Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pendahuluan
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat
kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan untuk
meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Kompas, 2012).
Anak-anak dengan epilepsi biasanya akan mendapatkan gangguan fungsi intelegensi,
pemahaman bahasa dan gangguan fungsi kognitif. Dampak epilepsi pada anak akan membuat
perbedaan yang cukup signifikan pada IQ. Selain itu, epilepsi juga memiliki 32 penyakit
penyerta (gangguan tumbuh kembang) yang akan diderita oleh penderitanya. Ini yang dalam
dunia medis disebut komordibiditas dan mesti diawasi oleh para orang tua. Komorbiditas
akibat epilepsi sangat beragam, mulai dari lumpuh otak, retadarsi mental serta Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), jika terdapat gangguan yang cukup berarti pada
otak maka dapat timbul gangguan mulai dari gangguan tumbuh dan kembang anak, gangguan
perilaku, gangguan belajar, cacat fisik, cacat mental, hingga kematian.
Menurut Word Health Organization (WHO, 2012), angka kejadian orang dengan
epilepsi (ODE) masih tinggi terutama di negara berkembang. Dari banyak studi menunjukkan
bahwa diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2
per 1000 penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50-70 kasus per 100.000
penduduk, bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah
pasien epilepsi 1,1- 8,8 juta. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi,
menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia
lanjut.

2. Pengertian
Epilepsi merupakan gangguan proksimal di mana cetusan neuron korteks serebri
mengakibatkan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau
emosional yang intermiten dan stereotipik (Ginsberg, 2008)
Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang terjadi dengan
sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang (Wong, 2008). Epilepsi adalah
gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikan oleh kejang
berulang keadaan ini dapat di hubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan
atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan
persepsi sehingga epilepsi 33 bukan penyakit tetapi suatu gejala (Smeltzer & Bare, 2011).

3. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan salah satu organ vital pada tubuh yang berfungsi mengatur segala
aktivitas manusia. Otak memiliki struktur yang relatif kecil dengan berat 1400 gram dan
merupakan 2% dari berat badan. Terbagi menjadi 3 subdivisi yaitu cerebrum, truncus
encephali (batang otak), dam cerebellum.
Cerebrum merupakan bagian terbesar otak yang terdiri dari 2 hemisfer, yaitu hemisfer
kanan dan kiri dipisahkan oleh fissura longitudinalis. Cerebrum tersusun dari 10 korteks.
Satu rigi lipatan korteks disebut gyrus cerebri, sedangkan parit yang memisahkan gyrus
cerebri disebut sulcus cerebri. Berdasarkan gyrus cerebri dan sulcus cerebri yang konstan
maka cerebrum dibagi menjadi 4 lobus besar, yaitu lobus frontalis, lobus temporalis, lobus
parientalis, dan lobus occipitalis.
Lobus frontalis berperan sebagai pusat intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunteer di gyrus
presentralis (area motor primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada
lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, motivasi dan inisiatif.
Lobus temporalis terletak disebelah ventral sulcus lateralis dan pada permukaan
lateralnya terdapat 3 gyrus yang membentang miring, yaitu gyrus temporalis superior, gyrus
temporalis medius, dan gyrus temporalis inferior. Pada sisi dalam dari sulcus lateralis
terdapat beberapa lipatan pendek miring disebut gyrus temporalis transversi dari Heschl yang
merupakan cortex auditoris primer (pusat pendengaran). Facies inferior lobus temporalis
terletak pada fossa cranii media. Pada daerah ini didapatkan gyrus temporalis inferior, gyrus
occipitotemporalis dan gyrus parahippocampalis. Bagian rostral gyrus parahippocampalis,
uncus dan stria olfactoria lateralis membentuk lobus pyriformis yang merupakan cortex
olfactorius primer (pusat penghidu).
Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, pendengaran, dan penghidu.
Pada lobus temporalis terdapat hippocampus yang berfungsi sebagai pusat memori. Berdasar
beberapa penelitian hippocampus berkaitan erat dengan kejadian epilepsi. Hippocampal
Sclerosis merupakan keadaan patologis yang paling sering dikaitkan dengan kejadian Mesial
Temporal Lobe Epilepsy (MTLE).
Lobus parietalis terdapat tiga bagian, yaitu gyrus postcentralis, lobulus parietalis
superior, dan lobulus parietalis inferior. Sisi posterior dari sulcus sentralis dan gyrus
postcentralis merupakan area somesthetica primer, yang merupakan daerah pusat rasa taktil
dari reseptor superficial dan profunda seluruh tubuh. Pada lobulus parietalis inferior teradapt
region untuk proses pemahaman dan interpretasi signal sensorik.
Lobus occipitalis merupakan lobus kecil yang bersandar pada tentorium cerebelli.
Pada lobus occipitalis terdapat cortex visual primer (pusat penglihatan). Korteks visual dari
setiap hemisfer menerima impuls visual dari retina sisi temporal ipsilateral dan retina sisi
nasal kontralateral dimana menangkap persepsi separuh lapangan pandang kontralateral.
Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon (otak tengah).
Medulla oblongata merupakan pusat refleks organ vital tubuh berfungsi mengatur sistem
respirasi, sistem kardiovaskular, sistem digestivus, serta fungsi refleks lainnya. Pons berperan
sebagai penghubung jaras kortikoserebralis yang menyatukan hemisfer serebri dan
cerebellum. Pada pons terdapat nukelus dari beberapa saraf kranial serta neuron yang
menghantarkan sinyal dari korteks serebri ke serebellum. Sehingga kerusakan/lesi pada pons
dapat menimbulkan disfungsi serebellum, gangguan sensorik dan motorik serta gangguuan
pada saraf kranial tertentu. Mesenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang
berisi apendikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus refleks pendengaran (menggerakkan kepala kearah datangnya suara). Terdapat pula
neuron untuk pengendalian dan koordinasi gerakan penglihatan.
Serebellum terletak di fossa cranii posterior. Secara anatomi tersusun dari 1 vermis
serebelli dan 2 hemisfer serebelli. Serebellum bekerja dengan memperhalus gerakan otot
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan
sikap tubuh. Sebab itu, sebellum disebut sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan tubuh
manusia.
Otak manusia tersusun dari kurang lebih 100 milyar sel saraf otak. Antar sel saraf
berkomunikasi melalui mekanisme perantara listrik dan kimiawi. Otak terdiri dari 2 jenis sel
yaitu neuron dan sel glia, dimana neuron berfungsi menghantarkan sinyal listrik, sedangkan
sel glia berfungsi menunjang dan melindungi neuron. Otak menerima 17% dari cardiac
output dan menggunakan 20% total oksigen tubuh untuk metabolisme aerobik otak.
Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan mentransmisikan sinyal
listrik. Listrik dalam digunakan untuk mengontrol saraf, otot, dan organ. Dendrit merupakan
bagian neuron yang berfungsi menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lain. Pada
dendrit terdapat multisensor yang kemudian akan mengubah segala rangsangan menjadi
sinyal listrik. Setelah dikelola, akson akan menghantarkan sinyal listrik dari badan sel ke sel
lain atau ke organ melalui terminal akson.
Di seluruh membran neuron terdapat beda potensial (tegangan) yang disebabkan
adanya ion negatif yang lebih didalam membran daripada di luar membran. Keadaan ini
neuron dikatakan terpolarisasi. Bagian dalam sel biasanya mempunyai tegangan 60-90 mV
lebih negatif di banding bagian luar sel. Beda potensial ini disebut potensial istirahat neuron.
Ketika ada rangsangan, terjadi perubahan potensial sesaat yang besar pada potensial istirahat
di titik rangsangan, potensi ini di sebut potensial aksi. Potensial aksi merupakan metode
utama transmisi sinyal dalam tubuh. Stimulasi dapat berupa rangsang listrik, fisik dan kimia
seperti panas, dingin, cahaya, suara, dan bau. Jika ada impuls, ion-ion Na+ akan masuk dari
luar sel kedalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel menjadi lebih positif dibanding luar sel,
dan potensial membrane meningkat, hal ini disebut depolarisasi.

4. Etiologi
Epilepsi disebabkan dari gangguan listrik disritmia pada sel saraf pada salah satu
bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan
tidak terkontrol (Smeltzer & Bare, 2011).
Menurut Wong (2009) Penyebab pasti epilepsi masih belum diketahui (idiopatik) dan
masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi yang mungkin menyebabkan epilepsi meliputi:
a. Pasca trauma kelahiran
b. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang digunakan sepanjang hamil
c. Asfiksia neonatorum
d. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang
sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes atau hipertensi)
e. Pasca cidera kepala

5. Patofisiologi
Menurut Kleigman (2008) Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik)
dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat
zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiricacid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak 34 yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps
dan dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh
belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh atau anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan
impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Hidayat (2009) dan Batticaca (2008) gejala epilepsi yaitu :
a. Dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
b. Kelainan gambaran EEG
c. Tergantung lokasi dan sifat fokus Epileptogen
d. Mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau- bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
e. Satu atau kedua mata dan kepala bergerak menjauhi sisa focus
f. Menyadari gerakan atau hilang kesadaran
g. Bola mata membalik ke atas, bicara tertahan, mati rasa, kesemutan, perasaan ditusuk-
tusuk, dan seluruh otot tubuh menjadi kaku.
h. Kedua lengan dalam keadaan fleksi tungkai, kepala, dan leher dalam keadaan ekstensi,
apneu, gerakan tersentak-sentak, mulut tampak berbusa, reflek menelan hilang dan saliva
meningkat.

7. Komplikasi
Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat terjadi:
a. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang
b. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
c. Cedera kepala
d. Cedera mulut
e. Fraktur

8. Pemeriksaan Diagnostic
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Elektrolit, glukosa, Ureum atau kreatinin.
2) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tanda-tanda
infeksi, perdarahan (hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai penyebab kejang
tersebut.
b. Pemeriksaan EEG
c. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.
d. Pemeriksaan radiologis : Foto tengkorak.
e. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna,
rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh
darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Farmakoterapi : Anti kovulsion.
2) Pembedahan : Untuk pasien epilepsy akibat tumor otak, abses, kista atau adanya
anomali vaskuler
b. Penatalaksanaan keperawatan
Adapun Cara menanggulangi kejang epilepsi yaitu sebagai berikut:
1) Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari benda keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau
yang biasa disebut “aura”. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung
beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2) Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas tidak mengalami gangguan.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.
e) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member 36 restrein yang
lembut.
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.

Anda mungkin juga menyukai