Istilah Limbik berarti perbatasan aslinya limbik digunakan untuk menjelaskan struktur tepi
sekeliling regio basal serebrum, dan pada perkembangan selanjutnya diperluas artinya
keseluruh lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku emosional dan dorongan motivasional.
Bagian utama sistem limbik adalah hipotalamus dengan struktur berkaitan, selain mengatur
prilaku emosional juga mengatur kondisi internal tubuh seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan
tubuh, dan dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan Fungsi internal ini
secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif otak yang berkaitan erat pengaturannya dengan
perilaku.
Bagaimana kerja Hipotalamus dan sistem limbik, dalam Guyton diterangkan Fungsi Perilaku dari
Hipotalamus dan Sistem Limbik (Guyton, 1997:937)
1. Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya mengakibatkan timbulnya rasa haus
dan nafsu makan tapi juga besarnya aktivitas emosi binatang seperti timbulnya rasa
marah yang hebat dan keinginan berkelahi.
2. Perasangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila dirangsang menimbulkan
rasa kenyang dan menurunkan nafsu makan dan binatang menjadi tenang.
3. Perangsangan pada zone tipis dari nuklei paraventrikuler yang terletak sangat
berdekatan dengan ventrikel ketiga (atau bila disertai dengan perangsangan pada area
kelabu dibagian tengah mesensefalon yang merupakan kelanjutan dari bagian
hipotalamus biasanya berhubungan dengan rasa takut dan reaksi terhukum.
4. Dorongan seksual dapat timbul bila ada rangsangan pada beberapa area hipotalamus.
Khususnya pada sebagian besar bagian anterior dan posterion hipotalamus.
Hipotalamus, daerah pengatur utama untuk sistem limbik, berhubungan dengan semua
tingkat limbik. Hipotalamus mewakili kurang dari 1 persen masa otak, namun merupakan bagian
penting dari jaras pengatur keluaran sistem limbik. Sebagai contoh perangsangan
Kardiovaskular hipotalamus. Perangsangan efek neurogenik pada sistem kardiovaskular meliputi
kenaikan tekanan arteri, penurunan tekanan arteri, peningkatan atau penurunan frekuensi
denyut jantung. Pada umumnya, perangsangan bagian posterior dan lateral hipotalamus
meningkatkan tekanan arteri dan frekuensi denyut jantung, sedangkan perangsangan area
preoptik sering menimbulkan efek yang berlawanan. Pengaturan gastrointestinal, dimana
perangsangan pada hipotalamik lateral berhubungan dengan pusat lapar, bila daerah ini rusak
maka pada percobaan binatang, akan terjadi kehilangan nafsu makan menyebabkan kematian
karena kelaparan (lethal starvation). Pusat kenyang terdapat di nukneus ventromedial, bila
daerah ini dirangsang dengan listrik pada binatang percobaan akan menghentikan makannya
dan benar-benar mengabaikan makanannya. Bila area ventromedial ini rusak secara bilateral
maka, maka binatang tersebut jadi rakus, dan terjadi kegemukan yang hebat.(Guyton,
1997:933)
2. Psikopatologi / simptopatologi gangguan psikotik
Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan kerusakan menyeluruh dalam uji
realitas seperti yang ditandai dengan delusi, halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku
yang tidak teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap
inkomprehensibilitas dalam tingkah lakunya.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus
menerus saling mempengaruhi, yaitu :
Faktor-faktor somatik (somatogenik)
Neroanatomi
Nerofisiologi
Neurokimia
Tingkat kematangan dan perkembangan organik
Faktor-faktor pre dan peri - natal
Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
Interaksi ibu anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
Peranan ayah
Persaingan antara saudara kandung
Inteligensi
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah.
Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu.
Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan kehidupan serta
rumah tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya,
walaupun bukan untuk mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga,
kehidupan sosial dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu
senggang.
Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan dengan seksama, tak
mau bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu
bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja
dan malas.
Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial atau penurunan
kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit stres berat menarik diri dari
organisasi sosial kemasyarakatan, atau sering terjadi kemunduran kemampuan dalam
melaksanakan fungsi sosial dan pekerjaannya.
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama dengan anggota
keluarga atau masyarakat, atau membuat program kerja rekreasi dan dapat
menikmatinya. Namun pada penderita gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan
dengan banyak melamun, malas, bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari
dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan ibadah.
Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang. Meskipun
salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi pikir
bertentangan dengan kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku individu.
Seorang pasien dengan waham curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan
terhadap perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi
kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau membunuh dia. Akibat waham
curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat emosional agresif. Ia bisa membunuh
orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan
dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya.
Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsang
pada
kelima
indera
tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien psikotik
yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak
jarang ia bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk
membunuh ia pun akan melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada
pasien psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang
memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh diri.
Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali bisa
ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan disertai
kegelisahan, dan kadang-kadang perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering
terjadi pada kasus-kasus epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaankeadaan kerusakan otak permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita epilepsi. Ia
membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan parang, karena
menganggap anaknya adalah seekor kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu
yang menyiram anak balitanya dengan air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu,
dan akhirnya si anak meninggal dunia. Ia melihat dan merasa menyiram hewan.
Tilikan Yang Buruk
Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada bukti adanya perubahan
perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau minum obat atau tak mau diajak berobat,
atau bila ada waham dianggap mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang
mempersulit pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena merasa tak sakit ia
tak mau mencari pengobatan.
Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini peran keluarga penting,
kalau memang menemukan gejala tersebut seperti waham, halusinasi dan illusi, segera
berkonsultasi kepada tenaga kesehatan jiwa.
Psikosis di Masyarakat
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu
sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30
juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita
perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak
semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di
bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien
ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang
terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas. Pada
zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di
Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma
masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak
semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya
dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam
bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku
yang membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali
gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun
terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di
Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni
pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada
belum memadai sesuai kebutuhan.
1. Ciri-ciri penderita psikotik antara lain:
Penarikan diri dari pergaulan sosial, banyak di dalam rumah, malu keluar rumah.
2. Tak mampu bekerja sesuai dengan fungsinya. Di rumah tak mau bekerja, atau
bekerja sekedarnya saja karena diperintah, setelah itu tak mau mengerjakan
tugas yang diberikan.
3. Berpikir aneh, dangkal, berbicara tak sesuai dengan keadaan situasi keseharian,
bicara ngelantur.
4. Dalam pergaulan ada riwayat gejala waham atau halusinasi dan illusi.
5. Perubahan perilaku yang nyata, misalnya tadinya ceria menjadi melamun,
perilaku aneh-aneh yang sebelumnya tidak pernah dijalani.
6. Kelihatan menjadi murung dan merasa tak berdaya.
7. Sulit tidur dalam beberapa hari, atau bisa tidur yang terlihat oleh keluarganya,
tetapi pasien merasa sulit atau tidak bisa tidur.
a. Kepercayaan dasar
Suatu gangguan pada gangguan kepercayaan dasar menyebabkan ketidakpercayaan dasar.
Ketidakpercayaan dasar adalah suatu penyumbang yang besar terhadap perkembangan
gangguan kepribadian skizoid dan pada kasus yang paling berat, pada perkembangan
skizofrenia. Gangguan yang berhubungan dengan zat juga dapat dihubungkan dengan
ketidakpercayaan sosial; kepribadian tergantung zat mempunyai kebutuhan ketergantungan
oral yang kuat dan menggunakan zat kimia untuk memuaskan dirinya sendiri karena mereka
percaya bahwa manusia tidak dapat dipercaya dan, yang paling buruk, adalah berbahaya.
b. Otonomi
Kepribadian paranoid merasa bahwa orang lain mencoba untuk menguasai mereka, suatu
perasaan yang mungkin berasal selama stadium otonomi lawan rasa baru dan ragu-ragu. Jika
disertai dengan ketidakpercayaan, ditanam benih untuk waham-waham persekutorik.
c. Inisiatif
Didalam patologi, konflik diatas inisiatif diekspresikan dalam penyangkalan histeris, yang
menyebabkan
penekanan
harapan
atau
pembatalan
organ
pelaksana
dengan
paralisis/impotensi; atau senang pamer yang terlalu berlebihan, dimana individu yang
ketakutan, terlalu ingin merendah, malahan sebenarnya menonjolkan dirinya.
d. Industri
Merupakan suatu rasa mampu untuk membuat sesuatu dan membuat baik dan bahkan secara
sempurna. Jika usaha anak dihalangi, mereka menjadi merasa bahwa tujuan pribadi tidak dapat
dicapai atau mereka tidak bermanfaat dan rasa inferioritas berkembang. Pada orang dewasa,
perasaan inferioritas tsb dapat menyebabkan hambatan kerja yang berat dan suatu struktur
karakter yang ditandai dengan perasaan ketidakmampuan.
e. Identitas
Bahaya adalah difusi peran. Jika hal ini didasarkan pada rasa ragu-ragu yang kuat sebelumnya
seperti pada identitas seksual seseorang, peristiwa kejahatan dan psikotik seketika adalah tidak
jarang.
f.
Keintiman
Orang dengan gangguan kepribadian skizoid tetap terisolasi dari orang lain karena rasa takut,
kecurigaan, ketidakmampuan untuk mengambil resiko/ atau tidak adanya kemampuan untuk
mencintai.
g. Generativitas
Orang setengah tua menunjukan insidensi depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda, yang mungkin berhubungan dengan kekecewaan dan kegagalan
harapan orang setengah tua saat mereka mengenang kembali masa lalu, mengingat bagaimana
kehidupan mereka telah berjalan dan menghadapi masa depan.
h. Integritas
Gangguan kecemasan seringkali berkembang pada lanjut usia. Perkembangan tsb mungkin
berhubungan dengan tinjauan balik seorang ke masa lalunya dengan rasa panik. Penurunan
fungsi fisik juga dapat berperan pada penyakit psikosomatik, hipokondriasis dan depresi.
3. Skizofrenia
3.1.Definisi
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang
ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi
kerja, dan perawatan diri.
3.2.Etiologi
ORGANOBIOLOGIK
Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor yang berperan
serta bagi munculnya gejala-gejala Skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang
dikembangkan untuk mengetahui penyebab (etiologi) Skizofrenia, antara lain:
Faktor genetik (turunan/pembawa sifat)
Auto-antibody
Virus
Malnutrisi (kekurangan gizi)
Sejauh manakah peran genetik pada Skizofrenia? Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai
berikut:
Studi terhadap keluarga menyebutkan bahwa pada orang tua 5,6%; saudara kandung 10,1%;
anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9% (Gottesman, Shields, 1982).
Studi terhadap orang kembar menyebutkan pada kembar identik (monozygote) fraternal
(dizygote) adalah 15,2% (Kendler, 1983)
Meskipun diakui bahwa ada peran gen pada transmisi (pemindahan) Skizofrenia namun
ternyata tidak sepenuhnya memenuhi hukum Mendel. Sebagai contoh misalnya kalau benar
bahwa Skizofrenia itu diturunkan (ditransmisikan) sepenuhnya melalui dominant gene, maka
50% dari anak-anaknya akan menderita Skizofrenia. Namun dalam kenyataannya angka ini jauh
lebih rendah. Sebaliknya jika Skizofrenia itu diturunkan sepenuhnya melalui recessive gene,
maka diharapkan 100% dari anak-anaknya akan menderita Skizofrenia, manakala orang tuanya
menderita Skizofrenia. Namun dalam kenyataannya angka ini hanya 36,6%. Dengan demikian
jelaslah bahwa transmisi gen pada Skizofrenia sangan kompleks dan dipengaruhi oleh banyak
faktor lainnya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai
peran dalam timbulnya Skizofrenia di kelak di kemudian hari. Ganguan perkembangan otak ini
muncul misalnya karena virus, malnutrisi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal yang
terjadi selama kehamilan.
Perihal adakah hubungan antara faktor gen dengan gangguan perkembangan otak janin,
penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, Skizofrenia tidak
akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor epigenetik.
Kesimpulannya adalah bahwa gejala Skozofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen
yang abnormal dengan:
Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan otak
janin.
Menurunnya auto-immune yang disebabkan infeksi selama kehamilan
Berbagai macam komplikasi kandungan.
Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trisemester pertama kehamilan.
Hingga sekarang masih terjadi pertanyaan dan masih dalam penelitian perihal faktor genetik
(turunan) pada Skizofrenia. Beberapa pertanyaan berikut ini masih belum dapat dijawab tuntas;
Apakah Skizofrenia ini merupakan penyakit keluarga.
Sejauh mana peran serta gen dan lingkungan sebagai faktor penyebab (etiology)
Skizofrenia.
Andaikan penyakit ini diturunkan, bagaimana mekanisme transmisi penyakit ini
dalam keluarga.
Bagaimana mekanisme genetik dan lingkungan pada Skizofrenia.
Dimana lokasi gen yang dimaksud.
Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, para ahli melakukan berbagai penelitian
untuk mendapatkan jawabannya antara lain:
Studi tentang riwayat keluarga (Family history Studies).
Studi keluarga (family history).
Studi adopsi (adoption studies).
Studi kembar (twin studies).
Studi terkait (linkage studies).
Studi tentang biologi molekuler (molecular biology).
Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan di atas,
antara lain:
Studi keluarga (1982) perihal resiko sakit, yaitu pada orang tua 5,6%; saudara kandung 10,1%;
anak-cucu 12,8%; dan pada keluarga generasi kedua 2,4% - 4,2%.
Perkawinan antar keluarga Skizofrenia meningkatkan resiko untuk penyakit: Skozofrenia, Psikosis
non afektif lainnya, gangguan Skizoafektif dan gangguan Skizotipal.
Studi pada anak adopsi (Adoption Studies) bahwa anak-anak adopsi yang dirawat oleh ibu-ibu
penderita Skizofrenia mempunyai resiko 16,6% (Heston, 1966); sedangkan pada ibu-ibu yang
normal resikonya 0%. Studi yang dilakukan oleh Kety Etal, (1968), menyebutkan pada orang tua
kandung penderita Skizofrenia resiko anak adopsi 21,1%; sedangkan pada orangtua angkat,
resiko anak adopsi 1,6%. Disimpulkan bahwa anak dari keluarga yang orang tuanya penderita
Skizofrenia, beresiko lebih besar menderita Skizofrenia daripada anak adopsi yang tidak ada
hubungan darah dengan orang tua angkatnya baik yang menderita Skizofrenia ataupun yang
normal. Anak kandung dari orangtua normal bila diadopsi oleh orangtua angkat penderita
Skizofrenia, resiko menderita Skzofrenia tidak besar.
Studi kembar manyatakan bahwa faktor gen sebagai penyebab Skizofrenia lebih besar pada
anak monozygote dibandingkan dengan dizygote. Faktor lingkungan mempunyai implikasi 50%
pada pasangan monozygote. Diperkirakan kecenderungan faktor gen 70% bagi terjadinya
Skizofrenia. Analisa matematika (hukum Mendel misalnya) tidak sepenuhnya mendukung
sebagai model tunggal bagi transmisi gen Skizofrenia. Di sini peran dominant gene dan
recessive gene tidak sepenuhnya berlaku.
Pada analisa studi keterkaitan (Linkage Alalysis) disebutkan bahwa pada waktu terjadi
pembelahan kromosom(meiosis) merupakan kesempatan bagi proses silang gen (crossing).
Sesudah terjadi silang gen tersebut kemungkinan terjadinya rekombinasi adalah 50%. Gen yang
letaknya berjauhan dalam kromosom transmisinya mandiri, merupakan gen dari kromosom
yang berbeda. Keterkaitan terjadi manakala gen-gen dimaksud berdekatan satu dengan yang
lain sedemikian rupa sehingga silang gen tidak terjadi. Dua gen yang saling terkait erat
ditransmisikan bersama diantara anggota keluarga.
Dewasa ini studi genetika terhadap berbagai penyakit yang diduga diturunkan sedang
berkembang dan ilmu yang mendalaminya adalah biologi molekuler (molecular biology) atau
genome project. Tubuh manusia terdiri dari sel, di dalam sel tersebut terdapat molekul, di dalam
molekul ada inti (nucleus), di dalam nucleus terdapat kromosom dan di dalam kromosom
terdapat gen (pembawa sifat). Dalam studi ini dipelajari mekanisme transmisi gen terhadap
keluarga yang salah satu atau lebih mengidap Skizofrenia. Dengan mengetahui modus
mekanisme transmisi gen tersebut di atas diharapkan dapat dilakukan upaya pencegahan
sehingga penyakit yang dimaksud tidak berkembang atau dengan kata lain transmisi gen
pembawa Skizofrenia dapat dicegah.
PSIKOSOSIAL
Stresor psikososial adalah setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk
menanggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul. Pada umunya jenis stresor psikososial
dapat digolongkan sebagai berikut:
Perkawinan.
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami oleh seseorang;
misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian (divorce), kematian salah satu
pasangan, kesetiaan dan lain-lain. Stresor perkawinan ini dapat menyebabkan orang jatuh
sakit.
Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak,
kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan, dan
sebagainya. Permasalahan tersebut jika tidak bisa diatasi oleh yang bersangkutan dapat
merupakan sumber stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh sakit.
Hubungan interpersonal (antar pribadi)
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, atau
konflik dengan kekasih, konflik dengan rekan sekerja, antara atasan dan bawahan dan
sebagainya. Konflik antar pribadi ini merupakan sumber stres bagi seseorang yang bila tidak
dapat diatasi pada gilirannya akan menyebabkan jatuh sakit.
Pekerjaan
Gangguan ini misalnya karena kehilangan pekerjaan (PHK), pensiun (post power syndrome),
pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi jabatan dan sebagainya, yang bila
tidak dapat diatasi akan mengakibatkan sakitnya seseorang.
Lingkungan Hidup
Faktor ini tidak hanya diselihat dari lingkungan itu bebas polusi, sampah dan lain sejenisnya
tetapi terutama kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Contohnya: masalah
perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan dan lain
sebagainya. Rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa seseorang tercekam sehingga
mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya tahan seseorang
turun sehingga jatuh sakit.
Keuangan
Kondisi sosial-ekonomi yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh dari pengeluaran, terlilit
hutang, bangkrut, soal warisan dan sebagainya; kesemuanya itu dapat menyebabkan sumber
stres pada seseorang yang bila tidak dapat ditanggulangi yang bersangkutan akan jatuh sakit.
Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum, misalnya tuntutan hukum, pengadialan, penjara
dan lain sebagainya dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit.
Perkembangan
Yang dimaksud perkembangan di sini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental
seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia lanjut dan lain sebagainya.
Kondisi seperti itu tidak selalu dilewati dengan baik; ada sementara orang yang tidak mampu
sehingga jatuh sakit karenanya.
Penyakit fisik atau cidera
Sumber stres yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang antara lain penyakit (terutama
penyakit kronis), jantung, kanker, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain sebagainya.
Faktor keluarga
Yang dimaksud adalah faktor stres yang dialami oleh anak remaja karena kondisi keluarga
(sikap orang tua) yang tidak baik, antara lain:
Hubungan kedua orangtua yang dingin atau penuh ketegangan atau acuh tak acuh.
Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu dengan anak-anak.
Komunikasi antara orangtua dan anak tidak baik.
Kedua orangtua berpisah atau bercerai.
Salah satu orangtua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
Orangtua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras dan otoriter, dan lain
sebagainya.
Lain-lain
Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan gangguan kejiwaan (stres pasca trauma)
adalah antara lain bencana alam, huru-hara, peperangan, kebakaran, perkosaan, kehamilan di
luar nikah, aborsi dan sebagainya.
3.3.Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional,
dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadangkadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed
smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting
and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi
oleh stimuli eksternal)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau
upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan
dirinya);
Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar); danGejala-gejala lain seperti command
automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik,
atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan
yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan
medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau
cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia)
selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap
salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun
dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;Tidak
terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut
tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai dengan perubahanperubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin
mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila
tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau
penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
1.
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala
yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat
puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
2.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit
mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering
merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal.
Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan
pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga
dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
3.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya
terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam
dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa
pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
4.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
5.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi
dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita
gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (freefloating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka
jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu
asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik
terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi,
anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan
kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.
3.4.Manifestasi Klinis, Diagnosis dan diagnosis banding (pemeriksaan fisik dan
penunjang)
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer
dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide
lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan
sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan
berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan
tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya
lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti
dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini
menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya
seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga
dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts.
Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau
stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada
hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi
biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat
cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
o
o
o
o
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan
emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan
penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat
bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis
dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka
menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku
demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan,
tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi
sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah
timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari
luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh
Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga
pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya
ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku.
Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada
skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh
waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang
negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali
hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan
atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menariknarik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang
tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau
keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari
negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam
gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan
ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita
tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh
siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita
berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh
melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham
primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya
sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau
seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat
kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya
:waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham
dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala
yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah
halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik)
atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia
pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya
pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang
yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun
pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan
perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double personality, misalnya
penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah
tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak
sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia
seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala
primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek
dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis
skizofrenia adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak
ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia
mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu
diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat
penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya
(yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial
budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin
dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua
merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal
yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.
Kriteria Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ-III
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - though echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
-thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
-thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
(b) -delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
-delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar; atau
-delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar;
-delusional perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas
bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c)halusinasi auditorik :
-suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau
-mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara),
-jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
(d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahi, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme dan stupor;
(h) gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional
yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
social dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(selfabsorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
-
Diagnosis banding
Gangguan Psikotik Sekunder dan akibat obat
Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh
suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum,
gangguan katatonia akibat kondisi medis umum, atau gangguan psikosis akibat zat.
Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam
perjalanan penyakit, seringkali sebelum perekembangan gejala lain.
Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologis mempunyai lebih banyak tilikan pada
penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik.
Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak
yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien nonskizofrenik.
Berpura-pura dan Gangguan Buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai
pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia.
Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan. Tetapi beberapa pasien dengan skizofrenia sering kali
secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih
banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gangguan psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada
gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat dan gangguan skizoafektif. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya
satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik singkat berlangsung
sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat
fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif yaitu jika sindrom manic atau depresif
berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare)
telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu
gangguan mood
Gangguan Mood
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer.
Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian skizopital, schizoid, dan ambang . gangguan kepribadian memiliki
gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak
adanya onset tunggal yang dapat diidentifikasi.
Gejala
skizofrenia
fase aktif
sedikitnya
Tdk 1
Tdk
Ya
Gangguan psikotik
akibat penyakit
umum
Ya
Gangguan psikotik
akibat zat
Episoda depresif
atau manik yang
gawat sejalan
dengan gejala
Ya
fase aktif
Jangka waktu
episode afektif
lebih singkat dari
jangka waktu aktif
dan residualTdk
Tdk
Ya
Sedikitnya ada
waham atau
halusinasi selama
2 minggu tanpa
gejala afektif
Waham tidak
bizarre
sedikitnya 1
bulan Tdk
Ya
Jangka waktu
episode
afektif lebih
singkat dari
jangka masa
Tdk
wahamnya
Waham timbul
hanya saat
episode efektif
Jangka waktu
lebih dari sehari
tetapi kurang
dari sebulan
3.5.Penatalaksanaan
o Farmakoterapi
Ya
Tdk
Jangka
waktu
sedikitn
ya 6
bulan
Ya
Tdk
Ya
Tdk
Ya
Kecuali
waham tak
ada
gangguan
fungsional
yang nyata
Ya
Skizofren
ia
Gangguan
Skizofrenifor
m
Ganggua
n
Gangguan
afektif dengan
gambaran
Ya psikotik
Ganggu
an
Tdkwaham
Ganggua
n psikotik
YTT
Gangguan
afektif dengan
gambaran
psikotik
Gangguan
psikotik singkat
Gangguan
psikotik YTT
Antipsikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:
1. Antagonis reseptor dopamine
2. Risperidone ( ris perdal )
3. Clozapine ( clozaril )
Pemilihan Obat
1. Antagonis Reseptor Dopamin
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini
memiliki dua kekurangan utama, yaitu:
1.
Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal.
2.
Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu
yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas
dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia dan sindroma
neuroleptik malignan.
Remoxipride adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari
pada antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia. Awalnya obat ini
disertai efek samping neurologist yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride
disertai dengan anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.
2. Risperidone
Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor
serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi
obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah
lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal.
3. Clozapine
Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara
pasti. Clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor D 2 tetapi merupakan
antagonis yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistic pada
reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping yang
mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks darah. Obat ini merupakan
lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive dyskinesia karena data yang
tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak disertai dengan perkembangan atau
eksaserbasi gangguan tersebut.
Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus
digunakan lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis
yang adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang
diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan
untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.
Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup singkat.
Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan
pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus
didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG
khususnya pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih
dari 30 tahun.
Kontraindikasi Utama Antipsikotik:
1. Riwayat respon alergi yang serius
2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan
antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat.
3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.
4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas
antikolinergik yang bermakna.
Kegagalan Pengobatan
Non farmakoterapi
Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat
mempertimbangkan pengobatan gangguan, yaitu :
Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat
individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.
Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah
50 persen telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa factor
lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah
berperan dalam perkembangan gangguan.
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapetik
tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki
berbagai segi.
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah
menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikkan klinis.
Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :
Untuk tujuan diagnostik.
Menstabilkan medikasi.
Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.
Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system
pendukung masyarakat.
Sejak diperkenalkan diawal tahun 1950-an medikasi antipsikotik telah menyebabkan
revolusi dalam pengobatan skizofrenia. Tetapi, antipsikotik mengobati gejala gangguan dan
bukan suatu penyembuhan skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus di arahkan untukk mengikat pasien dengan fasilitas pasca rawat
termasuk keluarganya, keluarga angkat, board and care homes, dan half way house. Pusat
perawatan di siang hari ( day care center ) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat
membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat
memperbaiki kualitas kahidupan sehari-hari pasien.
PSIKOFARMAKA
Kemajuan di bidang Ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) akhir-akhir ini mengalami kemajuan pesat,
baik di bidang organobiologik maupun obat-obatannya. Dari sudut organobiologik sudah
diketahui bahwa pada Skizofrenia (dan juga gangguan jiwa lainnya) terdapat gangguan pada
fungsi transmisi sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel-sel susunan saraf pusat (otak)
yaitu pelepasan zat dopamin dan serotin yang mengakibatkan gangguan pada alam pikir, alam
perasaan dan perilaku. Oleh karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada
gangguan fungsi neurotransmitter tadi sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan
dengan kata lain penderita Skizofrenia dapat diobati.
Hingga sekarang belum ditemukan obat yang ideal, dari banyak jenis obat psikofarmaka yang
ada. Masing-masing obat mempunyai kelebihan dan kekurangan selain juga ada efek samping.
Misalnya ada jenis psikofarmaka yang lebih berkhasiat menghilangkan gejala negatif
Skizofrenia atau sebaliknya, ada juga yang lebih cepat menimbulkan efek samping dan lain
sebagainya.
Adapun obat Skizofrenia yang ideal yaitu yang memenuhi syarat antara lain:
Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu singkat.
Tidak ada efek samping, kalupun ada relatif kecil.
Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif maupun negatif
Skizofrenia.
Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
Tidak menyebabkan kantuk.
Memperbaiki pola tidur.
Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.
Tidak menyebabkan lemas otot.
Dan, kalu mungkin pemakainnya dosis tunggal (single dose).
Berbagai jenis obat yang beredar di pasaran yang diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua
(atypical). Contoh yang beredar di Indonesia tahun 2001:
Termasuk golongan generasi pertama misalnya:
Nama Generik
1. chlorpromazine HCl
2. Trifluoperazine HCl
3. Thioridazine HCl
4. Haloperidol
Nama Dagang
Largactil, Promactil, Meprosetil
Stelazine
Melleril
Haldol, Govotil, Serence
lainnya termasuk keterampilan. Dalam lembaga rehabilitasi ini para penderita merupakan
kelompok atau komunitas diman terjadi interaksi antar sesama penderita dengan para pelatih.
Program rehabilitasi ini tidak hanya diikuti oleh penderita yang dirawat jalan.
Program rehabilitasi sebagai persiapan kembali ke keluarga dan masyarakat meliputi berbagai
macam kegiatan, antara lain :
Terapi kelompok
Menjalankan ibadah keagamaan bersama sama (jamaah)
Kegiatan kesenian (menyanyi, musik, tari tarian, seni lukis dsb)
Terapi fisik berupa olah raga
Keterampilan (membuat kerajinan tangan)
Berbagai macam kursus
Bercocok tanam (bila tersedia lahan)
Rekreasi (darmawisata)
Dan lain sebagainya.
3.6.Pencegahan
Menurut Prof. Tuti, terdapat tiga bentuk pencegahan primer. Pertama, pencegahan universal,
ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko. Caranya adalah mencegah
komplikasi kehamilan dan persalinan. Kedua, pencegahan selektif, ditujukan kepada kelompok
yang mempunyai risiko tinggi dengan cara, orang tua menciptakan keluarga yang harmonis,
hangat, dan stabil. Ketiga, pencegahan terindikasi, yaitu mencegah mereka yang baru
memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal tidak menjadi skizofrenia yang nyata, dengan cara
memberikan obat antipsikotik dan suasana keluarga yang kondusif.
Skizofrenia sendiri merupakan gangguan jiwa yang paling berat, menyerang bagian yang
sangat inti dari manusia yaitu persepsi, pikiran, emosi dan perilaku, sehingga gejalanya sangat
kompleks dan bercampur baur. Pada penderita skizofrenia yang terganggu adalah sirkuit saraf
otaknya, sehingga kadang-kadang disebut misconnection syndrome. Kemampuan berpikir dan
merasakan yang tidak terorganisasi, tidak berkaitan atau salah mengaitkan, terjadi karena
adanya gangguan pada sirkuit saraf pada iregion-regio otak terkait untuk mengirimkan dan
menerima pesan secara efisien dan tepat.
3.7.Komplikasi
Percobaan bunuh diri yang bisa menyebabkan kecacatan atau kematian
3.8.Prognosis
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah
perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 %
pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan
memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala,
episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang
bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan
sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan
yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani
kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang
sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama
seluruh hidupnya.
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:
1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.
2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.
Prognosis penderita skizofrenia baik bila:
1. Onset akut
2. Faktor pencetusnya jelas
3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik (termasuk kemunculan di usia lanjut)
4. Subtipe paranoid
5. Menikah
6. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaan
7. Predominasi gejala positif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang
singkat.(Imam Setiadi daam Skizofrenia, Refika Aditama, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.
Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi juga
bagi orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya, keluarganyalah yang paling terkena
dampak dari hadirnya skizofrenia. Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat,
terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan
Skizofrenia mudah tersinggung.
2.
Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih
mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah. Karena orang
yang mempunyai inteligensi tinggi biasanya mudah diberi pemahaman, mudah mengerti
akan pentingnya pengobatan.
3.
Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien (kemungkinan
25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup
normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta
Clozapine.
4.
Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus
perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5.
Stressor Psikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan mempengaruhi
juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya negara berkembang,
penderita skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena adanya dukungan dari
masyarakat sekitar. Sedangkan pada Negara-negara maju, prognosis lebih susah
dikarenakan, biasanya pada Negara-negara maju masyarakatnya cenderung individual,
tidak mengenal tetangga, dan tidak perdui terhadap lingkungan sekitar.
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak yang
positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu
pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak
dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.
Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk. Dengan seringnya
penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula system yang ada pada
dirinya.
7.
Gangguan Kepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih susah dideteksi
apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut cenderung menutup diri.
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan.
Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.
Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan akut,
sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.
Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis yang
lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.
Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofreniayang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik dari
pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.
Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya.