bayi tampak normal

c) Bahu tampak simetris

d) Thoraks bayi normal

e) Pola nafas normal

26
f) Tangan dalam keadaan lunglai

g) Pelvic mengecil

h) Ankle pasien dalam keadaan eversi dan flat foot

2. Dinamis

a) Pasien datang digendong oleh ibunya

b) Pasien mampu miring kanan miring kiri

c) Pasien belum mampu duduk sendiri tapi bila dibantu sudah mulai mampu

mempertahankan posisinya.

3. Quick Test

a) Pasien sudah mampu miring kanan miring kiri

b) Pasien sudah mampu tengkurap dan mengangkat kepala

c) Pasien belum mampu duduk tanpa pegangan dan berjongkok

d) Pasien belum mampu berdiri dan berjalan

D. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1. Gerak Aktif

Pasien tidak mampu melakukan semua gerakan aktif baik ekstremitas

superior maupun ekstremitas inferior.

2. Gerak Pasif

Shoulder

Gerakan Hasil

Fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ekstensi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Abduksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Adduksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

27
Internal rotasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Eksternal rotasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Elbow

Gerakan Hasil

Fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ekstensi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Pronasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Supinasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Wrist

Gerakan Hasil

Fleksi Wrist Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ekstensi Wrist Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Radial Deviasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ulnar Deviasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Hip

Gerakan Hasil

Fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ekstensi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Abduksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Adduksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Internal rotasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Eksternal rotasi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

28
Knee

Gerakan Hasil

Fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ekstensi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Ankle

Gerakan Hasil

Plantar fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Dorsi fleksi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Eversi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

Inversi Normal, tidak ada nyeri, soft endfeel

3. TIMT (Tes Isometrik Melawan Tahanan)

Pasien belum bisa melakukan gerakan TIMT karena pasien belum

mengerti instruksi yang diberikan oleh fisioterapis.

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Palpasi

a) Suhu normal

b) Tidak ada spasme

c) hypotonus

2. Tes Sensorik

a) Tujuan : Untuk mengukur kualitas sensasi superficial

exteroceptor pasien

b) Teknik : Fisioterapis memberikan sentuhan dibagian elbow,

patella, dan ankle pasien.

29
c) Hasil : hyposensasi

2. Tes Tonus Otot Menggunakan Skala Asworth

Grade Keterangan

0 Tidak ada peningkatan tonus otot

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan

1 minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau

ekstensi

Ada peningktakan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya

2 pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan

minimal sepanjang sisa ROM

Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagia besar ROM tapi
3
sendi masih mudah digerakkan

4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak aktif

5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Hasil : Nilai 2 (Ada peningktakan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya

pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan

minimal sepanjang sisa ROM)

3. Tes kekuatan otot ( MMT )

Tujuan : untuk mengetahui tingkat kekuatan otot pada pasien

Grade Keterangan

0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual(tidak ada

kontraksi)

30
1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau palpasi ,ada

kontraksi satu atau lebih dari satu otot.

2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi ini sering

digambarkan sebagai bidang horizontal gerakan tidak full ROM

3 Gerakan melawan gravitasi

4 Resistance Minimal dan Full ROM

5 Resistance Maksimal dan Full ROM

Hasil :

Shoulder

Gerakan Hasil

Fleksi 2

Ekstensi 2

Abduksi 2

Adduksi 2

Internal rotasi 2

Eksternal rotasi 2

Elbow

Gerakan Hasil

Fleksi 2

Ekstensi 2

Pronasi 2

Supinasi 2

31
Wrist

Gerakan Hasil

Fleksi Wrist 2

Ekstensi Wrist 2

Radial Deviasi 2

Ulnar Deviasi 2

Hip

Gerakan Hasil

Fleksi 2

Ekstensi 2

Abduksi 2

Adduksi 2

Internal rotasi 2

Eksternal rotasi 2

Knee

Gerakan Hasil

Fleksi 2

Ekstensi 2

Ankle

Gerakan Hasil

Plantar fleksi 2

Dorsi fleksi 2

Eversi 2

32
Inversi 2

4. Tes Refleks

a) Refleks Fisiologis :

1) Refleks Biceps

Teknik : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada

tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi

siku.

Hasil : Hyporefleks

2) Refleks Triceps

Teknik : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi

pada sendi siku dan sedikit pronasi

Hasil : Hyporefleks

3) Refleks Patella

Teknik : ketukan pada tendon patella

Hasil : Hyporefleks

4) Refleks Achilles

Teknik : ketukan hammer pada tendon achilles

Hasil : Hyporefleks

b) Reflex Patologis

1) Babinsky

Teknik : Gunakan ujung hammer untuk menggores secara cepat

kaki bayi dari arah lateral tumit menuju ibu jari kaki bayi

Hasil : negative

33
2) Glabella

Teknik : Beri ketukan pada dahi bayi dan akan merespon dengan

kedipan

Hasil : Positif

3) Palmar Grasp

Teknik : Sentukan jari tangan ke telapak tangan bayi maka bayi

akan menggenggam tangan terapis

Hasil : Negatif

4) Stepping reflex

Teknik : menyentuhkan kaki ke tanah

Hasil : Negatif

5. Skala Denver II

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemajuan perkembangan anak,

normal atau abnormal berdasarkan ukuran skala yang dijadikan parameter.

Kemampuan ini didasarkan pada kemampun mototik halus dan kasar,

bahasa, social, dan kemadirian.

Motorik Kasar : Sesuai usia 9 bulan

Motorik Halus : Sesuai usia 14 bulan

Bahasa : Sesuai usia 15 bulan

Personal Sosial : Sesuai usia 16 bulan

34
6. Tes Koordinasi

Tujuan : Untuk mengetahui kordinasi gerak pasien

Hasil : Sulit dilakukan

7. Tes keseimbangan

Tes keseimbangan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai

kemampuan pasien untuk seimbang dalam berbagai aktivitas fungsional.

Tujuannya untuk menilai kemapuan keseimbang pasien agar dapat dinilai

kondisi patologis atau problem yang tekait. Dalam hai ini, keseimbangan

yang ingin dinilai adalah keseimbangan untuk berdiri dan berjalan.

Fisioterapis mencoba untuk mengajarkan pasien berdiri dan berjalan,

kemudian nilai apakah kemapuan berdiri dan berjalan pasien sudah mampu

dilakukan dengan benar atau tidak.

Hasil : terganggu

35
F. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi

1. Diagnosa : “Gangguan Tumbuh Kembang (Delayed Development)

Pasien Usia Kalender 2 Tahun Dengan Usia Tumbuh Kembang 9 Bulan Et

Causa Nutritional Marasmus”

2. Problematik Fisioterapi :

a. Impairment (Body structure and function)

- Kelemahan otot ekstremitas superior dan inferior

- ROM terbatas

- Gangguan koordinasi

- Gangguan keseimbangan

b. Acivity Limitation

- Belum mampu duduk tanpa bantuan

- Belum mampu berdiri dan berjalan

- Belum mampu mengontrol koordinasi dan keseimbangan

c. Participation Restriction

- Kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sekitar

- Hambatan melakukan aktivitas bermain dan belajar dengan teman

sebayanya

G. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Jangka Pendek

a. Meningkatkan kekuatan otot ekstremitas superior dan inferior

b. Meningkatkan ROM

c. Meningkatkan koordinasi dan keseimbangan

d. Memperbaiki ADL

36
2. Jangka Panjang

Keluarga pasien berharap ada peningkatan setelah melakukan terapi

sehingga problem yang dialami oleh pasien ( belum bisa duduk sendiri,

berdiri dan berjalan dapat teratasi dengan baik dan maksimal walaupun

membutuhkan waktu yang lama ( berproses ).

H. Program Intervensi Fisioterapi

1. NMT (Neuro Muscle Technique)

Neuro Muscular Taknik adalah teknik dasar menengani pasien

cerebral palsy sesuai dengan usia tumbuh kembang anak. .Neuro Muscular

Teknik yang digunakan dibagian tungkai bawah guna memfasilitasi untuk

bangun dan mengontrol postural duduk.

- Teknik Pelaksanaan :

a. Posisi Pasien

Pasien dalam keadaan tidur terlentang.

b. Tangan Fisioterapi

Tangan kanan untuk mobilisasi dan penekanan

c. Teknik pelaksanaan

Melakukan tekanan dan stimulasi pada serabut otot gluteus.

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

2. Passive Exercise

- Tujuan : memperlancar sirkulasi darah, relaksasi

otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot,

mencegah perlengketan jaringan.

37
- Teknik pelaksanaan :

a. Posisi Pasien

Pasien dalam keadaan tidur terlentang.

b. Tangan Fisioterapi

Tangan kanan untuk mobilisasi dan penekanan

Tangan kiri untuk fiksasi

c. Teknik pelaksanaan

 Fiksasi

Anggota yang digerakkan bagian proximal harus duifiksasi

dengan betul agar terjadi gerakan yang benar.

 Stabilisasi

Diberikan pada anggota yang letaknya proximal sendi yang

bersangkutan.

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

3. Stretching

- Tujuan : Mencegah kontraktur

- Pelaksanaan :

a. Posisi pasien : Pasien tidur terlentang

b. Posisi terapis : berdiri di samping bed

c. Teknik Pelaksanaan : fisioterapis menggerakkan kedua tungkai

bergantian secara pasif disetiap persendian ke segala arah dan

ditambah dengan penguluran.

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

38
4. Bridging Exercise

- Tujuan : untuk memperkuat otot-otot yang

mengalami kelemahan terutama pantat

- Teknik pelaksanaan : gerakkan hip dan knee pasien ke arah

fleksi sambil memberikan tahanan pada anklenya, lalu minta bayi untuk

mengangkat pantatnya ke atas, sehingga tubuhnya membentuk seperti

jembatan.

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

5. Bobath

a. Fasilitas

- Posisi pasien : tidur terlentang

- Persiapan alat : baby oil

- Teknik pelaksanaan :

 oleskan baby oil pada tubuh pasien

 sweap pada tangan → stimulasi tangan membuka → fasilitasi

supporting reaction pada tangan

 fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang

 fasilitasi duduk dari posisi terlentang

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

b. Stimulasi

- Posisi pasien : tidur terlentang dan tengkurap

- Persiapan alat : baby oil

- Teknik pelaksanaan : 3x seminggu (8x repetisi)

 oleskan baby oil pada tubuh pasien

39
 stimulasi gerakan terlentang ke duduk

 stimulasi gerakan dari tengkurap ke duduk

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

6. Aproksimasi

Latihan untuk memelihara stabilitas dan proprioseptif bayi selama

tidak menggerakkan badannya, diberikan dengan tujuan untuk meningkatan

stabilitasi dan keseimbangan pasien.

- Dosis : 3x seminggu (8x repetisi)

I. Evaluasi Fisioterapi

Setelah diberikan intervensi fisioterapi kepada pasien, belum nampak adanya

perubahan yang signifikan, dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki dalam

memberikan terapi kepada pasien.

J. Home Program

Home program yang diberikan diantaranya yaitu :

1. Mengajarkan dan membantu anak untuk duduk sendiri tanpa adanya bantuan

dengan memberikan bridging dan bobath exercise.

2. Menstimulasi dan mengajarkan anak untuk berdiri dengan memberikan

aproksimasi.

40
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Terapi yang diberikan kepada anak dengan usia kalender 2 tahun, usia tumbuh

kembang 9 bulan dan diagnosa gangguan tumbuh kembang ( Developmental Delay ) Et

Causa Nutritional Marasmus menggunakan beberapa intervensi fisioterapi didapatkan

hasil :

1. Belum ada peningkatan tonus otot yang signifikan

2. Belum ada peningkatan kekuatan otot yang signfikan

3. Belum ada peningkatan kemampuan fungsional seperti pasien belum mampu untuk

duduk tanpa bantuan, berdiri dan berjalan.

Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki dalam terapi dan tidak

dilaksanakannya home program oleh orang tua dengan baik dan maksimal.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. Ahmad, Hasnia. Ahmad, Andy. The New Concept Of Physical Therapist

Test and Measurement: First Edition. Makassar: PhysioCare Publishing.2016

Behrman RE, Voughan VC. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson. Edisi ke-12. Bagian I. EGC.

Jakarta. 1993; 298-301.

Budhayanti, Weeke (Penterjemah). 2014. Intisari Fisioterapi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi-Protein pada Anak di

Puskesmas dan di Rumah Tangga. Jakarta. 2000; 3-16.

H.M.Rusli. Dkk. 2012 Buku Ajar Anatomi. Makassar : Poltekkes Makassar

John W Santrock. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 2007. H.171-172

Masnjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. FKUI. Jakarta. 2000;

514-18.

Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi ke-14. FKUI. Jakarta. 2001; 104-36.

Soetjiningsih, Gde Ranuh IGN. 2015. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.

FKUI. Jakarta. 1985; 360-66.

42

Anda mungkin juga menyukai