Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep teoritis
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Nurwijayanti et al.
2019).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Suatu keadaan
dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap
diri sendiri atau orang lain. Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-
barang. Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik.
Perilaku kekerasan ditandai dengan adanya muka marah dan emosi. Pasien
mengalami distorsi kognitif seperti merasa diri paling berkuasa, pengasingan,
mengkritik pendapat orang lain dan mudah putus asa. Terdapat rasa malas dan
menarik diri dari hubungan sosial pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit tidur
atau terbangun dini hari, nafsu makan berkurang begitu juga dengan seksual (Yosep,
2009).
2. Anatomi fisiologi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron.Otak merupakan organ yang sangat
mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi,
kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian
otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.Otak sepertinya
belajar kemampuan baru.Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan
dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis.Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).Fungsi dari SST
adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya
(Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
4) Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. (White, 2008)

Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan samping.
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan.Memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus
otot.Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.Bagian-bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).
Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.
(Sumber: Raine, 2009)

c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya.Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen yaitu:

1) Pons : sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di


brainstem, pons berisi banyak daerah control untuk gerakan mata dan
wajah
2) Medulla : bagian terendah dari batang otak, medulla adalah bagian yang
paling penting dari seluruh otak dan merupakan pusat control jantung dan
paru-paru yang sangat penting.
3) Saraf tulang belakang : merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang
terletak di bagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung
bawah, saraf tulang belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan
seluruh tubuh.
Gambar 2.3 Brainstem.
d. Sistem limbik
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian
otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan
otak mamalia. sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom.
Gambar 2.4: Sistem limbik

Sistem limbik terdapat bagian-bagiannya :

1) Thalamus : bertanggung jawab untuk mendeteksi dan menyampaikan


informasi dari indera kita, seperti bau dan penglihatan, serta bertanggung
jawab untuk berpikir dan gerakan.
2) Hipotalamus : bagian penting dari system limbic yang bertanggung jawab
untuk memproduksi beberapa pembawa pesan kimiawi, yang disebut
hormone. Hormone ini mengontrol kadar air dalam tubuh, siklus tidur,
suhu tubuh, dan asupan makanan. Hipotalamus terletak dibawah thalamus.
3) Girus singulata : berfungsi sebagai jalur yang mentransmisikan pesan
antara bagian dalam dan luar dari sisytem limbic.
4) Amigdala : bertanggung jawab untuk mempersiapkan tubuh untuk situasi
darurat, seperti sedang kaget dan untuk menyimpan kenangan peristiwa
untuk pengenalan masa depan. Amigdala membantu dalam pengembangan
kenangan, terutama yang berkaitan dengan peristiwa emosional dan
keadaan darurat. Amigdala ini juga terlibat secara khusus dengan
perkembangan emosi secara khusus dengan perkembangan emosi rasa
takut, dan dapat menjadi penyebab ekspresi ekstrim ketakutan, seperti
dalam kasus panic. Selain itu amigdala memanikan peran utama dalam
kesenangan dan gairah generative, dan dapat bervariasi dalam ukuran
tergantung pada aktivitas generative dan kematangan individu.
5) Hipokampus : bagian lain dari lobus temporal yang bertanggung jawab
untuk mengubah kenangan jangka pendek ke memori jangka panjang.
Hipokampus diperkirakan bekerja dengan amigdala untuk penyimpanan
memori dan kerusakan pada hipokampus dapat menyebabkan amnesia.
6) Ganglia basal : kumpulan badan sel saraf yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi gerakan otot dalam postur tubuh. Secara khusus, ganglia
basal membantu untuk memblokir gerakan yang tidak di inginkan, dan
langsung terhubung langsung dengan otak untuk koordinasi.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor psikologis
 Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
 Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan
masakecil yang tidak menyenangkan
 Rasa frustasi
 Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau
lingkunganTeori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan
tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
perilaku tindak kekerasa.
 Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologic
2) Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan
ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam measyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa.
3) Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic
(untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan
lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi, danhendak menyerang
objek yang ada disekitarnya.Selain itu berdasarkan teori biologic, ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku
kekerasan, yaitu sebagai berikut:
 Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
 Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin,
neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif.
Peningkatan hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
 Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
 Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy
(epilepsy lobus
 temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkunga.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising
hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain
sebagai berikut :
1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3) Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4) Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
4. Patofisiologi
Agresi seseorang menurut Tomb (2003), mempunyai dasar biologis, psikososial,
dan budaya yang rumit dan tidak menentu. Perilaku kekerasan berhubungan dengan
lesi pada korteks prefrontal (sindrom lobus frontal) dan stimulasi amigdala dan
system limbic, dan adanya peningkatan hormone androgen dan norepinefrine cairan
cerebrospinal dan penurunan serotonin dalam cairan cerebrospinal (mirip bunuh diri
dalam kekerasan) dan GABA (gama amino butirat acid). Perilaku kekerasan sukar
diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tapi ada kelompok tertentu yang
memiliki risiko tinggi ; pria berusia 15-25 tahun, atau subgroup dengan budaya
kekerasan, peminum alkohol. Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin,
norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan
dalam patofisiologi gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh
penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon
antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam
depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik
dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan
jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga berlokasi
di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.
Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor
neurokimia lainnya seperti gammaaminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif peptida
(vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan
mood. Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino.
Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama
dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate.
GABA adalah asam amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam
amino eksitator. Kadang cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan
melihat keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut. Bila oleh karena suatu
hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel paskasinaptik,
neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya pada
celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi
asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di
celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.

5. Pohon masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Risiko perilaku kekerasan


Gangguan konsep diri

Isolasi social

6. Manifestasi klinis
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif dan
mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeks i, represif,
denial dan reaksi formal.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :
1) Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi HCL meningkat,
peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat
2) Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif.Perilaku asertif adalah
cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku
tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.

3) Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain
4) Perilaku kekerasan
5) Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Somatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapi Somatik adalah
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptife menjadi perilaku adaktif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku klien
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
8. Komplikasi
a. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
b. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
c. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
d. Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
e.Ideal diri tidak tercapai
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses dan merupakan proses yang
sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisis data dan menentukan diagnosa
keperawatan ( Keliat, 1998). Adapun data yang diperoleh pada klien dengan prilaku
kekerasan adalah sebagai berikut : menyatakan melakukan prilaku kekerasan,
mengatakan perasaan jengkel / kesal, sering memaksakan kehendak, merampas atau
memukul. Tekanan darah meningkat. Wajah memerah, pupil melebar, mual,
kewasapadaan meningkat disertai ketegangan otot, pandangan mata tajam, sering
menyendiri, harga diri rendah merasa keinginan tercapai. Dari data tersebut
didapatkan beberapa rumusan masalah :
a.Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
b. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
c. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
d.Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
e.Ideal diri tidak tercapai.
2. Diagnose keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/ amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
3. Intervensi
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/ amuk
a. Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
b. Tujuan Khusus:
 klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan: .
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggilklien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontak singkat tapi sering
 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
 Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah
a. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya
1) Salam terapeutik, Perkenalan diri, Tanyakan nama lengkap
kliendan panggilan yang disukai, Jelaskan tujuan pertemuan,
Ciptakan lingkungan yang tenang, Buat kontrak yang jelas ( waktu,
tempat dan topik pembicaraan ).
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
3) Utamakan memberi pujian yang realistis.
 Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
 Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total).
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan:
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Implemntasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan diselesaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan disesuaikan dengan kondisi klien saat ini (farida & yudi, 2012).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus- menerus
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan evaluasi dapat di
bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a) Evaluasi proses (formatif) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
keperawatan
b) Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan dengan cara membandingkan respon klien
dengan tujuan yang telah di tentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir
S : Responsubjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ump.ac.id/986/3/DIAH%20PRABOWO%20HARDIYANTI%20BAB

%20I2.pdf

https://www.academia.edu/11519924/LAPORAN_PENDAHULUAN_PK

http://eprints.ums.ac.id/45460/13/fix%20perpus.pdf

https://www.academia.edu/37678637/ASUHANKEPERAWATAN_PERILAKU_KEKE

RASAN

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/download/4421/4065

Anda mungkin juga menyukai