Puji syukur kita panajtkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Berkat Rahmat, Taufik dan
Hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Stase dengan
kasus Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga Laporan Akhir Stase kami dengan kasus Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran, memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORITIS
1. Defenisi
Halusinasi adalah salah satu gangguan jia dimana pasien mengalami perubahan
persepsi sensori, merasakan sensasi palsu yang berupa suara, pengelihatan,
pengecapan, peraba, penghirup (Damiyanti,2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien member
persepsi atau pendapat tentang liangkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
2. Anatomi Fisiologi
Klien yang mengalami halusinasi lobus fronalis yang lebih kecil dari rata-rata
orang yang normal adanya hiperaktivitas dopamine pada klien dengan gangguan jiwa
seringkali menimbulkan gejala-gejala halusinasi.Menurut hasil penelitian
neorotrasmitar. Neorotrasmitar pada klien yang gangguan jiwa memegang peranan
dalam proses lerning memori. Neorotrasmitar lain berfungsi sebagai penghambat
aktivitas dopamine pada proses pergerakan yaitu GABA. Menurut Singgih gangguan
mental dan emosi juga bisa disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak
cocok (Aplasia).
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mulai frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivitasinya neutransimitter otak.
4) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini terpengaruh pada ketidakmampuan pasien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil studi menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.(Parabowo, 2014).
b. Faktor Presipitasi
1) Biologi
Gangguan dalam komunikasi dan piutaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang tolerensi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menggapi stress.
(Prabowo, 2014).
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata
dan tidak.
5) Jenis
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
a) Halusinasi Pendengaran
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkannya untuk melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Pengelihatan
Stimulus visual dalam bentuk beragam eperti bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometric, gambaran kartun atau panorama yang luas dan
kompleks.Bayangan biasa bisa menyenangkan dan menakutkan.
c) Halusinasi penghidu
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti: darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidung bau harum.Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
d) Halusinasi peraba
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contohnya merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e) Halusinasi pengecap
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikan.
f) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan yang dicerna
atau pembentukan urine.
g) Halusinasi Viseral
Timbul perasaan tertentu didalam tubuhnya.
4. Patofisiologi
a. Teori Biokimia
Respon metabolik terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat halusinogen
pada sistem limbic otak, atau terganggunya keseimbangan neurotransmitter di
otak.
b. Teori Psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
ditekan yang kemungkinan mengancam untuk timbul.
5. Pohon Masalah
6. Maniestasi Klinis
a. Halusinasi pendengaran
1) Data subjektif:
a) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b) Mendengar suara atau bunyi.
c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
d) Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
e) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau
yang membahayakan.
2) Data objektif:
a) Mengarahkan telinga pada sumber suara.
b) Bicara atau tertawa sendiri.
c) Marah-marah tanpa sebab.
d) Menutup telinga mulut komat kamit.
e) Ada gerakan tangan.
b. Halusinasi pengelihatan
1) Data subjektif:
a) Melihat orang yang sudah meninggal.
b) Meihat makhluk tertentu.
c) Melihat bayangan.
d) Melihat sesuatu yang menakutkan.
e) Melihat cahaya yang sangat terang.
2) Data objektif:
a) Tatapan mata pada tempat tertentu.
b) Menunjuk kea rah tertentu.
c) Ketakutan pada objek yang dilihat.
c. Halusinasi penghidu
1) Data subjektif:
a) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau
masakan, dan parfum yang menyengat.
b) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu.
2) Data objektif:
1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium.
2) Adanya gerakan cuping hidung.
3) Mengarahkan hidung pada tempat tertentu.
d. Halusinasi peraba
1) Data subjektif:
a) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya.
b) Merasakan ada sesuatu ditubuhnya.
c) Merasakan ada sesuatu dibawah kulitnya.
d) Merasakan sangat penas, atau dingin.
e) Merasakan tersengat aliran listrik.
2) Data objektif:
a) Mengusap dan menggaruk kulit.
b) Meraba permukaan kulit.
c) Memegangi terus area tertentu.
e. Halusinasi pengecapa
1) Data subjektif:
a) Merasakan seperti makan sesuatu.
b) Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya.
2) Data objektif:
a) Seperti mengecap sesuatu.
b) Mulutnya seperti mengunyah.
c) Meludah dan muntah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
b. Mekanisme koping
c. Masalah phisikososial
8. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang terapiotik
1) Untuk mengurangi tingkat kecemasan,
kepanikan dan ketakutan pada klien akibat halusinasi, sebaiknya pada
permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau di pegang . pasien
diisolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
ruangan atau mendekati klien, berbicara dengan klien. Begitu juga jika
meninggalkan klien hendak membritahukan kepada klien. Klien
diberitahukan tindakan selanjutny yang akan dilakukan. Diruangan yang
akan digunakan sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong klien agar tidak teralihkan perhatiannya. Misalnya jam
dinding, gambar, majalah dan permainan.
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang akan diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
pefsuatif tapi terstuktur.Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan benar diminumnuya, serta reaksi obat yang diberikan.
3) Mengambil permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah klien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
mambantu mengatasi masalahyang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau pun orang-orang terdekat dengan
klien.
4) Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolaraga, bermain, atau melakukan kegiatan yang biasa dilakukan klien.
Kegiatan yang memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas kesehatan lainnya sebaiknya diberitahu
tentang data klien agar ada kesatuan pendapat dan keseimbangan dalam
proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila
sedang sendiri iya sering berhalusinasi. Tapi bila ada orang lain didekat
klien tidak berhalusinasi. Perawat menyarankan agar klien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau melakukan
aktivitas yang disukai klien. Percakapan ini hendak diberitahukan pada
keluarga klien dan petugas kesehatan lainnya agar tidak membiarkan klien
menyendiri dan saran yang diberikan tidak bertantangan.
9. Komplikaasi
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
menyebabkan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV,
dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya.Klien
benar-benar kehilangan kemampuan penilaian terhadap lingkungan. Dalam situasi ini
klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.
Tanda dan gejala:
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Bberdebat
f. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.
1. Kesimpulan
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa.Pasien merasakan sensasi berupa suara, pengelihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata.(Keliat, 2011 dalam Zelika, 2015).
Sedangkan menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
2. Saran
Saya mengharapkan saran dan keritik yang membangun untuk laporan ini agar
kedepannya menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/880/1/NURMA%20GUPITA%20NIM.
%20A31701028.pdf
https://www.academia.edu/8318743/LP_Halusinasi
https://www.academia.edu/9797578/LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HALUSINASI