PENDAHULUAN
1|Page
maka individu akan mengalami berbagai penyakit fisik maupun mental (timbul stress
dan terjadi gangguan perilaku).
Gangguan tingkah laku adalah perilaku antisosial yang persisten pada anak dan
remaja yang secara signifikan mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan
fungsi di bidang sosial, akademik, atau pekerjaan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka, dapat diidentifikasikan masalah yaitu
penulis ingin membahas tentang “Gangguan Perilaku” dan asuhan keperawatannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem saraf yang mengakibatkan gangguan perilaku?
2. Bagaimana definisi gangguan perilaku?
3. Bagaimana etiologi gangguan perilaku?
4. Bagaimana manifestasi klinis gangguan perilaku?
5. Bagaimana epidemiologi gangguan perilaku?
6. Bagaimana penatalaksanaan gangguan perilaku?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gangguan perilaku?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem saraf yang mengakibatkan gangguan
perilaku
2. Untuk mengetahui definisi gangguan perilaku
3. Untuk mengetahui etiologi gangguan perilaku
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis gangguan perilaku
5. Untuk mengetahui epidemiologi gangguan perilaku
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan perilaku
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien gangguan
2|Page
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Talamus
Talamus adalah bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi
dan menyampaikan informasi dari indera kita, seperti bau dan penglihatan.
3|Page
Talamus ini terletak dalam batang otak, dan merupakan bagian dari jalur
informasi ke dalam otak, yang merupakan bagian dari otak yang bertanggung
jawab untuk berpikir dan gerakan.
2. Hipotalamus
3. Girus singulata
Amigdala adalah salah satu dari dua kelompok berbentuk almond sel-sel
saraf pada temporal (sisi) lobus dari otak besar. Kedua amigdala
bertanggung jawab untuk mempersiapkan tubuh untuk situasi darurat, seperti
sedang ‘kaget’, dan untuk menyimpan kenangan peristiwa untuk pengenalan
masa depan. Amigdala membantu dalam pengembangan kenangan,
terutama yang berkaitan dengan peristiwa emosional dan keadaan darurat.
Amigdala ini juga terlibat secara khusus dengan perkembangan emosi rasa
takut, dan dapat menjadi penyebab ekspresi ekstrim ketakutan, seperti dalam
kasus panik. Selain itu, amygdalae memainkan peran utama dalam
kesenangan dan gairah seksual, dan dapat bervariasi dalam ukuran
tergantung pada aktivitas seksual dan kematangan individu.
Hipokampus adalah bagian lain dari lobus temporal yang bertanggung jawab
untuk mengubah kenangan jangka pendek ke memori jangka panjang
disebut. Hipokampus ini diperkirakan bekerja dengan amigdala untuk
penyimpanan memori, dan kerusakan pada hipokampus dapat menyebabkan
amnesia (hilang ingatan).
4|Page
5. Ganglia basal
Ganglia basal adalah kumpulan badan sel saraf yang bertanggung jawab
untuk mengkoordinasikan gerakan otot dalam postur tubuh. Secara khusus,
ganglia basal membantu untuk memblokir gerakan yang tidak diinginkan dari
terjadi, dan langsung terhubung dengan otak untuk koordinasi.
Sistem limbik diterapkan untuk bagian otak yang terdiri dari jaringan korteks
(alo-korteks), sekeliling hilus hemisferserebri bersama struktur yang letaknya
lebih dalam yaitu amigdala, hipokampus, dan nuclei septal. Disebutrinen sefalon
karna berhubungan penghidu fungsi sistem limbik:
1. Perilaku makan
2. Bersama thalamus memengaruhi perilaku seksual, emosi (marah dan takut),
serta emosi.
3. Perubahan tekanan darah dan pernapasan merupakan bagian dari fenomena
kompleks, terutama respons emosi dan perilaku.
4. Hiperfagia dan komnifagia.
Korteks limbik merupakan korteks serebri sekitar hilus hemis ferserebral dari
lobus frontalis dari struktur limbik yang berdekatan. Fungsi sistem limbik berperan
sebagai sistem saraf otonom dan sistem saraf somatik:
5|Page
menimbulkan hiposeksualitas. Kerusakan hipotalamus anterior pada wanita
mengakibatkan hiposeksual. Perilaku keibuan (maternal behavior) terletak
pada girus singuli bagian retrosplienial korteks limbiks.
4. Takut, lari, atau menghindar. Ekspresi somatik melihat kekanan atau kekiri,
ekspresi otonom pupil dilatasi, frekuensi jantung naik, tekanan darah naik.
Perangsang amigdala dan hipotalamus menyebabkan rasa takut. Bila
amigdala rusak, hilanglah rasa takut dan dapat terjadi pada penyakit jiwa
yang agresif.
5. Marah, berkelahi, dan menyerang. Perangsangan amigdala dan hipotalamus
akan menimbulkan rasa marah. Kerusakan neokorteks timbulkan
marahmeskipunrangsanganringan.
6. Motivasi, berupa rangsangan tak bersyarat. Motivasi hilang jika dirangsang
bagian lateral hipotalamus posterior dan midbrain dorsal.
7. Ingatan (jangka pendek dan panjang [amnesia, alzheimer])
Tingkah laku adalah fungsi seluruh sistem saraf. Bahkan reflek medulla
spinalis yang khas pun merupakan suatu unsur tingkah laku, serta siklus bangun
dan tidur yang dibicarakan sebelumnya dalam bab ini merupakan salah satu pola
tingkah laku kita yang terpenting. Tetapi, dalam bagian ini kita akan
membicarakan jenis tingkah laku khusus untuk berhubungan dengan emosi,
dorongan motoric dengan sensoris bawah sadar, dan perasaan intrinsic
mengenai rasa nyeri dan kesenangan. Fungsi sistem saraf ini terutama dilakukan
oleh struktur subkortikal yang terletak didaereah basal otak. Seluruh kelompok
struktur otak ini disebut sistem limbik.
2.2 Definisi
Gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa
kanak-kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang
menyebabkan gangguan pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah,
masjid, atau lingkungan. Fitur utama dari gangguan ini adalah pola perilaku
6|Page
berulang dan terus-menerus yang melanggar norma-norma sosial dan hak-hak
orang lain. Ini adalah salah satu kategori masalah kesehatan mental anak yang
paling umum, yang mencapai 9% pada laki-laki dan 2% pada perempuan.
(Kamus Kesehatan, 2015).
Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.
Dimana anak dengan gangguan perilaku conduction disorder ini sering kali
mengalami kesulitan untuk mengontrol perilaku mereka, menjadi sangat nakal
dan tidak mau mengikuti aturan, bertindak secara impulsif tanpa
mempertimbangan konsekuensi dari tindakan mereka, melanggar hak serta
menyakiti orang lain.(Asosiasi Parapsikoterapi Indonesia, 2013).
Gangguan tingkah laku dalam DSM-IV-TR fokus pada perilaku yang
melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial. Perilaku yang
dapat dianggap simtom dari gangguan tingkah laku mencakup agresi dan
kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusak kepemilikkan, berbohong,
dan mencuri (Davison, 2006).
Gangguan tingkah laku merupakan tipe kedua dari gangguan-gangguan
tingkah laku disruptif. Gangguan tingkah laku adalah penting tidak hanya karena
gagasan ini menyebabkan masalah pada waktu individu-individu itu masih anak-
anak, tetapi juga karena gangguan ini ada hubungannya dengan tingkah laku
disruptif dan criminal dalam kehidupan selanjutnya, dan banyak anak yang
mengalami gangguan tingkah laku akan menjadi penjahat ketika mereka menjadi
orang dewasa (Quay,1986).
DSM-IV menjelaskan gambaran penting gangguan ini sebagai pola
tingkah laku menetap dan berulang dengan pelanggaran pada hak asasi orang
lain atau norma dan peraturan sosial yang sesuai dengan usia. Tingkah laku
tersebut lebih serius dibandingkan kenakalan dan keusilan anak-anak dan
remaja pada umumnya. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan, dan perilaku tersebut dapat berlanjut hingga dewasa,
bahkan sering menjadi criteria gangguan kepribadian antisocial.
Gangguan tingkah laku dibagi dalam dua subtipe berdasarkan usia
terjadinya awitan :
1. Tipe awitan-masa kanak-kanak
Awitan paling tidak satu karakteristik gangguan tingkah laku sebelum
usia 10 tahun
7|Page
2. Jenis awitan masa remaja
Tidak ada perilaku yang terkait dengan gangguan tingkah laku
sebelum usia 10 tahun
Gangguan tingkah laku dapat diklasifikasikan menjadi ringan, sedang,
atau berat (DSM-IV-TR, 2000)
a. Ringan : individu mengalami sedikit masalah tingkah laku yang
menyebabkan bahaya terhadap orang lain yang relatif ringan, seperti
berbohong, bolos sekolah, atau keluar rumah tanpa izin.
b. Sedang : jumlah masalah tingkah laku meningkat, seperti halnya jumlah
bahaya terhadap orang lain, seperti halnya jumlah bahaya terhadap orang
lain, seperti vandalism atau pencurian.
c. Berat : ada banyak masalah tingkah laku, dan ada bahaya yang besar
terhadap orang lain, seperti seks yang dipaksa, kekejaman terhadap
binatang, penggunaan senjata, pencurian,
atau perampokan.
2.3 Etiologi
Secara umum bahwa kerentanan genetik,
kesulitan di lingkungan, dan faktor-faktor
seperti koping yang buruk saling
mempengaruhi untuk menyebabkan
gangguan.Faktor risiko mencakup pengasuhan yang buruk, prestasi akademik
yang rendah, hubungan teman sebaya yang buruk, dan harga diri rendah; faktor
pelindung mencakup ketabahan, dukungan keluarga, hubungan teman sebaya
yang positif, dan kesehatan yang baik.
A. Faktor Predisposisi
1. Fisiologis
a. Watak lahir : Istilah watak merujuk pada sifat kepribadian yang telah
tampak jelas pada awal kehidupan dan mungkin ada pada saat lahir.
Fakta mengesankan adanya hubungan antara watak yang sulit pada
masa kanak-kanak dan masalah perilaku pada kehidupan
selanjutnya.
b. Psikososial
2) Teori Psikodinamika : Teori (1975) menyatakan bahwa anak ini
menetap pada fase perkembangan separation-individuation. Anak
8|Page
gagal memisahkan diri dari ibunya dan tetap pada posisi
bergantung. Perasaan takut akan ditinggalkan mendukung
ketergantungan ini. Ego tetap berada pada kondisi yang kurang
berkembang.
3) Teori Dinamika Keluarga : Faktor berikut berkaitan dengan
dinamika keluarga yang dihubungkan sebagai penyebab
predisposisi gangguan ini (Clunn, 1991; Popper dan Steingard,
1994) :
a) Penolakan oleh orang tua
b) Penanganan yang tidak konsisten dengan disiplin yang keras
c) Sejak dini tinggal di asrama atau lembaga lain
d) Figur orang tua yang sering berubah
e) Keluarga besar
f) Tidak ada ayah
g) Orang tua yang memiliki gangguan kepribadian antisocial
dan/atau ketergantungan alcohol
h) Hubungan dengan kelompok yang melakukan kejahatan
(Pieter, Herri Zan. 2010)
Fungsi keluarga yang buruk, ketidakharmonisan perkawinan,
pengasuhan yang buruk, dan riwayat penyalahgunaan zat pada keluarga serta
masalah psikiatri berhubungan dengan perkembangan gangguan tingkah
laku.Penganiayaan anak adalah faktor risiko yang sangat penting.Pola
pengasuhan anak spesifik yang dianggap tidak
efektif adalah respon orang tua yang tidak
konsisten terhadap permintaan anak, dan
memberikan sesuai permintaan ketika perilaku
anak berlebihan. Pajanan terhadap kekerasan di
media dan di masyarakat adalah faktor yang
berkontribusi pada anak yang berisiko di daerah
lain. Ketidakberuntungan pada bidang sosioekonomi seperti tempat tinggal yang
tidak adekuat, kondisi pebuh sesak, dan kemiskinan juga meningkatkan
kemungkinan gangguan tingkah laku pada anak yang berisiko (Steiner, 2000
dalam 2008).
2.4 Manifestasi klinis
9|Page
A. Simtomatologi (data subjektif dan objektif)
DSM-IV mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan tingkah laku, sebagai
berikut :
1. Sering kali menggertak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain.
2. Sering kali memulai perkelahian fisik.
3. Pernah menggunakan senjata yang dapat menimbulkan bahaya fisik
serius pada orang lain (misal : pemukul, bata, pecahan botol, pisau,
pistol).
4. Pernah dengan kejam menyakiti fisik orang.
5. Pernah dengan kejam menyakiti fisik binatang.
6. Pernah mencuri sambil berhadapan dengan korban (missal : menodong,
menjambret, memeras, merampok dengan senjata).
7. Pernah memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seks.
8. Pernah secara sengaja menyebabkan kebakaran dengan maksud
menyebabkan kerusakan yang serius.
9. Pernah dengan sengaja menghancurkan milik
orang lain (selain menyebabkan kebakaran).
10. Pernah memaksa masuk ke rumah orang lain,
gedung, atau mobil.
11. Sering kali berbohong agar mendapatkan barang-
barang atau perlakuan istimewa atau untuk
menghindari tugas (yaitu, “menipu” orang lain).
12. Pernah mencuri barang tidak berharga
tanpa berhadapan dengan korban
(misal : mengutil di toko, tetapi tanpa
memaksa masuk dan merusak;
pemalsuan).
13. Sering kali berada diluar rumah pada
malam hari meskipun dilarang oleh
orang tua, dimulai sebelum usia 13 tahun.
14. Pernah kabur dari rumah sepanjang malam sedikitnya dua kali saat
tinggal dengan orang tua ataupun wali (atau sekali tanpa kembali dalam
waktu yang lama).
10 | P a g e
15. Pengguanaan alcohol dan penyalahgunaan obat pada akhir masa
remaja, terutama pada anak laki-laki
16. Kerap kali bolos sekolah dimulai sebelum berusia 13 tahun. (Pieter, Herri
Zan. 2010)
2.5 Epidemiologi
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan
gangguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah
laku dan ADHD.Sekitar 40% anak-anak dengan ADHD juga mengalami
gangguan tingkah laku.Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit
yang diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada
anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan
gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu
sama lain.
5 gangguan tingkah laku didapatkan pada 6 - 16 % anak laki-laki dan 2 -
9 % anak perempuan, di bawah usia 18 tahun. Insiden pada usia sekolah adalah
0,9% dan 8,7% pada remaja. Berdasarkan penelitian longitudinal, kurang lebih 4-
75% di antaranya akan berkembang menjadi Gangguan Kepribadian Antisosial
pada masa dewasanya.
1,5terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah
laku dan komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih
kecil untuk melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan
tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-
bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan
tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid,
termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding
dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku
2.6 Penatalaksanaan
Berbagai macam terapi telah dilakukan untuk gangguan tingkah laku dengan
keefektifan yang terbatas.Intervensi dini lebih efektif, dan pencegahan lebih
efektif daripada terapi.Intervensi yang dramatis seperti “latihan militer” atau
inkarserasi tidak terbukti efektif dan bahkan dapat memperburuk situasi (Steiner,
2000 dalam 2008). Terapi harus disesuaikan dengan usia perkembangan, klien;
tidak ada satu pun tipe terapi yang cocok untuk segala usia. Program taman
kanak-kanak seperti Head Start menghasilkan angka perilaku jahat dan
11 | P a g e
gangguan tingkah laku yang lebih rendah melalui pemberian penyuluhan kepada
orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan yang normal, stimulasi untuk
anak, dan dukungan untuk orang tua selama krisis.
Anak, keluarga, dan lingkungan sekolah adalah fokus terapi untuk anak usia
sekolah yang mengalami gangguan tingkah laku. Penyuluhan tentang
pengasuhan, pelatihan ketrampilan sosial untuk memperbaiki penampilan
akademik dan meningkatkan kemampuan anak untuk memenuhi permintaan dari
figure yang berwenang termasuk dalam fokus terapi. Terapi keluarga dianggap
penting untuk anak pada kelompok usia ini (Steiner, 2000 dalam 2008).
Remaja kurang mengandalkan orang tua mereka dan lebih percaya pada
teman sebaya sehingga terapi untuk kelompok usia ini adalah terapi individu.
Banyak klien pada kelompok usia ini mempunyai keterlibatan dengan sistem
hukum karena perilaku kriminal, dan sebagai akibatnya kebebasan mereka
mungkin dibatasi. Penggunaan alkohol dan obat-obatan lainnya memainkan
peran yang sangat penting untuk kelompok usia kini dan harus dimasukkan
dalam setiap rencana terapi. Pendekatan terapi yang paling menjanjikan adalah
menjaga klien di lingkungannya, dengan keluarga dan terapi
individu.Penyelesaian konflik, manajemen marah, dan mengajarkan ketrampilan
sosial sering dimasukkan dalam rencana terapi.
Terapi untuk anak-anak dan remaja yang memiliki gangguan perilaku
berfokus pada metode perubahan perilaku.
A. Terapi Individual
1. Ajarkan klien cara menggunakan pernyataan pribadi untuk membantu
perilaku pengendalian diri. Misalnya, klien berkata pada diri sendiri,
“tetaplah duduk” atau “jangan sentuh”. Hal ini juga dikenalkan sebagai
thinking-out loud (menyuarakan pikiran yang sudah difikirkan masak-
masak).
2. Ajarkan klien untuk menyelesaikan masalah dan laksanakan melalui
beberapa langkah penyelesaian tugas social yang telah dipilih.
3. Bantu klien membuat sebuah rencana tentang apa yang harus dilakukan
dan bagaimana melakukannya saat sedang merasa agresif.
B. Terapi Milieu
12 | P a g e
1. Pertahankan lingkungan terstruktur yang mengajar dan memberi
penguatan ketrampilan social serta membantu menghilangkan perilaku
mengganggu tindakan agresif, dan komunikasi yang bermusuhan.
2. Minta klien mempertajam keterampilan hidup.
3. Minta klien mempraktikan cara-cara memodifikasi perilaku.
4. Kembangkan beberapa metode untuk mengurangi perilaku agresif.
C. Terapi Keluarga
1. Ajarkan keluarga tentang perjalan dan penanganan gangguan tingkah
laku.
2. Bantu orang tua untuk menjadimodel peran dan mengajar keterampilan
social.
3. Bantu para orang tua menetapkan metode disiplin yang konsisten untuk
digunakan oleh semua pelaksana perawat.
4. Ajarkan para orang tua untuk memuji dan memberi penguatan pada
tindakan nonagresif yang sesuai.
5. Ajarkan orang tua untuk mengkaji
pemahaman anak mengenai
pengharapan orang tua dengan
meminta agar anak mengulangi
intruksi dan informasi yang
diberikan.
6. Ajarkan teknik penatalaksanaan perilaku, misalkan memberikan
konsekuensi yang segera dan konsisten atas perilaku yang dilakukan.
7. Diskusi cara mengurangi kemungkinan kecelakaan, cedera, dan
perusakan barang-barang.
8. Kaji masalah-masalah orang tua, seperti kesehatan jiwa dan masalah
penggunaan alkohol, dan obat-obatan, yang mengganggu hubungan
orang tua dan anak. Buat rujukan yang cocok untuk orang tua.
9. Ajarkan orang tua carauntuk menentukan apakah anak memiliki
hubungan dengan kelompok anak nakal dan kelompok memuja.
10. Bantu orang tua bersikap positif dengan menunjukan pujian dan kasih
sayang dan dengan memberi kesempatan kepada orang untuk
menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama anak.
D. Terapi Kelompok
13 | P a g e
1. Tergantung usia anak, terapi dapat difokuskan pada aktivitas bermain,
keterampilan social, atau pembelajaran interpersonal.
2. Bantu klien mengenal dan mengekspresikan perasaannya dengan cara
yang sesuai.
3. Tingkatkan kesempatan untuk membangun harga diri.
4. Tentukan mekanisme untuk menyelesaikan konflik.
5. Tingkatkan kepuasan hubungan dengan teman sebaya.
6. Berikan klien umpan balik dan penguatan keterampilan social.
E. Terapi Binaural Beats - Conduction Disorder
Bukanlah sejenis obat-obatan medis yang dikonsumsi dengan diminum.
Tetapi Terapi Binaural Beats – Conduction Disorder merupakan sebuah
terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk mengatasi gangguan
perilaku conduction disorder, mengatasi conduction disorder pada anak
sehingga anak menjadi lebih. Cara menggunakan Terapi Binaural Beats -
Conduction Disorder digunakan ketika anak akan tidur dan bisa memutarkan
CD Terapi Conduct Disorder ini pada anak. (Asosiasi Parapsikoterapi
Indonesia, 2013).
F. Pengobatan
1. Pengobatan dapat digunakan untuk menangani gejala ansietas dan
depresi. Beberapa klien berespons dengan baik terhadap litium.
2. Obat-obatan tanpa disertai tindakan lain mempunyai sedikit pengaruh,
tetapi mungkin digunakan bersama dengan terapi untuk gejala-gejala
yang spesifik. Misalnya, klien yang menimbulkan bahaya yang nyata
terhadap orang lain dapat diresepkan antipsikotik, atau klien yang
mengalami mood yang labil dapat memperoleh manfaat dari litinum atau
penstabil mood lainnya, seperti kabbamazepin (Tegretol) atu asam
valproat (Depakote) (Steiner, 2000 dalam 2008).
2.7 Aplikasi Proses Keperawatan dengan Gangguan Tingkah Laku
A. Pengkajian
1. Riwayat
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku memiliki riwayat
gangguan dengan teman sebaya, agresi terhadap orang atau binatang,
merusak barang-barang, kecurangan atau pencurian, dan pelanggaran
peraturan yang serius seperti bolos, melarikan diri dari rumah, dan
14 | P a g e
keluar sepanjang malam tanpa izin.
Perilaku dan masalah yang terjadi
mungkin ringan sampai berat.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
Penampilan, bicara, dan perilaku motorik
klien biasanya normal untuk kelompok
biasanya, tetapi dapat sedikit ekstrem (dalam hal tindikan pada tubuh,
tato, gaya rambut, dan cara berpakaian). Klien sering kali membungkuk
di kursi dan murung serta tidak mau di wawancarai.Ia dapat
mengucapkan kata-kata kotor menghina perawat atau dokter, dan
mengucap kata-kata hinaan tentang orang tua, guru, polisi, dan figure
yang berwenang lainnya.
3. Mood dan afek
Klien mungkin tenang dan enggan berbicara atau mungkin menunjukan
marah atau bermusuhan secara terang-terangan.Sikap klien mungkin
tidak hormat terhadap orang tua, perawat, atau setiap orang yang
dianggap
berada dalam
posisi yang
15 | P a g e
menangkap saya” pikiran atau fantasi tentang kematian atau kekerasan
bisa terjadi.
5. Sensorium dan proses intelektual
Klien waspada dan terorientasi, memorinya utuh, dan tidak ada
perubahan sensori-persepsi.Kapasitas intelektualnya tidak terganggu,
tetapi biasanya klien tidak mempunyai nilai yang jelek karena prestasi
akademik yang rendah, masalah perilaku di sekolah atau tidak masuk di
sekolah, tidak menyelesaikan tugas, dan sebagainya.
6. Penilaian dan daya tilik
Penilaian dan daya tilik klien terbatas meskipun tahap perkembangan
klien di pertimbangkan.Klien terusmenerus melanggar peraturan tanpa
memperhatikan konsekuensinya.Perilaku mencari tantangan atau
perilaku beresiko biasa terjadi, seperti pengunaan obat-obatanatau
alkohol, mengemudi ugal-ugalan, aktivitas seksual, dan aktivitas yang
melanggar hukum seperti mencuri. Klien kurang daya tilik, biasanya
dengan menyalahkan orang lain atau masyarakatnya atas masalahnya;
klien jarang yakin bahwa perilakunya menyebabkan kesulitan.
7. Konsep diri
Harga diri klien rendah meskipun mereka biasanya mencoba untuk
tampak kuat. Mereka tidak menilai diri mereka sebagai orang yang
nilainya lebih dari orang lain. Identitas mereka berhubungan dengan
jenis perilaku yang mereka tunjukan, seperti menjadi tenang jika mereka
16 | P a g e
Hubungan dengan orang lain terganggu dan bahkan dapat menjadi
kekerasan, terutama dengan mereka yang berwenang.Hal ini
mencangkup orang tua, guru, polisi, dan sebagian besar orang dewasa
lainnya yang mereka temui.Agresi fisik dan verbal biasa terjadi. Saudara
kandung biasanya menjadi target ejekan atau agresi klien. Hubungan
dengan teman sebaya terbatas pada orang lain menunjukan perilaku
yang sama dengan klien; teman sebaya di sekolah di pandang sebagai
orang yang dungu atau takut jika mereka mengikuti peraturan. Klien
biasanya mendapatkan nilai yang jelek di sekolah atau di keluarkan dari
sekolah atau di hentikan dari sekolah. Klien tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan (jika cukup umur) karena ia lebih senang mencuri apa yang
mereka butuhkan. Ide klien untuk melaksanankan peran peran adalah
berhenti sekolah, melanggar peraturan, dan mengambil keuntungan dari
orang lain.
9. Perkembangan fisiologi dan keperawatan diri
Klien seringkali beresiko terhadap kehamilan yang tidak di rencanakan
dan penyakit
menular seksual
karena perilaku
seksual mereka
yang diri dan
sering.Penggunaan obat-obatan dan alkohol merupakan resiko
tambahan untuk kesehatan. Klien yang mengalami gangguan tingkah
laku terlibat dalam agresi fisik dan perilaku kekerasan, termasuk
penggunaan senjata; hal ini mengakibatkan lebih banyak cidera dan
kematian dari pada orang lain yang seusianya dengan klien.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang biasanya digunakan untuk klien yang
mengalami gangguan tingkah laku adalah:
1. Risiko perilaku kekerasan
2. Ketidakpatuhan
3. Ketidakefektifan koping individu
4. Hambatan interaksi social
5. Gangguan harga diri (Videbeck, Sheila. L. 2008)
17 | P a g e
C. Identifikasi Hasil
Kriteria hasil untuk klien yang mengalami gangguan tingkah laku adalah:
1. Klien tidak akan melukai orang lain atau merusak barang
2. Klien akan berpartisipasi dalam terapi
3. Klien akan mempelajari keterampilan penyelesaian masalah dan koping
yang efektif
4. Klien akan berinteraksi dengan orang lain dengan menggunakan perilaku
sesuai dengan usianya dan dapat diterima
5. Klien akan mengungkapkan pertanyaan positif tentang dirinya yang
sesuai dengan usianya.
D. Intervensi
1. Mengurangi perilaku kekerasan dan meningkatkan kepatuhan terhadap
terapi.
Orang lain harus dilindungi dari manipulasi atau perilaku agresif
klien. Penetapan batasan pada perilaku yang tidak dapat diterima harus
dilakukan sejak awal terapi.Penetapan batasanterdiri dari tiga langkah:
menginformasikan klien tentang peraturan atau batasan, menjelaskan
konsekuensi jika melanggar batasan, dan pernyataan tentang perilaku
yang diharapkan. Melaksanakan batasan secara konsisten tanpa kecuali
oleh semua anggota tim kesehatan termasuk orang tua adalah penting.
Misalnya, perawat dapat mengatakan, “memukul orang lain adalah hal
yang tidak dapat diterima. Jika anda marah, katakana pada staf tentang
kemarahan anda.Jika anda memukul.Jika anda memukul orang, anda
akan dilarang ikut rekreasi selama 24 jam.”
Agar penetapan batasan menjadi efektif, konsekuensi yang
diberikan harus berarti bagi klien yakni, klien harus menghargai atau
menginginkan waktu rekreasi (dalam contoh ini).Jika klien ingin sendiri
dikamarnya, hal ini bukan konsekuensi yang efektif.
Kontrak perilaku yang menjelaskan perilaku yang diharapkan,
batasan, dan penghargaan dapat di rundingkan dengan klien untuk
meningkatkan kepatuhan terapi. Klien dapat merujuk persetujuan tertulis
untuk mengingat apa yang diharapkan, dan staf dapat merujuk pada
persetuan tersebut yang klien berusaha mengubah isinya. Kontrak dapat
membantu staf dalam mencegah usaha keras klien untuk mendapatkan
18 | P a g e
hadiah kusus atau berusaha untuk mengubah tujuan terapi atau harapan
pada perilaku.
Bila ada kontrak tertulis ataupun rencana terapi, staf harus
konsisten dengan klien. Klien akan berusaha melanggar peraturan,
menyalahkan orang lain atas ketidak patuhannya, atau membuat
pembenaran atas perilakunya. Konsistensi dalam mengikuti rencana
terapi penting untuk mengurangi manipulasi.
Time-out adalah adalahmenempatkan klien pada tempat yang
netral sehingga klien mendapatkan kembali kendali dirinya.Hal ini bukan
suatu hukuman.Saat perilaku klien mulai meningkat, seperti berteriak
atau mengancam orang, agresi atau perilaku buruk dapat di hindari jika
klien dapat melakukan time-out.Staf mungkin perlu melakukan time-out
untuk klien jika klien tidak mau atau tidak dapat melakukannya. Pada
akhirnya, tujuanya adalah klien mengenal tanda-tanda peningkatan
agitasi dan melakukan sendiri time-out sebagai cara mengndalikan emosi
dan marah-marah. Perawat harus pembicarakan peristiwa tersebut
dengan klien setelah periode time-out.Dengan membicarakan peristiwa
tersebut dapat membantu klien dengan mengenal situasi yang memicu
respos emosinya dan mempelajari cara-cara yang lebih efektif dalam
menghadapi situasi yang sama dimasa yang akan datang. Memberikan
umpan balik positif atas usaha yang berhasil dalam mencegah agresi
dapat membantu menguatkan perilaku yang baru bagi klien.
Mempunyai jadwal aktivitas sehari-hari, termasuk higene, sekolah,
pekerjaan rumah, waktu luang dan sebagainya lagi membantu klien. Klien
lebih mungkin untuk membangun kebiasaan yang positif jika ia
mempunyai harapan rutin tentang tugas dan tanggung jawab. Klien lebih
mungkin untuk mengikuti rutinitas harian jika ia mempunyai masukan
jadwal sehari-hari.
2. Meningkatkan keterampilan koping dan harga diri
Perawat harus menunjukan pada klien bahwa ia diterima sebagai
individu yang berguna meskipun perilakunya tidak diterima. Hal ini berarti
perawat harus menetapkan batasan sesuai fakta dan tidak boleh
membuat pernyataan yang menghakimi tentang klien, yang berfokus
hanya perilaku.Misalnya, jika klien merusak kursi saat marah-marah,
19 | P a g e
perawat mengatakan, “john, merusak kursi adalah perilaku yang tidak
dapat diterima.Anda perlu memberi tahu staf bahwa anda marah
sehingga anda dapat membicarakanya daripada marah-marah.”Perawat
harus menghindari mengatakan hal seperti, “ada apa dengan anda?
Apakah anda tidak tahu hal yang lebih baik?” komentar seperti itu adalah
komentar personal dan tidak berfokus pada perilaku yang spesifik;
komentar tersebut menguatkan citra diri klien sebagai “orang yang
buruk”.
Klien yang mengalami gangguan tingkah laku sering kali bersikap
kasar dan tidak mampu atau enggan mendiskusikan perasaannya dan
emosinya.Memiliki buku harian dapat membantu mereka mengidentifikasi
dan mengungkapkan perasaan mereka. Perawat dapat mendiskusikan
perasaan tersebut dengan klien dan menggali cara yang lebih aman dan
lebih baik untuk mengungkapkan perasaan daripada melalui agresi atau
berperilaku buruk.
Klien mungkin juga perlu belajar cara menyelesaikan masalah
secara efektif. Penyeselesaian masalah termasuk mengidentifikasi
masalah, menggali semua kemungkinan semua solusi, memilih dan
mengimplementasikan salah satu alternative, dan mengevaluasi hasilnya.
Perawat dapat membantu klien mengatasi masalah actual dengan
menggunakan proses ini. Keterampilan klien dalam menyelesaikan
masalah mungkin meningkat dengan latihan.
3. Meningkatkan interaksi sosial
Klien yang mengalami gangguan tingkah laku mungkin tidak
mempunyai ketrampilan social yang sesuai dengan usianya sehingga
penting mengajarkan ketrampilan sosialnya.Perawat dapat memberi
model peran tentang keterampilan tersebut dan membantu klien
mempraktikan interaksi social yang tepat. Perawat harus mengidentifikasi
apa yang tidak tepat, seperti kata-kata kotor dan menghina, dan juga
mengidentifikasi apa yang tepat. Klien mungkin mempunyai sedikit
pengalaman dalam mendiskusikan berita, peristiwa saat ini, olahraga,
dan topic menarik lainnya. Saat klien mulai mengembangkan
keterampilan sosialnya, perawat dapat mengikut sertakan teman sebaya
20 | P a g e
yang lain dalam diskusi. Umpan balik positif penting dilakukan agar klien
mengetahui bahwa ia memenuhi harapan.
4. Penyuluhan klien dan keluarga
Orang tua klien mungkin juga memerlukan bantuan dalam
mempelajari keterampilan social, menyelesaikan masalah, dan
memperilaku dengan tepat.Orang tua sering kali mempunyai masalah
sendiri dan mereka mengalami kesulitan dengan klien dalamwaktu yang
lama sebelum terapi dilakukan.Pola lama dalam mengasuh, seperti
berteriak, memukul, atau benar-benar mengabaikan perilaku klien, perlu
diganti dengan strategi yang lebih efektif. Perawat dapat mengajarkan
orang tua tentang aktivitas dan harapan yang sesuai dengan usia klien,
seperti pengadaan jam malam yang beralasan, tanggung jawab dalam
rumah tangga, dan perilaku yang dapat diterima dirumah. Orang tua
sering kali perlu mempelajari cara menyampaikan perasaan dan harapan
mereka dengan jelas dan langsung kepada klien. Misalnya, jika klien
ditilang, orang tua seharusnya tidak membayar dendauntuk klien.Jika
klien menyebabkan gangguan disekolah dan mendapatkan detansi,
orang tua dapat mendukung tindakan guru daripada menyalahkan guru
atau sekolah atas situasi tersebut.
E. Evaluasi
Terapi dinilai efektif jika klien berhenti berperilaku agresif atau melanggar
hukum, masuk sekolah, dan mematuhi peraturandan harapan yang
beralasan dirumah. Klien tidak akan menjadi anak teladan dalam waktu
singkat; sebaliknya, ia mungkin membuat cukup kemajuan dengan beberapa
kemunduran selama ini.
1. Perawatan Berbarsis Masyarakat
Klien yang mengalami gangguan tingkah laku ditemui pada
lingkungan keperawatan akut hanya ketika perilaku mereka semakin
parah, dan hanya stabil dalam waktu singkat.Sebagian besar kegiatan
dalam waktu lama terjadi disekolah dan dirumah atau lingkungan
masyarakat lainya.Beberapa klien tidak ditempatkan dirumah orang tua
mereka dalam waktu singkat atau lama.Group home, halfway house, dan
lingkungan terapi residential,dibuat untuk memberikan lingkungan yang
aman dan terstruktur serta pengawasan yang adekuat jika hal tersebut
21 | P a g e
tidak dapat diberikan dirumah klien. Klien yang mengalami masalah
hokum dapat ditempatkan difasilitas detensi, penjara, atau program
pengalihan penjara..Mungkin sulit bagi perawat untuk tetap bersikap baik
terhadap anak dan orang tua jika prognosis perkembangan tidak
baik.Bahkan pada situasi tertekan dan depresi, perawat mempunyai
kesempatan untuk memberikan pengaruh positif pada anak dan remaja,
yang masih pada fase perkembangan yang penting.Perawat sering sekali
dapat membantu mereka mengembangkan mekanisme koping yang
dapat membantu mereka pada masa dewasa.
Bekerja sama dengan orang tua adalah bagian penting dalam
menghadapi anak yang mengalami gangguan ini. Orang tua sering sekali
memiliki pengaruh yamg paling besar pada cara anak belajar
menghadapi gangguan yang terjadi pada mereka. Nilai dan keyakinan
perawat tentang cara membesarkan anak akan mempengaruhi caranya
menghadapi anak dan orang tua. Perawat tidak boleh terlalu mengkritik
tentang cara orang tua mengatasi masalah anak mereka sampai
situasinya benar-benar dimengerti: merawat anak dalam posisi sebagai
perawat sangat berbeda dengan tanggung jawab selama 24 jam. Orang
tua sering kali melakukan upaya yang terbaik, dengan
mempertimbangkan kesempatan, sumber, dukungan, dan penyuluhan,
banyak orang tua dapat memperbaiki cara pengasuhan.
22 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
An. C berusia 15 tahun yang duduk di bangku SMA kelas 10.An.C tinggal
bersama ibunya karena 3 tahun yang lalu orang tuanya bercerai, tepatnya
disebuah perumahan yang berada di perkotaan.Ibu klien mengatakan sejak
setahun yang lalu An.C sering berperilaku agresif, suka menentang orang tua,
suka keluyuran, membolos sekolah, merokok, pergi dari rumah tanpa pamit
dan tidak pulang sampai beberapa hari. Bahkan, suatu hari An.C dan teman-
temannya berkelahi dengan teman sebayanya yang berada disekolah lain.
Sampai-sampai ada beberapa anak yang terluka, dan keesokan harinya An.C
dipanggil ke ruangan kepala sekolahnya untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya dan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.Orang tua An.C
kebingungan dengan cara apalagi untuk menasehati anaknya, karena apabila
An.C dinasehati ia sering tidak menghiraukan ibunya dan langsung pergi begitu
saja. Dan akhirnya, ibu An.C pun membawa An.C ke RSJ Menur untuk
berkonsultasi ke dokter dan terapi untuk anaknya tersebut.
23 | P a g e
3.2 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
Informan : Ny.S
Ibu klien mengatakan sejak beberapa bulan yang lalu An.C sering berperilaku agresif,
suka menentang orang tua, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa
pamit.
tidak berhasil
Aniaya fisik
Aniaya seksual
24 | P a g e
Penolakan px 15
tt
Tindakan kriminal
Jelaskan No. 1, 2, 3 :
Ya Tidak V
Masalah Keperawatan :
Klien dahulu pernah melihat orang tuanya bertengkar setiap hari, sehingga klien lebih
sering keluar rumah
Masalah Keperawatan
IV.FISIK
S : 36,4 o RR : 20x/menit
25 | P a g e
2. Ukur : TB :165cm BB : 52kg
Masalah keperawatan :
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan :
Klien adalah anak pertama dari 2 bersaudara, ia tinggal bersama ibunya karena
orang tuanya bercerai sekitar 3 tahun yang lalu.
Masalah Keperawatan :
2. Konsep diri
b. Identitas diri: Klien mengatakan bahwa dirinya adalah siswa SMA swasta. Dan
merasa puas sebagai laki-laki
c. Peran : Klien mengatakan ia adalah siswa SMA swasta dan sudah merasa
mampu menjadi siswa yang rajin
e. Harga diri : Klien mengatakan ia sudah benar berperilaku seperti ini dan
mengganggap bahwa perilakunya selalu benar
26 | P a g e
3. Hubungan Sosial
Klien mengatakan tidak ada orang yang mengertinya karena kedua orang tuanya
bercerai dan ia benci ibunya karena suka menasehatinya dan klien tidak suka
dinasehati
4. Spiritual
1. Penampilan
2. Pembicaraan
27 | P a g e
Apatis Lambat Membisu
Jelaskan : klien bila berkomunikasi dengan orang lain pembawaanya keras seperti
orang yang emosi
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
5. Afek
Bermusuhan V
Tidak kooperatif Mudah tersinggung V
28 | P a g e
Jelaskan : Klien mudah marah dan tersinggung bila berkomunikasi dengan orang lain
7. Persepsi
Pengecapan Penghidu
8. Proses Pikir
9. Isi Pikir
Waham
29 | P a g e
Jelaskan : tidak ada gangguan pada proses pikir dan waham
Disorientasi
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
30 | P a g e
Mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya V
Jelaskan : klien sering berkelahi dengan teman sebayanya dan berkendara dengan
ugal-ugalan
1. Makan
2. BAB/BAK
Jelaskan :
3. Mandi
4. Berpakaian/berhias
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan Kesehatan
v
31 | P a g e
Perawatan pendukung Ya tidak
Belanja Ya tidak V
Transportasi Ya V tidak
Lain-lain Ya tidak
Adaptif Maladaptif
Masalah Keperawatan : Klien lebih sering melakukan hal yang tidak baik
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : klien mengatakan tidak ada ada
V
satu orang pun yang mendukungnya
32 | P a g e
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : klien mengatakann tidak
V pernah menghiraukan lingkungannya yang bersih atau kotor
v
Penyakit jiwa system pendukung
v Koping obat-obatan
Lainnya :
Tidak ada
33 | P a g e
XIII. Daftar masalah Keperawatan
Analisa Data
34 | P a g e
ibunya karena ia yang tidak ambivalen koping keluarga
mengganggap orang
tuanya tidak saying lagi
karena mereka sudah
bercerai
DO:
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan disfungsi
keluarga atau hubungan orang tua dan anak
2. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan gangguan fisiologis
3. Ketidakmampuan koping keluarga hubungan keluarga yang tidak ambivalen
35 | P a g e
4. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat, gangguan
konsep diri
C. Intervensi Keperawatan
36 | P a g e
dengan yang akan klien
menunjukkan lakukan butuh
pujian dan kasih bantuan orang tua
sayang dan
dengan memberi
kesempatan
kepada orang tua
untuk
menghabiskan
waktu yang
menyenangkan 5. Menunjukan
bersama anak. manfaat yang nyata
5. Ajarkan dalam membantu
keterampilan mereka
kognitif pada mengurangi
klien untuk perilaku agresif.
mengendalikan
kemarahan
37 | P a g e
penyelesaian perilakunya tidak perhatian besar
masalah dan bermasalah dari orang lain saat
koping yang ia melakukan
efektif perilaku
2. Mengungkapkan bermasalah, suatu
perasaan pola yang perlu
3. Mengungkapkan 4. Ajarkan klien untuk diubah
perasaan harg menggunakan 4. Penggunaan
diri yang nyata penyaluran stress penyaluran yang
yang sehat sesuai untuk stress
(misalnya : akan mengurangu
olahraga) kecelakaan akibat
5. Diskusi dan evaluasi perilaku agresif.
perilaku bertujuan 5. Klien memperoleh
untuk membantu manfaat dari
klien mempelajari tindakan
ketrampilan menganalisis
komunikasi dan perilaku dan
perilaku mempelajari cara-
disfungsional. cara efektif untuk
mempertahankan
fungsi yang sehat.
D. IMPLEMENTASI
38 | P a g e
WIB untuk membantu masalahnya
perilaku pengendalian
diri 3. Ibu klien
Pukul 10.30 3. Mengajarkan teknik sudah tegas
WIB penatalaksanaan dengan
Firbi
perilaku, misalnya sanksi bila
pemberian perilaku klien
konsekuensi yang keterlaluan
segera dan konsisten
atas perilaku yang
dilakukan 4. Ibu klien
4. Membantu orang tua mengajak
Pukul 11.00 bersikap positif klien untuk
WIB dengan menunjukkan berekreasi
Firbi
pujian dan kasih
sayang dan dengan
memberi kesempatan
kepada orang tua
untuk menghabiskan
waktu yang
menyenangkan
bersama anak.
5. Mengajarkan
keterampilan
kognitif pada klien 5. Klien
untuk mengendalikan kooperatif
Pukul 11.30 kemarahan,
WIB menunjukan manfaat
yang nyata dalam Firbi
membantu mereka
mengurangi perilaku
agresif.
39 | P a g e
Pukul 09.00 mendiskusikan pikiran terbuka untuk
WIB dan perasaannya masalah
secara terbuka pribadinya
Pukul 09.30 2. Mengatakan pada 2. Klien lebih
WIB klien bahwa ia diterima bisa
sebagai individu menyadari
Firbi
meskipun perilakunya kalau
yang tertentu mungkin perilakunya
tidak dapat diterima itu
membahayak
an orang lain
3. Memberi perhatian 3. Klien tampak
Pukul 10.00 positif kepada klien senang bila
WIB saat perilakunya tidak ada yang
bermasalah mendukung Firbi
perilaku
sehatnya
4. Mengajarkan klien 4. Klien
Pukul 10.30 untuk menggunakan kooperatif
WIB penyaluran stress
yang sehat (misalnya : Firbi
olahraga)
5. Mendiskusi dan 5. Klien sudah
Pukul 11.00 evaluasi perilaku bisa
WIB bertujuan untuk mengevaluasi
membantu klien perilaku yang
Firbi
mempelajari tidak baik
ketrampilan bagi dirinya
komunikasi dan dan orang lain
perilaku disfungsional.
40 | P a g e
z
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-
kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan
gangguan pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau
lingkungan.
2. Gangguan tingkah laku dapat diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, atau
berat.
41 | P a g e
3. Secara umum bahwa kerentanan genetik, kesulitan di lingkungan, dan faktor-
faktor seperti koping yang buruk saling mempengaruhi untuk menyebabkan
gangguan
4. Tanda dan gejala gangguan tingkah laku, sebagai berikut : sering kali
menggertak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain, sering kali memulai
perkelahian fisik, pernah menggunakan senjata yang dapat menimbulkan bahaya
fisik serius pada orang lain (missal : pemukul, bata, pecahan botol, pisau, pistol).
5. Terapi harus disesuaikan dengan usia perkembangan, klien; tidak ada satu pun
tipe terapi yang cocok untuk segala usia.Contohnya : terapi inividu, terapi
kelompok, terapi keluarga.
4.2 Saran
1. Bagi keluarga/ klien
a. Agar dapat mengetahui asuhan keperawatan ini yang dapat digunakan
sebagai ilmu pengetahuan dalam merawat klien dengan gangguan perilaku
b. Dengan adanya makalah ini, kami penulis mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pasien sehingga pasien dapat manambah wawasan dan
bisa memahami apagangguan perilaku itu.
2. Bagi tenaga
a. Hendaknya perawat mampu mengenali tanda dan gejala pada gangguan
perilaku lebih awal agar terapi bisa segera dilakukan.
3. Bagi institusi
a. Hendaknya pihak institusi bisa lebih professional dalam pelayanan
kesehatan khususnya Rumah Sakit Jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, Wilkinson. 2012. Diagnosis Keperawatan Edisi 9 NIC NOC. Jakarta : EGC
42 | P a g e
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas Airlangga
Pieter, Herri Zan. 2010. Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana
43 | P a g e