Anda di halaman 1dari 7

Nama : Teuku Khalil Abrar

NIM : 04011182126035
Kelas : Gamma 2021
LEARNING ISSUES
1. Anatomi
Sistem limbik adalah bagian otak yang memiliki peran vital dalam kehidupan manusia.
Bila sistem ini rusak, berbagai gangguan bisa terjadi yang dapat menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Sistem limbik adalah kumpulan struktur yang berperan dalam pemrosesan emosi,
memori, dan perilaku. Kumpulan struktur ini berada di bagian dalam otak, tepatnya di bawah
korteks serebral dan di atas batang otak. Berikut adalah beberapa fungsi sistem limbik secara
umum yang diketahui.
 Terlibat dalam pemrosesan dan pengaturan emosi.

 Pembentukan dan penyimpanan memori atau ingatan.


 Berperan dalam proses belajar.

 Terlibat dalam respons tubuh terhadap stres (fight or flight response).


 Membantu mengatur sistem saraf otonom, yaitu yang mengontrol fungsi tubuh yang tak
disadari, seperti haus, lapar, atau detak jantung.

Struktur sistem limbik dan fungsinya


Sebagai kumpulan struktur, sistem limbik terdiri dari beberapa bagian otak, termasuk
hippocampus, amigdala, dan hipotalamus, serta area lain di sekitarnya yang juga terlibat.
Masing-masing bagian memiliki fungsinya tersendiri yang saling berhubungan dan membentuk
sistem ini. Berikut adalah struktur dari sistem limbik dengan fungsinya masing-masing.
1. Hippocampus
Hippocampus adalah bagian otak yang berbentuk menyerupai kuda laut yang
melengkung. Bagian otak ini berada di dalam area otak, tepatnya di dua sisi atau belahan
(hemisfer) otak, yaitu otak kiri dan kanan. Pada dasarnya, hippocampus merupakan pusat
memori di otak. Di bagian ini, ingatan jangka pendek dibentuk kemudian disimpan menjadi
ingatan jangka panjang di korteks serebral. Hippocampus juga menghubungkan ingatan dengan
berbagai indra, berperan penting dalam kemampuan spasial, serta terkait dengan emosi dan
pembelajaran.
2. Amigdala
Amigdala adalah bagian sistem limbik yang berbentuk seperti kacang almond, yang
berada di sebelah hippocampus. Fungsi utamanya adalah mengatur respons emosional, seperti
perasaan bahagia, takut, marah, dan cemas. Namun, amigdala juga berperan mengaitkan
emosional dengan ingatan. Bagian ini memainkan peran penting dalam menentukan seberapa
kuat ingatan itu untuk disimpan. Selain itu, amigdala berperan membentuk ingatan baru yang
khusus terkait dengan rasa takut. Ingatan yang menakutkan ini kemudian menyebabkan tindakan
penghindaran ketika sesuatu yang memicu ketakutan tersebut terjadi. Inilah yang kemudian
dikenal dengan respon fight or flight (melawan atau lari).
3. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian kecil otak yang terletak di bawah talamus di kedua sisi
ventrikel ketiga. Ventrikel adalah area di otak besar yang berisi cairan serebrospinal dan berada
tepat di atas kelenjar pituitari. Fungsi hipotalamus adalah melepaskan hormon yang berperan
dalam berbagai emosi, termasuk rasa sakit, lapar, haus, kesenangan, perasaan seksual, marah,
dan agresi. Selain itu, bagian ini mempertahankan keadaan homeostasis dengan mengatur
sebagian besar fungsi otonom, seperti detak jantung, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernapasan.
4. Cingulate gyrus
Cingulate gyrus adalah bagian dari otak besar yang paling dekat dengan tiga struktur
sistem limbik di atas, tepatnya berada di atas corpus callosum. Bagian otak ini menyediakan jalur
dari talamus ke hippocampus. Adapun fungsinya membantu mengatur emosi, perilaku, dan rasa
sakit, serta bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi motorik otonom. Cingulate gyrus
pun terlibat dalam proses ketakutan dan respon terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan.
5. Basal ganglia
Basal ganglia adalah sekelompok struktur otak yang berada di dasar otak depan dan di
atas otak tengah. Kelompok struktur ini terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus,
dan substansia nigra. Fungsi utamanya adalah untuk mengatur gerakan volunter, termasuk
gerakan mata, serta membantu menjaga keseimbangan dan postur tubuh. Selain itu, bagian otak
ini terlibat dalam perilaku berulang dan pemusatan perhatian, yang terkait dengan perilaku
adiktif dan pembentukan kebiasaan.
6. Area tegmental ventral
Area tegmental ventral (the ventral tegmental area) adalah bagian dari batang otak (tepat
di bawah talamus) yang terdiri dari jalur dopamin. Jalur dopamin pada area otak memengaruhi
kesenangan yang mungkin atau tidak dirasakan seseorang. Adapun orang-orang yang mengalami
kerusakan di bagian otak ini cenderung sulit mendapat kesenangan hidup dan sering beralih ke
alkohol, obat-obatan, dan perjudian.
7. Korteks prefrontal
Korteks prefrontal adalah bagian dari lobus frontal (bagian dari korteks serebral) yang
juga terkait dengan sistem limbik. Bagian otak ini terlibat dalam pembuatan perencanaan dan
pengambilan tindakan yang terkait dengan masa depan. Tak hanya itu, korteks prefrontal juga
terlibat dengan jalur dopamin yang sama dengan area tegmental ventral, yang berperan dalam
kesenangan dan kecanduan.

Berbagai gangguan yang terjadi pada sistem limbik


Bagian-bagian otak dalam sistem limbik bisa mengalami kerusakan akibat penyebab tertentu.
Melansir Simply Psychology, dampak yang terjadi dari kerusakan otak ini bisa berbeda,
tergantung pada bagian mana yang terkena. Misalnya, kerusakan pada amigdala dapat
memengaruhi pemrosesan ketakutan seseorang sehingga penderitanya tidak mampu mengenali
situasi yang menakutkan atau berbahaya. Pada kondisi ini, penderitanya sering melakukan
tindakan yang berisiko dan menempatkan posisi dirinya dalam situasi bahaya. Sementara
kerusakan pada hippocampus dapat memengaruhi memori dan menyebabkan kekurangmampuan
seseorang dalam mempelajari sesuatu. Adapun kerusakan pada hipotalamus dapat memengaruhi
produksi hormon tertentu yang dapat berpengaruh pada suasana hati dan emosi.
Berikut adalah beberapa gangguan, termasuk penyakit saraf yang bisa terjadi akibat kerusakan
pada sistem limbik.
 Depresi.
 Obsessive compulsive disorder (OCD).
 Gangguan kecemasan.

 Posttraumatic stress disorder.


 Skizofrenia.

 Gangguan bipolar.
 Autism spectrum disorder.
 Demensia, termasuk penyakit Alzheimer.
 Penyakit parkinson.
 Epilepsi, terutama epilepsi lobus temporal.
 Ensefalitis limbik.
 Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD).

2. FISIOLOGI
Serotonin atau 5-hydroxytryptamine (5-HT) adalah neurotransmiter atau zat kimia yang
memiliki tugas untuk membawa pesan antarsel saraf pada otak. Tidak hanya sebagai
neurotransmiter, serotonin juga berperan sebagai hormon yang mengatur kerja berbagai organ di
dalam tubuh manusia. Zat ini terbentuk dari proses biokimia dengan menggabungkan beberapa
bahan, seperti asam amino triptofan, komponen protein, dan enzim triptofan hidroksilase. Sekitar
90% serotonin diproduksi oleh sel-sel dalam usus dan mengalir ke seluruh tubuh lewat sirkulasi
darah. Kekurangan triptofan telah terbukti bisa meningkatkan risiko gangguan mental, seperti
depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan kognitif.

Depresi terjadi karena adanya kekurangan kadar neurotransmitter (norefinefrin, dopamin


dan serotonin) pada otak. Oleh karena itu, tujuan dari terapi depresi adalah memperbaiki kadar
neurotransmitter pada otak. Serotonin memiliki reseptor yang terletak pada korteks, hipotalamus
dan amigdala yang berfungsi memberikan respon dari molekul serotonin berupa kemampuan
daya ingat, perubahan pola makan dan tidur, Oleh karena itu, senyawa serotonin merupakan
salah satu neurotransmiter yang berpengaruh terhadap terjadinya depresi jika konsentrasinya
tidak seimbang di celah sinaptik.

Fungsi serotonin
Serotonin berperan penting dalam mengatur suasana hati. Level serotonin yang rendah
terkait dengan risiko munculnya gejala depresi. Sementara itu, level serotonin yang tinggi identik
dengan emosi positif serta perasaan baik dan sejahtera.

Gangguan akibat kelebihan serotonin


Kelebihan serotonin dapat menyebabkan kondisi yang disebut sindrom serotonin.
Sindrom ini dapat terjadi saat Anda memakai kombinasi obat-obatan yang mengandung
serotonin secara bersamaan, misalnya obat antidepresan dan obat opioid untuk meredakan nyeri.
Beberapa gejala ringan yang mungkin dirasakan meliputi:
 gemetar,
 diare,
 sakit kepala,
 linglung,
 merinding,
 berkeringat berlebihan,
 detak jantung cepat,
 tekanan darah tinggi, dan
 pupil mata melebar.
Gangguan akibat kekurangan serotonin
Rendahnya kadar serotonin dalam tubuh berkaitan dengan gangguan mood, seperti
depresi dan gangguan kecemasan. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut.
 Timbulnya gangguan tidur, seperti insomnia atau justru terlalu banyak tidur.
 Nafsu makan tidak stabil, baik itu hilang nafsu makan atau makan berlebihan.
 Terus merasa gelisah, mudah marah, cemas, sedih, dan hilang minat pada aktivitas yang
umumnya dilakukan.
 Sering mengalami sakit kepala atau nyeri pada tubuh.
ANALISIS MASALAH

1. Apa saja bagian otak dan fungsi kognitif yang terganggu pada MDD?

 Gangguan fungsi kognitif


Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Medicine menunjukkan bahwa
pasien depresi memiliki penurunan berbagai fungsi kognitif, seperti kemampuan berpikir,
berkonsentrasi, hingga berkomunikasi. Kondisi ini dapat terjadi karena depresi dapat merusak
fungsi otak bagian depan atau lobus frontal. Bagian otak ini bertugas dalam mengontrol
kemampuan kognitif pada setiap orang. Selain itu, lobus frontal juga berperan dalam menyimpan
ingatan, sehingga pasien juga akan mengalami gangguan pada memory.
 Penurunan kemampuan neuroplastisitas
Neuroplastisitas adalah kemampuan otak dalam membentuk koneksi saraf baru ketika
menghadapi pengalaman baru dalam hidup. Kemampuan ini dapat terganggu saat seseorang
mengalami depresi berat. Penurunan neuroplastisitas terjadi karena depresi dapat mempengaruhi
produksi brain-derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah salah satu jenis protein yang
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan neuron (sel saraf) baru di dalam otak. Kondisi tersebut
kemudian dapat menghambat perkembangan fungsi kognitif seseorang.
 Gangguan emosional
Depresi yang tidak diatasi juga bisa merusak bagian amigdala pada otak. Bagian otak ini
berfungsi dalam memproses emosi dan perencanaan perilaku seseorang saat menghadapi
berbagai situasi. Akibat dari kerusakan otak tersebut, seseorang dengan depresi berat bisa
mengalami kesulitan mengolah emosi saat menghadapi situasi tertentu. Kerusakan pada
amigdala kemudian bisa menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan dalam mengontrol
emosinya. Oleh karena itu, tidak heran jika depresi berat kerap membuat seseorang tiba-tiba
marah, sedih, atau bahkan menangis tanpa alasan yang jelas.
 Penurunan kemampuan mengingat
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Neural Plasticity menyebutkan bahwa depresi berat
dapat menyebabkan atrofi hipokampus, yaitu kondisi ketika sel-sel otak di bagian hipokampus
mengecil. Penyusutan sel-sel ini kemudian akan berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam
menyimpan memori dan pengaturan emosi. Hal tersebut diduga terjadi karena depresi berat
menghambat neurogenesis atau proses pembentukan sel saraf baru di otak. Selain itu, produksi
hormon kortisol yang meningkat selama periode depresi juga mempengaruhi kinerja
hipokampus dan semakin merusak otak.
 Penurunan kesadaran
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa depresi dapat menurunkan pasokan kadar oksigen di
dalam tubuh atau hipoksia. Karena otak sangat sensitif terhadap keberadaan oksigen, hipoksia
juga dapat memengaruhi otak dan bahkan menyebabkan peradangan di dalamnya. Tidak hanya
meradang, otak yang kekurangan pasokan oksigen dan darah juga bisa mengalami kematian sel.
Kondisi inilah yang kemudian bisa membuat seseorang mengalami penurunan kesadaran atau
bahkan kematian.
 Perubahan struktural dan jaringan otak
Salah satu dampak dari depresi yang tidak ditangani adalah kerusakan konektivitas saraf di
dalam otak, khususnya pada bagian hipokampus dan korteks prefrontal. Akibat dari kondisi
tersebut, pasien depresi bisa mengalami gangguan fungsi memori dan kehilangan kemampuan
untuk fokus. Selain melalui pengamatan perubahan perilaku, kerusakan ini mungkin baru bisa
diketahui melalui tes pencitraan seperti CT (computed tomography) atau MRI (magnetic
resonance imaging).

DAFTAR PUSTAKA
Schneider, G. E. (2014). Brain structure and its origins: function, evolution, development.
Retrieved from http://site.ebrary.com/id/10853344
Baron-Cohen. (2013). Understanding other minds: perspectives from developmental
social neuroscience. Oxford: Oxford Univ. Pr.
Christensen, M. C., Wong, C. M. J. and Baune, B. T. 2020. ‘Symptoms of Major
Depressive Disorder and Their Impact on Psychosocial Functioning in the Different Phases of
the Disease: Do the Perspectives of Patients and Healthcare Providers Differ?’, Frontiers in
Psychiatry
Indriona Hadi, dkk. 2017. Gangguan Depresi Mayor (Mayor Depressive Disorder) Mini
Review. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari. p-ISSN: 2083-0840: EISSN: 2622-
5905

Anda mungkin juga menyukai