DISUSUN OLEH :
Siti rafiah
Nim : 11409719071
Mengetahui
A. Pengertian
Epilepsi adalah salah satu penyakit saraf tidak menular yang paling sering
terjadi di dunia tanpa ada batasan usia, ras dan tingkat sosial. Epilepsi
didefinisikan sebagai kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan
untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus dengan
konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial.
Epilepsi didefinisikan sebagai kejang berulang yang tidak terkait dengan
demam atau dengan serangan otak akut. Epilepsi didefinisikan sebagai dua
atau lebih serangan tak beralasan (tidak memiliki penyebab akut dan
paroksimal yang dapat diidentifikasi).17 Epilepsi adalah setiap kelompok
sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak sementara yang bersifat
paroksimal yang dapat bermanifestasi berupa gangguan atau penurunan
kesadaran episodik, fenomena motorik abnormal, gangguan psikis atau
sensorik, atau sistem saraf otonom; gejala-gejalanya disebabkan oleh
kelainan aktivitas otak.Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik
yang bisa terjadi pada segala usia terutama pada usia anak.1 Epilepsi
merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan
dan paroksismal. Epilepsi ditandai dengan sedikitnya 2 kali atau lebih kejang
tanpa provokasi dengan interval waktu lebih dari 24 jam.
B. Klarifikasi
Epilepsi secara garis besar dapat digolongkan menjadi epilepsi idiopatik,
kriptogenik, dan simtomatik. Epilepsi pasca trauma termasuk dalam epilepsi
simtomatik.
1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologik.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya
berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui.
Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik : bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural
pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat),
metabolik, kelainan degeneratif.
C. Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi
Otak merupakan salah satu organ vital pada tubuh yang berfungsi
mengatur segala aktivitas manusia. Otak memiliki struktur yang relatif
kecil dengan berat 1400 gram dan merupakan 2% dari berat badan.
Terbagi menjadi 3 subdivisi yaitu cerebrum, truncus encephali (batang
otak), dam cerebellum. Cerebrum merupakan bagian terbesar otak yang
terdiri dari 2 hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh
fissura longitudinalis. Cerebrum tersusun dari korteks.12 Satu rigi lipatan
korteks disebut gyrus cerebri, sedangkan parit yang memisahkan gyrus
cerebri disebut sulcus cerebri. Berdasarkan gyrus cerebri dan sulcus
cerebri yang konstan maka cerebrum dibagi menjadi 4 lobus besar, yaitu
lobus frontalis, lobus temporalis, lobus parientalis, dan lobus occipitalis.
Lobus frontalis berperan sebagai pusat intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunteer di gyrus presentralis (area motor primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara,
lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, motivasi dan
inisiatif.Lobus temporalis terletak disebelah ventral sulcus lateralis dan
pada permukaan lateralnya terdapat 3 gyrus yang membentang miring,
yaitu gyrus temporalis superior, gyrus temporalis medius, dan gyrus
temporalis inferior. Pada sisi dalam dari sulcus lateralis terdapat beberapa
lipatan pendek miring disebut gyrus temporalis transversi dari Heschl
yang merupakan cortex auditoris primer (pusat pendengaran). Facies
inferior lobus temporalis terletak pada fossa cranii media. Pada daerah ini
didapatkan gyrus temporalis inferior, gyrus occipitotemporalis dan gyrus
parahippocampalis. Bagian rostral gyrus parahippocampalis, uncus dan
stria olfactoria lateralis membentuk lobus pyriformis yang merupakan
cortex olfactorius primer (pusat penghidu).Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, pendengaran, dan penghidu. Pada lobus
temporalis terdapat hippocampus yang berfungsi sebagai pusat memori.
Berdasar beberapa penelitian hippocampus berkaitan erat dengan
kejadian epilepsi. Hippocampal Sclerosis merupakan keadaan patologis
yang paling sering dikaitkan dengan kejadian Mesial Temporal Lobe
Epilepsy (MTLE).15 Lobus parietalis terdapat tiga bagian, yaitu gyrus
postcentralis, lobulus parietalis superior, dan lobulus parietalis inferior.
Sisi posterior dari sulcus sentralis dan gyrus postcentralis merupakan
area somesthetica primer, yang merupakan daerah pusat rasa taktil dari
reseptor superficial dan profunda seluruh tubuh.
Pada lobulus parietalis inferior teradapt region untuk proses pemahaman
dan interpretasi signal sensorik14 Lobus occipitalis merupakan lobus kecil
yang bersandar pada tentorium cerebelli. Pada lobus occipitalis terdapat
cortex visual primer (pusat penglihatan). Korteks visual dari setiap
hemisfer menerima impuls visual dari retina sisi temporal ipsilateral dan
retina sisi nasal kontralateral dimana menangkap persepsi separuh
lapangan pandang kontralateral. Batang otak terdiri dari medulla
oblongata, pons, dan mesensefalon (otak tengah). Medulla oblongata
merupakan pusat refleks organ vital tubuh berfungsi mengatur sistem
respirasi, sistem kardiovaskular, sistem digestivus, serta fungsi refleks
lainnya.16 Pons berperan sebagai penghubung jaras kortikoserebralis
yang menyatukan hemisfer serebri dan cerebellum. Pada pons terdapat
nukelus dari beberapa saraf kranial serta neuron yang menghantarkan
sinyal dari korteks serebri ke serebellum.
Sehingga kerusakan/lesi pada pons dapat menimbulkan disfungsi
serebellum, gangguan sensorik dan motorik serta gangguuan pada saraf
kranial tertentu.Mesenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak
yang berisi apendikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden
dan desenden dan pusat stimulus refleks pendengaran (menggerakkan
kepala kearah datangnya suara). Terdapat pula neuron untuk
pengendalian dan koordinasi gerakan penglihatan.Serebellum terletak di
fossa cranii posterior. Secara anatomi tersusun dari 1 vermis serebelli
dan 2 hemisfer serebelli. Serebellum bekerja dengan memperhalus
gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Sebab itu, sebellum
disebut sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan tubuh manusia.Otak
manusia tersusun dari kurang lebih 100 milyar sel saraf otak. Antar sel
saraf berkomunikasi melalui mekanisme perantara listrik dan kimiawi.Otak
terdiri dari 2 jenis sel yaitu neuron dan sel glia, dimana neuron berfungsi
menghantarkan sinyal listrik, sedangkan sel glia berfungsi menunjang dan
melindungi neuron. Otak 13 menerima 17% dari cardiac output dan
menggunakan 20% total oksigen tubuh untuk metabolisme aerobik
otak.Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan
mentransmisikan sinyal listrik. Listrik dalam digunakan untuk mengontrol
saraf, otot, dan organ. Dendrit merupakan bagian neuron yang berfungsi
menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lain.
Pada dendrit terdapat multisensor yang kemudian akan mengubah segala
rangsangan menjadi sinyal listrik. Setelah dikelola, akson akan
menghantarkan sinyal listrik dari badan sel ke sel lain atau ke organ
melalui terminal akson.Di seluruh membran neuron terdapat beda
potensial (tegangan) yang disebabkan adanya ion negatif yang lebih
didalam membran daripada di luar membran. Keadaan ini neuron
dikatakan terpolarisasi. Bagian dalam sel biasanya mempunyai tegangan
60-90 mV lebih negatif di banding bagian luar sel. Beda potensial ini
disebut potensial istirahat neuron. Ketika ada rangsangan, terjadi
perubahan potensial sesaat yang besar pada potensial istirahat di titik
rangsangan, potensi ini di sebut potensial aksi. Potensial aksi merupakan
metode utama transmisi sinyal dalam tubuh. Stimulasi dapat berupa
rangsang listrik, fisik dan kimia seperti panas, dingin, cahaya, suara, dan
bau. Jika ada impuls, ion-ion Na+ akan masuk dari luar sel kedalam sel.
Hal ini menyebabkan dalam sel menjadi lebih positif dibanding luar sel,
dan potensial membrane meningkat, hal ini disebut depolarisasi
2. Fisiologi
Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang
cepat seperti kontraksi otot, peristiwa fiselar yang berubah dengan cepat
menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris kemudian
menginterpretasikannnya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan.
Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang sangat efektif
dan selektif antara cairan ekstra seluler dan cairan intra seluler. Di dalam
ruangan ektra seluler, di sekitar neuron terdapat cairan intraseluler
terdapat kalium.
D. Patopisiologi
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi), otak
berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain melalui sel-sel saraf (neuron).
Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal di otak
yang melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel
ini yang disebut fokus epileptik. Lepas muatan ini kemudian menyebar
melalui jalur-jalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya.
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di alam otak lebih dominan
dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita ketahui bersama bahwa
aktivitas neuron di atur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstra seluler dan
di dalam intra seluler dan oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membran
neuron. Pada kejadian epilepsi ion-ion tersebut terkoordinasi baik sehingga
dapat timbul loncatan muatan. Akibat loncatan neuron yang tidak
terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami abnormal
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial
aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik yang abnormal ini
kemudian mengajak neuron-neuron sekitarnya sehingga menimbulkan
serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan kejang.
Akibat dari gangguan listrik juga mengakibatkan penurunan kesadaran tiba-
tiba sehingga beresiko cidera karena benturan benda sekitar atau terkena
benda yang berbahaya seperti api, listrik, atau benda lain (Riyadi, 2009).
E. Etiologi
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak.
Apabila faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada
disebut sebagai epilepsi idiopatik. Sementara epilepsi yang faktor – faktor
penyebabnya diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008).
Pada epilepsi simtomatik yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini,
gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat dari adanya kelainan pada
jaringan otak.
Dalam banyak kasus,penyebab penyakit ayan tidak diketahui. Namun, berikut
ini adalah beberapa faktor yang memengaruhi otak dan mungkin menjadi
penyebab epilepsi, meliputi:
1. Pengaruh genetik. Beberapa jenis ayan, yang dikategorikan berdasarkan
tipe kejang yang Anda alami atau bagian otak yang terpengaruh, terjadi
dalam keluarga.
2. Cedera pada kepala. Cedera kepala akibat kecelakaan mobil, terjatuh,
ataupun cedera traumatik lainnya juga bisa jadi penyebab epilepsi.
3. Kondisi otak. Kondisi otak yang menyebabkan kerusakan pada otak,
seperti tumor otak atau stroke, dapat menyebabkan ayan. Stroke adalah
penyebab epilepsi yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang
berusia di atas 35 tahun.
4. Penyakit menular. Penyakit menular, seperti meningitis, HIV/AIDS dan
ensefalitis virus, bisa jadi menyebabkan ayan.
5. Cedera sebelum persalinan. Epilepsi pada anak biasanya dipicu karena
berbagai gangguan selama kehamilan. Sebelum lahir, bayi sensitif
terhadap kerusakan otak yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti infeksi pada ibu, nutrisi yang buruk atau kekurangan oksigen.
6. Gangguan perkembangan. Ayan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
gangguan perkembangan, seperti autisme dan neurofibromatosis.
F. Tanda dan gejala
Penyakit ayan terjadi akibat aktivitas abnormal di otak yang dapat
memengaruhi proses apa pun yang diatur oleh otak Anda. Dalam banyak
kasus, gejala epilepsi berlangsung secara spontan dan singkat.
Kebingungan sementara.
Gejala psikis.
Kekakuan otot.
Gemetar (tremor) atau kejang, pada sebagian anggota tubuh
(wajah, lengan, kaki) atau keseluruhan.
1. Kejang
2. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
3. Tumor otak
4. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
5. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
6. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
G. Komplikasi
Penyakit epilepsi dapat menimbulkan komplikasi, di antaranya adalah:
1. Terjatuh saat kejang dan menyebabkan cedera kepala atau patah tulang.
2. Kejang saat berenang bisa menyebabkan tenggelam.
3. Mengalami kecelakaan saat berkendara karena kejang terjadi dan Anda
tidak bisa mengendalikan tubuh atau hilang kesadaran.
4. Penyakit ayan yang terjadi selama masa kehamilan dapat menimbulkan
bahaya bagi janin dan sang ibu. Penggunan obat epilepsi juga dapat
meningkatkan risiko bayi lahir cacat.
5. Mengalami kecemasan, depresi, dan melakukan percobaan bunuh diri.
6. Mengalami status epileptikus, yakni kejang yang berlangsung lebih dari 5
menit atau kejang berulang tanpa sadar yang bisa menyebabkan
kerusakan otak dan kematian.
7. Kematian mendadak bisa terjadi pada beberapa penderita ayan dengan
masalah jantung dan sistem pernapasan atau pada pasien yang
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada
umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki /
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri padaluka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasinyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuanfungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau sianghari.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
- Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetesgestasional
- Riwayat ISK berulang
- Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
- Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
- Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
- PemeriksaanFisik
- Aktifitas/istirahat
- Gejala:Lemah, letih, sulit bergera/berjalan, kram otot, tonus otot
- menurun, gangguan istirahat dan tidur.
- Tanda :Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau dengan
aktifitas. Sirkulasi
- Gejala :Adanya riwayat hipertensi, kebas, dan kesemutan pada
ekstremitas
- Tanda :Takikardi, nadi yang menurun, perubahan tekanan
darah postural, distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan bola
mata cekung
4) Integritasego
- Gejala :Sress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
- Tanda :Ansietas,peka rangsang
5) Eliminasi
- Gejala :Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri
tekan abdomen
- Tanda :Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras adanya ansites, bising usus lemah
danmenurun.
6) Makan/cairan
- Gejala :Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penuruna berat badan
lebih dari periode, beberapa hari/minggu,haus
- Tanda :Kulit kering, turgao kulit jelek, kekakuan/distensi
7) Nyeri/kenyamanan
- Gejala :Abdomen yang tegang/nyri (sedang danberat)
- Tanda :Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
- Gejala :Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan tanpa
- sputum purulen (tergantung adanya infeksi atautidak)
- Tanda:Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen (infeksi),
9) frekuensi pernapasan
- Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
1) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
2) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
B. Diagnose keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi afektor
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan
nafas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipoksia
jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
C. Intervensi
Diagnosa NOC NIC Rasional
keperawatan
1. Resiko cedera Setelah dilakukan Rencana intervensi 1) mengidentifikasi
berhubungan tindakan keperawatan yang akan dilakukan: perkembangan
dengan disfungsi 1x24 jam diharapkan Environment atau
afektor tidak terjadi cedera Management penyimpangan
(kejanng-kejang) pada klien. (manajemen hasil diharapkan.
- Kontrol risiko Kriteria lingkungan) 2) mengurangi
Hasil: 1. Pantau status terjadinya cedera
- Klien terbebas dari neurologis setiap 8 seperti akibat
cidera jam aktivitas kejang
- Klien menggunakan 2. Jauhkan benda- tidak terkontrol
fasilitas kesehatan benda yang dapat 3) penjagaan untuk
yang ada. mengakibatkan keamanan, untuk
- Mampu terjadinya cedera mencegah cidera
memodifikasi gaya pasien saat terjadi atau jatuh
hidup untuk kejang 4) area yang rendah
mencegah injury 3. Pasang penghalang dan datar dapat
- Mampu mengenali tempat tidur pasien mencegah
perubahan status 4. Letakkan pasien di terjadinya cedera
kesehatan tempat yang rendah pasien
dan datar 5) lidah berpotensi
5. Menyiapkan kain tergigit saat
lunak untuk kejang karena
mencegah menjulur keluar
terjadinya sebagai informasi
tergigitnya saat pada perawat
terjadi kejang. untuk segera
6. Anjurkan pasien melakukan tind
untuk memberi tahu sebelum
jika merasa ada terjadinya kejang
sesuatu tidak berkelanjutan
nyaman, atau 6) mengurangi
mengalami sesuatu aktivitas kejang
yang tidak biasa yang
sebab permulaan berkepanjangan,
terjadinya kejang. yang d
7. Berikan obat anti mengurangi suplai
konvulsan sesuai oksigen ke otak
advice dokter 7) melibatkan
8. Berikan informasi keluarga untuk
pada keluarga mengurangi resiko
tentang tindakan cedera
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap
ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui :
(1). kesesuaian tindakan keperawatan,
(2) .perbaikan tindakan keperawatan,
(3) .kebutuhan klien saat ini,
(4) .perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
(5). apakah perlu menyusun ulang priorotas diagnose supaya kebutuhan
klienbisa terpenuhi. Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk
memeriksa sumua proses keperawatan (Debora, 2017).
Daftar pustaka
Irfana, L. (2018). Epelepsi Post Trauma Dengan Gejala Psikotik. Medical And
Health Science, Vol 2, No 2.
Pikarin, A. (t.thn.). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Epilepsi. Academia.
Tia Wida Ekaputri HZ, L. A. (2020). Karakteristik Pasien Epilepsi Di Rumah Sakit
Kota Jambi Periode Januari Sampai Desember 2018. Medika Mahalayati,
Vol 4, No 2.