Anda di halaman 1dari 17

SASBEL

LI. 1 MM SISTEM LIMBIK

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju.limbik secara harfiah
diartikan sebagai perbatasan. Sistem limbik itu sendiri diartikan keseluruhan lintasan neuronal yang mengatur
tingkah laku emosional dan dorongan motivasional. Bagian utama sistem limbik adalah hipothalamus dan
struktur-strukturnya yang berkaitan. Bagian otak ini sama dengan yang dimiliki hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan kortes limbik. Sistem
limbik berfungsi mengendalikan emosi, mengendalikan hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
seksualitas, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai
otak emosi. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai Alam Bawah Sadar atau ketaksadaran kolektif, yang
diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang, dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan
sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, respek dan
kejujuran.
Sistem Limbik yang terdiri dari Amigdala, Thalamus dan Hipothalamus ini berperanan sangat penting dan
berhubungan langsung dengan sistem otonom maupun bagian otak penting lainnya. Karena hubungan langsung
sistem Limbik dengan sistem otonom, jadinya bila ada stimulus emosi negatif yang langsung masuk dan diterima
oleh sistem Limbik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti : gangguan jantung , hipertensi maupun
gangguan saluran cerna. Tidak heran saat seseorang marah , maka jantung akan berdetak lebih cepat dan lebih
keras dan tekanan darah dapat meninggi .
Stimulus emosi dari luar ini dapat langsung potong jalur masuk ke sistem Limbik tanpa dikontrol oleh
bagian otak yang mengatur fungsi intelektual yang mampu melihat stimulus tadi secara lebih obyektif dan rasional.
Hal ini menjelaskan kenapa seseorang yang sedang mengalami emosi kadang perilakunya tidak rasional.
Permasalahan lain adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara
perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik , seperti misalnya
hipertensi.
Hipothalamus
Di sekeliling hipotalamus terdapat terdapat subkortikal lain dari sistem limbik yang meliputi septum, area
paraolfaktoria, epithalamus, nukleianteriorthalamus, gangglia basalis hipocampus dan amigdala. Di sekeliling area
subkortika limbik terdapat korteks limbik, yang terdiri atas sebuah cincin korteks serebri pada setiap belahan otak
yang dimulai dari area orbitofrontalis pada permukaan ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus sub
kalosal, kemudian melewati ujung atas korpus kalosum ke bagian hemisferium serebri dalam girus singulata dan
akhirnya berjalan ke belakang korpus kalosum dan ke bawah menuju permukaan ventro medial lobus temporalis
ke girus parahipokampal dan unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferium serebri ada
sebuah cincin terutama merupakan paleokorteks yang mengelilingi sekelompok struktur dalam yang menagtur
perilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin korteks limbik ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah dan
merupakan tali penghubung antara neokorteks dan struktur limbik lain yang lebih rendah.
Jalur komunikasi yang penting antara sistem limbik dan batang otak adalah berkas otak depan bagian medial
(medial forebrain bundle) yang menyebar ke regio septal dan orbito frontal korteks serebri ke bawah melalui
bagian tengah hipotalamus ke formasio retikularis batang otak. Berkas ini membuat serabut-serabut dalam dua
arah, membentuk garis batang sistem komunikasi. Jalur komunikasi yang kedua adalah melalui jaras pendek yang
melewati formasio retikularis batang otak, thalamus, hipothalamus, dan sebagian besar area lainnya yang
berhubungan dengan area basal otak.
Hipotalamus meskipun berukuran sangat kecil hanya beberapa sentimeter kubik mempunyai jaras komunika dua
arah yang berhubungan dengan semua tingkat sistem limbik. Sebaliknya, hipotalamus dan struktur yang berkaitan
dengannya mengirimkan sinyal-sinyal keluaran dalam tiga arah:
a. ke belakang dan ke bawah menuju batang otak terutama di are retikular mesenfalon, pons, dan medula
dan dari area tersebut ke saraf perifer sistem saraf otonom.

b.
c.

ke atas menuju bagian besar area yang lebih tinggi di diensefalon dan serebrum khususnya bagia anterior
talamus dan bagian limbik korteks serebri.
infundibulum hipotalamus untuk mengatur atau mengatur secara sebagain dari fungsi sekretorik pada
sebagian posterior dan anterior kelenjar hipofisis.

Pengaturan fungsi vegetatif dan fungsi endokrin Hipotalamus


Pada setiap hipotalamus tampak adanya suatu area hipotalamik lateral yang besar. Area ini berguna untuk
pengaturan rasa haus, rasa lapar, dan sebagian besar hasrat emosional.
a. Pengaturan kardiovaskular menimbulkan efek neurogenik pada sistem kardiovaskular yang telah dikenal
meliputi kenaikan tekanan arteri, penurunan arteri, peningkatan dan penurunan frekuensi denyut jantung.
b. Pengaturan suhu tubuh. Bagian anterior hipotalamus khususnya area preoptik berhubungan dengan suhu
tubuh. Peningkatan suhu darah yang mengalir melewati area ini meningkatkan aktivitas neuron-neuron
suhu. sebaliknya penurunan suhu darah akan menurunkan aktivitasnya.
c. Pengaturan cairan. Hipotalamus mengatur cairan tubuh melalui dua cara.
1) dengan mencetuskan sensasi haus yang menyebabkan seseorang atau hewan minum air.
2) mengatur ekskresi air ke dalam urine. Di hipotalamus bagian lateral terdapat area pusat rasa haus.
d. Pengaturan kontraktilitas uterus dan pengeluaran air susu oleh payudara. Perangsangan nuklei
paraventrikular menyebabkan sel-sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang menyebabkan
peningkatan kontraktilitas uterus serta kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveoli payudara
yang selanjutnya alveoli mengosongkan air susu melalui puting susu.
e. Pengaturan gastrointestinal dan hasrat makan. Yang berhubungan dengan rasa lapar terdapat di area
hipotalamus lateral. Sedangkan pusat rasa kenyang terletak di nuklei ventromedial.
f. Pengaturan hipotalamik sekresi hormon endokrin oleh kelenjar hipofisis anterior.
Fungsi perilaku dari hipotalamus dan fungsi limbik yang berkaitan
1. Perangsangan hipotalamus lateral pada hewan, tidak hanya merangsang timbulnya rasa haus dan nafsu
makan, tetapi juga kadangkala menyebabkan timbu rasa marah yang sangat hebat dan keinginan untuk
berkelahi.
2. Perangsangan nukleus ventromedial menimbulkan rasa kenyang, menurunkan nafsu makan, dan hewan
juga tenang.
3. Perangsangan zone tipis dari nuklei paraventrikular, yang terletak sangat berdekatan dengan ventrikel ke
tiga biasanya menimbulkan rasa takut dan reaksi terhukum.
4. Dorongan seksual terjadi bila ada rangsangan pada hipotalamus khususnya sebagian besar bagian
anterior dan posterior.
Beberapa prinsip sebagai bentuk kecerdasan emosi yang diperankan sistem limbik antara lain:
Mempengaruhi sistem belajar manusia.
Sistem limbik ini mengontrol kemampuan daya ingat, kemampuan merespon segala informasi yang diterima
pancaindera.
Mengontrol setiap informasi yang masuk.
Sistem limbik ini mengontrol setiap informasi yang masuk dan memilih informasi yang berharga untuk disimpan
dan yang tidak berharga akan dilupakan. Oleh karena itu sistem limbik menentukan terbentuknya daya ingat
jangka panjang yang berguna dalam pelayanan pendidikan anak.
Otak tidak akan memberikan perhatian jika informasi yang masuk mengabaikan sistem limbik.
Suasana belajar yang membosankan membuat sistem limbik mengkerut dan kehilangan daya kerjanya. Oleh
karena itu suasana belajar yang menyenangkan akan memberi pengaruh positif pada kerja sistem limbik.
Fungsi spesifik bagian bagian lain sistem limbik
;
I.
Fungsi hipokampus
Hipokampus merupakan bagian korteks serebri yang memanjang melipat ke dalam untuk membentuk lebih banyak
bagian dalam ventrikel lateralis. Hipokampus merupakan saluran tambahan yang dilewati oleh sinyal sensorik
yang masuk, yang dapat memulai reaksi perilaku dengan tujuan yang berbeda.
Seperti halnya halnya pada struktur-struktur limbik lain, perangsangan pada berbagai area dalam hipokampus
hampir selalu dapat menyebabkan salah satu dari berbagai pola perilaku, misalnya rasa marah, ketidak pedulian,
atau dorongan seks yang berlebihan.
Hal-hal yang berasal dari ingatan jangka pendek dapat diubah untuk disimpan menjadi ingatan jangka panjang oleh
hipokampus. Hipokampus (terletak diantara lobus temporal otak) dan bagian media lobus temporal (bagian yang
terletak paling dekat dengan garis tengah badan) juga berperan dalam proses penggabungan ingatan (memory
consolidation).
Untuk mengingat sesuatu, seseorang harus berhasil melaksanakan 3 hal, yaitu mendapatkan informasi,
menahan/meyimpannya dan mengeluarkannya. Bila kita lupa akan sesuatu, maka gangguan dapat terjadi pada
bagian mana saja dari ke 3 proses tersebut. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus,
selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita.
Ingatan mempunyai beberapa fase yaitu :
1) Waktunya sangat singkat (extremely shortterm)/ingatan segera (immediate memory): Item hanya dapat
disimpan dalam beberapa detik
2) Ingatan jangka pendek (short term): Item dapat ditahan dalam beberapa menit

3) Ingatan jangka panjang (long term): Penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup.
Ingatan jangka panjang dihasilkan oleh perubahan struktural pada system saraf, yang terjadi karena aktifasi
berulang terhadap lingkaran neuron (loop of neuron). Lingakaran tersebut dapat dari korteks ke thalamus atau
hipokampus, kembali lagi ke korteks.
Aktifasi berulang terhadap neuron yang membentuk loop tersebut akan menyebabkan synaps diantara mereka
secara fungsional berhubungan. Sekali terjadi hubungan, maka neuron tersebut akan merupakan suatu kumpulan
sel, yang bila tereksitasi pada neuron tersebut akan terjadi aktifasi seluruh kumpulan sel tersebut.
Dengan demikian dapat disimpan dan dikembalikan lagi oleh berbagai sensasi, pikiran atau emosi yang
mengaktifasi beberapa neuron dari kumpulan sel tersebut. Menurut Hebb perubahan struktural tersebut terjadi di
sinaps.
Peran Hipokampus dalam pembelajaran
Fungsi teoritis hipokampus pada pembelajandapat menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah in gatan
jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Artinya, hipokampus menjalarkan sinyal-sinyal yang tampaknya
membuat pikiran berulang-ulang melatih informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan permanaen.
II.
Fungsi Amigdala
Amigdala merupakan kompleks beragam nukleus kecil yang terletak tepat di bawah korteks serebri dari tiang
(pole) medial anterior setiap lobus temporalis. Amigdala mempunyai banyak sekali hubungan dua jalur dengan
hipothalamus seperti juga dengan daerah sistem limbik lainnya. Amigdala menerima sistem neuronal dari semua
bagian korteks limbik seperti juga dari neokorteks lobus temporalis, parietalis, dan ksipitalis terutama dari area
asosiasi auditorik dan area asosiasi visual. Oleh karena hubungan yang multiple ini, amigdala disebut jendela ,
yang dipakai oleh sistem limbik untuk melihat kedudukan seseorang di dunia. Sebaliknya, amigdala menjalarkan
sinyal- sinyal :
1) kembali ke area kortikal yang sama ini,
2) ke hipokampus,
3) ke septum,
4) ke thalamus, dan
5) khususnya ke hipothalamus.
Efek perangsangan amigdala hampir sama dengan efek perangsangan langsung pada hipothalamus, ditambah
dengan efek lain. Efek yang diawali dari amigdala kemudian dikirim melalui hipotalamus meliputi : 1)
peningkatan dan penurunan tekanan arteri, 2) meningkatkan atau menurunkan frekuensi denyut jantung 3,)
meningkatkan atau menurunkan motilitas dan sekresi gastrointestinal, 4) defekasi atau mikturisi 5), dilatasi pupil
atau kadangkala kontriksi, 6) piloereksi, 7) sekresi berbagai hormon hipofisis anterior terutama hormon
gonadotropin dan adrenokortikortopik.
Disamping efek yang dijalarkan melalui hipotalamus ini, persangsangan amigdala juga dapat menimbulkan
beberapa macam gerakan involunter yakni: 1) pergerakan tonik seperti mengangkat kepala atau membungkukkan
badan, 2) pergerakan melingkar melingkar, 3) kadangkala pergerakan klonik, ritmis, dan berbagai macam
pergerakan yang berkaitan dengan penciuman dan makan sperti menjilat, mengunyah, dan menelan. Selain itu,
perangsangan pada nukleo amigdala tertentu dapat menimbulkan pola marah, melarikan diri, rasa terhukum, nyeri
yang sangat, dan rasa takut seperti pola rasa marah yang dicetuskan oleh hipotalamus.
Fungsi keseluruhan amigdala
Amigdala merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah sadar. Amigdala juga tampaknya
berproyeksi pada jalur sistem limbik seseorang dalam berhubungan dengan alam sekitar dan pikiran. Amigdala
dianggap membuat respon perilaku seseorang sesuai dengan tiap kedaan.
III.
korteks limbik
Bagian dari sistem limbik yang sedikit dimengerti adalah cincin korteks limbik, yang mengelilingi struktur
subkortikal limbik. Korteks ini berfungsi sebagai zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan
oleh sisa korteks otak ke dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan. Bagian dari sistem limbik yang
sedikit dimengerti adalah cincin korteks limbik, yang mengelilingi struktur subkortikal limbik. Korteks ini
berfungsi sebagai zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan oleh sisa korteks otak ke
dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan. Oleh karena itu. Korteks limbik berfungsi sebagai area
asosiasi serebral untuk mengatur perilaku.
Korteks limbik ini dimulai dari :
Otak area orbito frontalis pada permukaan ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus subkalosal,
kemudian melewati ujung atas korpus kolosum ke bagian medial hemisferum serebri dalam girus singulata, dan
akhirnya berjalan di belakang korpus kolosum dan ke bawah menuju permukaan ventromedial lobus temporalis ke
girus parahipokampal dan unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferum serebri ada
sebuah cincin, terutama merupakan paleokorteks, yang mengelilingi sekelompok struktur dalam yang sangat
berkaitan dengan prilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin korteks ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua
arah dan merupakan tali penghubung antara neokorteks dan struktur limbik yang lebih rendah.
Perangsangan pada berbagai regio korteks limbik akan meinggagalkan fungsi korteks limbik ini. Namun, seperi
halnya regio-regio lain dari sitem limbik, pola perilaku tersebut dapat juga dicetuskan dengan merangasang daerah
spesifik dalam korteks limbik. Demikian juga ablasi beberapa area korteks limbik dapat menimbulkan perubahan
yang persisten pada perilaku hewan,misalnya hewan menjadi liar, mau menyelidiki segala objek, mempunyai
dorongan seksual yang besar tehadap hewan yang tidak sesuai atau terhadap benda- benda mati.

4. Memahami dan Menjelaskan Peran Dopamin dan Perilaku


Dopamin memiliki rumus kimia C 6 H 3 (OH) 2-CH 2-CH 2-NH 2. Nama kimianya adalah "4 - (2-aminoethyl) benzen-1 ,2diol" dan singkatan adalah "DA." Sebagai anggota keluarga katekolamin, dopamin adalah prekursor norepinefrin
(noradrenalin) dan kemudian epinefrin (adrenalin) dalam jalur biosintesis untuk neurotransmitter ini.
Dopamin terdapat pada striatum, hipothalamus, system limbic, median eminence, dan interneuron pada retina.
Pada beberapa ganglia otonom dan bagian-bagian tertentu di otak seperti substansia nigra, sintesis katekolamin
hanya sampai pada pembentukan dopamine. Baik di susunan saraf pusat maupun di susunan saraf perifer, dopamin
juga menjadi precursor untuk pembentukan NE dan epinefrin.
Sintesis dan Penyimpanan
Sintesis dopamine seperti halnya dengan sintesis NE berasal dari asam amino tirosin. Dopamin disentesis dalam
tubuh (terutama oleh jaringan saraf dan medula kelenjar adrenal) pertama oleh hidroksilasi asam amino L-tirosin
untuk L-dopa melalui monooxygenase 3 tyrosine enzim-, juga dikenal sebagai hidroksilase tirosin, dan kemudian
oleh dekarboksilasi L-dopa oleh dekarboksilase asam L-amino aromatik (yang sering disebut sebagai
dekarboksilase dopa). Dalam beberapa neuron, dopamin lebih lanjut diolah menjadi dopamin-norepinefrin oleh
hidroksilase beta.
Pengaturan sintesis dopamine tergantung dari aktivitas enzim tirosin hidroksilase dan dopa dekaroboksilase. Ldopa ditranspor secara aktif ke dalam neuron pada susunan saraf pusat dimana ia akan dikonversi menjadi
dopamine oleh enzim dopa dekarboksilase. Dopamin akan tersimpan di dalam vesikel dan sebagian lagi diambil
oleh sel glia. Sel glia tidak dapat menyimpan dopamine secara efisien sehingga dopamine akan berdifusi ke luar
untuk merangsang reseptor dopamine atau dire-uptake oleh neuron dopaminergik. Bila terjadi degenerasi neuron
dopamine (seperti pada penyakit Parkinson), maka peranan dopamine yang berasal dari sel-sel glia menjadi sangat
penting.
Sekresi
Seperti halnya NE, dopamin disekresi ke celah sinaptik melalui proses eksositosis dimana proses ini membutuhkan
ion Ca. Sekresi dopamine ditingkatkan oleh tiramin, amfetamin, methilamfetamin, dan juga nomifensin.
Mekanisme Kerja
Transmisi dopaminergik nampaknya hanya terdapat pada susunan saraf pusat. Dopamin bekerja melalui reseptor
dopamine yang terdapat pada neuron postsinaptik. Beberapa jaringan perifer dapat memberi respon terhadap
pemberian dopamine tetapi tidak ditemukan persarafan dopaminergik pada jaringan-jaringan tersebut (misalnya,
jantung, pembuluh darah dan usus). Hal ini menunjukkan bahwa pada jaringan perifer juga terdapat reseptor
dopamine. Reseptor dopamine yang telah diisolasi strukturnya adalah reseptor dopamine 1 (D 1) dan reseptor
dopamine 2 (D2). Akhir-akhir ini ada bukti yang menunjukkan bahwa reseptor dopamine yang terdapat dalam
jaringan lebih dari dua. Reseptor D 1 bekerja dengan jalan mengaktifkan enzim adenilat siklase melalui Gs dan
reseptor D2 bekerja dengan jalan menghambat enzim adenilat siklase dengan mengaktifkan Gi.
Pada susunan saraf perifer, reseptor dopamine ditemukan pada beberapa ganglia sinaptik, kelenjar eksokrin,
saluran cerna dan otot polos pembuluh darah. Pada susunan saraf pusat terdapat pada daerah nigrostriatal, daerah
limbic seperti amigdala dan hippocampus serta daerah tubero-infundibular seperti nucleus arkuatus dan
hypothalamus.
Inaktivasi
Seperti halnya dengan NE, inaktifasi dopamine terjadi dengan proses re-uptake neuronal dan proses enzimatik.
Enzim MAO dan COMT akan memetabolisasi dopamine menjadi bentuk yang tidak aktif seperti 3,4-dihidroksiphenulacetic acid (DOPAC) dan homovanilic acid (HVA).
Aspek Farmakologis
Dopamin terlibat di dalam proses terjadinya penyakit Parkinson, dimana pada penyakit ini terjadi kekurangan
dopamine akabat degenerasi neuron dopaminergik pada substansia nigra dan striatum.
Kelebihan dan kekurangan dopamin
Dopamin yang berlebihan dapat menyebabkan skizofrenia dan bila kekurangan dapat menyebabkan penyakit
parkinson.
Pada penelitian menunjukkan penderita parkinson kehilangan 80% lebih sel-sel saraf penghasil dopamine pada
substansia nigra. Kekurangan dopamine akan mengganggu keseimbangan antara dopamin dengan neurotransmitter
lainnya, seperti asetilkolin. Kekurangan dopamin menyebabkan sel-sel saraf pada striatum kehilangan fungsi
kontrol, sehingga penderita tidak dapat mengatur atau mengontrol gerakan-gerakan normal.
Abnormal transmisi dopaminergik tinggi telah dikaitkan dengan psikosis dan skizofrenia. Peningkatan aktivitas
fungsional dopaminergik, khususnya di jalur mesolimbic, ditemukan pada individu skizofrenia.

I.

LI.2 MM PSIKOPATOLOGIK
1. Memahami Paham Dasar Psikiatri
Kesadaran
Gangguan kesadaran paling sering berhubungan dengan adanya kelainan pada
A. Disorientasi
: gangguan orientasi waktu, tempat, orang.
B. Kesadaran berkabut
: kejernihan ingatan yang tidak lengkap.
C. Stupor
: hilangnya reaksi dan ketidak sadaran lingkungan sekeliling.
D. Delirium
: bingung, gelisah, disorientasi, takut dan halusinasi.

otak.

E. Somnolen
: mengantuk yang abnormal.
F. Drowsiness
: cenderung selalu tidur
II. Emosi
Emosi adalah keadaan perasaan yang komplek berhubungan dengan afek dan mood.
A. Afek
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat
Afek serasi
: irama emosional sesuai gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang
menyertai.
Afek tidak serasi
: ketidak sesuaian antara perasaan emosional dengan gagasan pikiran atau
pembicaraan yang menyertai.

Afek tumpul
: penurunan berat intensitas irama perasaan yang di ungkapkan keluar.

Afek sempit
: penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah dibawah afek
tumpul.

Afek datar
: tidak ada atau hampir tidak ada ekspresi afek, suara monoton dan wajah
tidak bergerak.

Afek labil
: perubahan irama perasaan cepat dan tiba-tiba tidak berhubungan stimuli
eksternal.
B. Mood
Mood adalah emosi meresap dan dipertahankan, subjektif dan dilaporkan pasien pada orang lain.
Euforia
: elasi kuat dengan perasaan kuat dengan perasaan kebesaran.
Depresi
: kesedihan yang psiko patologis.
Anhedonia
: hilang minat menarik diri dari semua aktifitas rutin yang menyenangkan.
Elasi
: perasaan menyenangkan dan gembira yang berlebihan, puas diri sendiri atau
optimis.
C. Emosi lain
Kecemasan : ketakutan disebabkan dugaan bahaya dari dalam atau luar.
Agitasi
: kecemasan berat diserati kegelisahan motorik.
Ketegangan :
peningkatan
aktifitas
motorik
dengan
psikologis
yang
tidak
menyenangkan.
Panik :cemas akut episodik dan kuat.
Ambivalensi
: teradap sama-sama dua impuls yang berlawanan.
D. Gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood : tanda disfungsi somatik pada seseorang paling
sering berhubungan dengan depresi.
Anoreksia
: menurunnya nafsu makan.
Hiperfagia
: meningkatnya nafsu makan.
Insomnia
: menurunnya kemampuan untuk tidur.
Hipersomnia
: tidur yang berlebihan.
Bulimia
: perasaan lapar yang tidak habis-habisnya dan makan yang berlebih.
III.
Perilaku motorik
aspek jiwa yang termasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan idaman, seperti yang
diekspresikan oleh prilaku.
Ekoprasia
: peniruan gerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
Katatonia
: terlihat pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus penyakit pada otak.
Negativisme
: tahanan tanpa motifasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan terhadap semua
instruksi.
Katapleksi
: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dicetuskan oleh berbagai
keadaan emosional.
Mutisme
: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
Tik
: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
Hiperaktivitas :
kegelisahan,
agresif,
aktivitas
destruktiv,
seringkali
disertai
dengan patologik otak dasar.
Ataksia
: kegagalan koordinasi otot.
Tremor
: gangguan pergerakan ritmik, berkurang saat istirahat dan tidur, dan meningkat pada
waktu marah dan ketegangan.
Konvulsi
: kontraksi ototatau spasme yang involunter.
Kejang klonik : kejang dimana otot secara bergantian kontaksi dan relaksasi.
Kejang tonik
: kejang dimana terjadi kontraksi otot yang terus menerus.
Distonia
: Perlambatan kontraksi terus menerus dari tubuh.
IV.
Berpikir
Berpikir adalah aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang di arahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu
masalah dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi kenyataan.
a) Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir
Gangguan mental
: sindrom prilaku yang bermakna secara klinis, disertai dengan penderitaan
atau ketidakmampuan.
Psikosis
: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi.
Berpikir autistik
: preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi.

V.
VI.
-

VII.

Gangguan spesifik pada bentuk pikir


Sirkumstansialitas
: berbicara yang tidak langsung dan lambat dalam mencapai tujuan tetapi
akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan.
Tangensialitas
: ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang diarahkan oleh
tujuan.
Inkoherensi
: pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti.
Ekolalia
: pengulangan kata-kata atau frase-frase seseorang oleh seseorang lain
secara psikopatologis.
Asosiasi longgar : penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran tanpa penghambatan.
Flight of ideas
: verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan terus menerus yang
menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain.
Blocking
: terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau gagasan
diselesaikan.
Gangguan spesifik pada isi pikir
Waham
: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan inteligensia pada pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.
Waham bizar
: keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan samasekali tidak masuk akal.
Waham nihilistik
: perasaan palsu bahwa diringa, orang lain, dan dunia adalah tidak ada atau
berakhir.
Waham kebesaran
: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas seorang yang berlebihan.
Sisi pikir
: waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain
atau tenaga lian.
Siar pikir
: waham bahwa pikiran pasien dapat didengar oleh orang lain seperti
pikeran mereka sedang disiarkan ke udara.
Obsesi
: ketakutan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat di
tentang yang tidak dapat di hilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan
kecemasan.
Kompulsi
: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang jika
ditahan, menyebabkan kecemasan, perilaku berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya dalam diri selain dari pada untuk mencegah
sesuatu dari terjadi di masa depan.
Fobia
: rasa takut patologis yang resisten, irasional, berlebihan dan selalu terjadi
terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu, menyebabkan keinginan yang memaksa untuk
menghindaristimulus yang ditakuti.
Fobia sederhana
: rasa takut dengan obyek yang jelas.
Fobia sosial
: rasa takut akan keramain masyarakat.
Agorafobia
: rasa takut terhadap tempat yang terbuka.
Akrofobia
: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
Algofobia
: rasa takut terhadap rasa nyeri.
Ailurofobia
: rasa takut terhadap kucing.
Panfobia
: rasa takut terhadap segala sesuatu.
Klaustrofobia
: rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
Zoofobia
: rasa takut terhadap binatang.
Bicara
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan yang di ekspresikan melalui bahasa, komunikasi melalui
penggunaan kata-kata dan bahasa.
A. Gangguan bicara
Logorrhea : bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis.
Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal.
Gagap
: pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang menyebabkan gangguan
kefasihan bicara yang jelas.
Kekacauan : bicara yang aneh dan distrimik, yang mengandung semburan yang cepat dan
menyentak.
B. Presepsi
Presepsi adalah proses stimulasi fisik nenjadi informasi psikologis.
C. Gangguan presepsi
Halusinasi : presepsi sensori yang palsu tidak disertai dengan stimuli eksternal yang nyata,
mungkin tredapat atau tidak terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi.
Halusinasi auditoris : presepsi bunyi yang palsu.
Halusinasi visual : presepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk dan citra
yang tidak berbentuk.
Ilusi : mispresepsi terhadap stimuli eksternal yang nyata.
D. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif

E.

Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan kepentingan kesan sensoris.


Anosognosia : ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologi yang terjadi pada dirinya
Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda atau orang.
Somatopagnosia : ketidak mampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh sebagai milik tubuhnya
sendiri.
Aura : sensasi perasaan akan adanya bahaya seperti rasa penuh pada lambung, wajah memerah, dan
perubahan respirasi, perubahan kognisi dan keadaan mood biasanya terjadi sebelum serangan.
Gangguan yang berhubungan dengan fenomena konversi dan disosiatif : somatisasi material
direpresi atau perkembangan gejala dan distorsi fisik yang melibatkan otot volunter dan tidak
disebabkan oleh suatu gangguan fisik.
Kepribadian ganda : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda menjadi dua atau lebih
kepribadian dan karakter yang sama sekali berbeda.
Dissosiasi : mekanisme pertahanan yang tidak disadari meliputi pemisahan dari kelompok
proses mental atau proses prilaku dari sisa aktivitas psikis seseorang.

VIII.

Daya ingat : fungsi dimana informasi di simpan di otak dan selanjutnya di ingat kembali ke
kesadaran.
A. Gangguan daya ingat
Amnesia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat pengalaman masa lalu
Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.
Hipermnesia : peningkatan derajat penyimpangan dan pengingatan.
Represi : suatu mekanisme pertahanan yang di tandai oleh pelupaan secara tidak disadari
terhadap gagasan yang tidak diterima.
Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau kata benda yang
tepat.
Blackout : amnesia yang di alami oleh alkoholik berkaitan dengan perilaku selama minum.
B. Tingkat daya ingat
Segera (immediate) : reproduksi atau pengingatan hal-hal yang dirasakan dalam beberapa detik
sampai menit.
Baru saja (recent) : peringatan peristiwa yang telah lewat beberapa hari.
Agak lama (recent past) : pengingatan peristiwa yang telah lewat selama beberapa bulan.
Jauh (remote) : pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.
C. Inteligensia
Intelegensia adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakan dan menyatukansecara
konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
Retardasi mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapatgangguan pada kinerja
sosial dan kejuruan : ringan (IQ 50 atau 55 70), sedang (IQ 35 atau 40 50 atau 55), berat (IQ
20 atau 25 35 atau 40), sangat berat (IQ dibawah 20 atau 25).
Demensia : pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.
Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu
kondisi organik.
D. Insight
Insight adalah kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi.
- Tilikan intelektual : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu keadaan tanpa kemampuan untuk
menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi.
- Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya
pendorong,motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
- Tilikan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyataan obyektif dari suatu
situasi.

.
Memahami Psikopatologi/Simptomatologi
Simptomatologi Gangguan Jiwa
Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari keadaan sakit atau
terganggu yang jelas kelihatan berdasarkan gejala gejala klinis yang ditampilkan.
Gejala gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang orang yang tidak
terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu jiwanya atau tidak, dapat
dipelajari dari gejala gejala yang ditampilkannya.
Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala gejala. Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu
yang mempelajari gejala gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang
sakit), mempelajari gejala gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan
gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab sebab dari
gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk menghilangkan suatu
sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan

dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan
mempelajari gejala gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah gejala.
Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab
sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala gejalanya. Dalam pandangan
psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti yang dapat menjelaskan perkembangan
psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan. Misalnya
seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek
yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya
yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang
dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat
dingin pada penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar unsure
somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi
dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku. Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan
jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis
atau dokter tersebut memberikan treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan
pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa diperlukan untuk
mendapatkan satu atau lebih hal hal berikut ini :
a. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan dignosis
serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya
penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang).
b. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan perkembangan
gangguan jiwa yang dialami.
c.
Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok
baginya.
Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan, diharapkan dapat
menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek
kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan
pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena
itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat dilakukan
dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian).
Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi
umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi
emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara
(diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah
merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk menemukan gejala
gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang
dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.
Gejala gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
A. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan
dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari) tanpa
menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
B. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga
dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya, reaksi
psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.
Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau gangguan yang satu dengan
yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit
tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyakit tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat objektif (mengenai
fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain, tetapi mungkin
merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu harus ditanyakan kepada yang
bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder

Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah gejala pertama yang
dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul kemudian. Misalnya seorang penderita
insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan
halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah gangguan tersebut
mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan
diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya
pada penderita skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat
berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-gejala yang muncul
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang
muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam
kesadarannya. Misalnya seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan
orang yang pusing karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan
bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau selama fase sakit.
Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang sakit yang
merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit gigi responnya berbeda
dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ; meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang diberikan masyarakat
dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan
perilaku mencari kesehatan (heakth seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan
oleh masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena merupakan salah satu akibat
dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ;
patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak
medis.
5.
Mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling
mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

Neroanatomi

Nerofisiologi

Nerokimia

Tingkat kematangan dan perkembangan organik

Faktor-faktor pre dan peri - natal


2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)

Interaksi ibu anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan,
distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)

Peranan ayah

Persaingan antara saudara kandung

Inteligensi

Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat

Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah

Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu

Keterampilan, bakat dan kreativitas

Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya

Tingkat perkembangan emosi


3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

Kestabilan keluarga

Pola mengasuh anak

Tingkat ekonomi

Perumahan : perkotaan lawan pedesaan

Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan yang tidak memadai

Pengaruh rasial dan keagamaan

Nilai-nilai

Mengetahui Klasifikasi dan Gambaran Klinik Gangguan Psikotik


Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal. Dalam hal ini normal dan
abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga digunakan dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda
tajam dari normal dan hampir selalu menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi
dua kelainan mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu keadaan yang mencakup
difisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini. Penyakit mental secara tidak langsung menyatakan
yang kesehatan sebelumnya, kelainan yang berkembang atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam
kehidupan
1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori ini sesuai dengan
awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan keadaan lazim yang gejalanya dapat
dipahami dan dapat diempati. Psikosis merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan
tidak dapat diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk membagi psikosis.
Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan patologi yang dapat dibuktikan
Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis,
1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan mental organik dan simtomatik,
skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku
dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
A. Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang
terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.
Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).
Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan.
Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan
personalitas yang rusak cacat (Ingram et al.,1995).
B. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan
gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa
putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu
bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah
hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih
dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan
marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai
karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya
yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat
dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan
seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993).
Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan,
dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi
dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa
penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).
C. Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka
memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan
seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).
Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari
kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon
kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
D. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk
hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan
kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak
berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepridian histerik,
kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat, Maslim (1998).
E.

Gangguan Mental Organik

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak
(Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama
mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar
mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak
dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan
penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat
gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
F. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi
perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat
tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang
dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga
gangguan psikofisiologik.
G. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan
secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
H. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau
norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam
asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan
tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat
kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma
kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan
demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
LI.3 MM SKIZOFENIA
LO.3.1 DEFINISI
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan
ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.
LO.3.2 ETIOLOGI
Organobiologik
Ada banyak faktor yang berperan-serta bagi munculnya gejala-gejala skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori
yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab skizofrenia, antara lain :
1. Faktor genetik (turunan/pembawa sifat)
2. Virus
3. Auto-antibody
4. Malnutrisi (kekurangan gizi)
Meskipun diakui bahwa ada peran gen pada transmisi (pemindahan) skizofrenia namun ternyata tidak sepenuhnya
memenuhi hukum mendel. Sebagai contoh misalnya kalau benar bahwa skizofrenia itu diturunkan sepenuhnya
melalui dominan gen maka 50% anak-anaknya akan mendapatkan skizofrenia. Namun pada kenyataannya angka
ini jauh lebih rendah. Sebaliknya bila skizofrenia diturunkan sepenuhnya melalui resesif gen, maka diharapkan
100% anak-anaknya akan menderita skizofrenia manakala kedua orangtuanya penderita skizofrenia. Namun pada
kenyataannya angka ini hanya 36,6%. Dengan demikian jelaslah bahwa transmisi gen pada skizofrenia sangat
kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor lainnya.
Skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yaang disebut faktor epigenetik.
Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen yang abnormal
dengan:
1. Virus atau infeksi lain kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan otak janin.
2. Menurunnya auto-imun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.
4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama trimester pertama kehamilan.
Bila ada gangguan pada perkembangan otak janin selama kehamilan (epigenetik faktor), maka interaksi antara gen
yang abnormal yang sudah ada sebelumnya dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala
skizofrenia. Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila
menghadapi stresor psikososial dalam kehidupannya, maka resikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia
daripada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.
Faktor biokimiawi

Dopamin hipotesis
Suatu hipotesis menyatakan bahwa skizofrenia adalah hasil dari terlalu banyaknya aktivitas dopamin. Teori
tersebut merupakan hasil dari 2 observasi. Pertama, efek dan potensi dari banyak obat anti-psikotikberhubungan
dengan kemampuan mereka untuk bertindak sebagai antagonis dari reseptor dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obatobat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, terutama kokain dan amfetamin adalah psikotomimetik. Teori
dasar tersebut tidak menyebutkan apakah hipersktivitas dopaminergik tersebut adalah hasil dari terlalu banyak
dilepaskannya dopamin, atau terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi tersebut. Serabut saraf mana
yang terlibat juga tidak diketahui secara spesifik pada teori tersebut, walaupun tarktus mesokortikal dan
mesolimbik sering terlibat.
Kelebihan dopamin dilepas pada pasien skizofrenia telah dihubungkan dengan beratnya gejala positif skizofrenia.
PET (position emission tomography) memperlihatkan peningkatan reseptor D2 di nukleus kaudatus pada pasien
skizofrenia yang tidak menggunakan obat. Terdapat pula laporan dari peningkatan konsentrasi dopamin di
amigdala, penurunan densitas transporter dopamin, dan peningkatan jumlah dari reseptor dopamin tipe 4 pada
entorinal korteks.
Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skozofrenia pada diri seseorang dari sudut psikodinamik dapat diterangkan dengan 2 buah
teori, yaitu teori homeostatik-deskriptif dan fasilitatif-etiologik.
Dalam teori homeostatik-deskriptif, diuraikan gambaran-gambaran (deskripsi) dari suatu gangguan jiwa yang
menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan
jiwa tersebut.
Dalam teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi) penyebab (etiologi) suatu
penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dll.
Selanjutnya menurut teorti freud suatu gangguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal pada diri seseorang
yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar.
Psikoreligius
Pentingnya riwayat kehidupan beragama bagi penderita gangguan jiwa dikemukakan kaplan & sadock yang
menyatakan bahwa dalam wawancara psikiatrik perlu ditelusuri latar belakang keagamaannya antara lain,
kehidupan beragama kedua orangtuanya penderita sejauh mana hal ini pengaruhnya bagi penderita, apakh
pengamalam agamanya itu fanatik, moderat, atau permisif dan adakah konflik yang timbul antara orangtua dan
anak di dalam pendidikan agama di rumah. Selain itu juga perlu diketahui sejauh mana pengaruh agama dalam
kehidupan penderita sebelum sakit.
Psikososial
Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan sesorang,
sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menaggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak
semua orang mampu menggulanginya sehingga timbulla keluhan-keluhan kejiwaan.
Pada umunya stresor psikososial yang dimaksud dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perkawinan
2. Problem orangtua
3. Hubungan interpersonal
4. Pekerjaan
5. Lingkungan hidup
6. Keuangan
7. Hukum
8. Perkembangan
9. Penyakit fisik atau cidera
10. Faktor keluarga
11. Lain-lain
LO.3.3 EPIDEMIOLOGI
Salah satu gangguan jiwa Ps ikosa Fungsional yang terbanyak adalah Skizofrenia. Studi epidemiologi
menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0%
tergantung di daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Di Indonesia sendiri, kasus klien dengan Skizofrenia 25
tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan diperkirakan dalam 25 tahun mendatang akan mencapai 3/1000
penduduk (Hawari, 2001).
Data dari Schizophrenia Information & Treatment Introduction di Amerika penyakit Skizofrenia menimpa kurang
lebih 1% dari jumlah penduduk. Lebih dari 2 juta orang Amerika menderita skizofrenia pada waktu tertentu, dan
100,000- 200,000 tahun baru diagnosedevery peopleare. Separuh dari pasien gangguan jiwa yang dirawat di RS
Jiwa adalah pasien dengan skizofrenia (Pitoyo, 2012).
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 237,6 juta. Dengan asumsi angka 1 % tersebut di atas maka jumlah
penderita Skizofrenia di Indonesia pada tahun 2012 ini sekitar 2.377.600 orang. Angka yang fantastis dibanding
jumlah daya tampung 32 rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia sebanyak 8.047 tempat tidur. Daya tampung tetap,
pasien gangguan jiwa meningkat (Pitoyo, 2012).

Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun
ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta
jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah:
penderita skizofrenia. Gejala-gejala skizofrenia mengalami penurunan fungsi/ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dengan orang lain (Arif, 2006).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering
diidentikkan dengan Skizofrenia. Dari seluruh klien Skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan
jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu (Praptoharsoyo, 2012).
Hasil survey awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara terdapat 141 orang penderita
gangguan skizofenia dan gangguan waham, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psiko aktif
terdapat 5 orang, gangguan suasana perasaan 2 orang, retardasi mental 1 orang yang dirawat inap pada tahun 2011.
Tingginya angka penderita gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius bagi dunia
kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat
buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan penderita yang melakukan
tindak kekerasan karena halusinasinya (Yahya, 2009).
Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis, karena terapi obat psikofarma diberikan
dalam jangka waktu relatif lama. Terapi kejiwaan pada penderita skizofrenia dapat diberikan apabila sudah
mencapai tahapan dapat menilai realitas.
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling
percaya dengan klien. Saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertamatama klien harus difasilitasi untuk memperoleh rasa aman dan nyaman untuk menceritakan pengalaman
halusinasinya sehingga informasi tentang halusinasinya dapat komprehensif. Untuk itu perawat harus memulai
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak asuhan keperawatan, memperlihatkan sikap
sabar, penerimaan yang tulus dan aktif mendengar. Hindari menyalahkan atau respon tertawa saat klien
menceritakan pengalaman aneh yang menggelikan (Yosep, 2009).
Berdasarkan penelitian Castro (2010), Pengaruh Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap
Kemampuan Kognitif dan Psikomotor Pasien Halusinasi Dalam Mengontrol Halusinasi di Ruang Pusuk Buhit
Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara Medan bahwa ada perbedaan cara mengontrol halusinasi antara sebelum
dan sesudah dilakukan standar asuhan keperawatan halusinasi. Penelitian Sulastri (2010), Pengaruh Penerapan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Di RSKD. Dadi
Makassar menyatakan penerapan asuhan keperawatan memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan
kemampuan klien mengontrol halusinasi.
Penelitian Arum, dkk (2004) yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi. Pada kelompok intervensi menunjukkan kemampuan komunikasi yang lebih baik daripada kelompok
kontrol.
Penelitian Ledy (2010) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien
mengontrol halusinasi yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki pengaruh
yang signifikan dalam mengontrol halusinasi pasien.
Penelitian Carolina (2008) tentang pengaruh penerapan standar asuhan keperawatan halusinasi terhadap
kemampuan klien mengontrol halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta menunjukkan bahwa penerapan
asuhan keperawatan halusinasi yang sesuai standar dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan
psikomotor klien mengontrol halusinasi dan menurunkan intensitas tanda dan gejala halusinasi sehingga dapat
menurunkan efek lanjut dari halusinasi yang dialami.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun
2012 bahwa, pelaksanaan intervensi keperawatan sudah dilakukan tetapi masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan
oleh masih adanya klien yang belum dapat mengendalikan halusinasi dengan baik.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Hubungan Pelaksanaan Intervensi Keperawatan Dengan Kemampuan Pengendalian Diri Klien Halusinasi Di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.

LO.3.4 KLASIFIKASI
1. Skizofrenia paranoid
Seseorang yang menderita tipe ini harus menunjukkan gejala :

Waham kejar atau kebeesaran

Halusinasi yang mengandung isi kejaran

Gangguan alam pikiran dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak menentu, kemarahan dll.
2. Skizofrenia hebefrenik

Inkoherensi atau jalan pikiran yang kacau

Alam perasaan yang datar

Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa tidak puas diri dll.

Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik

Halusinasi yang pecah yang tidak terorganisisr sebagai satu kesatuan

Perilaku aneh dan menarik diri dari lingkungan sosial


3. Skizofrenia katatonik

Stupor katatonik

Negativisme katatonik

Kekakuan katatonik

Kegaduhan katatonik

Sikap tubuh katatonik


4. Skizofrenia residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa dari gejala skizofrenia yang tidak begitu menonjol.
5. Skizofrenia tak tergolongkan
6. Golongan lainnya
LO.3.5 PATOFISIOLOGI
LO.3.6 MANIFESTASI KLINIS
LO.3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari
luar;
atau
- delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota
gerak
atau
ke
pikiran,
tindakan,
atau
penginderaan
khusus);
- delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:

suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau

mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai


suara yang berbicara), atau

jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

d.

gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional
yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri
secara sosial.

LO.3.8 TATALAKSANA
I. Psikofarmaka

Pemilihan obat
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen,
perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain
(sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat
antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat
antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah
tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal.
Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik
generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2
di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif
tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti
mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi
tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri,
hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine
dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II
sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi
serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping
extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah
clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu
kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50
mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk
terapi
pemeliharaan.

Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr
sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan
sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu
(dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu)
setelah
itu
tapering
off
(dosis
diturunkan
2-4ininggu)
lalu
stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun
(ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat
antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda
sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholmnergic
agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
II. Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

Psikoterapi individual
o Terapi suportif

o Sosial skill training


o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)

LO.3.9 KOMPLIKASI
LO.3.10 PROGNOSIS
LO.3.11 PENCEGAHAN
LI.4 MM IBADAH MAHDOH
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara
satu dengan lainnya;
a) Ibadah Mahdhah
artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung.
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi
merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw.
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu Jika
melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka
dikategorikan Muhdatsatul umur perkara meng-ada-ada, yang populer disebut salah satu penyebab
hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw adalah karena kebanyakan kaumnya
bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena
bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya
yang disebut hikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang
ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul
adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah:
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. Itikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
b) Ibadah Ghairu Mahdhah (tidak murni semata hubungan dengan Allah)
Ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara
hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a.
Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan RasulNya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b.
Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini
tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul
bidah, maka bidahnya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bidah
dhalalah.
c.
Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau
madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk,
merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.
Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Shalat diwajibkan kepada tiap muslim yg mukallaf yakni yg telah baligh dan berakal. Adapun orang yg belum
baligh dan tdk berakal gugurlah dari kewajiban tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha
dari
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
beliau
bersabda:
Diangkat pena dari tiga golongan: orang yg tidur sampai ia bangun orang gila sampai kembali akal atau sadar
dan
anak
kecil
hingga
ia
besar.
Dengan demikian orang yg tidur dan pingsan orang gila dan anak kecil tdk dibebankan kewajiban shalat atas
mereka sampai hilang penghalang yg ada. Yakni orang yg tertidur telah bangun dari tidur orang yg pingsan telah
siuman dari pingsan orang gila telah pulih dari sakit gila atau telah kembali akal sedangkan anak kecil telah datang
masa baligh di antara dgn tanda mimpi basah bagi anak laki2 dan haid bagi anak perempuan

Anda mungkin juga menyukai